Anda di halaman 1dari 22

DAFTAR ISI

BAB I.......................................................................................................................................3

DEFINISI.............................................................................................................................3

BAB II.....................................................................................................................................5

BAB III..................................................................................................................................15

BAB IV..................................................................................................................................20
BAB I
PENDAHULUAN

DEFINISI

Coronavirus adalah keluarga besar virus yang menyebabkan penyakit mulai


dari gejala ringan sampai berat. Ada setidaknya dua jenis coronavirus yang diketahui
menyebabkan penyakit yang dapat menimbulkan gejala berat seperti Middle East
Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS).
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit jenis baru yang belum
pernah diidentifikasi sebelumnya pada manusia. Virus penyebab COVID-19 ini
dinamakan Sars-CoV-2. Virus corona adalah zoonosis, ditularkan antara hewan dan
manusia. Pandemi virus korona yang disebabkan oleh SARS-CoV-2 telah
menginfeksi lebih dari 1 juta orang dari berbagai kalangan diseluruh dunia. Data di
Indonesia saat ini juga memperlihatkan kecenderungan yang terus meningkat. Data
dari Kemenkes pada akhir bulan Februari 2021 telah melewati 1 juta kasus. Penyakit
ini relatif baru, memiliki perjalanan penyakit yang cepat dan sangat mudah menular
namun sebagian besar sifat-sifatnya masih belum dipahami. Penelitian tentang virus
ini masih berlangsung untuk mengetahui tatalaksana yang paling tepat untuk
mengatasinya.1,2
Covid-19 ini menyerang hampir seluruh kalangan usia, namun demikian data
yang ada saat ini menunjukkan bahwa kelompok usia lanjut dan orang yang
mempunyai riwayat penyakit kronis atau ko-morbid memiliki risiko untuk terkena
lebih sering dengan komplikasi yang lebih buruk dari penyakit ini. Riwayat penyakit
kronis yang dimaksud antara lain adalah hipertensi, diabetes melitus, penyakit
kardiovaskuler, dan penyakit paru kronis. Khusus untuk mereka dengan diabetes,
merupakan komorbiditas kedua tersering ditemukan, sekitar 8% kasus, setelah
hipertensi , dan dengan angka kematian tiga kali lipat dibandingkan penderita secara
umum (7.3% berbanding 2.3%).2
Diabetes adalah penyakit kronis serius yang terjadi karena pankreas tidak
menghasilkan cukup insulin atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif
menggunakan insulin yang dihasilkannya. Diabetes adalah masalah kesehatan
masyarakat yang penting, menjadi salah satu dari empat penyakit tidak menular
prioritas yang menjadi target tindak lanjut oleh para pemimpin dunia. Jumlah kasus
dan prevalensi diabetes terus meningkat selama beberapa decade terakhir. WHO
memperkirakan bahwa, secara global, 422 juta orang dewasa berusia di atas 18 tahun
hidup dengan diabetes pada tahun 2014. Jumlah terbesar orang dengan diabetes
diperkirakan berasal dari Asia Tenggara dan Pasifik Barat, terhitung sekitar setengah
kasus diabetes di dunia. Di seluruh dunia, jumlah penderita diabetes telah meningkat
secara substansial antara tahun 1980 dan 2014, meningkat dari 108 juta menjadi 422
juta atau sekitar empat kali lipat. Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) 2013, menunjukkan bahwa
rata-rata prevalensi DM di masing-masing provinsi Indonesia berdasarkan diagnosis
dokter dari penduduk umur ≥ 15 tahun pada tahun 2013 mencapai 1,5%, dan
meningkat pada tahun 2018 mencapai 2%.3,4
Melihat data-data di atas, penulis tertarik mengangkat penanganan Covid19
dengan komorbid DM. Bagaimana prinsip diagnosis dan memberikan tatalaksana
yang tepat guna pada kasus Covid19 dengan komorbid tersebut.
BAB II
ILUSTRASI KASUS

Pasien wanita berumur 80 tahun dirawat di Ruang Isolasi Paru RSUP


Dr.M.Djamil Padang tanggal 28 Juli 2020, Pasien merupakan kiriman dari RST
Padang dengan diagnosis hiperglikemia ec DM tipe 2 dengan Covid-19 terkonfirmasi
Keluhan utama : Nyeri tenggorokan sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit

Riwayat penyakit sekarang:


 Nyeri tenggorokan sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Sebelumnya
pasien dirawat di RST Padang dari hari sabtu tanggal 25 Juli 2020 sd 28 Juli
2020. Selama dirawat di RST Padang, pasien diperiksa rapid test dengan hasil
reaktif, kemudian dicek swab dengan hasil positif. Kemudian pasien dirujuk ke
RSUP Dr.M.Djamil Padang untuk penatalaksanaan lebih lanjut.
 Batuk sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Batuk kering. Sifat batuk
hilang-timbul. Riwayat batuk sebelumnya tidak ada.
 Batuk darah tidak ada. Riwayat batuk darah sebelumnya tidak ada
 Sesak napas tidak ada
 Nyeri dada tidak ada
 Demam saat ini tidak ada. Riwayat demam (+), 5 hari sebelum masuk rumah
sakit. Demam tidak tinggi, tidak menggigil
 Penurunan nafsu makan (+) sejak sakit dan dirawat ini. Pasien sudah dikenal
menderita diabetes melitus, namun berobat tidak teratur ke Puskesmas Lubuk
Begalung, Padang, mendapat obat makan, namun pasien tidak tahu nama dan
jenis obat. Pasien lebih suka berobat tradisional atau kampung saja.
 Mual tidak ada, muntah tidak ada
 Keringat malam tidak ada
 Haus -haus pada pasien ini tidak ada
 Buang air kecil dan buang air besar, frekuensi dan warna tidak ada keluhan
Riwayat penyakit dahulu:
 Riwayat TB sebelumnya tidak ada
 Hipertensi (+) sejak 2 tahun yang lalu, namun kontrol atau berobat tidak teratur
 Riwayat keganasan tidak ada

Riwayat penyakit keluarga:


 Riwayat TB pada keluarga tidak ada
 Riwayat DM, Hipertensi dan penyakit jantung tidak ada

Riwayat pekerjaan, sosial ekonomi dan kebiasaan:


 Pasien seorang ibu rumah tangga dan berjualan kebutuhan rumah tangga atau
harian di rumah. Riwayat belanja di Pasar Raya Padang (+) 3 minggu yang lalu.
Riwayat kontak dengan pasien covid-19 terkonfirmasi atau suspek di sekitar
rumah tidak diketahui
 Tidak merokok

Pemeriksaan Fisik :
Keadaan umum (KU) : Sedang
Kesadaran (Kes) : Composmentis Cooperative (CMC)
Tekanan darah (TD) : 140/ 90 mmHg
Frekuensi Nadi (HR) : 90 x/i
Frekuensi Nafas (RR) : 20x/i
Suhu (T) : 36, 8o C
Tinggi Badan (TB)/
Berat Badan (BB) : 150 cm/48 kg
Body Mass Index (BMI) : 17,7
Mata : Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik
Leher : JVP 5-2 cmH2O
Tidak teraba pembesaran KGB Colli
Toraks :

Paru :
Inspeksi : Statis : pergerakan kiri sama dengan kanan
Dinamis : pergerakan dada kiri sama dengan kanan
Palpasi : tidak dilakukan
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : tidak dilakukan

Jantung :
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat.
Palapasi : tidak dilakukan
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : tidak dilakukan

Abdomen :
Inspeksi : tidak cembung
Palpasi : supel, hepar/lien tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : tidak dilakukan

Ekstremitas : edema tidak ada, clubbing finger tidak ada


Hasil Laboratorium :
(28 Juli 2020) AGD
Hb : 7,7 pH : 7,51
Leu : 12.850 pCO2 : 33,6
Dc : 0/0/1/83/11/5 pO2 : 74,3
NLR : 7,6 HCO3-: 27
Limfosit absolut : 1413 BE: 3,8
Tr : 426.000 SatO2 : 95%
Ht : 33
Na/K/Cl : 139/4,5/99
Ur/Cr : 84/2,0
GDS : 589
Benda Keton : positive (+)

Pemeriksaan radiologis :

Gambar 1: Foto toraks 28 Juli 2020


Hasil pemeriksaan foto toraks yaitu tampak infiltrat halus di kedua lapang paru
terutama lapangan bawah dengan kesan bronkopneumonia
Lain-lain:
- Konsul bagian penyakit dalam (28/07/20) : DM tipe 2 tdk terkontrol+Akut on
CKD, anemia ec penyakit kronis
Diagnosa kerja :
Covid-19 terkonfirmasi+DM tipe 2 tidak terkontrol+anemia berat ec akut on CKD

Tatalaksana :
 IVFD NaCL 0,9% 3 kolf dalam 2 jam pertama di IGD pinere, dilanjutkan dgn
NaCl 0,9% 8 jam/kolf
 Drip 50 IU Insulin dlm 48cc NaCl 0,9% via syringe pump, mulai kecepatn 2,5
cc/jam+ Critical Ill Insulin sesuai protap
 Paracetamol 3 x 500 mg (PO)
 N Acetil sistein 2 x 200 mg (PO)
 Meropenem 3 x 1 gr (IV )
 Vitamin C 3 x 100mg
 Zink 2 x 20 mg (PO)
 As Folat 1 x 5 mg (PO)
 BicNat 3 x 500mg (PO)

Rencana:
 Pemeriksaan swab follow-up pada tgl 2 Agustus 2020
 Cek Ur/Cr setiap 3 hari
 Pasien direncanakan pasang cateter urine, namun pasien dan keluarga menolak

Follow up rawat inap tanggal 29 Juli 2020 :


Subjektif (S) :
 Nyeri tenggorokan (+) dan menelan (+)
 Batuk (+) kering, hilang timbul
 Sesak napas tdk ada
 Demam tdk ada
 Nyeri dada tidak ada
 Mual (-) muntah (-), nyeri ulu hati (-)
 Diare tdk ada
Objektif (O) :
KU Kes TD HR RR Temp Sat.Oksigen
Sedang CMC 140/80 92x/I 20x/’ 36,9 96%
GDS : 489
Mata : Konjuntiva anemis, sklera tidak ikterik
Abdomen : NT epigastrium (-)
H/L tidak teraba
Ekstremitas : akral hangat, Ref. Kapiler < 2 detik, oedem -/-

Assesment (A) :
 Covid-19 terkonfirmasi+DM tipe 2 tidak terkontrol+
 DM tipe 2 tidak terkontrol Malnutrisi
 Anemia berat ec akut on CKD
Tatalaksana :
 IVFD NaCL 0,9% 8jam/kolf
 Drip Critical ill insulin sesuai protap
 Meropenem 3 x 1 gr (IV) (H1)
 N Acetil Sistein 2 x 200 mg (PO)
 Paracetamol 3 x 500mg (PO)
 Vitamin C 3 x 100mg
 Zink 2 x 20 mg (PO)
 As Folat 1 x 5 mg (PO)
 BicNat 3 x 500mg (PO)
 Diet rendah garam dan diet DM
Planning (P) :
 Crossmatch dan rencana transfusi 2 PRC
 Cek ur/cr tiap 3 hari
 Cek urinalisa
 Cek GDP dan GD2PP, serta HBA1C pada hari kamis ( 30 Juli 2020 )
 Cek Kultur sputum kuman banal dan sensitivity

Follow up rawat inap tanggal 30 Juli 2020 :


Subjektif (S) :
 Nyeri tenggorokan (+) dan menelan (+)
 Batuk (+) kering, hilang timbul
 Sesak napas tdk ada
 Demam tdk ada
 Mual (-) muntah (-), nyeri ulu hati (-)
 Diare tdk ada
 Pasien makan pada pagi hari ---> batal periksa GDP & GD2PP
Objektif (O) :
KU Kes TD HR RR Temp Sat.Oksigen
Sedang CMC 150/80 88x/I 22x/’ 37,0 96% ( udara bebas )

Mata : Konjuntiva anemis, sklera tidak ikterik


Abdomen : NT epigastrium (-)
H/L tidak teraba
Ekstremitas : akral hangat, Ref. Kapiler < 2 detik, oedem -/-
Px Benda Keton : Positive (+)
GDS : 354
Assesment (A) :
 Covid-19 terkonfirmasi+DM tipe 2 tidak terkontrol+
 DM tipe 2 tidak terkontrol Malnutrisi
 Anemia berat ec akut on CKD
Tatalaksana :
 IVFD NaCL 0,9% 8jam/kolf
 Drip Insulin ( Critical Ill sesuai protap ) di-AFF, ganti dengan :
 Injeksi Levemir 1 x 18IU (SC)
 Injeksi Novorapid 3 x 8IU (SC), dgn dosis koreksi
 Ramdesivir 200mg (IV) drip dalam 100 cc NaCL 0,9% habis dalam 2 jam (H1)
selanjutnya 100mg (IV) drip dalam 100 cc NaCL 0,9% habis dalam 2 jam H2 sd
H10
 Meropenem 3 x 1 gr (IV) (H2)
 N Acetil Sistein 2 x 200 mg (PO)
 Vitamin C 3 x 100mg
 Zink 2 x 20 mg (PO)
 As Folat 1 x 5 mg (PO)
 BicNat 3 x 500mg (PO)
 Transfusi PRC Kolf ke-1
 Awasi tanda-tanda hipoglikemia

Follow up rawat inap tanggal 31 Juli 2020 :


Subjektif (S) :
 Nyeri tenggorokan (+)
 Batuk (+) jarang
 Sesak napas tdk ada
 Demam tdk ada
 Mual (-) muntah (+), nyeri ulu hati (-)
 Diare tdk ada
Objektif (O) :
KU Kes TD HR RR Temp Sat.Oksigen
Sedang CMC 140/90 86x/I 20x/’ 36,9 98% ( udara bebas )
GDR : 254
Mata : Konjuntiva anemis, sklera tidak ikterik
Abdomen : NT epigastrium (-)
H/L tidak teraba
Ekstremitas : akral hangat, Ref. Kapiler < 2 detik, oedem -/-

Assesment (A) :
 Covid-19 terkonfirmasi+DM tipe 2 tidak terkontrol+
 DM tipe 2 tidak terkontrol Malnutrisi
 Anemia berat ec akut on CKD
Tatalaksana :
 IVFD NaCL 0,9% 8jam/kolf
 Injeksi Levemir 1 x 18IU (SC)
 Injeksi Novorapid 3 x 8IU (SC), dgn dosis koreksi
 Ramdesivir 100mg (IV) drip dalam 100 cc NaCL 0,9% (H2) habis dalam 2 jam
s/d H10
 Meropenem 3 x 1 gr (IV) (H3)
 N Acetil Sistein 2 x 200 mg (PO)
 Vitamin C 3 x 100mg
 Zink 2 x 20 mg (PO)
 As Folat 1 x 5 mg (PO)
 BicNat 3 x 500mg (PO)
 Transfusi PRC Kolf ke-2
 Awasi tanda-tanda hipoglikemia

Follow up rawat inap tanggal 3 Agustus 2020 :


Subjektif (S) :
 Nyeri tenggorokan (+)
 Batuk (+) jarang
 Sesak napas tdk ada
 Demam tdk ada
 Mual (-) muntah (-), nyeri ulu hati (-)
 Haus -haus tidak ada
 Diare tdk ada

Objektif (O) :
KU Kes TD HR RR Temp Sat.Oksigen
Sedang CMC 130/90 86x/I 18x/’ 36,9 98% ( udara bebas )
GDR : 186
Mata : Konjuntiva anemis, sklera tidak ikterik
Abdomen : NT epigastrium (-)
H/L tidak teraba
Ekstremitas : akral hangat, Ref. Kapiler < 2 detik, oedem -/-
Assesment (A) :
 Covid-19 terkonfirmasi+DM tipe 2 tidak terkontrol+
 DM tipe 2 tidak terkontrol Malnutrisi
 Anemia berat ec akut on CKD
Tatalaksana :
 IVFD NaCL 0,9% 8jam/kolf
 Injeksi Levemir 1 x 12IU (SC)
 Injeksi Novorapid 3 x 8IU (SC)
 Ramdesivir 100mg (IV) drip dalam 100 cc NaCL 0,9% (H2) habis dalam 2 jam
s/d H10
 Meropenem 3 x 1 gr (IV) (H6)
 N Acetil Sistein 2 x 200 mg (PO)
 Vitamin C 3 x 100mg
 Zink 2 x 20 mg (PO)
 As Folat 1 x 5 mg (PO)
 BicNat 3 x 500mg (PO
 Awasi tanda-tanda hipoglikemia
 Kirim PCT & kultur sputum
 Pasien diperiksa GDP & GD2PP, HbA1c

BAB III
DISKUSI

Seorang pasien wanita usia 80 tahun dirawat dengan diagnosis Covid-19


terkonfirmasi+DM tipe 2 tidak terkontrol+anemia berat ec akut on CKD. Diagnosis
ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Gejala klinis dari infeksi Covid-19 memang tidak khas pada pasien ini.Gejala yang
didapatkan berupa nyeri pada tenggorokan dan batuk kering yang dirasakan sejak 1
minggu sebelum masuk rumah sakit. Keluhan respirasi yang lain tidak didapatkan
pada pasien ini. Keluhan sistemik yang didapatkan pada pasien ini adalah Riwayat
demam 5 hari sebelum pasien ini dirawat di RST Padang. Faktor risiko pada pasien
ini yang mempermudah infeksi adalah Riwayat DM tipe II yang tidak terkontrol.
Riwayat DM tipe II diketahui melalui anamnesa pada pasien ini ditunjang dengan
pemeriksaan gula darah dan pemeriksaan keton urin yang positif
Gejala yang tersering pada infeksi Covid-19 berupa demam, batuk, dan sesak
napas. Namun kondisi klinis pasien dipengaruhi juga oleh viral load, subtype virus
SARS Cov2, dan status imunitas pasien. Laporan pada berbagai kasus di dunia
internasional menunjukkan kasus yang tidak menunjukkan gejala apapun. Namun
berbagai laporan menyatakan bahwa infeksi covid-19 menunjukkan dampak yang
mengkhawatirkan pada pasien berusia diatas 50 tahun dan memiliki komorbid yang
nyata.5 Diagnosis pasti yang menyatakan bahwa pasien ini menderita Covid-19
adalah pemeriksaan swab hidung dan tenggorokan6. Tatalaksana untuk covid19 pada
pasien ini berupa obat-obat symptomatik dan antibiotik. Penggunaan antivirus juga
diaplikasikan pada penanganan pasien tersebut, berupa pemakaian ramdesivir
intravena.6 Ramdesivir ini dapat digunakan pada ksus Covid19 sedang sampai dengan
berat. Dosis yang dipergunakan pada pasien ini adalah 200mg(IV) pada hari pertama,
diikuti dosis 100mg(IV) pada hari kedua sampai dengan hari kesepuluh rawatan
pasien. Fungsi ginjal dan hati tetap diperhatikan saat menggunakan ramdesivir,
mengingat obat ini masih memiliki data yang terbatas mengenai efek sampingnya.7
Pasien ini saat diperiksa gula darahnya pada saat pertama kali tiba di IGD Pinere
RSUP Dr. M.Djamil Padang sebesar 799. Berdasarkan hal tersebut, dapat
disimpulkan bahwa pasien ini mengalami hiperglikemia. Selain itu perlu dipikirkan
kemungkinan terjadinya ketosis. Pasien ini telah dilakukan rehidrasi (penggantian
cairan ) selama di IGD pinere RSUP Dr.M.Djamil Padang. Ketoasidosis merupakan
sindroma yang terdiri dari hiperglikemia, ketosis dan asidemia. Konsensus diantara
para ahli dibidang ini mengenai kriteria diagnostik untuk KAD adalah pH arterial <
7,3, kadar bikarbonat < 15 mEq/L, dan kadar glucosa darah > 250 mg/dL, disertai
ketonemia dan ketonuria moderate. Pada pasien ini, kemungkinan ke arah
ketoasidosis tidak mencocoki, karena kondisi klinis pasien dalam keadaan stabil
dengn kesadaran penuh, tidak ada keluhan polyuria dan polidipsi, dan nilai keton
urine postif (+).
Keadaan hiperglikemia adalah suatu kondisi medik berupa peningkatan kadar
glukosa dalam darah melebihi batas normal. Hiperglikemia merupakan salah satu
tanda khas penyakit diabetes mellitus (DM), meskipun juga mungkin didapatkan pada
beberapa keadaan yang lain.8 Pada pasien ini sudah dinyatakan memang memiliki
riwayat diabetes melitus sebelumnya. Pasien sudah dinyatakan diabetes melitus sejak
5 tahun yang lalu berdasarkan pemeriksaan dokter dan pemeriksaan laboratorium.
Pada pasien ini juga perlu diperiksa pemeriksaan gula darah puasa, gula darah post
prandial, dan HBA1C sebagai baku standar pemeriksaan DM tipe II untuk
penatalaksanaan selanjutnya.
Saat ini, hanya ada sedikit studi eksperimental terbatas yang secara langsung
meniliti peran hiperglikemia dalam patogenesis dan prognosis penyakit pernapasan
akibat virus. Penelitian tersebut telah menunjukkan bahwa kadar glukosa darah yang
meningkat secara langsung meningkatkan konsentrasi glukosa dalam sekresi saluran
napas. Paparan sel epitel paru secara in vitro terhadap peningkatan konsentrasi
glukosa secara signifikan meningkatkan infeksi dan replikasi virus influenza, hal ini
menunjukkan bahwa hiperglikemia dapat meningkatkan replikasi virus in vivo.
Peningkatan kadar glukosa juga menekan respon imun anti-virus. Temuan ini
konsisten dengan studi pasien yang terinfeksi dengan flu burung yang sangat patogen,
dimana hiperglikemia dapat mempengaruhi fungsi paru sehingga disfungsi
pernapasan yang disebabkan oleh virus influenza diperburuk pada pasien dengan
diabetes. Penelitian eksperimental mendukung gagasan bahwa kontrol glukosa dapat
memiliki efek menguntungkan pada kondisi klinis pasien dengan diabetes yang
bersamaan dengan penyakit pernapasan virus seperti COVID-19. Namun ada
sejumlah tantangan yang muncul sehubungan dengan kontrol metabolisme yang
optimal. Pertama, penting untuk meningkatkan kesadaran di antara petugas Kesehatan
yang berada di garis depan tentang pentingnya kontrol glukosa pada pasien.
Perawatan yang optimal dari pasien harus melibatkan pendekatan tim multidisiplin
termasuk spesialis dalam pengobatan darurat, penyakit menular, fungsi pernapasan
dan endokrinologi. Selanjutnya, dukungan dari ahli gizi dan spesialis rehabilitasi
medik mungkin diperlukan selama periode rawat inap dan pemulihan pasien.2,9,10
Berdasarkan literatur di atas, pada pasien ini ketika dirawat di rumah sakit
Dr.M.Djamil Padang telah mendapatkan critical ill insulin dengan intravena sesuai
dengan Konsensus PERKENI. Pemberian insulin tersebut di awali dengan drip 50 IU
Insulin dlm 48cc NaCl 0,9% via syringe pump, mulai kecepatn 2,5 cc/jam. Kemudian
pemberian insulin selanjutnya berdasarkan pemeriksaan gula darah pasien yang
diperiksa satu jam dan empat jam kemudian. Glukosa darah yang direkomendasikan
untuk pasien DM dengan penyakit kritis harus dikontrol pada kisaran 140-180 mg/dL
dan tidak boleh melebihi 180 mg/dl. Target yang lebih ketat seperti 110-140 mg/dL, 11
mungkin dapat diterapkan pada pasien-pasien tertentu, namun harus diperhatikan
risiko terjadinya hipoglikemia. Pada hampir seluruh kondisi klinis di rawat inap,
terapi insulin merupakan pilihan utama dalam kontrol glikemik. Pada pasien ICU. Di
luar ICU, terapi insulin subkutan lebih direkomendasikan. Perlu diperhatikan resiko
hiperglikemia pada perubahan terapi insulin drip intravena menjadi subkutan.
Gambar 1. Skema penanganan DM tipe 2 Oleh PERKENI

Pada pasien ini juga terdapat permasalahan pada ginjal. Saat pasien ini
pertama kali masuk ke rumah sakit Dr.M.Djamil Padang, kadar kreatinin pada pasien
ini adalah 2,0 dengan kadar ureum 84. Berdasarkana nilai labor tersebut terdapat
peningkatan faal ginjal pada pasien ini. Pasien telah diberikan terapi asal folat dengan
dosis 1 x 5mg (PO) dan pemberian Bicnat 3 x 500mg (PO). Selain obat-obatan, terapi
cairan juga penting untuk mengendalikan agar pasien ini mengalami dehidrasi cairan
yang justru akan memperberat fungsi ginjalnya. Cairan yang diberikan pada pasien
ini berupa pemberian IVFD Nacl 0,9% 8 jam/kolf.
Terdapat beberapa penyebab terjadinya peningkatan faal ginjal tersebut, bisa
disebabkan oleh perjalanan dari penyakit DM tipe 2 itu sendiri atau masalah dehidrasi
(kekurangan cairan ). Namun dari berbagai literatur yang menyatakan adanya kaitan
langsung maupun tidak langsung antara infeksi covid-19 dengan ginjal. Setelah
menginfeksi paru, RNA covid-19 terdeteksi dalam serum 15% pasien dengan
pemeriksaan RT-PCR. Temuan ini mengungkapkan bahwa virus dapat masuk ke
dalam darah dan berada di jaringan ginjal karena tingginya ekspresi ACE2 dalam sel
ginjal dan kemudian merusak sel ginjal tersebut. Keadaan inflamasi yang mendasari
patofisiologi pada pasien CKD mungkin membuat mereka rentan terhadap pneumonia
covid-19 karena keadaan pro-inflamasi dengan defek fungsi pada sel imun adaptif
dan bawaan yang meningkatkan risiko pneumonia dan juga infeksi saluran
pernapasan atas.12,13
Pada pasien pneumonia covid-19, infeksi dapat terjadi selama perawatan
intensif. Lipopolysaccharide yang diekspresikan oleh membran bakteri gram negatif
yang dilepaskan ke dalam darah dan melepaskan endotoksin yang menyebabkan
septik. Infeksi bakteri sekunder terjadi pada pneumonia COVID-19 yang parah dan
menginduksi terjadinya Acute Kidney Injury (AKI), kemudian secara sinergis
menyebabkan kerusakan ginjal lainnya melalui mekanisme ini. Selain itu tingkat
saturasi O2 yang rendah pada pneumonia covid-19 telah mengkonfirmasi hubungan
antara kerusakan alveolar dan tubular (aksis paru-ginjal). Sebuah studi pada pasien
dengan ARDS tanpa penyakit ginjal akut atau kronis sebelumnya, telah mendeteksi
bahwa pneumonia adalah penyebab ARDS di Australia, 83% pasien dengan AKI
pada kasus yang lebih parah terjadi pada usia yang lebih tua, indeks massa tubuh
yang lebih tinggi, diabetes mellitus, gagal jantung kronis dan tekanan darah yang
tinggi. ARDS juga menyebabkan ginjal hipoksia meduler yang membuat kerusakan
tambahan pada sel-sel tubular ginal14,15
BAB IV
KESIMPULAN

COVID-19 adalah penyakit baru yang telah menjadi pandemi. Penyakit ini
harus diwaspadai karena penularan yang relatif cepat, memiliki tingkat mortalitas
yang tidak dapat diabaikan, dan belum adanya terapi definitif. Masih banyak
knowledge gap dalam bidang ini sehingga diperlukan studi-studi lebih lanjut.

Orang dengan diabetes memiliki risiko yang lebih besar untuk mengalami
infeksi covid-19. Memahami risiko ini merupakan cara terbaik untuk memitigasi
outcome mereka dalam jangka pendek dan jangka panjang adalah kunci untuk
pengambilan keputusan oleh klinisi selama covid-19

Gangguan ginjal oleh penyakit covid19, terdiri dari cedera ginjal akut, karena
nekrosis tubular akut yang disebabkan oleh sepsis, dehidrasi, sindrom badai sitokin,
dan hipoksia. Pendekatan holistik untuk pasien dengan infeksi covid-19 harus khusus
diberikan untuk mengendalikan faktor risiko cedera ginjal yang lebih parah
Daftar Pustaka

1. Indonesia KKR. Dokumen resmi. Pedoman. 2020:0-15.


2. Pititto B de A, Ferreira SRG. Diabetes and covid-19: more than the sum of two
morbidities. Rev Saude Publica. 2020;54:54. doi:10.11606/s1518-
8787.2020054002577
3. Restu IG, Sugiarta M, Darmita IGK. Profil penderita Diabetes Mellitus Tipe-2
( DM-2 ) dengan komplikasi yang menjalani rawat inap di Rumah Sakit Umum
Daerah ( RSUD ) Klungkung , Bali tahun 2018. 2020;11(1):7-12.
doi:10.15562/ism.v11i1.515
4. Besar P. Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia ( PB
PERKENI ) Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia ( PB
PERKENI ). 2020:1-5.
5. World Health Organization. Tatalaksana klinis infeksi saluran pernapasan akut
berat ( SARI ) suspek penyakit COVID-19. World Heal Organ.
2020;4(March):3-6.
6. Susilo A, Rumende CM, Pitoyo CW, et al. Coronavirus Disease 2019:
Tinjauan Literatur Terkini. J Penyakit Dalam Indones. 2020;7(1):45.
doi:10.7454/jpdi.v7i1.415
7. Setiadi AP, Wibowo YI, Halim S V., Brata C, Presley B, Setiawan E. Tata
Laksana Terapi Pasien dengan COVID-19: Sebuah Kajian Naratif. Indones J
Clin Pharm. 2020;9(1):70. doi:10.15416/ijcp.2020.9.1.70
8. Pencegahan PDAN, Indonesia DI. Pengelolaan Dan Pencegahan Diabetes
Melitus Tipe 2 Di Indonesia 2015.; 2015.
9. Hartmann-Boyce J, Morris E, Goyder C, et al. Diabetes and COVID-19: Risks,
Management, and Learnings From Other National Disasters. Diabetes Care.
2020;(March):dc201192. doi:10.2337/dc20-1192
10. Hill MA, Mantzoros C, Sowers JR. Commentary: COVID-19 in patients with
diabetes. Metabolism. 2020;107:154217. doi:10.1016/j.metabol.2020.154217
11. PERKENI. Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia ( PB
PERKENI ). Indones Soc Endocrinol. 2020:1-5.
12. Boroujeni EK, James S, Id K, Id AP. Covid-19 and kidney ; a mini-review on
current concepts and new data. 2021;10(1):1-5.
13. Chu KH, Tsang WK, Tang CS, et al. Acute renal impairment in coronavirus-
associated severe acute respiratory syndrome. Kidney Int. 2005;67(2):698-705.
14. Valizadeh R, Baradaran A, Mirzazadeh A, Bhaskar LVKS. Coronavirus-
nephropathy; renal involvement in COVID-19. J Ren Inj Prev. 2020;9(2)
15. Mcmurray JJ V, Pfeffer MA, Ph D, Solomon SD. Spe ci a l R e p or t Renin –
Angiotensin – Aldosterone System Inhibitors in Patients with Covid-19.
2020:1-7.

Anda mungkin juga menyukai