Makalah Ini Dibuat Untuk Melengkapi Tugas Mata Kuliah Komunikasi lintas budaya
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK IX
SEMESTER IV
MEDAN ESTASE
2020/2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena dengan limpahan rahmat-Nya penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “KOMUNIKASI LINTAS BUDAYA DIERA CYBER”
tepat pada waktunya. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi kita
Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan pengikut beliau hingga akhir zaman. Aamiin.
kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran konstruktif dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini di
kemudian hari. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Aamiin.
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah......................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Komunikasi AntarBudaya............................................................. 2
2.2 Budaya Siber : Internet dan Interaksi Simbolik............................ 3
2.3 Masyarakat Jejaring....................................................................... 6
2.4 Komodifikasi Budaya Siber.......................................................... 7
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Komunikasi antar budaya adalah komunikasi yang terjadi di antara orang-orang yang
memiliki kebudayaan yang berbeda (bisa beda ras, etnik, atau sosioal ekonomi, atau gabungan
dari semua perbedaan ini). Kebudayaan adalah cara hidup yang berkembang dan dianut oleh
sekelompok orang serta berlangsung dari generasi ke generasi.
Dalam perspektif cultural studies, internet merupakan ruang dimana kultur yang terjadi itu
diproduksi, didistribusikan, dan dikonsumsi. Sebagaimana sifat dasar perspektif ini yang
mengaburkan kelas-kelas sebagai sebuah strata yang ada di tengah masyarakat, cultural studies
memberikan semacam perlawanan dari sebuah kemampanan strukturasi kelas sosial. Gerakan-
gerakan sosial seperti feminisme menandakan bahwa sebuah kultur tidak hanya diciptakan oleh
kelas tertentu, dalam pandangan Marx misalnya oleh kaum borjuis, namun bisa dihasilkan oleh
masyarakat bahkan individu yang merupakan agen-agen sosial.
1
BAB II
PEMBAHASAN
McLuhan (dalam Infante et.al, 1990 : 371) menyatakan bahwa dunia saat ini telah
menjadi “Global Village” yang mana kita mengetahui orang dan peristiwa yang terjadi di negara
lain hampir sama seperti layaknya seorang warga negara dalam sebuah desa kecil yang menjadi
tetangga negara – negara lainnya.
Perubahan sosial adalah hal lain yang berpengaruh dalam komunikasi antar budaya
adalah dengan makin banyaknya perayaan - perayaaan budaya sebuah etnis dalam sebuah
negara.
1
Mohammad Shoelhi, Komunikasi Lintas Budaya, (Bandung: Simbiosa Rektama Media, 2015), hlm.38.
2
Memahami perbedaan budaya yang mempengaruhi praktik komunikasi
Mengkomunikasi antar orang yang berbeda budaya
Mengidentifikasikan kesulitan – kesulitan yang muncul dalam komunikasi
Membantu mengatasi masalah komunikasiyang disebabkan oleh perbedaan budaya
Meningkatan ketrampilan verbal dan non verbal dalam komunikasi
Menjadikan kita mampu berkomunikasi secara efektif
a. Enkulturasi
Enkulturasi mengacu pada proses dengan mana kultur ditransmisikan dari satu
generasi ke generasi berikutnya. Kita mempelajari kultur, bukan mewarisinya. Kultur
ditransmisikan melalui proses belajar, bukan melalui gen. Orang tua, kelompok, teman,
sekolah, lembaga ke-agamaan, dan lembaga pemerintahan merupakan guru-guru utama
dibidang kultur. Enkulturasi terjadi melalui mereka.
b. Akulturasi
Budaya Sibermerupakan sebuah budaya yang lahir dari interaksi antara manusia dengan
internet.cyberculture sebagai cara berpikir tentang bagaimana orang dan teknologi digital
berinteraksi, bagaimana kita hidup bersama. Kerangka berpikir Bell justru lebih khusus dimana
2
Ibid
3
ruang maya dimanfaatkan antar individu sebagai wadah untuk membicarakan cara bagaimana
mereka memenuhi kebutuhan hidup.
