Tawassul menjadi pilihan dalam berbagai permohonan. Pada hakikatnya Allah jua
yang mengabulkan doa doa kita, namun terkadang juga kita harus melalui
perantara untuk memudahkan proses. Terlebih kita berdoa dengan wasilah para
Waliyullah yang sesungguhnya adalah para kekasih Allah yang memiliki derajat
yang mulia di sisi-Nya. Dengan munajat berzikir, dengan maulid bershalawat
kepada Kanjeng Nabi dan wasilah kepada Waliyullah ini menjadi perantara doa
kita terkabul dan pasti diterima oleh Allah.
Praktik tawasul menjadi diskusi yang tak kunjung selesai. Kajian tawasul menjadi
bahan perdebatan terus menerus karena memang masing-masing pihak yang
terlibat berpijak di tempat berbeda. Secara umum praktik tawasul dianjurkan
dalam Al-Quran Surat Al-Maidah ayat 35:
َ اَي َأهُّي َا اذَّل ِ َين آ َمنُوا ات َّ ُقوا اهَّلل َ َوابْ َتغُوا لَ ْي ِه الْ َو ِسيةَل
ِإ
Artinya, “Hai orang yang beriman, takwalah kepada Allah. Carilah wasilah kepada-
Nya.” Tawasul adalah sebuah praktik doa di mana seseorang menyertai nama
orang-orang saleh dalam doanya dengan harapan doa itu menjadi istimewa dan
diterima oleh Allah SWT.
Berikut ini dua lafal tawasul yang biasa digunakan masyarakat:
اَي َر ِ ّب اِب مل ُ ْص َط َفى ب َ ِل ّ ْغ َم َق ِاصدَ اَن َوا ْغ ِف ْر لَنَا َما َمىَض اَي َو ِاس َع ال َك َر ِم
Yâ rabbi bil mushthafâ, balligh maqâshidanâ, waghfir lanâ mâ madhâ, yâ wâsi‘al
karami.
Artinya, “Tuhanku, berkat kemuliaan kekasih pilihan-Mu Rasulullah, sampaikanlah
hajat kami. Ampunilah dosa kami yang telah lalu, wahai Tuhan Maha Pemurah.”
Praktik tawasul seperti ini sering disalahpahami oleh sejumlah orang. Tidak heran
kalau sebagian orang mengharamkan praktik tawasul seperti ini karena
menurutnya praktik tawasul mengandung kemusyrikan.
Untuk menghindari kepasalah pahaman itu dan menghindari terjadinya
kemusyrikan, Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki menyebutkan dengan rinci hal-
hal terkait tawasul yang perlu diketahui.
Pandangan ini yang menjadi pijakan dan keyakinan paham Ahlussunah wal Jamaah
sebagai berikut: