Anda di halaman 1dari 2

Tugas 1

Nama : Khomsatun
NIM : 836586737
Program Studi/semester : PGSD/ VI
Kode Mata Kuliah : PDGK4407
Nama Mata Kuliah : Pengantar Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus

1. Jelaskan penyebab keluarbiasaan berdasarkan waktu terjadinya!

Jawab : (Modul ABK 1.21)


Berdasarkan waktu terjadinya, penyebab kelainan dibagi menjadi tiga kategori, seperti berikut:
1) Penyebab Prenatal, yaitu penyebab yang beraksi sebelum kelahiran. Artinya, saat janin masih
dalam kandungan, mungkin sang ibu terserang virus, misalnya virus rubella, mengalami trauma
atau salah minum obat. Semua itu dapat berakibat munculnya kelainan pada bayi.
2) Penyebab Perinatal, yaitu penyebab yang muncul saat proses kelahiran, seperti terjadinya
benturan atau infeksi ketika melahirkan, proses kelahiran dengan penyedotan (di-vacuum),
pemberian oksigen yang terlampau lama bagi anak yang lahir prematur. Keteledoran kecil dapat
berakibat fatal bagi bayi. Misalnya, keterlambatan memberi oksigen, kecerobohan menggunakan
alat-alat atau kelebihan memberi oksigen akan mengundang munculnya kelainan.
3) Penyebab Postnatal, yaitu penyebab yang muncul setelah kelahiran, misalnya kecelakaan, jatuh,
atau karena penyakit tertentu. Penyebab ini dapat dihindari dengan cara berhati-hati, jaga
kesehatan, menyiapkan lingkungan yang kondusif bagi keluarga.

2. UUD 1945 disebutkan bahwa semua warga negara berhak mendapat pendidikan.
menurut saudara pelaksanaan undang-undang tersebut terutama dalam pelayanan pendidikan bagi
anak luar biasa di daerah Saudara.

Jawab:
Pelaksanaan undang-undang pelayanan pendidikan bagi anak luar biasa di daerah Saya nampaknya
sudah cukup baik. Hal itu terlihat dari banyaknya masyarakat yang peduli terhadap ABK, dibuktikan
dengan cukup banyaknya pendirian berbagai sekolah luar biasa (SLB) swasta yang diprakarsai oleh
masyarakat. Dengan demikian, harapannya ABK dapat mengembangkan potensinya sehingga mereka
memiliki keterampilan yang dapat menolong dirinya sendiri, tidak menjadi beban masyarakat ataupun
sumber masalah kriminal.

3. Mengapa anak berbakat perlu mendapatkan layanan pendidikan khusus, padahal mereka termasuk
anak yang kepandaiannya di atas rata-rata?

Jawab: (Modul 3 ABK)


Anak berbakat perlu mendapatkan layanan pendidikan khusus, sebab Anak berbakat memiliki potensi
yang unggul. Anak adalah generasi bangsa.
Anak berbakat terlahir dengan membawa potensi luar biasa yang berarti telah membawa
kebermaknaan hidup. Oleh karena itu, tugas pendidikan adalah mengembangkan kebermaknaan itu
secara optimal sehingga mereka dapat berkiprah dalam memajukan bangsa dan negara, yakni dengan
menyediakan program dan layanan pendidikan secara khusus sesuai kebutuhan mereka.

4. Buatkan resume singkat dari jurnal artikel berikut! "Peningkatan Kompetensi Guru Sekolah Inklusif
Dalam Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus Melalui Pembelajaran Kolaboratif"
Jawab:
Hasil resume jurnal artikel "Peningkatan Kompetensi Guru Sekolah Inklusif Dalam Penanganan
Anak Berkebutuhan Khusus Melalui Pembelajaran Kolaboratif"
Dalam artikel ini membahas suatu penelitian, yakni penelitian dengan tujuan untuk meningkatkan
kompetensi profesional guru sekolah inklusif dalam menangani anak berkebutuhan pendidikan
khusus melalui pembelajaran kolaboratif. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan. Subjek
penelitian ini adalah 20 guru reguler dan 10 guru pembimbing khusus di 10 sekolah-sekolah dasar
inklusif. Teknik pengumpulan data menggunakan tes, pengamatan berperan serta, wawancara
mendalam, dan analisis dokumen. Analisis data dilakukan dengan analisis deskriptif.

Pembelajaran kolaboratif sebagai pendekatan pendidikan pro-aktif, yakni dimana guru umum
atau reguler dan guru khusus serta penyelenggara layanan terkait, menciptakan kegiatan bersama
yang terkoordinasi untuk bersama-sama melakukan akses, rencana pembelajaran dan evaluasi
akademik serta perilaku terhadap kelompok siswa heterogen termasuk siswa berkebutuhan
pendidikan khusus dalam setting pendidikan terintegrasi/inklusif.

Dalam pelaksanaan penelitian dilakukan lewat dua siklus yang diawali dengan pretes. Siklus ke-1
berupa pelatihan dan workshop dan siklus ke-2 berupa pendampingan pelaksanaan pembelajaran
kolaboratif.
 Siklus ke-1 yang dilakukan dengan pelatihan dan workshop pembelajaran kolaboratif,
menunjukkan bahwa ke-30 guru sekolah inklusif secara kumulatif mencapai skor rata-rata 2,1
pada pre-tes dan pos-tes mencapai skor rata-rata 3,03. Namun demikian, secara kumulatif
telah mengalami peningkatan sebesar 44,29%, tetapi belum memenuhi target standar minimal
skor/bobot 3,5 atau nilai persentase yang dinyatakan baik atau efektif yaitu mencapai 76%.
Jadi, masih diperlukan tindakan siklus ke-2.
 Siklus ke-2 yaitu dengan dilakukan pendampingan pelaksanaan pembelajaran kolaboratif
anak berkebutuhan pendidikan khusus di sekolah inklusif telah meningkatkan kompetensi
profesional pembelajaran kolaboratif dalam menangani anak berkebutuhan pendidikan
khusus yaitu ke-30 guru secara kumulatif mencapai skor rata-rata dari skor 3,03 meningkat
37,62% menjadi skor rata-rata 4,17 dengan predikat baik dan telah melebihi target standar
minimal skor/bobot 3,5 atau nilai persentase yang dinyatakan baik atau efektif, yaitu
mencapai 76%.

Dalam melakukan pembelajaran kolaboratif guru telah proaktif yang mana ditunjukkan
dengan baik oleh guru reguler maupun guru pembimbing khusus, telah menciptakan kegiatan
bersama yang terkoordinasi untuk bersama-sama melakukan akses, membuat rencana
pembelajaran dan melakukan evaluasi akademik serta perilaku terhadap kelompok siswa
yang beragam termasuk siswa berkebutuhan pendidikan khusus, dan baik guru umum/reguler
maupun guru pembimbing khusus secara simultan hadir di kelas umum memelihara tanggung
jawab bersama untuk menspesifikasikan pembelajaran yang terjadi dalam setting
pembelajaran inklusif dimaksudnamun masih belum dapat mencapai pre- dikat sangat baik
atau sangat efektif karena belum mencapai skor 4,2 -5.0 atau 86% - 100%.

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat diperoleh kesimpulan bahwa pembelajaran kolaboratif
terbukti dapat meningkatkan kompetensi profesional guru sekolah inklusif dalam penanganan
anak berkebutuhan pendidikan khusus. Oleh karena itu, temuan hasil penelitian ini perlu
ditindaklanjuti.

Anda mungkin juga menyukai