Cyberculture adalah budaya yang telah muncul, atau terbentuk dari penggunaan jaringan
komputer untuk komunikasi, hiburan, dan bisnis. Itu juga merupakan studi tentang berbagai
fenomena sosial yang terkait dengan internet dan bentuk-bentuk baru lain dari komunikasi
jaringan, seperti komunitas online, secara online multi-player game, game sosial, media sosial,
augmented reality, dan SMS, dan mencakup masalah-masalah yang berkaitan dengan identitas,
privasi, dan pembentukan jaringan.
identitas baru dalam cyberculture berbeda dengan identitas didunia nyata. Identitas
didunia maya, tidak lebih dibatasi oleh kulit atau tubuh. Mereka disebarluarkan, tersebar, dan
ditambahkan melalui koneksi difasilitasi dan tidak terbatas pada tubuhnya.3
a. Internet
Internet, mengutip penjelasan Hine (2007), bias didekatidalam dua aspek, yakni
internet sebagai kultur (budaya) dan internet sebagai artefak kultural (peninggalan
kebudayaan).Perbedaan ini berimplikasi khususnya untuk para peneliti etnografi kepada
perbedaan metodelogi dalam penelitian di suatu sisi maupun secara tegas memaparkan
keuntungan maupun kelemahan disisi lain.
3
A liliweri, Prasangka & Konflik, Komunikasi Lintas Budaya Masyarakat Multikultur, (yogyakarta: lkiS,2007), hlm.78
4
b. Interaksi Simbolik
Interaksi simbolik merupakan salah satu pendekata yeng bias di lakukan dengan
cultural studies. Menurut ( Norman Danzin, 1912:34) menekan kan bahwa semestinya kajian
terhadap interaksi simbolik memainkan peranan penting dalam cultural studies yang
memusatkan perhatian pada tiga masalh yang terkait satu dengan lainya, yakni produksi
makna kultural, analisis makna makna dan studi kebudayaan yang di jalani dan pengalaman
yang di jalani. Namun dalam tataran praktis Denzin melihat adanya kecenderungan dari
intraksionisme simbolik untuk mengabaikan gagasan yang menghubungkan “symbol” dan
:interaksi’.
c. Perspektif
Dalam perspektif cultural studies, internet merupakan ruang dimana kultur yang
terjadi itu diproduksi, didistribusikan, dan dikonsumsi. Sebagaimana sifat dasar perspektif ini
yang mengaburkan kelas-kelas sebagai sebuah strata yang ada di tengah masyarakat, cultural
studies memberikan semacam perlawanan dari sebuah kemampanan strukturasi kelas sosial.
Gerakan-gerakan sosial seperti feminisme menandakan bahwa sebuah kultur tidak hanya
diciptakan oleh kelas tertentu, dalam pandangan Marx misalnya oleh kaum borjuis, namun
bisa dihasilkan oleh masyarakat bahkan individu yang merupakan agen-agen social.
5
2.3 Masyarakat Jejaring
Barangkali tidak banyak yang menyadari bahwa jejaring sosial (social networking)
adalah sebuah masyarakat.Dalam sosiologi, masyarakat didefinisikan sebagai: kumpulan dari
beberapa atau banyak individu yang melakukan interaksi dengan aturan tertentu.Kalau kita
perhatikan syarat sederhana tadi,jejaring sosial sudah memenuhi kriteria layak disebut sebagai
masyarakat.Masyarakat dalam jejaring sosial agak berbeda dengan masyarakat pada umumnya
karena tidak dibatasi oleh faktor geografis.Dengan kata lain facebook atau twitter memiliki
karakteristik sendiri, yakni dunia maya.Sebuah perwujudan yang mengabaikan faktor ruang,
meski masih dibatasi oleh waktu.
Dengan kamajuan teknologi , masyarakat dalam facebook atau twitter lambat laun akan
membentuk kebiasaan yang dinamakan budaya atau kebudayaan.Dalam bentuk yang lain, tidak
seperti budaya sebelumnya.Bahkan, pola yang ada dalam masyarakat konvensional sejak lama
dapat dirubah dengan melakukan interaksi manggunakan provider jejaring sosial.Ditambah lagi
pola interaksi masyarakat konvensional yang sudah mengalami banyak kendala sekaligus
hambatan.Persoalan kemacetan di jalan salah satunya.Meskipun sekarang baru mendominasi
kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya atau Medan, nantinya juga akan menimpa kota-kota
lain di Indonesia.Kemacetan merupakan persoalan seruis dalam negara.Akibat kemacetan, roda
perekonomian maupun pemerintahan sangat terganggu.Kecepatan dan ketepatan waktu sering
terbuang sia-sia dengan adanya kemacetan.
Komunitas virtual adalah kumpulan pengguna user yang di bentuk secara online yang
masing-masing menggunakan identitas nyata atau rekaan (avatar) serta informasi online tertentu
5
Deddy mulyana, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003), hlm.48.
6
untuk melakukan komunikasi atau interaksi secara terus-menerus melalui mediasi jaringan
komputer.Dari komunitas ini tentu saling berinteraksi dan berkomunikasi, dan pada akhirnya dari
interaksi inilah muncul sebuahkebudayaan siber atau cyber culture.
