Anda di halaman 1dari 10

TUGAS MATA KULIAH

PRAKTIKUM GEOGRAFI TANAH


ACARA VI
KEMANTAPAN AGREGAT TANAH

Dosen Pengampu:
Bu Ferryati Masitoh S.Si, M.Si

Disusun oleh:
Nama : Ervina Putri Adelia
NIM : 200722638846
Offering /Angkatan : G / 2020
Asprak : Andhika Ananda Wijaya
Safira Arum

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN GEOGRAFI
PRODI JURUSAN S1 GEOGRAFI
MEI 2021
I. TUJUAN
1. Mahasiswa mampu melakukan uji ketahanan agregat tanah
2. Mahasiswa mampu mengetahui tingkat kemantapan agregat tanah
3. Mahasiswa mampu menganalisis hubungan agregat tanah terhadap erosi

II. DASAR TEORI


Partikel-partikel primer di dalam tanah tergabung dalam suatu
kelompok yang dinamakan sebagai agregat tanah, yang merupakan satuan
dasar struktur tanah (Baver et al., 1972). Agregat terbentuk diawali dengan
suatu mekanisme yang menyatukan partikel-partikel primer membentuk
kelompok atau gugus (cluster) dan dilanjutkan dengan adanya sesuatu yang
dapat mengikat menjadi lebih kuat (sementasi). Pembentukan agregat tanah
melalui proses penjonjotan yang dilanjutkan dengan agregasi dengan atau
tanpa diikuti proses sementasi (Baver et al., 1972; Notohadiprawiro, 1996).
Di dalam suspensi, partikel-partikel primer yang mempunyai potensial
elektrokinetik (zeta) tinggi akan saling tolak menolak. Ketika energi
potensial turun, tumbukan antar partikel ini melemah sehingga
menghasilkan antar partikel primer saling berdekatan dan terbentuklah
jonjot. Jonjot ini akan tetap stabil sepanjang kehadiran agensia flokulasi.
Agregat tanah terbentuk karena proses flokulasi dan fragmentasi.
Flokulasi terjadi jika partikel tanah yang pada awalnya dalam keadaan
terdispersi, kemudian bergabung membentuk agregat. Sedang-kan
fragmentasi terjadi jika tanah dalam keadaan masif, kemudian terpecah-
pecah membentuk agregat yang lebih kecil. (Kemper & Rosenau (1986)
mengatakan bahwa makin stabil suatu agregat tanah, makin rendah
kepekaannya terhadap erosi (erodibilitas tanah).
Kemantapan agregat merupakan kemampuan agregat tanah untuk
bertahan terhadap pengaruh tetesan air hujan atau pembenaman dalam air.
Pengukuran kemantapan agregat dapat dilakukan dengan metode
pengayakan basah dan pengayakan kering (kuantitatif) atau dengan metode
pembenaman dalam air dan alkohol (kualitatif) (Septiawan, 1987).
Kemantapan agregat sangat penting bagi tanah pertanian dan
perkebunan. Agregat yang stabil akan menciptakan kondisi yang baik bagi
pertumbuhan tanaman. Agregat dapat menciptakan lingkungan fisik yang
baik untuk perkembangan akar tanaman melalui pengaruhnya terhadap
porositas, aerasi dan daya menahan air. Pada tanah yang agregatnya, kurang
stabil bila terkena gangguan maka agregat tanah tersebut akan mudah
hancur. Butir-butir halus hasil hancuran akan menghambat pori-pori tanah
sehingga bobot isi tanah meningkat, aerasi buruk dan permeabilitas menjadi
lambat (Septiawan, 1987).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kemantapan agregat antara lain
bahan organic, pengolahan tanah, aktivitas mikroorganisme tanah dan
penutupan tajuk tanaman pada permukaan tanah yang dapat menghindari
splash erotion akibat curah hujan tinggi. Kemper & Rosenau (1986)
(Septiawan, 1987). mengatakan bahwa makin stabil suatu agregat tanah,
makin rendah kepekaannya terhadap erosi (erodibilitas tanah).
Bahan organik tanah merupakan salah satu bahan pembentuk
agregat tanah, yang mempunyai peran sebagai bahan perekat antar partikel
tanah untuk bersatu menjadi agregat tanah, sehingga bahan organik penting
dalam pembentukan struktur tanah. Pengaruh pemberian bahan organik
terhadap struktur tanah sangat berkaitan dengan tekstur tanah yang
diperlakukan. Pada tanah lempung yang berat, terjadi perubahan struktur
gumpal kasar dan kuat menjadi struktur yang lebih halus tidak kasar, dengan
derajat struktur sedang hingga kuat, sehingga lebih mudah untuk diolah.

III. ALAT DAN BAHAN


a) Alat
 Statif
 Penggaris
 Kertas Saring/tisu
 Cawan
 Buret
 Cutter
 Stopwatch
 Gelas Beker 50ml dan 100ml
 Gelas ukur 10ml
b) Bahan
 Tanah (bebas)
 Aquades

IV. LANGKAH KERJA


Menentukan jari-jari tetes

 Memasang buret sesuai ketentuan 20 cm dari dasar statif


 Mengisi buret dengan aquades sampai batas buret
 Membuka buret secara perlahan hingga air menetes dengan interval
waktu 2-3 detik
 Menentukan jumlah tetesan dan perhatikan volume penurunan yang
keluar
 Lakukan hingga 5 kali pengulangan
 Mencatat hasil pengurangan volume pada tabel
Mementukan kemantapan agregat tanah
 Mengisi buret dengan aquades kembali hingga batas maksimum
 Menyiapkan cawan yang telah dilapisi tisu. Lalu letakkan agregat
tanah diatasnya
 Menghitung jumlah tetesan hingga agregat tanah pecah dan hancur,
menguji sebanyak 3 kali dengan agregat tanah yang baru
 Mencatat jumlah tetesan dan waktu pada tabel yang telah disediakan

Menyiapkan Alat
dan Bahan

Menentukan jari- Menentukan kemantapan


jari tetes agregat tanah

Memasang buret sesuai Mengisi buret dengan aquades

ketentuan 20 cm dari dasar kembali hingga batas


statif
Menyiapkan cawan yang telah
Mengisi buret dengan dilapisi tisu. Lalu letakkan agregat
aquades sampai batas buret tanah diatasnya

Membuka buret secara perlahan Menghitung jumlah tetesan hingga


hingga air menetes dengan interval agregat tanah pecah dan hancur,
waktu 2-3 detik menguji sebanyak 3 kali dengan
agregat tanah yang baru
Menentukan jumlah tetesan
dan perhatikan volume Mencatat jumlah tetesan dan
penurunan yang keluar waktu pada tabel yang telah
disediakan
Lakukan hingga 5 kali
pengulangan dan Mencatat hasil
pengurangan volume pada tabel
V. HASIL PRAKTIKUM
1. Perhitungan volume pertetes pada sampel tanah permukiman
Ulangan ke Jumlah Volume air Volume Jari-jari
tetesan pertetes tetesan
1 10 0,5 ml 0,05 0,228
2 10 0,4 ml 0,04 0,212
3 10 0,6 ml 0,06 0,243
4 10 0,5 ml 0,05 0,228
5 10 0,5 ml 0,05 0,228
Rata-rata 10 0,5 ml 0,05 0,2278
Perhitungan:
 Ulangan ke 1
0,5
a) Volume pertetes = = 0,05
10
3 0,05
b) Jari-jari tetesan = √4,18 = 0,228
 Ulangan ke 2
0,4
a) Volume pertetes = = 0,04
10
3 0,04
b) Jari-jari tetesan = √4,18 = 0,212
 Ulangan ke 3
0,6
a) Volume pertetes = = 0,06
10
3 0,06
b) Jari-jari tetesan = √4,18 = 0,243
 Ulangan ke 4
0,5
a) Volume pertetes = = 0,05
10
3 0,05
b) Jari-jari tetesan = √4,18 = 0,228
 Ulangan ke 5
0,5
a) Volume pertetes = = 0,05
10
3 0,05
b) Jari-jari tetesan = √4,18 = 0,228
2. Perhitungan volume pertetes pada sampel tanah perkebunan
Ulangan ke Jumlah Volume air Volume Jari-jari
tetesan pertetes tetesan
1 10 0,7 ml 0,07 0,255
2 10 0,6 ml 0,06 0,243
3 10 0,6 ml 0,06 0,243
4 10 0,7 ml 0,07 0,255
5 10 0,7 ml 0,07 0,255
Rata-rata 10 0,66 ml 0,066 0,2502
Perhitungan:
 Ulangan ke 1
0,7
c) Volume pertetes = = 0,07
10
3 0,07
d) Jari-jari tetesan = √4,18 = 0,255
 Ulangan ke 2
0,6
c) Volume pertetes = = 0,06
10
3 0,06
d) Jari-jari tetesan = √4,18 = 0,243
 Ulangan ke 3
0,6
c) Volume pertetes = = 0,06
10
3 0,06
d) Jari-jari tetesan = √4,18 = 0,243
 Ulangan ke 4
0,7
c) Volume pertetes = = 0,07
10
3 0,07
d) Jari-jari tetesan = √4,18 = 0,255
 Ulangan ke 5
0,7
c) Volume pertetes = = 0,07
10
3 0,07
d) Jari-jari tetesan = √4,18 = 0,255
3. Kemampuan sampel tanah permukiman untuk pecah dan hancur
Ulangan ke Jumlah tetesan Catatan waktu
Pecah Hancur Pecah hancur
1 233 517 17.55 26.48
2 190 330 12.56 21.20
3 397 595 07.49 12.59
Rata-rata 273 481 12.53 20.09

4. Kemampuan sampel tanah perkebunan untuk pecah dan hancur


Ulangan ke Jumlah tetesan Catatan waktu
Pecah Hancur Pecah hancur
1 319 454 07.56 12.32
2 207 265 04.39 05.23
3 46 193 01.00 03.21
Rata-rata 191 304 04.28 07.30
VI. PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil praktikum diatas membahas mengenai penentuan
kemantapan agregat tanah dengan cara tanah bebas permukiman maupun
perkebunan yang ditetesi air. Tanah yang ditetesi tersebut dihitung
banyaknya jumlah tetesan air yang keluar pada agregat tanah tersebut. Pada
perhitungan harus memperhatikan perhitungan tiap tetes air, pada tetesan
keberapa yang diuji untuk mengetahui agregat tanah. Setaiap tetes dihitung
banyaknya milliliter (ml) air yang dibutuhkan untuk membuat tanah
menjadi lunak dan kemudian hancur.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kemantapan agregat antara lain
bahan organik, pengolahan tanah, aktivitas mikroorganisme tanah dan
penutupan tajuk tanaman pada permukaan tanah yang dapat menghindari
splash erotion akibat curah hujan tinggi.
Penetapan agregat tanah tersebut dilakukan secara berkali-kali
dengan memberikan tetesan air pada sampel tanah permukiman dan
perkebunan. Penetapan agregat tanah ini menghasilkan jumlah tetesan yang
berbeda untuk mengetahui kemampuan tanah agar terlihat pecah/retak dan
hancur. Pada saat mengetahui kemampuan agregat tanah juga membutuhkan
waktu yang berbeda agar terlihat pecah/retak dan hancur di setiap
pengulangan.
Pada sampel tanah permukiman kemampuan tanah untuk terlihat
pecah/retak dan hancur setelah tetesan pertama hingga akhir. Dapat
ditunjukan bahwa tanah tidak mudah pecah dan hancur. Karena tanah
tersebut mudah menyerap air dengan sempurna. Waktu yang diperlukan
pada setiap pengulangan memang berbeda tetapi, dapat dilihat bahwa waktu
tidak begitu jauh dari waktu pecah dan hancur. Sehingga sampel tanah
permukiman ini tidak mudah mengalami erosi jika terkena derasnya air
hujan yang turun saat musim penghujan. Pada agregat tanah ini kuat
terhadap proses erofisitas.
Pada sampel tanah perkebunan kemampuan tanah untuk terlihat
pecah/retak dan hancur setelah tetesan pertama hingga akhir. Dapat
ditunjukan bahwa tanah tidak mudah pecah dan hancur. Karena tanah
tersebut mudah menyerap air dengan sempurna. Waktu yang diperlukan
pada setiap pengulangan memang berbeda tetapi, dapat dilihat bahwa waktu
tidak begitu jauh dari waktu pecah dan hancur. Sehingga sampel tanah
perkebunan ini tidak mudah mengalami erosi jika terkena derasnya air hujan
yang turun saat musim penghujan. Tanah kuat untuk menompang massa
benda yang berada diatas tanah.
VII. KESIMPULAN
Dari hasil dan pembahasan pada praktikum diatas dapat disimpulkan bahwa:
1. Uji ketahanan agregat tanah dapat dilihat dari lamanya kehancuran tanah
berdasarkan banyaknya tetesan air tersebut.
2. Tingkat kemantapan agregat dapat diketahui dengan cara tanah ditesi
menggunakan air.
3. Tanah yang lama hancurnya berarti tanah tersebut memiliki tingkat
kemantapan yang tinggi, tidak mudah mengalami erosi jika terkena
derasnya air hujan yang turun saat musim penghujan, kuat terhadap
proses erofisitas, dan kuat untuk menompang massa benda yang berada
diatas tanah.
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Baver, L.D., E.H. Gardner & W.R. Gardner. 1972. Soil Physics. 4th.
Ad.Jhon Willey. New York.
Kemper, E.W,andRosenau, R.C.1986. Aggregate stability and size
distribution.In: Klute, A.(Ed.) Method of SoilAnalysis Part 1.2nded.
ASA.Madison.Wisconsin. p 425-461
Notohadiprawiro, T. (1996a). Kilas Balik Perjalanan Pengembangan Lahan
Basah di Indonesia untuk Pertanian dan Permukiman. Yogyakarta:
Pusat Studi Sumberdaya Lahan UGM.
Septiawan,G.W. 1987.Pengaruh Pemberian Soil Conditioner Terhadap
Kemantapan. AgregatTanah. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian,
IPB. Bogor.

IX. CEK PLAGIASI


1. Dasar Teori

2. Pembahasan

3. Kesimpulan
LAMPIRAN

a. Gambar alat buret yang berfungsi meneteskan air ke sampel tanah

b. Gambar alat yang akan digunakan untuk praktikum, ada cawan, geas ukur,
penggaris dan buret

c. Gambar tanah yang diletakan diatas tisu dan cawan untuk mengetahui agregat
tanah saat ditetesi air

Anda mungkin juga menyukai