Anda di halaman 1dari 6

UJIAN AKHIR SEMESTER ETIKA DAN KEARIFAN LOKAL

Nama: Junaedi Affendi

NPM: 201605132

Kelas: Reg B

SUKU BADUY

Sebagai negara yang kaya akan seni dan budaya, Indonesia dihuni berbagai macam suku yang
menetap di segala pelosok nusantara. Kearifan lokal serta adat istiadatnya menjaga kelestarian
alam Indonesia hingga mampu terjaga dengan baik dan bersinergi dengan alam. Nama Baduy
terlesip diantara banyaknya suku yang ada di Indonesia. Kelompok etnis Sunda ini hidup
bersama alam di Pegunungan Kendeng, Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten
Lebak, Banten.

Suku Baduy terbagi dalam dua golongan yang disebut dengan Baduy Dalam dan Baduy Luar.
Perbedaan yang paling mendasar dari kedua suku ini adalah dalam menjalankan pikukuh atau
aturan adat saat pelaksanaannya. Jika Baduy Dalam masih memegang teguh adat dan
menjalankan aturan adat dengan baik, sebaliknya tidak dengan saudaranya Baduy Luar.

Sebutan "Baduy" merupakan sebutan yang diberikan oleh penduduk luar kepada kelompok
masyarakat tersebut, berawal dari sebutan para peneliti Belanda yang agaknya mempersamakan
mereka dengan kelompok Arab Badawi yang merupakan masyarakat yang berpindah-pindah
(nomaden). Kemungkinan lain adalah karena adanya Sungai Baduy dan Gunung Baduy yang ada
di bagian utara dari wilayah tersebut. Mereka sendiri lebih suka menyebut diri sebagai urang
Kanekes atau "orang Kanekes" sesuai dengan nama wilayah mereka, atau sebutan yang mengacu
kepada nama kampung mereka seperti Urang Cibeo1

Masyarakat adat merupakan kelompok sosial yang memiliki peranan dalam mengatasi perubahan
iklim dimana sebagian besar masyarakat adat tinggal atau bersebelahan dengan
daerah konservasi. Disisi lain masyarakat adat merupakan kelompok paling rentan dengan
perubahan iklim. Mereka adalah kelompok pertama yang menghadapi konsekuensi langsung dari
perubahan iklim, karena ketergantungan dan hubungan yang erat mereka pada lingkungan dan
sumber dayanya. Perubahan iklim memperburuk kesulitan yang sudah dihadapi oleh masyarakat
adat yang rentan, termasuk marginalisasi politik dan ekonomi, hilangnya tanah dan sumber daya,
pelanggaran hak asasi manusia, diskriminasi dan pengangguran. Perubahan iklim menimbulkan
ancaman dan bahaya bagi kelangsungan hidup masyarakat adat di seluruh dunia, meskipun
masyarakat adat berkontribusi sedikit terhadap emisi rumah kaca. Faktanya, masyarakat adat
1
Garna, Y. Masyarakat Baduy di Banten, dalam Masyarakat Terasing di Indonesia. (Jakarta,1993), 35.
sangat penting untuk, dan aktif dalam, banyak ekosistem yang mendiami tanah dan wilayah
mereka, dan karenanya dapat membantu meningkatkan ketahanannya ekosistem. Selain itu,
smasyarakat adat menafsirkan dan bereaksi terhadap dampak perubahan iklim dengan cara-cara
kreatif, menggunakan pengetahuan tradisional dan teknologi lain untuk menemukan solusi yang
dapat membantu masyarakat luas untuk mengatasinya perubahan yang akan datang2

Masyarakat Baduy sangat menjaga kelestarian alam wilayahnya, Proses kelestarian alam juga
sangat berlaku saat membangun rumah adat mereka yang terbuat dari kayu dan bambu. Terlihat
dari kontur tanah yang masih miring dan tidak digali demi menjaga alam yang sudah memberi
mereka kehidupan. Rumah-rumah di sini dibangun dengan batu kali sebagai dasar pondasi,
karena itulah tiang-tiang penyangga rumah terlihat tidak sama tinggi dengan tiang lainnya.
Bukan hanya itu masyarakat baduy sangat menjaga alam nya sehingga masyarakat Baduy
memilih menggunakan kecombrang (Etlingera elatior) untuk pengganti sabun dan pasta gigi,
penggunaan tersebut tidak semata hanya berupa larangan penggunaan bahan baku dari luar desa,
tetapi kecombrang dinilai lebih ramah lingkungan terutama terhadap ekosistem sungai yang
melalui desa mereka3
Kearifan lokal masyarakat Baduy dalam mengelola sumber daya alam dapat dilihat juga dari
aturan pembagian tiga zona wilayah, yaitu reuma (permukiman), heuma (tegalan dan tanah
garapan), dan leuweung kolot (hutan tua), Pada hakikat nya kegiatan utama masyrakat baday
adalah menyelamatkan dan menjaga tanah larangan yang telah di keramatkan oleh leluhur nya.
Oleh karena itu prilaku masyrakat baduy selalu diarahkan pada pengelolaan hutan dan
lingkunganmya dan pengelolaan pada pertanian nya, setiap tahapan perladangan diatur oleh
ketentuan adat yang wajib di taati seluruh masyarakat baduy4

Dari pengetahuan tradisional, kepercayaan leluhur dan tradisi turun temurun itulah masyrakat
baduy terus memegang teguh kepercayaan mereka untuk menjaga dan melestarikan lingkungan
sampai saat ini untuk mengatasi perubahaan yang datang dari luar, agar alam dan kearifan local
tetap terjaga.

Adat budaya dan tradisi masih kental mewarnai suku baduy ada 3 hal utama yang mewarnai
keseharian mereka, yaitu sikap hidup sederhana, bersahabat dengan alam yang alami, dan spirit
kemandirian. Sederhana dan kesederhanaan merupakan titik pesona yang lekat pada masyarakat
Baduy. Hingga saat ini masyarakat Baduy masih berusaha tetap bertahan pada kesederhanaannya
di tengah kuatnya arus modernisasi di segala segi5. Bagi mereka kesederhanaan bukanlah
kekurangan atau ketidakmampuan, akan tetapi menjadi bagian dari arti kebahagiaan hidup
sesungghuhnya. Di tengah kehidupan modern yang serba nyaman dengan listrik, kendaraan
bermotor, hiburan televisi serta tempat-tempat hiburan lain yang mewah, masyarakat Baduy

2
Sela Ola Olangi Barus , Masyarakat Adat, Ujung Tombak Konservasi Alam, (Banten,2017), 18.
3
Zulfa Auliyati, Agustina; NFn, Suharmiyati; Mara, Ipa . Penggunaan Kecombrang (Etlingera elatior) sebagai
Alternatif Pengganti Sabun dalam Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Suku Baduy. (Bandung,2016), 34.
4
Suparmini, Suparmini; Setyawati, Sriadi; Respati Suryo Sumunar, Dyah. Pelestarian Lingkungan baduy
BerMasyarakat Basis Kearifan Lokal. (Jakarta,2013), 26.
5
Ermantu, sebuah perjalanan wisata budaya inspiratif, (Jakarta,2010), 34.
masih setia dengan kesederhanaan, hidup menggunakan penerangan lilin atau lampu minyak
(lampu teplok). Tidak ada sentuhan modernisasi di sana, segala sesuatunya sederhana dan
dihasilkan oleh mereka sendiri, seperti makan, pakaian, alat-alat pertanian, dan sebagainya.
Meskipun anti modernisasi, mereka tetap menghormati kehidupan modern yang ada di
sekitarnya. Kesederhanaan dan toleransi terhadap lingkungan di sekitarnya adalah ajaran utama
masyarakat Baduy. Dari kedua unsur tersebut, dengan sendirinya akan muncul rasa gotong
royong dalam kehidupan mereka. Tidak ada keterpaksaan untuk mengikuti dan menjaga tradisi
kehidupan yang damai oleh mereka. Tidak ada rasa iri satu dengan lainnya karena semuanya
dilakukan secara bersama-sama. Kepentingan sosial selalu dikedepankan sehingga jarang
dijumpai kepemilikan individu, tetapi menjunjung asas demokrasi . tidak ada kesenjangan
sosisal maupun ekonomi antara individu antar masyarakat.

Menurut Sayoga (2013) dalam komunikasi tradisional isi lebih banyak ditujukan pada kelompok
dan bukan individu. Hal ini tepat dan memudahkan penerimaan pesan secara bersama/serempak
pada anggota suatu komunitas. Karena apabila kelompok sudah sepakat menerima suatu
pesan/inovasi, maka hal itu akan mempengaruhi keputusan individu. Hal itu disebabkan karena
dalam komunitas tradisional individu cenderung conform pada lingkungannya.

