Anda di halaman 1dari 31

LABORATORIUM PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI

SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2020/2021

MODUL : SEDIMENTASI
PEMBIMBING : Robby Sudarman, ST., MT

Tanggal Praktikum : 21 April 2021


Tanggal Pengumpulan : 26 April 2021

Oleh:

Kelompok :5
Nama : Nurunnisa Alfi H (181424019)
Obaja Boan Goarro P. M. S. (181424020)
Putri Fakhirah R (181424021)
Rachmalia Eka (181424022)

Kelas : 3A – TKPB

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV TEKNIK KIMIA PRODUKSI BERSIH


JURUSAN TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2021
I. Tujuan
Menentukan efisiensi penurunan kekeruhan limbah tepung tapioca setelah melalui
sedimentasi secara kontinyu menggunakan lamella clarifier.

II. Dasar Teori

Pengolahan air limbah secara umum terbagi menjadi 3 teknik pengolahan, yaitu
pengolahan secara fisika, kimia dan biologi. Pengolahan secara fisika pada umumnya
dilakukan untuk pemisahan bahan cemaran dalam air limbah dengan penyaringan.
Sebelum dilakukan proses filtrasi dilakukan proses sedimentasi yaitu proses pengendapan
bahan padat dari air olahan. Proses sedimentasi adalah pemisahan bagian padat dengan
memanfaatkan gaya gravitasi sehingga bagian yang padat berada di dasar kolam
pengendapan, sedangkan air murni berada di atas. Untuk mempercepat proses
pengendapan perlu ditambahkan bahan koagulan seperti tawas agar terbentuk flock yang
dapat mengendap dan kapur agar tercipta suasana basa pada air limbah. Air olahan yang
akan disaring berupa cairan mengandung butiran halus atau bahan-bahan yang terlarut.
Dengan demikian, bahan-bahan tersebut dapat dipisahkan dari cairan melalui filtrasi
(Rahmah dan Mulasari, 2015).

Proses sedimentasi adalah suatu unit operasi untuk menghilangkan materi tersuspensi
atau flok kimia secara gravitasi yang terjadi di bak sedimentasi. Dalam suatu sistem
pengolahan limbah, proses ini biasanya terjadi setelah proses koagulasi – flokulasi dan
sebelum proses biologi. Gambar 1 menunjukkan contoh unit bak sedimentasi dari IPAL.
(Setiyono, 2014).
Sedimentasi merupakan salah satu operasi pemisahan campuran padatan dan cairan
(slurry) menjadi cairan bening dan slurry yang memiliki konsentrasi tinggi dengan
menggunakan gaya gravitasi. Proses sedimentasi berperan penting dalam berbagai proses
industri, misalnya pada proses pemurnian air limbah, pengolahan air sungai, pengendapan
partikel padatan pada bahan makanan cair, pengendapan kristal dari larutan induk,
pengendapan partikel terendap pada industri minuman beralkohol, dan lain-lain. Ketika
suatu partikel padatan berada pada jarak yang cukup jauh dari dinding atau partikel
padatan lainnya, kecepatan jatuhnya tidak dipengaruhi oleh gesekan dinding maupun
dengan partikel lainnya, peristiwa ini disebut free settling. Ketika partikel padatan berada
pada keadaan saling berdesakan maka partikel akan mengendap pada kecepatan rendah,
peristiwa ini disebut hindered settling. Pada hindered settling, kecepatan endapan yang
turun ke bawah akan semakin lama, sehingga untuk memperoleh hasil sedimentasi sampai
proses pengendapan berhenti memerlukan waktu yang cukup lama pula. Guna
menghasilkan proses sedimentasi yang optimum maka perlu menentukan waktu
pengendapan yang efektif. Waktu pengendapan yang efektif dapat diasumsikan sebagai
batas saat terjadi perubahan pengendapan dari free settling ke hindered settling
(Geankoplis, 2003).

Pada umumnya proses sedimentasi dilakukan setelah proses koagulasi dan flokulasi,
tujuannya adalah untuk memperbesar partikel padatan sehingga menjadi lebih berat dan
dapat tenggelam dalam waktu lebih singkat. Ukuran dan bentuk partikel akan
mempengaruhi rasio permukaan terhadap volume partikel, sedangkan konsentrasi partikel
mempengaruhi pemilihan tipe bak sedimentasi, dan temperatur mempengaruhi viskositas
dan berat jenis cairan. Semua faktor yang disebutkan di atas mempengaruhi kecepatan
mengendap partikel pada bak sedimentasi. Oleh karena itu dibutuhkan data kecepatan
turunnya partikel untuk mendesain bak sedimentasi yang efektif dan efisien (A.Didit,
2008).

Pada suatu proses sedimentasi, data hubungan waktu pengendapan (t) dengan tinggi
endapan (Z) dapat diubah kedalam bentuk persamaan matematika. Penentuan bentuk
persamaan pada umumnya dilakukan dengan cara linierisasi hubungan kurva. Cara
linearisasi hubungan kurva banyak digunakan untuk menentukan persamaan empiris
(Setiyadi, 2006).
Ada 5 tahap yang diperlukan dalam pengolahan air limbah, yaitu (Sugiharto, 1987):
1. Pengolahan Awal (Pretreatment)
Tahap ini melibatkan proses fisik yang bertujuan untuk menghilangkan padatan
tersuspensi dan minyak dalam limbah. Beberapa proses pengolahan yang berlangsung
pada tahap ini ialah screen and grit removal, equalization and storage, serta oil
separation.
2. Pengolahan Tahap Pertama (Primary Treatment)
Pengolahan tahap pertama memiliki tujuan yang sama dengan pengolahan awal. Letak
perbedaannya ialah pada proses yang berlangsung. Proses yang terjadi ialah
neutralization, chemical addition and coagulation, flotation, sedimentation, dan filtration.
3. Pengolahan Tahap Kedua (Secondary Treatment)
Tahap kedua dirancang untuk menghilangkan zat terlarut dari limbah yang tak dapat
dihilangkan dengan proses fisik. Peralatan yang umum digunakan pada pengolahan tahap
ini ialah activated sludge, anaerobic lagoon, tricking filter, aerated lagoon, stabilization
basin, rotating biological contactor, serta anaerobic contactor and filter.
4. Pengolahan Tahap Ketiga (Tertiary Treatment)
Proses-proses yang terlibat dalam pengolahan air limbah tahap ketiga ialah
coagulation and sedimentation, filtration, carbon adsorption, ion exchange, membrane
separation, serta thickening gravity or flotation. Tahap ini dilakukan pemisahan secara
kimia untuk lebih memurnikan air yang belum sepenuhnya bersih.
5. Pengolahan Lumpur (Sludge Treatment)
Lumpur yang terbentuk sebagai hasil keempat tahap pengolahan sebelumnya
kemudian diolah kembali melalui proses digestion or wet combustion, pressure filtration,
vacuum filtration, centrifugation, lagooning or drying bed, incineration, atau landfill.

Sedimentasi adalah suatu unit operasi untuk menghilangkan flok yang terbentuk pada
proses koagulasi-flokulasi secara gravitasi. Proses sedimentasi pada pengolahan air
limbah umumnya untuk menghilangkan padatan tersuspensi sebelum dilakukan proses
pengolahan selanjutnya. Pada awalnya, gumpalan padatan yang terbentuk pada proses
koagulasi masih berukuran kecil. Gumpalan-gumpalan kecil ini akan terus saling
bergabung menjadi gumpalan yang lebih besar dalam proses flokulasi. Dengan
terbentuknya gumpalan-gumpalan besar, maka beratnya akan bertambah, sehingga karena
gaya beratnya gumpalan-gumpalan tersebut akan bergerak ke bawah dan mengendap pada
bagian dasar tangki sedimentasi (Setiyono, 2014).
Bak sedimentasi dapat berbentuk segi empat atau lingkaran. Pada bak ini aliran air
limbah sangat tenang untuk memberi kesempatan padatan atau suspensi untuk
mengendap. Kriteria-kriteria yang diperlukan untuk menentukan ukuran bak edimentasi
adalah surface loading (beban permukaan), kedalaman bak dan waktu tinggal. Waktu
tinggal mempunyai satuan jam, cara perhitungannya adalah volume tangki dibagi dengan
laju alir per hari. Beban permukaan sama dengan laju alir (debit volume) rata-rata per hari
dibagi luas permukaan bak, satuannya m3 per m2 per hari.
Vo=Q/A

Vo = laju beban permukaan (m3/m2 hari)


Q = aliran rata-rata harian, (m3/ hari)
A = total luas permukaan (m2)

Sedimentasi merupakan salah satu bagian dari proses pemisahan yang didasarkan atas
gerakan partikel zat padat melalui fluida akibat adanya gaya gavitasi. Kecepatan
sedimentasi dapat bertambah dengan adanya flokulan. Efek flokulasi yang menyeluruh
adalah menciptakan penggabungan partikel-partikel halus menjadi partikel yang lebih
besar sehingga dengan mudah dapat diendapkan. Penggabungan antara partikel-partikel
yang dapat terjadi apabila ada kontak antara partikel tersebut. Kontak partikel dapat
terjadi dengan cara-cara berikut (Mustafa, 2010) :
1. Kontak yang disebabkan oleh gerak Brown (gerak acak partikel koloid dalam medium
pendispersi)
2. Kontak yang disebabkan atau dihasilkan oleh gerakan cairan itu sendiri akibat adanya
pengadukan.

Dalam filtrasi partikel zat padat dipisahkan dari slurry dengan kekuatan fluida yang
berada pada medium filter yang akan menghalangi laju lintas partikel zat padat. Dalam
proses pengendapan dan proses sedimentasi partikel dipisahkan dari pengendapan fluida
oleh gaya aksi gravitasi partikel. Pada beberapa proses, pemisahan serta sedimentasi
partikel dan pengendapan bertujuan untuk memisahkan partikel dari fluida sehingga
fluida bebas dari konsentrasi partikel (Geankoplis, 1983 : 816).

Selama proses berlangsung terdapat tiga gaya yang mempengaruhi proses, yaitu:
1. Gaya Gravitasi
Gaya ini terjadi apabila berat jenis larutan lebih kecil dari berat jenis partikel,
sehingga partikel lain lebih cepat mengendap. Gaya ini bisa dilihat pada saat terjadi
endapan.
2. Gaya Apung
Gaya ini terjadi jika massa jenis partikel lebih kecil dari pada massa jenis fluida
sehingga fluida berada pada permukaan cairan.
3. Gaya Dorong
Gaya ini terjadi pada saat larutan dipompakan kedalam tabung klarifier. Gaya dorong
juga dapat dilihat pada saat mulai turunnya partikel padatan karena adanya gaya gravitasi,
maka fluida akan memberikan gaya yang besarnya sama dengan berat padatan itu sendiri
(Tim Dosen Praktikum, 2014).

Sedimentasi bisa berlangsung secara batch, semi batch dan kontinyu :

1. Sedimentasi Batch
Sedimentasi ini merupakan salah satu cara yang paling ekonomis untuk
memisahkan padatan dari suatu suspensi, bubur atau slurry. Hingga saat ini, proses
batch lebih banyak digunakan oleh kalangan industri. Operasi ini banyak digunakan
pada proses-proses untuk mengurangi polusi dari limbah industri. Proses sedimentasi
batch merupakan proses yang mudah dilakukan. Mekanisme sedimentasi secara batch
disajikan pada gambar.
2. Sedimentasi Semi Batch
Pada sedimentasi semi-batch, hanya terdapat cairan keluar atau masuk saja.
Jadi, kemungkinan hanya ada slurry yang masuk atau beningan yang keluar. Proses
sedimentasi semi batch disajikan pada gambar :

3. Sedimentasi Kontinu
Pada proses ini terdapat slurry yang masuk dan cairan bening yang keluar pada
saat yang bersamaan. Saat kondisi steady state, maka ketinggian cairan akan selalu
tetap. Proses sedimentasi disajikan dengan gambar berikut :

Proses sedimentasi dapat dikelompokkan dalam tiga klasifikasi, bergantung dari sifat
padatan di dalam suspensi:

1. Discrete (free settling)


Pengendapan dari partikel-partikel discrete adalah dipegaruhi oleh gravitasi
dan gaya geser.
2. Flocculent
Kecepatan pengadukan dari partikel-partikel meningkat, dengan setelah
adanya penggabungan diantaranya.
3. Hindered/Zone settling
Kecepatan pengendapan dari partikel-partikel di dalam suspensi dengan
konsentrasi padatan melebihi 500 mg/l.
Sedimentasi merupakan proses pemisahan suspensi padatan encer menjadi
fluida yang lebih jernih dan suspensi yang lebih pekat berdasarkan gaya gravitasi. Di
Dalam pengolahan air, bangunan sedimentasi digunakan untuk memisahkan partikel
padatan atau kotoran yang terflokulasi atau terkoagulasi. Kecepatan pengendapan
partikel yang terdapat dalam air bergantung pada berat jenis, bentuk dan ukuran
partikel, viskositas air dan kecepatan aliran dalam bak pengendapan. (Huisman,
1977).
Berdasarkan sifat partikelnya, bangunan sedimentasi dikelompokkan menjadi
(Mayasari,2007) :

1. Sedimentasi tipe I (prasedimentasi)


2. Sedimentasi tipe II (sedimentasi)
3. Sedimentasi tipe III (final clarifier)
4. Sedimentasi tipe IV (sludge thickener)

Adapun macam bentuk dari bak sedimentasi terdiri dari 2 macam yaitu
(Reynold,1996) :
1. Bak empat persegi panjang (long-rectangular basin)
2. Bak lingkaran (circular basin)

Suatu bak sedimentasi secara ideal dengan proses kontinyu dibagi menjadi empat
daerah (zone), yaitu;

1. Daerah masuk (inlet zone) yang berfungsi untuk mendistribusikan aliran secara
merata pada bak sedimentasi dan menyebarkan kecepatan aliran yang baru masuk.
2. Daerah pengendapan (settling zone) yang berfungsi untuk mengalirkan air secara
pelan horizontal kearah outlet dan di dalam zona ini terjadi proses pengendapan.
3. Daerah lumpur (sludge zone) yang berfungsi sebagai tempat pengumpulan partikel –
partikel yang terendapkan dan juga tempat pengeluaran lumpur.
4. Daerah pengeluaran air (outlet zone), berfungsi tempat keluaran air yang telah bersih
dari proses pengendapan melalui pelimpah.
Plate settler merupakan keeping pengendap yang dipasang pada settling zone (zona
pengendapan) di bak sedimentasi dengan kemiringan tertentu yang bertujuan untuk
meningkatkan efisiensi dan memperluas bidang pengendapan sehingga proses fisika dari
sedimentasi dapat berlangsung lebih effektif bila tanpa menggunakan plate settler.
Adapun tiga macam aliran yang melalui plate settler yaitu (Hendrick, 2005) :

1. Upflow (aliran keatas), yaitu dimana sludge yang mengendap turun ke dasar bak
melalui plate ketika aliran air mengalir ke atas menuju outlet zone.
2. Downflow (aliran ke bawah), yaitu dimana sludge yang mengendap turun ke dasar
bak melalui plate bersamaan dengan aliran air yang mengalir ke bawah.
3. Crossflow (aliran silang), yaitu dimana sludge yang mengendap turun ke dasar bak,
sedangkan aliran air menyilang (crossing) di masing–masing plate.

Standar Baku Mutu Air


• Air Untuk Keperluan Higiene Sanitasi

Table 1 Parameter Fisik


No Parameter Wajib Unit Standar Baku Mutu (kadar maksimum)
1 Kekeruhan NTU 25
2 Warna TCU 50
3 Zat padat terlarut (TDS) mg/l 1000
4 Suhu °C Suhu udara ±3
5 Rasa Tidak berasa
6 Bau Tidak berbau

Table 2 Parameter Biologi


No Parameter Wajib Unit Standar Baku Mutu (kadar maksimum)
1 Total coliform CFU/100ml 50
2 E. coli CFU/100ml 0

Table 3 Parameter Kimia


No Parameter Unit Standar Baku Mutu (kadar maksimum)
Wajib
1 pH 6,5 – 8,5
2 Besi mg/l 1
3 Fluorida mg/l 1,5
4 Kesadahan (CaCO3) mg/l 500
5 Mangan mg/l 0,5
6 Nitrat, sebagai N mg/l 10
7 Nitrit, sebagai N mg/l 1
8 Sianida mg/l 0,1
9 Pestisida total mg/l 0,1
Tambahan
1 Air raksa mg/l 0,001
2 Arsen mg/l 0,05
3 Kadnium mg/l 0,005
4 Kromium (valensi 6) mg/l 0,05
5 Selenium mg/l 0,01
6 Seng mg/l 15
7 Timbal mg/l 0,05
8 Zat organik (KMNO4) mg/l 10
Sumber : Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2017

• Air Limbah Industri Tekstil

Table 4 Baku Mutu Limbah Industri Tekstil Periode Peralihan


Kadar Paling Tinggi
Parameter Beban Pencemaran Paling Tinggi (kg/ton)
(mg/l)
BOD5 60 6
COD 150 15
TTS 50 5
Fenol Total 0,5 0,05
Krom Total (Cr) 1 0,1
Amonia Total (HN3-N) 8 0,8
Sulfida (S) 0,3 0,03
Minyak dan Lemak 3 0,3
pH 6–9
Debit Limbah Paling
100 m3/ton produk tekstil
Tinggi
Sumber : Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, 2019
III. Alat dan Bahan

Alat Bahan

Unit sedimentasi Tepung tapioca/terigu

Turbidimeter Koagulan PAC padat

pH meter Larutan flokulan

Koduktometer Bubuk CaO

Gelas kimia Air

Timer/stopwatch

Skema peralatan sedimentasi di Lab PLI:

Rangkaian alat sedimentasi di Lab PLI:


Bagian-bagian lamella clarifier:

IV. Prosedur Kerja


1. Menyiapkan air limbah tepung terigu (air baku) sebanyak 90 L dengan konsentrasi
1 g/L di dalam bak penampung influen.
2. Mengukur parameter awal influen meliputi kekeruhan, pH dan DHL
3. Menambahkan CaO agar pH larutan mencapai 8.
4. Menyiapkan larutan koagulan dan flokulan sesuai konsentrasi yang ditentukan,
misalnya 60 ppm untuk koagulan dan 0,125 ppm untuk flokulan.
5. Mengalibrasi bukaan valve influen dan dozing pump agar sesuai dengan debit
yang ditentukan.
6. Menyalakan pompa influen untuk mengalirkan air baku ke tangki koagulan dan
flokulan dengan kecepatan pengadukan koagulan lebih tinggi daripada flokulan.
7. Menyalakan motor agitator/pengaduk tangki koagulan dan flokulan dengan
kecepatan pengadukan koagulan lebih tinggi daripada flokulan.
8. Menyalakan pompa influen dan dozing pump larutan koagulan dan flokulan
sehingga air baku mulai mengalir ke tangki sedimentasi (lamella clarifier).
9. Membuka valve untuk backflow di aliran influen.
10. Mengamati fenomena pengendapan dan endapan yang terbentuk di tangki
sedimentasi (lamella clarifier) hingga mulai ada efluen di aliran outlet, timer
mulai dinyalakan.
11. Mengambil sampel efluen setiap 2 menit untuk diukur parameter kekeruhan, pH,
dan DHL nya hingga air limbah habis.
12. Mengolah data yang diamati.

V. Keselamatan Kerja
• Gunakan jaslab
• Tidak diperkenankan bercanda/bergurau sewaktu praktikum
VI. Data pengamatan dan pengolahan Data

4. 1 Data Hasil Pengamatan

Efisiensi
Waktu DHL Kekeruhan Penurunan
No pH
(menit) (μS/cm) (NTU) Kekeruhan
(%)
1 0 0,351 8 96,7 0
2 2 0,348 7 6,81 92,96
3 4 0,347 7 5,83 93,97
4 6 0,347 6 5,57 94,24
5 8 0,342 6 5,85 93,95
6 10 0,337 6 5,35 94,47
7 12 0,332 6 5,7 94,11
8 14 0,332 6 5,22 94,60
Rata-rata 5,76 94,04

4.2 Pengolahan Data

Maka, rata-rata efisiensi penurunan kekeruhan :

𝐾𝑒𝑘𝑒𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛 𝐴𝑤𝑎𝑙−𝑅𝑒𝑟𝑎𝑡𝑎 𝐾𝑒𝑘𝑒𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛 𝐴𝑘ℎ𝑖𝑟


Efisiensi = × 100%
𝐾𝑒𝑘𝑒𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛 𝐴𝑤𝑎𝑙

96,7−5,76
Efisiensi = × 100%
96,7

Efisiensi = 94,04%

4.3 Kurva Kekeruhan Terhadap Waktu

Kurva Kekeruhan Terhadap


Waktu
120
100
Kekeruhan (NTU)

80
60
40
20
0
-20 0 5 10 15
Waktu (menit)
4.4 Kurva Efisiensi Penurunan Kekeruhan Terhadap Waktu

Kurva Efisiensi Penurunan Kekeruhan


Terhadap Waktu
120
Efisiensi Penurunan Kekeruhan

100
80
60
(%)

40
20
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Waktu (menit)
VII. Pembahasan
Oleh : Nurunnisa Alfi H (181424019)

Sedimentasi merupakan proses pemisahan padatan yang tercampur didalam suatu


larutan dengan cara pengendapan secara gravitasi. Proses sedimentasi biasanya dilakukan
setelah proses koagulasi dan flokulasi dengan penambahan koagulan dan flokulan sehingga
padatan dalam air limbah akan membentuk flok-flok sehingga dapat mempercepat proses
pengendapan pada bak sedimentasi. Bak sedimentasi yang digunakan yaitu lamella clarifer
yang merupakan bak berbentuk balok berkapasitas 40 liter dengan adanya sekat-sekat untuk
memperbesar waktu tinggal.
Pada percobaan ini digunakan air limbah tepung terigu (air baku) sebanyak 90 L
dengan konsentrasi 1 g/L . Koagulan yang digunakan yaitu PAC (AlnCl(3n-m)(OH)m) yang
bekerja pada rentang pH 6-9. Maka dari itu, pH air baku dibuat basa dengan penambahan
CaO untuk mengoptimalkan reaksi koagulasi. Sehingga setelah penambahkan CaO, pH air
baku mencapai 8. Pengaturan pH ini bertujuan agar pada saat air yang telah melewati proses
koagulasi dan flokulasi, flok-flok yang sudah terbentuk tidak mudah hancur dan limbah yang
keluaran dari unit sedimentasi tidak terlalu asam saat dibuang ke lingkungan. Menurut
penelitian yang dilakukan Kristijarti, Suharto, dan Marieanna (2013), kontrol pH tidak hanya
untuk menyisihkan kekeruhan dan warna, tetapi juga untuk menjaga residu terlarut tetap
berada dalam jumlah minimum untuk membantu proses sedimentasi. Selain itu, koagulan dan
flokulan yang digunakan harus sesuai konsentrasi yang telah ditentukan, sebelumnya
dilakukan jartest untuk menentukan dosis optimum dari koagulan.
Tangki koagulan dan flokulan dilengkapi dengan pengaduk dan dozing pump.
Dilakukan kalibrasi dozing pump agar laju alir untuk tangki koagulan dan tangki flokulan
yang mengalir masuk kedalam lamella clarifer akan habis secara bersamaan. Koagulan tidak
langsung ditambahkan pada tangki umpan karena dapat merubah konsentrasi air umpan.
Pengadukan pada tangki koagulan adalah pengadukan cepat dengan tujuan untuk
mempercepat dan menyeragamkan penyebaran zat kimia melalui air yang diolah. Sedangkan
untuk pengadukan flokulasi adalah pengadukan lambat karena bertujuan untuk
menggumpalkan flok-flok halus menjadi flok-flok yang lebih besar, apabila pengadukan
terlalu cepat flok-flok yang telah terbentuk bisa terpecah kembali. Setelah melewati proses
koagulasi dan flokulasi ukuran partikel padatan lebih besar sehingga menjadi lebih berat
sehingga dapat mengendap dalam waktu lebih singkat. Menurut penelitian yang dilakukan
Nurmansah (2012), ikatan antara koagulan dan partikel koloid membentuk flok yang semakin
lama ukurannya semakin bertambah besar dan bermuatan stabil yang kemudian akan
mengendap sehingga kekeruhan semakin menurun.
Setelah melewati proses destabilisasi partikel koloid melalui bak koagulasi dan bak
flokulasi, selanjutnya perjalanan air akan masuk ke dalam unit sedimentasi. Unit sedimentasi
ini terdiri dari 4 zona, yaitu: zona pengendapan, zona inlet, zona outlet, zona pengendapan.
Proses sedimentasi ini akan dibantu dengan adanya plate settler yang dapat meningkatkan
performa dari proses sedimentasi. Plate settler ini berfungsi untuk memperlama waktu
tinggal sehingga dapat meningkatkan efisiensi pengendapan kekeruhan.
Sebelum dilakukan percobaan, diukur pH, DHL, dan kekeruhan influent. Saat
berlangsungnya proses, dilakukan juga pengambilan efluen setiap 2 menit untuk diukur pH,
DHL dan kekeruhan. Kekeruhan merupakan parameter utama karena dapat mengetahui
keefektifan proses sedimentasi. DHL untuk mengetahui apakah terdapat padatan terlarut pada
air limbah hasil proses sedimentasi ini. Pengukuran pH juga merupakan salah satu indikator
yang dapat menunjukan air tercemar atau tidak, serta menunjukkan tingkat pencemarannya.
Hasil dari percobaan menunjukkan terbentuknya endapan tepung berwarna putih.
Parameter pertama yaitu kekeruhan, nilai kekeruhan yang didapatkan selama proses berjalan
mengalami penurunan, sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa semakin lama waktu
proses maka nilai kekeruhan akan semakin rendah, nilai kekeruhan awal yaitu 96.7 NTU dan
kekeruhan akhir proses yaitu 5.22 NTU. Pada Permenkes Nomor 32 Tahun 2017 tentang
Baku Mutu Air Bersih, standar kekeruhan yaitu 25 NTU maka percobaan ini sudah dapat
mencapai hasil yang diinginkan untuk pengoalahan air limbah. Sedangkan efisiensi
penurunan kekeruhan akan mengalami kenaikan seiring dengan menurunnya nilai kekeruhan.
Efisiensi penurunan kekeruhan yang diperoleh yaitu 94.04%. Namun pH akhir dari effluent
air limbah belum sesuai dengan baku mutu yaitu 6, sedangkan standar baku mutu pH 6,5-8,5.
Untuk nilai DHL dari setiap sampel yang diambil mengalami penurunan seiring
bertambahnya waktu proses. DHL awal yaitu 0.351 µS/cm sedangkan pada akhir proses
0.332 µS/cm. Menurut penelitian yang dilakukan Kristijarti, Suharto, dan Marieanna (2013),
karakteristik pengendapan dalam proses sedimentasi salah satunya dipengaruhi oleh ukuran
dan bentuk partikel yang cenderung memiliki sedikit muatan listrik. Pengujian DHL untuk
mengetahui keadaan muatan listrik pada larutan, selain itu penambahan koagulan dapat
mempengaruhi nilai DHL.
Oleh : Obaja Boan Goarro P. M. S. (181424020)

