MODUL : SEDIMENTASI
PEMBIMBING : Robby Sudarman, ST., MT
Oleh:
Kelompok :5
Nama : Nurunnisa Alfi H (181424019)
Obaja Boan Goarro P. M. S. (181424020)
Putri Fakhirah R (181424021)
Rachmalia Eka (181424022)
Kelas : 3A – TKPB
Pengolahan air limbah secara umum terbagi menjadi 3 teknik pengolahan, yaitu
pengolahan secara fisika, kimia dan biologi. Pengolahan secara fisika pada umumnya
dilakukan untuk pemisahan bahan cemaran dalam air limbah dengan penyaringan.
Sebelum dilakukan proses filtrasi dilakukan proses sedimentasi yaitu proses pengendapan
bahan padat dari air olahan. Proses sedimentasi adalah pemisahan bagian padat dengan
memanfaatkan gaya gravitasi sehingga bagian yang padat berada di dasar kolam
pengendapan, sedangkan air murni berada di atas. Untuk mempercepat proses
pengendapan perlu ditambahkan bahan koagulan seperti tawas agar terbentuk flock yang
dapat mengendap dan kapur agar tercipta suasana basa pada air limbah. Air olahan yang
akan disaring berupa cairan mengandung butiran halus atau bahan-bahan yang terlarut.
Dengan demikian, bahan-bahan tersebut dapat dipisahkan dari cairan melalui filtrasi
(Rahmah dan Mulasari, 2015).
Proses sedimentasi adalah suatu unit operasi untuk menghilangkan materi tersuspensi
atau flok kimia secara gravitasi yang terjadi di bak sedimentasi. Dalam suatu sistem
pengolahan limbah, proses ini biasanya terjadi setelah proses koagulasi – flokulasi dan
sebelum proses biologi. Gambar 1 menunjukkan contoh unit bak sedimentasi dari IPAL.
(Setiyono, 2014).
Sedimentasi merupakan salah satu operasi pemisahan campuran padatan dan cairan
(slurry) menjadi cairan bening dan slurry yang memiliki konsentrasi tinggi dengan
menggunakan gaya gravitasi. Proses sedimentasi berperan penting dalam berbagai proses
industri, misalnya pada proses pemurnian air limbah, pengolahan air sungai, pengendapan
partikel padatan pada bahan makanan cair, pengendapan kristal dari larutan induk,
pengendapan partikel terendap pada industri minuman beralkohol, dan lain-lain. Ketika
suatu partikel padatan berada pada jarak yang cukup jauh dari dinding atau partikel
padatan lainnya, kecepatan jatuhnya tidak dipengaruhi oleh gesekan dinding maupun
dengan partikel lainnya, peristiwa ini disebut free settling. Ketika partikel padatan berada
pada keadaan saling berdesakan maka partikel akan mengendap pada kecepatan rendah,
peristiwa ini disebut hindered settling. Pada hindered settling, kecepatan endapan yang
turun ke bawah akan semakin lama, sehingga untuk memperoleh hasil sedimentasi sampai
proses pengendapan berhenti memerlukan waktu yang cukup lama pula. Guna
menghasilkan proses sedimentasi yang optimum maka perlu menentukan waktu
pengendapan yang efektif. Waktu pengendapan yang efektif dapat diasumsikan sebagai
batas saat terjadi perubahan pengendapan dari free settling ke hindered settling
(Geankoplis, 2003).
Pada umumnya proses sedimentasi dilakukan setelah proses koagulasi dan flokulasi,
tujuannya adalah untuk memperbesar partikel padatan sehingga menjadi lebih berat dan
dapat tenggelam dalam waktu lebih singkat. Ukuran dan bentuk partikel akan
mempengaruhi rasio permukaan terhadap volume partikel, sedangkan konsentrasi partikel
mempengaruhi pemilihan tipe bak sedimentasi, dan temperatur mempengaruhi viskositas
dan berat jenis cairan. Semua faktor yang disebutkan di atas mempengaruhi kecepatan
mengendap partikel pada bak sedimentasi. Oleh karena itu dibutuhkan data kecepatan
turunnya partikel untuk mendesain bak sedimentasi yang efektif dan efisien (A.Didit,
2008).