Adat, budaya, dan tradisi masih kental mewarnai kehidupan masyarakat Baduy. Ada tiga hal
utama yang mewarnai keseharian mereka, yaitu sikap hidup sederhana, bersahabat dengan alam
yang alami, dan spirit kemandirian. Sederhana dan kesederhanaan merupakan titik pesona yang
melekat pada masyarakat Baduy. Hingga saat ini masyarakat Baduy masih berusaha tetap
bertahan pada kesederhanaannya di tengah kuatnya arus modernisasi di segala segi. Bagi mereka
kesederhanaan bukanlah kekurangan atau ketidakmampuan, akan tetapi menjadi bagian dari arti
kebahagiaan hidup sesungguhnya

Fakta ini dapat dikatakan sebagai temuan awal bahwa ada upaya untuk tetap melestarikan nilai-
nilai leluhur dalam kehidupan mereka. Di samping itu juga tampak bahwa peran Jaro
Pemerintah yang berada di bawah Puun menjadi indikasi bahwa peran seorang Puun sangatlah
kuat.

Santoso, Akhmad, Fahrianoor (2015) menyatakan komunikasi tradisional sangat penting dalam
suatu masyarakat karena dapat mempererat persahabatan dan kerja sama untuk mengimbangi
tekanan yang datang dari luar. Tetua masyarakat Baduy memegang peran penting dalam
menjaga tradisi masyarakatnya.

Peran tetua adat sangatlah vital dalam menjaga harmoni. Setiap individu memiliki rasa hormat
dan tunduk akan peran tetua yang disebut kekolot. Ini pula yang menjadi kunci penyelesaian
setiap permasalahan pelik yang dihadapi masyarakat. Permasalahan yang punya potensi
merusak kebersamaan harus dihindari.
Inti dari kondisi bermasyarakat suku Baduy adalah menjaga harmoni. Segala sesuatu harus dapat
dilakukan dalam suasana kekeluargaan dan kebersamaan. Harmoni akan tercipta bila setiap
anggota suku dapat membangun kebersamaan di lingkungannya.

Keharmonisan ini diciptakan melalui proses budaya tutur yang disampaikan secara turun
menurun. Harold D. Lasswell mengemukakan salah satu fungsi komunikasi adalah transmission
of the social heritage (menurunkan pewarisan sosial dari generasi ke generasi) (Nurudin, 2004).
Melalui proses komunikasi nilai-nilai masyarakat Baduy diteruskan antar generasi.

Masyarakat Baduy memiliki karakter masyarakat yang lugu, polos, dan jujur sehingga
menjadikan masyarakat Baduy sebagai suatu komunitas masyarakat yang banyak menganut
falsafah hidup dalam setiap langkah dan gerak untuk memaknai kehidupan. Namun seiring
dengan. perkembangan jaman, masyarakat dan kebudayaan manusia selalu berada dalam keadaan
berubah. Perubahan ini terjadi disebabkan dari dalam masyarakat dan kebudayaan itu sendiri
seperti perubahan dalam jumlah penduduk dan perubahan lingkungan alam dan fisik dari tempat
tinggal masyarakat itu sendiri.

Perubahan yang terjadi dalam masyarakat disebut dengan perubahan sosial, dimana perubahan
itu tidak terlepas dari akibat interaksi sosial masyarakat. Menurut John Lewis Gillin (2009;123)
“perubahan sosial adalah variasi dari caracara hidup yang diterima sehingga menyebabkan
terjadinya perubahanperubahan kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk,
ideologi, difusi dan penemuan baru dalam masyarakat”.

Perubahan sosial pada masyarakat saat ini pun terjadi pada masyarakat baduy, terutama dalam
hal penggunaan media teknologi informasi dan komunikasi. Banyaknya orang luar yang masuk
ke wilayah masyarakat Baduy menjadikan masyarakat Baduy bersentuhan dengan teknologi
modern yang selama ratusan tahun dilarang oleh adat, seperti menonton televisi, menggunakan
jam tangan, memiliki radio bahkan memiliki telepon seluler (HP). Perubahan sosial ini terjadi
dikarenakan mereka merasa kurang puas dengan teknologi yang mereka punya selama ini,
sehingga mereka berkeinginan untuk memiliki pengetahuan yang lebih dengan menonton televisi
maupun mendengarkan radio, bahkan mungkin keinginan untuk menggunakan teknologi bukan
hanya didasarkan pada peningkatan pengetahuan tetapi lebih kepada mengikuti tren6.