Sedimentasi merupakan proses membiarkan materi tersuspensi mengendap karena


gravitasi. Materi tersuspensi yang disebut flok biasanya terbentuk dari materi yang ada di
dalam air dan bahan kimia yang digunakan dalam koagulasi atau proses lainnya yang mana
padatan yang akan mengendap pada cairan memiliki densitas yang lebih rendah dengan
densitas padatannya. Dalam proses sedimentasi, dibutuhkan proses koagulasi dan flokulasi
agar hasil yang didapatkan lebih baik dan waktu proses berlangsung lebih singkat.

Koagulasi merupakan proses destabilisasi partikel koloid dengan cara penambahan


senyawa kimia yang disebut koagulan. Koagulan yang digunakan dalam praktikum ini
berjenis PAC. Hasil dari koagulasi yaitu partikel koloidal di dalam air akan menyatu
membentuk ukuran yang lebih besar. Sedangkan flokulasi merupakan proses lambat yang
bergerak secara terus menerus selama partikel-partikel tersuspensi bercampur di dalam air,
sehingga partikel akan menjadi lebih besar membentuk flok-flok sehingga pada saat
memasuki unit sedimentasi partikel-partikel padat akan lebih mudah diendapkan karena
ukurannya sudah menjadi lebih besar dan sudah tidak berbentuk koloid. Pengadukan pada
unit koagulasi lebih cepat untuk membantu proses pencampuran koagulan serta membantu
proses destabilisasi koloid. Sedangkan pada proses flokulasi, pengadukan relatif lebih lambat
untuk menjaga flok-flok yang terbentuk supaya tidak pecah kembali sehingga memudahkan
proses pengendapan jika flok-flok yang terbentuk cukup besar.

Pada proses sedimentasi, terdapat beberapa parameter yang diukur, yaitu kekeruhan,
daya hantar listrik (DHL), dan pH. Kekeruhan menunjukkan kandungan partikel yang ada
didalam suatu limbah cair, biasanya dapat dilihat secara fisik seperti warna cairan yang keruh
dan gelap dan juga dapat diukur dengan menggunakan turbidimeter dalam satuan NTU. Daya
hantar listrik (DHL) menunjukkan konsentrasi ion dan memonitor konsentrasi larutan hara
dalam suatu limbah cair. Pengukuran keasaman atau pH dapat dijadikan sebagai indikasi air
tercemar atau tidak dan menunjukkan tingkat pencemarannya. Setiap kenaikan 1 angka skala
pH menunjukkan kenaikan kebasaan sebesar 10 kali. pH air alami berada pada rentang 6,5-
8,5.

Pada proses sedimentasi ini terdapat penambahan CaO pada larutan influen yang
berfungsi untuk meningkatkan pH menjadi basa yaitu ±8 karena kondisi basa akan
mengoptimumkan fungsi koagulan. Air baku dialirkan ke unit koagulasi dan flokulasi hingga
terisi penuh lalu dialirkan ke tangki sedimentasi hingga terjadi overflow. Tipe tangki
sedimentasi yang digunakan adalah lamella clarifier. Kelebihan lamella clarifier antara lain :

a. Mudah dibongkar-pasang karena bentuknya plate.


b. Tidak memerlukan energi karena tidak ada bagian yang bergerak secara mekanis.
c. Area pengendapan yang besar dan efisien karena memanfaatkan kemiringan dari plate
yang dipasang pada instalasi pengolahan air limbah.
d. Mengurangi pertumbuhan lumut karena semua proses dilakukan di dalam.
e. Kinerja dapat ditingkatkan dengan penambahan zat kimia untuk mengoptimalkan proses
pengendapan.

Dari data yang diperoleh, didapatkan nilai rata-rata kekeruhan sebesar 5,76 NTU dan
nilai efisiensi penurunan kekeruhan sebesar 94,04%. Adapun dibuat kurva kekeruhan (NTU)
terhadap waktu dari t0. Pada menit ke-2 terjadi penurunan yang sangat signifikan karena nilai
kekeruhan awal masih sangat tinggi. Pada menit ke-4 terjadi sedikit penurunan kemudian
terjadi fluktuasi hingga menit ke-14 dan didapat nilai kekeruhan akhir sebesar 5,22 NTU.
Secara keseluruhan, proses sedimentasi ini berlangsung sangat baik karena terjadi penurunan
kekeruhan yang sangat besar dan berada dibawah baku mutu.

Parameter Baku Mutu Nilai Akhir


Kekeruhan (NTU) 25 5,22
pH 6,5-8,5 6
DHL (μS/cm) 2250 0,332
Berdasarkan tabel tersebut, nilai kekeruhan dan DHL sudah memenuhi syarat baku mutu air
limbah, tetapi nilai pH belum memenuhi syarat baku mutu air limbah tersebut sehingga perlu
dilakukan proses untuk menaikkan sedikit pH hingga memenuhi syarat baku mutu agar dapat
dibuang ke lingkungan dengan aman. Secara umum, faktor-faktor yang mempengaruhi proses
sedimentasi adalah ukuran partikel, densitas, waktu proses, gaya gravitasi, dan kecepatan
pengadukan.
Oleh : Putri Fakhirah Ramadhani (181424021)

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492/Menkes/Per/IV/2010), kekeruhan


yang diperbolehkan untuk air bersih maksimal sebesar 25 NTU sedangkan pada sampel
limbah tapioka memiliki nilai kekeruhan sebesar 96,7 NTU. Oleh karena itu, diperlukan
adanya pengolahan berupa sedimentasi untuk menurunkan nilai kekeruhan pada air tersebut.
Pada praktikum kali ini, dilakukan proses sedimentasi secara kontinyu menggunakan lamella
clarifier untuk menentukan efisiensi penurunan kekeruhan limbah tepung. Proses sedimentasi
adalah suatu unit operasi untuk menghilangkan materi tersuspensi atau flok kimia secara
gravitasi yang terjadi di bak sedimentasi. (Setiyono, 2014). Parameter yang diperhatikan pada
proses sedimentasi adalah kekeruhan, DHL, dan pH.

Sebelum dilakukan proses secara keseluruhan, perlu dipastikan bahwa influen


memiliki pH basa dengan menambahkan CaO agar mendapatkan range kinerja pH optimum
untuk koagulan dan flokulan karena seiring berjalannya waktu, pH pada limbah akan semakin
berkurang (semakin asam) akibat bertambahnya H+.

PAC + H2O → Al(OH)3(aq) + Cl2(aq) + H+(aq)

Hal ini dibuktikan dari data yang diperoleh saat praktikum, dapat diketahui bahwa nilai pH
semakin berkurang seiring berjalannya waktu. pH yang semula 8 mengalami penurunan
menjadi 6. Hal ini menunjukkan bahwa proses sedimentasi berjalan dengan baik dan air
limbah tapioka setelah mengalami proses sedimentasi ini telah memenuhi syarat yang
ditetapkan oleh Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002 dengan
rentang pH yang diizinkan adalah 6,5. Jika sebelum proses, pH air limbah tidak dipastikan
dalam kondisi basa dapat menyebabkan air limbah hasil proses sedimentasi terlalu asam
sehingga tidak memenuhi syarat yang ditetapkan oleh peraturan menteri tersebut.

Kemudian, laju alir air limbah, koagulan, dan flokulan diatur agar memiliki laju alir
yang sama. Laju alir diatur agar proses pengendapan berjalan dengan baik karena semakin
lambat laju alirnya akan semakin baik pula pengendapannya sehingga mempunyai waktu
tinggal untuk mengendap di dasar lamella clarifier.

Pada proses pengolahan limbah, sedimentasi terjadi setelah proses koagulasi dan
flokulasi untuk memperbesar partikel padatan sehingga menjadi lebih berat dan dapat
tenggelam dalam waktu yang lebih singkat (A. Didit, 2008). Koagulasi adalah proses
destabilisasi partikel koloid dengan penambahan senyawa kimia berupa koagulan, seperti
PAC. Koagulan bermuatan (+) sedangkan pengotor atau zat tersuspensi bermuatan (-)
sehingga antara koagulan dan pengotor terjadi gaya tarik-menarik sehingga terbentuk flok-
flok kecil. Kecepatan pengaduk pada tangkai koagulasi diatur agar lebih cepat daripada
flokulasi untuk mempercepat dan menyeragamkan penyebaran zat kimia melalui air sehingga
gumpalan padatan yang terbentuk pada proses koagulasi masih berukuran kecil. Gumpalan-
gumpalan kecil ini akan terus saling bergabung menjadi gumpalan yang lebih besar dalam
proses flokulasi sehingga kecepatan pengaduk pada tangka flokulasi lebih kecil daripada
koagulasi. Pada proses flokulasi ditambahkan flokulan. Dengan terbentuknya gumpalan-
gumpalan besar maka beratnya akan bertambah sehingga karena gaya beratnya gumpalan-
gumpalan tersebut akan bergerak ke bawah dan mengendap pada bagian dasar tangki
sedimentasi (Setiyono, 2014).

Setelah melalui proses flokulasi, limbah akan mengalir menuju ke bak sedimentasi.
Bak sedimentasi yang digunakan pada praktikum ini adalah lamella clarifier yang terdiri dari
plat-plat yang disusun miring dan berjajar sel-sel sedimentasi terpisah di setiap platnya untuk
memperluas kontak area sedimentasi.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1990 mempersyaratkan besarnya


DHL untuk golongan air limbah tapioka adalah sebesar 2.250 µS/cm. Dari data yang
diperoleh saat praktikum, dapat diketahui bahwa nilai DHL semakin berkurang seiring
berjalannya waktu. Nilai DHL yang semula 0,351 µS/cm mengalami penurunan menjadi
0,332 µS/cm. Hal ini menunjukkan bahwa proses filtrasi berjalan dengan baik dan air limbah
tapioka setelah mengalami proses sedimentasi ini telah memenuhi syarat yang ditetapkan
oleh Peraturan Pemerintah tersebut.

Dari hasil pengolahan data dan kurva kekeruhan terhadap waktu, dapat diketahui
bahwa efisiensi penurunan kekeruhan mengalami peningkatan seiring berjalannya waktu
walaupun mengalami fluktuasi yang semula 0% meningkat menjadi 94,04%. Hal ini
dikarenakan air limbah tapioka mengalami penurunan kekeruhan NTU setelah dilakukan
proses sedimentasi. Dengan kekeruhan awal sebesar 96,7 NTU menurun menjadi 5,76 NTU.
Artinya, air limbah tapioka yang telah mengalami proses sedimentasi ini telah memenuhi
syarat yang diberikan oleh Permenkes, yaitu kekeruhan yang diperbolehkan untuk air bersih
maksimal sebesar 25 NTU.
Oleh : Rachmalia Eka F (181424022)
Praktikum yang kami lakukan kali ini adalah praktikum sedimentasi. Sedimentasi
dilakukan untuk memisahkan padatan yang tercampur di dalam suatu larutan dengan cara
pengendapan secara gravitasi. Untuk mempercepat proses sedimentasi perlu ditambahkan
koagulan dan flokulan untuk menyatukan partikel-partikel padatan tersebut sehingga menjadi
lebih berat dan lebih mudah mengendap. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses
sedimentasi adalah gaya gravitasi, jenis aliran, laju alir, konsentrasi koagulan, dan kecepatan
pengadukan. Jenis aliran laminar dan laju alir yang lambat akan membuat proses sedimentasi
lebih maksimal karena padatan akan lebih mudah mengendap. Alat yang digunakan adalah
unit sedimentasi lamella clarifier berbentuk bak yang berkapasitas 40 liter.
Air baku yang akan disedimentasi adalah air tepung terigu sebanyak 90 L dengan
konsentrasi 1g/L. Parameter awal seperti kekeruhan, pH, dan DHL perlu diukur untuk
nantinya diolah di pengolahan data. Koagulan yang ditambahkan adalah PAC sehingga pH
air baku berubah menjadi kisaran 6-9. Untuk menaikkan pHnya kembali, ditambahkan pula
CaO agar pH larutan mecapai 8. pH 8 adalah kisaran yang cocok agar proses sedimentasi
berjalan dengan maksimal. Selain itu, pH dibawah 5 akan mengakibatkan padatan yang sudah
bergabung akan kembali larut. Sebelum memulai proses, kalibrasi bukaan valve dan dozing
pump agar sesuai dengan debit yang ditentukan. Tangki 2 berisi koagulan dan tangki 3 berisi
flokulan harus terisi penuh. Pengadukan di tangki flokulan harus lebih lambat daripada tangki
koagulan. Hal tersebut dikarenakan padatan yang sudah terbentuk di tangki koagulan
diharapkan tidak kemabli terurai di tangki flokukan, maka pengadukan di tangki flokukan
dibuat lebih lambat daripada tangki koagulan. Air baku akan dialirkan oleh pompa influen
melewti tangki koagulan dan flokulan. Setelah itu, air baku mulai mengalir ke tangki
sedimentasi dan mulai terbentuk endapan. Unit sedimentasi ini terdiri dari 4 zona, yaitu: zona
pengendapan, zona inlet, zona outlet, zona pengendapan. Sedimentasi dilakukan sampai air
umpan, koagulan, dan flokulan habis.
Parameter yang perlu diukur adalah kekeruhan, pH dan DHL. Pengukuran dilakukan
setiap 2 menit. Berdasarkan data yang diperoleh, seiring waktu berjalan kekeruhan akan
berkurang. waktu optimum sedimentasi menggunakan koagulan PAC yaitu pada menit ke-8
dengan efisiensi 94.6 %. Secara teoritis penggunaan PAC efektif pada rentang pH yang
terbatas yaitu pH 6-8 (Ebeling dan Ogden, 2004), selama sedimentasi nilai pH selama proses
berada diatas nilai tersebut. Nilai akhir yang diperoleh untuk DHL adalah 0.332 μS/cm, pH
adalah 6, sedangkan kekeruhan adalah 5.22 NTU.
VIII. Kesimpulan
Efisiensi penurunan kekeruhan limbah tepung tapioca setelah melalui sedimentasi
secara kontinyu menggunakan lamella clarifier adalah 94,04%.
DAFTAR PUSTAKA

Geankoplis, C.,1993. Transport Process and Unit Operation. Prentice-Hall Inc Englewood
Clifts: New Jarsey.

Haryati, 2010. Studi Pengaruh Waktu Pengendapan dan Konsentrasi Awal Partikel Padat.
Junal Purifikasi Volume 11 Nomor 1 Juli 2010.

Huisman, L. (1977). Sedimentation and Flotation Mechanical Filtration. Jakarta: Delft


University of Technology. Delft. Syarif Hidayatullah.

Keryanti. 2021. Praktikum PLI (Versi Daring) Modul: Sedimentasi. Politeknik Negeri
Bandung.

Kristijarti, A. P., Suharto, I., & Marieanna, M. (2013). Penentuan Jenis Koagulan dan Dosis
Optimum untuk Meningkatkan Efisiensi Sedimentasi dalam Instalasi Pengolahan Air
Limbah Pabrik Jamu X. Research Report-Engineering Science, 2.

Mayasari, B. (2007). Pengaruh Jenis Inlet dan Bentuk Outlet Bak Prasedimentasi Recrangular
Terhadap Bak Prasedimentasi Recrangular. Skripsi, Jurusan Teknik Lingkungan ITS:
Surabaya

Mustafa, 2010. Evaluasi Laju Sedimentasi pada Kolom Sedimentasi Sistem Batch dengan
Penambahan Flokulan. Jurnal. Vol.10 No.1.