Pada suatu proses sedimentasi, data hubungan waktu pengendapan (t) dengan tinggi
endapan (Z) dapat diubah kedalam bentuk persamaan matematika. Penentuan bentuk
persamaan pada umumnya dilakukan dengan cara linierisasi hubungan kurva. Cara
linearisasi hubungan kurva banyak digunakan untuk menentukan persamaan empiris
(Setiyadi, 2006).
Ada 5 tahap yang diperlukan dalam pengolahan air limbah, yaitu (Sugiharto, 1987):
1. Pengolahan Awal (Pretreatment)
Tahap ini melibatkan proses fisik yang bertujuan untuk menghilangkan padatan
tersuspensi dan minyak dalam limbah. Beberapa proses pengolahan yang berlangsung
pada tahap ini ialah screen and grit removal, equalization and storage, serta oil
separation.
2. Pengolahan Tahap Pertama (Primary Treatment)
Pengolahan tahap pertama memiliki tujuan yang sama dengan pengolahan awal. Letak
perbedaannya ialah pada proses yang berlangsung. Proses yang terjadi ialah
neutralization, chemical addition and coagulation, flotation, sedimentation, dan filtration.
3. Pengolahan Tahap Kedua (Secondary Treatment)
Tahap kedua dirancang untuk menghilangkan zat terlarut dari limbah yang tak dapat
dihilangkan dengan proses fisik. Peralatan yang umum digunakan pada pengolahan tahap
ini ialah activated sludge, anaerobic lagoon, tricking filter, aerated lagoon, stabilization
basin, rotating biological contactor, serta anaerobic contactor and filter.
4. Pengolahan Tahap Ketiga (Tertiary Treatment)
Proses-proses yang terlibat dalam pengolahan air limbah tahap ketiga ialah
coagulation and sedimentation, filtration, carbon adsorption, ion exchange, membrane
separation, serta thickening gravity or flotation. Tahap ini dilakukan pemisahan secara
kimia untuk lebih memurnikan air yang belum sepenuhnya bersih.
5. Pengolahan Lumpur (Sludge Treatment)
Lumpur yang terbentuk sebagai hasil keempat tahap pengolahan sebelumnya
kemudian diolah kembali melalui proses digestion or wet combustion, pressure filtration,
vacuum filtration, centrifugation, lagooning or drying bed, incineration, atau landfill.
Sedimentasi adalah suatu unit operasi untuk menghilangkan flok yang terbentuk pada
proses koagulasi-flokulasi secara gravitasi. Proses sedimentasi pada pengolahan air
limbah umumnya untuk menghilangkan padatan tersuspensi sebelum dilakukan proses
pengolahan selanjutnya. Pada awalnya, gumpalan padatan yang terbentuk pada proses
koagulasi masih berukuran kecil. Gumpalan-gumpalan kecil ini akan terus saling
bergabung menjadi gumpalan yang lebih besar dalam proses flokulasi. Dengan
terbentuknya gumpalan-gumpalan besar, maka beratnya akan bertambah, sehingga karena
gaya beratnya gumpalan-gumpalan tersebut akan bergerak ke bawah dan mengendap pada
bagian dasar tangki sedimentasi (Setiyono, 2014).
Bak sedimentasi dapat berbentuk segi empat atau lingkaran. Pada bak ini aliran air
limbah sangat tenang untuk memberi kesempatan padatan atau suspensi untuk
mengendap. Kriteria-kriteria yang diperlukan untuk menentukan ukuran bak edimentasi
adalah surface loading (beban permukaan), kedalaman bak dan waktu tinggal. Waktu
tinggal mempunyai satuan jam, cara perhitungannya adalah volume tangki dibagi dengan
laju alir per hari. Beban permukaan sama dengan laju alir (debit volume) rata-rata per hari
dibagi luas permukaan bak, satuannya m3 per m2 per hari.
Vo=Q/A
Sedimentasi merupakan salah satu bagian dari proses pemisahan yang didasarkan atas
gerakan partikel zat padat melalui fluida akibat adanya gaya gavitasi. Kecepatan
sedimentasi dapat bertambah dengan adanya flokulan. Efek flokulasi yang menyeluruh
adalah menciptakan penggabungan partikel-partikel halus menjadi partikel yang lebih
besar sehingga dengan mudah dapat diendapkan. Penggabungan antara partikel-partikel
yang dapat terjadi apabila ada kontak antara partikel tersebut. Kontak partikel dapat
terjadi dengan cara-cara berikut (Mustafa, 2010) :
1. Kontak yang disebabkan oleh gerak Brown (gerak acak partikel koloid dalam medium
pendispersi)
2. Kontak yang disebabkan atau dihasilkan oleh gerakan cairan itu sendiri akibat adanya
pengadukan.
Dalam filtrasi partikel zat padat dipisahkan dari slurry dengan kekuatan fluida yang
berada pada medium filter yang akan menghalangi laju lintas partikel zat padat. Dalam
proses pengendapan dan proses sedimentasi partikel dipisahkan dari pengendapan fluida
oleh gaya aksi gravitasi partikel. Pada beberapa proses, pemisahan serta sedimentasi
partikel dan pengendapan bertujuan untuk memisahkan partikel dari fluida sehingga
fluida bebas dari konsentrasi partikel (Geankoplis, 1983 : 816).
Selama proses berlangsung terdapat tiga gaya yang mempengaruhi proses, yaitu:
1. Gaya Gravitasi
Gaya ini terjadi apabila berat jenis larutan lebih kecil dari berat jenis partikel,
sehingga partikel lain lebih cepat mengendap. Gaya ini bisa dilihat pada saat terjadi
endapan.
2. Gaya Apung
Gaya ini terjadi jika massa jenis partikel lebih kecil dari pada massa jenis fluida
sehingga fluida berada pada permukaan cairan.
3. Gaya Dorong
Gaya ini terjadi pada saat larutan dipompakan kedalam tabung klarifier. Gaya dorong
juga dapat dilihat pada saat mulai turunnya partikel padatan karena adanya gaya gravitasi,
maka fluida akan memberikan gaya yang besarnya sama dengan berat padatan itu sendiri
(Tim Dosen Praktikum, 2014).
1. Sedimentasi Batch
Sedimentasi ini merupakan salah satu cara yang paling ekonomis untuk
memisahkan padatan dari suatu suspensi, bubur atau slurry. Hingga saat ini, proses
batch lebih banyak digunakan oleh kalangan industri. Operasi ini banyak digunakan
pada proses-proses untuk mengurangi polusi dari limbah industri. Proses sedimentasi
batch merupakan proses yang mudah dilakukan. Mekanisme sedimentasi secara batch
disajikan pada gambar.
2. Sedimentasi Semi Batch
Pada sedimentasi semi-batch, hanya terdapat cairan keluar atau masuk saja.
Jadi, kemungkinan hanya ada slurry yang masuk atau beningan yang keluar. Proses
sedimentasi semi batch disajikan pada gambar :
3. Sedimentasi Kontinu
Pada proses ini terdapat slurry yang masuk dan cairan bening yang keluar pada
saat yang bersamaan. Saat kondisi steady state, maka ketinggian cairan akan selalu
tetap. Proses sedimentasi disajikan dengan gambar berikut :
Proses sedimentasi dapat dikelompokkan dalam tiga klasifikasi, bergantung dari sifat
padatan di dalam suspensi:
Adapun macam bentuk dari bak sedimentasi terdiri dari 2 macam yaitu
(Reynold,1996) :
1. Bak empat persegi panjang (long-rectangular basin)
2. Bak lingkaran (circular basin)
Suatu bak sedimentasi secara ideal dengan proses kontinyu dibagi menjadi empat
daerah (zone), yaitu;
1. Daerah masuk (inlet zone) yang berfungsi untuk mendistribusikan aliran secara
merata pada bak sedimentasi dan menyebarkan kecepatan aliran yang baru masuk.