Komunikasi transaksional adalah konteks komunikasi pada tahap yang sudah mendalam dalam
sebuah hubungan. Kontak komunikasi yang terjadi antara masyarakat luar dengan masyarakat
Baduy sudah melibatkan emosi, dalam arti kata hubungan sudah mencapai tahap mewujudkan
saling pengertian, saling memahami. Sehingga apapun yang terjadi bagi masyarakat baduy (yang
kena terpaan informasi serta mereka menerima informasi tersebut) akan berusaha untuk
menyimpan dan merahasiakan dihadapan “pikukuh”

6
Dewi Widowati & Rahmi M , Perubahan Perilaku Sosial Masyarakat Baduy Terhadap Perkembangan Teknologi
Informasi dan Komunikasi. (Banten, 2014), 8.
Dengan adanya terpaan teknologi komunikasi yang gencar dari luar masyarakat Baduy, seperti
misalnya handphone, membuat terjadinya perubahan perilaku masyarakat Baduy.
Kepemilikanhandphone ini dilakukan secara sembunyisembunyi oleh sebagian masyarakat
baduy luar, karena apabila diketahui oleh tokoh adat, maka handphone itu akan disita. Layaknya
seorang “polisi”, tokoh-tokoh adat memiliki wewenang menertibkan masyarakatnya agar tetap
berpegang teguh pada aturan adat yang sudah disepakati bersama. Dalam masyarakat Baduy,
terdapat tiga kesepakatan yang dipercayai sebagai pengatur kehidupan mereka. Kesepakatan
tersebut adalah kesepakatan dengan alam, kesepakatan dengan ghaib.

Hambatan yang dihadapi oleh para tokoh adat adalah terpaan teknologi yang sangat gencar
masuk kedalam masyarakat Baduy serta keingintahuan yang tinggi dari masyarakat Baduy itu
sendiri. Sebenarnya menjadi tugas berat bagi para tokoh-tokoh adat untuk tetap melestarikan
budaya Baduy yang asli agar tetap dikenal masyarakat luar sebagai etnis yang memiliki ciri khas.
Dari informasi yang didapat, terutama dari tokoh-tokoh adat setempat, bahwa apabila dilakukan
“razia” terhadap penduduk Baduy, maka dapat disita ratusan handphone. Informasi ini cukup
mengejutkan karena sebenarnya larangan untuk menerima pengaruh dari luar sudah diketahui
oleh masyarakat Baduy, namun demikian banyak yang melanggar larangan itu. Rupanya
keingintahuan terhadap teknologi komunikasi cukup tinggi.

Baduy terdiri dari beberapa kampung yang masing-masing memiliki perbedaan yang cukup
signifikan. Ada kampung yang begitu maju, kampung biasa-biasa saja, dan ada perkampungan
yang sangat tertinggal dari kampung tetangganya di berbagai aspek kehidupan, walaupun
kampung tersebut berdekatan dengan wilayah yang sudah maju. Kampung Kaduketug, Gajeboh,
Marengo, Cibalimbing, Leuwibuleud, adalah contoh perkampungan Baduy Luar yang masuk
kategori maju di belahan utara. Cisaban, Batara di belahan timur. Cicakal Girang, Ciranji,
Cikadu, dan Cijanar di belahan barat. Kampung yang masih termasuk katagori tertinggal antara
lain Cihulu, Babakan Kaduketug, Cigula, Karahkal, Cibogo.
Daftar Pustaka

Garna, Y. (1993). Masyarakat Baduy di Banten, dalam Masyarakat Terasing di Indonesia,


Editor: Koentjaraningrat & Simorangkir, Seri Etnografi Indonesia No.4. Jakarta: Departemen
Sosial dan Dewan Nasional Indonesia untuk Kesejahteraan Sosial dengan Gramedia Pustaka
Utama’

Sela Ola Olangi Barus (11 Agustus 2017), Masyarakat Adat, Ujung Tombak Konservasi Alam,
WWF Indonesia, diakses tanggal 8 Oktober 2019

Zulfa Auliyati, Agustina; NFn, Suharmiyati; Mara, Ipa (2016), "Penggunaan Kecombrang
(Etlingera elatior) sebagai Alternatif Pengganti Sabun dalam Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Suku Baduy", Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,

Suparmini, Suparmini; Setyawati, Sriadi; Respati Suryo Sumunar, Dyah (2013), "Pelestarian
Lingkungan baduy BerMasyarakat Basis Kearifan Lokal",

Ermantu. (2010). Saba Baduy: Sebuah perjalanan wisata budaya inspiratif. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.

Sayoga, Budi, Revitalisasi Media Tradisional Sebagai Instrumen Difusi Inovasi di Pedesaan,
Jurnal Pembangunan Pedesaan Volume 13 Nomor 1, 2013

Santoso, Rumaliadi Agus; Akhmad, Bachruddin Ali; Fahrianoor, Analisis Pesan Moral Dalam
Komunikasi Tradisional Mappanretasi Masyarakat Suku Bugis Pagatan, Jurnal Penelitian Pers
dan Komunikasi Pembangunan. Vol. 18 No.3 2014

Anda mungkin juga menyukai