Anda di halaman 1dari 3

TAWASUL DALAM PANDANGAN

AHLUSSUNAH WAL JAMAAH ANNAHDLIYAH

Secara etimologis artinya perantara, sedang secara terminologis (menurut istilah)


adalah :

ِ ‫َألْ َو ِس ْيةَل ُ يِه َ َطلَ ُب ُح ُص ْو ِل َمنْ َف َع ٍة َأ ِو انْ ِدفَاعِ َمرَض َّ ٍة ِم َن‬


‫هللا بِ ِذ ْك ِر امْس ِ نَيِب ٍّ َأ ْو َويِل ٍ ّ ْك َرا ًم ا‬
‫ِإ‬
ِ‫ِللتَّ َو ُّصل‬
“Wasilah adalah memohon datangnya manfa’aat atau terhindar dari bahaya
kepada Allah dengan perantara menyebut nama nabi atau wali sebagai
penghormatan bagi keduanya.

Tawassul menjadi pilihan dalam berbagai permohonan. Pada hakikatnya Allah jua
yang mengabulkan doa doa kita, namun terkadang juga kita harus melalui
perantara untuk memudahkan proses. Terlebih kita berdoa dengan wasilah para
Waliyullah yang sesungguhnya adalah para kekasih Allah yang memiliki derajat
yang mulia di sisi-Nya. Dengan munajat berzikir, dengan maulid bershalawat
kepada Kanjeng Nabi dan wasilah kepada Waliyullah ini menjadi perantara doa
kita terkabul dan pasti diterima oleh Allah.

Praktik tawasul menjadi diskusi yang tak kunjung selesai. Kajian tawasul menjadi
bahan perdebatan terus menerus karena memang masing-masing pihak yang
terlibat berpijak di tempat berbeda. Secara umum praktik tawasul dianjurkan
dalam Al-Quran Surat Al-Maidah ayat 35:
َ ‫اَي َأهُّي َا اذَّل ِ َين آ َمنُوا ات َّ ُقوا اهَّلل َ َوابْ َتغُوا لَ ْي ِه الْ َو ِسيةَل‬
‫ِإ‬
Artinya, “Hai orang yang beriman, takwalah kepada Allah. Carilah wasilah kepada-
Nya.” Tawasul adalah sebuah praktik doa di mana seseorang menyertai nama
orang-orang saleh dalam doanya dengan harapan doa itu menjadi istimewa dan
diterima oleh Allah SWT.
Berikut ini dua lafal tawasul yang biasa digunakan masyarakat:

َ ‫هللا عَلَ ْي ِه َو َسمَّل‬


ُ ‫َاللَّهُ َّم يِّن َأتَ َو َّس ُل لَ ْي َك ِبنَ ِبيّ َِك ُم َح َّم ٍد َصىَّل‬
Artinya, “Ya Allah, aku bertawasul kepada-Mu melalui kemuliaan nabi-Mu, Nabi
‫ِإ‬ ‫ِإ‬
Muhammad SAW.”

‫اَي َر ِ ّب اِب مل ُ ْص َط َفى ب َ ِل ّ ْغ َم َق ِاصدَ اَن َوا ْغ ِف ْر لَنَا َما َمىَض اَي َو ِاس َع ال َك َر ِم‬
Yâ rabbi bil mushthafâ, balligh maqâshidanâ, waghfir lanâ mâ madhâ, yâ wâsi‘al
karami.
Artinya, “Tuhanku, berkat kemuliaan kekasih pilihan-Mu Rasulullah, sampaikanlah
hajat kami. Ampunilah dosa kami yang telah lalu, wahai Tuhan Maha Pemurah.”
Praktik tawasul seperti ini sering disalahpahami oleh sejumlah orang. Tidak heran
kalau sebagian orang mengharamkan praktik tawasul seperti ini karena
menurutnya praktik tawasul mengandung kemusyrikan.
Untuk menghindari kepasalah pahaman itu dan menghindari terjadinya
kemusyrikan, Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki menyebutkan dengan rinci hal-
hal terkait tawasul yang perlu diketahui.
Pandangan ini yang menjadi pijakan dan keyakinan paham Ahlussunah wal Jamaah
sebagai berikut:

‫ أن التوسل هو أحد طرق ادلعاء وابب من أبواب التوجه‬:‫أوال‬


‫ فاملقص ود األص يل احلقيقي ه و هللا‬،‫إ ىل هللا س بحانه وتع اىل‬
‫توسل به إ منا يه واس طة ووس يةل للتق رب‬
َّ ‫ وامل‬،‫سبحانه وتعاىل‬
‫ ومن اعتقد غري ذكل فقد أرشك‬،‫إ ىل هللا سبحانه وتعاىل‬
Artinya, “Pertama, tawasul adalah salah satu cara doa dan salah satu pintu
tawajuh kepada Allah SWT. Tujuan hakikinya itu adalah Allah. Sedangkan sesuatu
yang dijadikan tawasul hanya bermakna jembatan dan wasilah untuk taqarrub
kepada-Nya. Siapa saja yang meyakini di luar pengertian ini tentu jatuh dalam
kemusyrikan,” (Lihat Sayyid Muhammad bin Alwi bin Abbas Al-Hasani Al-Maliki,
Mafahim Yajibu an Tushahhah, Surabaya, Haiatus Shafwah Al-Malikiyyah, tanpa
catatan tahun, halaman 123-124).
Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki menyebutkan secara jelas pada poin
pertama bahwa tawasul adalah salah satu bentuk doa. Artinya, tawasul masih
berada dalam lingkaran ibadah kepada Allah yang disebut doa. Sementara pada
poin berikut ini dijelaskan bahwa wasilah atau al-mutawassal bih mesti sesuatu
atau seseorang adalah kekasih-Nya atau sesuatu yang diridhai-Nya.
ِّ ‫ أن امل‬:‫اثنيا‬
‫توسل ما توسل هبذه الواسطة إ ال حملبته لها واعتقاده‬
‫ ول و ظه ر خالف ذكل لاكن أبع د‬،‫أن هللا سبحانه وتعاىل حيبه‬
‫الناس عهنا وأشد الناس كراهة لها‬
Artinya, “Kedua, orang yang bertawasul takkan menyertakan wasilahnya dalam
doa kecuali karena rasa cintanya kepada wasilah tersebut dan karena
keyakinannya bahwa Allah juga mencintainya. Kalau yang muncul berlainan
dengan pengertian ini, niscaya ia adalah orang yang paling jauh dan paling benci
dengan wasilahnya.”
Pada poin ketiga, Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki mengingatkan bahwa
wasilah atau al-mutawassal bih tidak memiliki daya apapun. Kuasa dan daya
hanyalah milik Allah Yang Maha Esa. Orang yang meyakini bahwa wasilah atau al-
mutawassal bih dapat memberi pengaruh pada realitas telah jatuh dalam
kemusykiran yang dilarang Allah SWT.
ِّ ‫ أن امل‬:‫اثلث ا‬
‫توس ل ل و اعتق د أن من توس ل ب ه إ ىل هللا ينف ع‬
‫ويرض بنفسه مثل هللا أو دونه فقد أرشك‬
Artinya, “Ketiga, ketika meyakini bahwa orang yang dijadikan wasilah kepada Allah
dapat mendatangkan mashalat dan mafsadat dengan sendirinya setara atau lebih
rendah sedikit dari Allah, maka orang yang bertawasul jatuh dalam kemusyrikan.”
Adapun pada poin keempat ini, Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki
mengingatkan bahwa tawasul sebagaimana poin pertama adalah doa semata.
Artinya, ijabah sebuah doa tidak tergantung sama sekali pada tawasul atau
tidaknya. Ijabah doa merupakan hak mutlak Allah SWT.

‫ أن التوسل ليس أمرا الزما أو رضوراي وليست اإلجاب ة‬:‫رابعا‬


‫ ب ل األص ل دع اء هللا تع اىل مطلق ا كام ق ال تع اىل‬،‫متوقفة عليه‬
‫يب و كام ق ال تع اىل قُ ِل ا ْد ُع وا‬ ٌ ‫َو َذا َسَأكَل َ ِع َبا ِدي َعيِّن فَ يِّن قَ ِر‬
ْ ‫مْس‬ ‫َأْل‬ ‫هَل‬َ ْ ‫ِإ‬ ‫َأ‬ َ ‫مْح‬
‫اهَّلل َ ِو ا ْد ُعوا َّالر َن اًّي َما تَد ُعوا ف ُ ا َ ا ُء ال ُح ْسىَن‬ ‫َأ‬ ‫ِإ‬
Artinya, “Keempat, praktik tawasul bukan sesuatu yang mengikat dan bersifat
memaksa. Ijabah doa tidak bergantung pada tawasul, tetapi pada prinsipnya
mutlak sekadar permohonan kepada Allah sebagai firman-Nya, ‘Jika hamba-Ku
bertanya tentang-Ku kepadamu (hai Muhammad), sungguh Aku sangat dekat,’
atau ayat lainnya, ‘Katakanlah hai Muhammad, ‘Serulah Allah atau serulah Yang
Maha Penyayang. Panggilan mana saja yang kalian gunakan itu, sungguh Allah
memiliki nama-nama yang bagus.’’”
Dengan demikian, pengaitan praktik tawasul dan kemusyrikan adalah sesuatu yang
tidak berdasar dan tampak memaksakan. Pasalnya, dengan empat poin itu praktik
tawasul tidak mengandung syirik sama sekali dan merupakan bentuk adab.
Wallahu a‘lam. (Alhafiz K)
Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/85281/praktik-tawasul-dalam-
pandangan-ahlussunah-wal-jamaah

Anda mungkin juga menyukai