Nurmansah, H., & Karnaningroem, N. (2012). Pemanfaatan Lumpur Endapan untuk


Menurunkan Kekeruhan dengan Sistem Batch. Jurusan Teknik Lingkungan Institut
Teknologi Sepuluh Nopember.

Rahmah, R., & Mulasari, S. A. (2015). Pengaruh Metode Koagulasi, Sedimentasi dan Variasi
Filtrasi Terhadap Penurunan Kadar TSS, COD dan Warna pada Limbah Cair
Batik. CHEMICA: Jurnal Teknik Kimia, 2(1), 7-12.

Reynolds, T.D. (1996). Unit Operation and Processes in Environmental Engineering.


California: PWS Publishing Company

Setiadi, Tjandra. 2007. Pengolahan dan Penyediaan Air. Bandung: Institut Teknologi
Bandung.
Setiyadi, 2014. Menentukan Persamaan Kecepatan Pengendapan Pada Sedimentasi. Jurnal
Ilmiah Widya Teknik. ISSN 1412-7350.

Setiyono, S., & Nugraha, Y. W. (2020). PENINGKATAN KAPASITAS INSTALASI


PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK PT AJINOMOTO
INDONESIA. Jurnal Air Indonesia, 11(1).

Qarnain, A. G. D., Satriadi, A., & Setiyono, H. (2014). Analisa pengaruh pasang purnama
(spring) dan perbani (neap) terhadap laju sedimentasi di perairan Timbulsloko,
Demak. Journal of Oceanography, 3(4), 540-548.
LAMPIRAN

Flowsheet Prosedur Kerja

Oleh : Nurunnisa Alfi H (181424019)


Oleh : Obaja Boan Goarro P. M. S. (181424020)

Air limbah tepung terigu (air Mengukur parameter kekeruhan,


baku) 90 L konsentrasi 1 g/L Bak penampung influen pH, dan DHL awal influen

Menambahkan CaO agar pH larutan mencapai 8

Menyiapkan larutan koagulan dan flokulan sesuai konsentrasi yang


ditentukan misalnya 60 ppm untuk koagulan dan 0,125 ppm untuk flokulan

Mengkalibrasi bukaan valve influen dan dozing pump


agar sesuai dengan debit yang ditentukan

Menyiapkan larutan koagulan dan flokulan sesuai konsentrasi yang


ditentukan misalnya 60 ppm untuk koagulan dan 0,125 ppm untuk flokulan

Menyalakan pompa influen untuk mengalirkan air baku ke tangki koagulan


dan flokulan hingga penuh lalu matikan

Menyalakan motor agitator/pengaduk tangki koagulan dan flokulan dengan


kecepatan pengadukan koagulan lebih tinggi daripada flokulan

Menyalakan pompa influen dan dozing pump larutan koagulan dan flokulan
sehingga air baku mulai mengalir ke tangki sedimentasi (lamella clarifier).
Jangan lupa buka valve untuk backflow di aliran influen

Mengamati fenomena pengendapan dan endapan yang terbentuk di tangki sedimentasi


(lamella clarifier) hingga mulai ada efluen di aliran outlet, timer mulai dinyalakan

Mengambil sampel efluen setiap 2 menit untuk diukur parameter kekeruhan,


pH, dan DHL nya hingga air limbah habis

Membersihkan dan membereskan semua peralatan


Oleh : Putri Fakhirah R (181424021)
START

Menyiapkan air baku 90L, 1 g/L Mengukur kekeruhan, pH,


dalam bak penampung influen dan DHL

Menambahkan CaO

Tidak
pH larutan = 8

Ya

Menyiapkan larutan koagulan 60


ppm dan flokulan 0,125 ppm

Mencatat waktu operasi Melakukan kalibrasi bukaan valve


(toperasi) influen dan dozing pump

Tidak
Qlimbah = Qkoagulan =
Qflokulan

Ya

Memastikan tangki koagulan (T2)


dan flokulan (T3) terisi penuh

Tidak
T2 dan T3 Mengisi tangki koagulan (T2) dan
terisi penuh flokulan (T3) terisi penuh

Ya
Menyalakan pompa koagulan dan
flokulan bersamaan

Tidak
Lamella Clarifier
mengalami overflow

Ya

Mematikan pompa influen

Mengatur kecepatan pengaduk


koagulan dan flokulan

Tidak
Kecepatan pengaduk
koagulan lebih tinggi
daripada flokulan

Ya

Menyalakan motor agitator

Menyalakan pompa influen dan dozing


pump koagulan dan flokulan

Tidak

Air baku mengalir ke


tangki sedimentasi

Ya

Membuka valve untuk backflow


di aliran influen
Membuka valve untuk backflow
di aliran influen

Mengamati fenomena pengendapan


dan endapan yang terbentuk di tangka
sedimentasi

Tidak
Mulai ada influen di
aliran outlet

Ya

Menyalakan timer

Mengukur parameter Mengambil sampel efluen di beberapa


kekeruhan, pH, dan DHL titik setiap 2 menit

Tidak
Sampel, koagulan,
dan flokulan habis

Ya

Bereskan dan bersihkan semua


peralatan percobaan

END
Oleh : Rachmalia Eka F (181424022)

START

Air
Campur di bak penampung influen
sebanyak 90 L dengan konsentrasi 1 g/L
Tepung Terigu

Ukur parameter awal kekeruhan, pH dan DHL

Tambahkan agar pH larutan mencapai 8


CaO

Siapkan larutan koagulan dan flokulan

Kalibrasi bukaan valve influen dan dozing pump


agar sesuai dengan debit yang ditentukan

Nyalakan pompa influen untuk mengalirkan air baku ke tangki koagulan


dan flokulan hingga penuh lalu matikan

Nyalakan motor agitator/pengaduk tangka koagulan dan flokulan dengan


kecepatan pengadukan koagulan lebih tinggi daripada flokulan

Nyalakan pompa influen dan dozing pump larutan koagulan dan flokulan
sehingga air baku mulai mengalir ke tangki sedimentasi

Amati fenomena pengendapan dan endapan yang


terbentuk di tangki sedimentasi (lamella clarifier)
Tambahkan agar pH larutan mencapai 8

Ukur parameter
Ambil sampel efluen setiap 2 menit kekeruhan, pH,
dan DHL

Bereskan dan bersihkan semua peralatan percobaan

END

Anda mungkin juga menyukai