2. Daerah pengendapan (settling zone) yang berfungsi untuk mengalirkan air secara
pelan horizontal kearah outlet dan di dalam zona ini terjadi proses pengendapan.
3. Daerah lumpur (sludge zone) yang berfungsi sebagai tempat pengumpulan partikel –
partikel yang terendapkan dan juga tempat pengeluaran lumpur.
4. Daerah pengeluaran air (outlet zone), berfungsi tempat keluaran air yang telah bersih
dari proses pengendapan melalui pelimpah.
Plate settler merupakan keeping pengendap yang dipasang pada settling zone (zona
pengendapan) di bak sedimentasi dengan kemiringan tertentu yang bertujuan untuk
meningkatkan efisiensi dan memperluas bidang pengendapan sehingga proses fisika dari
sedimentasi dapat berlangsung lebih effektif bila tanpa menggunakan plate settler.
Adapun tiga macam aliran yang melalui plate settler yaitu (Hendrick, 2005) :
1. Upflow (aliran keatas), yaitu dimana sludge yang mengendap turun ke dasar bak
melalui plate ketika aliran air mengalir ke atas menuju outlet zone.
2. Downflow (aliran ke bawah), yaitu dimana sludge yang mengendap turun ke dasar
bak melalui plate bersamaan dengan aliran air yang mengalir ke bawah.
3. Crossflow (aliran silang), yaitu dimana sludge yang mengendap turun ke dasar bak,
sedangkan aliran air menyilang (crossing) di masing–masing plate.
Alat Bahan
Timer/stopwatch
V. Keselamatan Kerja
• Gunakan jaslab
• Tidak diperkenankan bercanda/bergurau sewaktu praktikum
VI. Data pengamatan dan pengolahan Data
Efisiensi
Waktu DHL Kekeruhan Penurunan
No pH
(menit) (μS/cm) (NTU) Kekeruhan
(%)
1 0 0,351 8 96,7 0
2 2 0,348 7 6,81 92,96
3 4 0,347 7 5,83 93,97
4 6 0,347 6 5,57 94,24
5 8 0,342 6 5,85 93,95
6 10 0,337 6 5,35 94,47
7 12 0,332 6 5,7 94,11
8 14 0,332 6 5,22 94,60
Rata-rata 5,76 94,04
96,7−5,76
Efisiensi = × 100%
96,7
Efisiensi = 94,04%
80
60
40
20
0
-20 0 5 10 15
Waktu (menit)
4.4 Kurva Efisiensi Penurunan Kekeruhan Terhadap Waktu
100
80
60
(%)
40
20
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Waktu (menit)
VII. Pembahasan
Oleh : Nurunnisa Alfi H (181424019)
Pada proses sedimentasi, terdapat beberapa parameter yang diukur, yaitu kekeruhan,
daya hantar listrik (DHL), dan pH. Kekeruhan menunjukkan kandungan partikel yang ada
didalam suatu limbah cair, biasanya dapat dilihat secara fisik seperti warna cairan yang keruh
dan gelap dan juga dapat diukur dengan menggunakan turbidimeter dalam satuan NTU. Daya
hantar listrik (DHL) menunjukkan konsentrasi ion dan memonitor konsentrasi larutan hara
dalam suatu limbah cair. Pengukuran keasaman atau pH dapat dijadikan sebagai indikasi air
tercemar atau tidak dan menunjukkan tingkat pencemarannya. Setiap kenaikan 1 angka skala
pH menunjukkan kenaikan kebasaan sebesar 10 kali. pH air alami berada pada rentang 6,5-
8,5.