Terkait dengan komodifikasi yang terjadi di media, Mosco memformulasikan tiga bentuk
komodifikasi, yakni komodifikasi isi, komodifikasi khalayak, dan komodifikasi pekerja.6
Komodifikasi isi menjelaskan bagaimana konten atau isi media yang diproduksi
merupakan komoditas yang ditawarkan. Proses komodifikasi ini berawal dengan mengubah
data-data menjadi sistem makna oleh pelaku media menjadi sebuah produk yang akan dijual
kepada konsumen, khalayak maupun perusahaan pengiklan (hlm.146-147). Artinya, media
tidak hanya berhenti pada proses pembentukan kultur semata melalui konten yang
didistribusikan, melainkan juga menjadikan budaya itu sebagai sebuah komoditas yang bisa
dijual.
Sejalan dengan konteks ini, Adorno dan Hokheimer menyodorkan tesis tentang
industri budaya. Bahwa media dan hiburan yang disajikan melalui media massa pada
dasarnya telah menjadi industri di era kapitalisme pasca-Perang Dunia ke-2 baik dalam
mensirkulasikan komoditas budaya maupun dalam memanipulasi kesadaran manusia
(Hokheimer dan Adorno, 1972 dalam Agger 2009:180). Industri budaya pada dasarnya juga
menjelaskan bagaimana budaya menjadi sesuatu yang memanipulasi kesadaran manusia.
Budaya pop, sebagaimana dicontohkan Hokheimer dan Adorno, bukanlah menjadi media
akhir dan paling tinggi yang bisa digunakan untuk melakukan perlawanan terhadap
hegemoni kapitalis sebagaimana diulas oleh Marx, melainkan budaya pop itu sendiri
mengandung iklan dan hiburan yang diberikan kepada khalayak hanya sebagai kedok untuk
menutupi aktivitas kapital melalui media massa (hlm.182-183).
6
Rulli nasrullah, Komunikasi Antarbudaya: Di Era Budaya Siber,( Jakarta: Kencana), hlm.58.
7
2. Komodifikasi khalayak
Dengan memakai wacana yang dipopulerkan oleh Smythe (1977) dalam the audience
commodity, komodifikasi khalayak ini menjelaskan bagaimana sebenarnya khalayak tidak
secara bebas hanya sebagai penikmat dan konsumen dari budaya yang didisytribusikan
melalui media.Khalayak pada dasarnya merupakan entitas komoditi itu sendiri yang bisa
dijual. Sebagai misal, dalam industri media massa saat ini, dicontohkan Smythe dengan
berbagai program acara di industri pertelevisian, ada tiga entitas yang saling mempengaruhi
yakni perusahaan media, pengiklan, dan khalayak itu sendiri.
Bahwa perusahaan media massa pada kenyataannya tak berbeda dengan pabrik-
pabrik. Para pekerja tidak hanya memproduksi konten dan mendapatkan penghargaan
terhadap upaya menyenangkan khalayak melalui konten tersebut, melainkan juga
menciptakan khalayak sebagai pekerja yang terlibat dalam mendistribusikan konten sebagai
sebuah komoditas (Mosco, 1996:158).
Kemajuan teknologi informasi merupakan salah satu contoh bagaimana tanpa sadar
khalayak juga mentransformasikan dirinya tidak sekadar menjadi konsumen atau objek
komoditas kepada pengiklan, melainkan juga sudah menjadi produsen dalam industri budaya.
Fenomena user content generated di internet menjelaskan bagaimana khalayak memproduksi
konten media dan sekaligus mendistribusikan serta menjadi konsumen dari konten tersebut.
Misalnya, kehadiran informasi pengguna seperti status, foto, dan sebagainya yang ada social
media seperti Facebook atau Twitter.Informasi inilah yang didistribusikan dan bisa
7
ibid
8
dikonsumsi oleh khalayak yang terkoneksi ke social media tersebut dan pada akhirnya
melalui simulasi jejaring khalayak yang pada mulanya menjadi konsumen perlahan berubah
menjadi produsen.8
BAB III
PENUTUP
8
ibid
9
3.1 KESIMPULAN
Melakukan perubahan kebudayaan merupakan hal yang sulit, namun
bukan hal yang tidak mungkin.Selama kita berusaha untuk merubah, maka hal itu
pasti dapat terlaksana.Maka bukan hal yang tidak mungkin jika kelak bangsa
Indonesia dapat ikut berperan dalam pembentukan kebudayaan baru, yaitu
Kebudayaan Cyber.
3.2 SARAN
10
DAFTAR PUSTAKA
Nasrullah, Rulli. 2012. Komunikasi Antarbudaya: Di Era Budaya Siber. Jakarta: Kencana
11