Pada proses sedimentasi ini terdapat penambahan CaO pada larutan influen yang
berfungsi untuk meningkatkan pH menjadi basa yaitu ±8 karena kondisi basa akan
mengoptimumkan fungsi koagulan. Air baku dialirkan ke unit koagulasi dan flokulasi hingga
terisi penuh lalu dialirkan ke tangki sedimentasi hingga terjadi overflow. Tipe tangki
sedimentasi yang digunakan adalah lamella clarifier. Kelebihan lamella clarifier antara lain :
Dari data yang diperoleh, didapatkan nilai rata-rata kekeruhan sebesar 5,76 NTU dan
nilai efisiensi penurunan kekeruhan sebesar 94,04%. Adapun dibuat kurva kekeruhan (NTU)
terhadap waktu dari t0. Pada menit ke-2 terjadi penurunan yang sangat signifikan karena nilai
kekeruhan awal masih sangat tinggi. Pada menit ke-4 terjadi sedikit penurunan kemudian
terjadi fluktuasi hingga menit ke-14 dan didapat nilai kekeruhan akhir sebesar 5,22 NTU.
Secara keseluruhan, proses sedimentasi ini berlangsung sangat baik karena terjadi penurunan
kekeruhan yang sangat besar dan berada dibawah baku mutu.
Hal ini dibuktikan dari data yang diperoleh saat praktikum, dapat diketahui bahwa nilai pH
semakin berkurang seiring berjalannya waktu. pH yang semula 8 mengalami penurunan
menjadi 6. Hal ini menunjukkan bahwa proses sedimentasi berjalan dengan baik dan air
limbah tapioka setelah mengalami proses sedimentasi ini telah memenuhi syarat yang
ditetapkan oleh Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002 dengan
rentang pH yang diizinkan adalah 6,5. Jika sebelum proses, pH air limbah tidak dipastikan
dalam kondisi basa dapat menyebabkan air limbah hasil proses sedimentasi terlalu asam
sehingga tidak memenuhi syarat yang ditetapkan oleh peraturan menteri tersebut.
Kemudian, laju alir air limbah, koagulan, dan flokulan diatur agar memiliki laju alir
yang sama. Laju alir diatur agar proses pengendapan berjalan dengan baik karena semakin
lambat laju alirnya akan semakin baik pula pengendapannya sehingga mempunyai waktu
tinggal untuk mengendap di dasar lamella clarifier.
Pada proses pengolahan limbah, sedimentasi terjadi setelah proses koagulasi dan
flokulasi untuk memperbesar partikel padatan sehingga menjadi lebih berat dan dapat
tenggelam dalam waktu yang lebih singkat (A. Didit, 2008). Koagulasi adalah proses
destabilisasi partikel koloid dengan penambahan senyawa kimia berupa koagulan, seperti
PAC. Koagulan bermuatan (+) sedangkan pengotor atau zat tersuspensi bermuatan (-)
sehingga antara koagulan dan pengotor terjadi gaya tarik-menarik sehingga terbentuk flok-
flok kecil. Kecepatan pengaduk pada tangkai koagulasi diatur agar lebih cepat daripada
flokulasi untuk mempercepat dan menyeragamkan penyebaran zat kimia melalui air sehingga
gumpalan padatan yang terbentuk pada proses koagulasi masih berukuran kecil. Gumpalan-
gumpalan kecil ini akan terus saling bergabung menjadi gumpalan yang lebih besar dalam
proses flokulasi sehingga kecepatan pengaduk pada tangka flokulasi lebih kecil daripada
koagulasi. Pada proses flokulasi ditambahkan flokulan. Dengan terbentuknya gumpalan-
gumpalan besar maka beratnya akan bertambah sehingga karena gaya beratnya gumpalan-
gumpalan tersebut akan bergerak ke bawah dan mengendap pada bagian dasar tangki
sedimentasi (Setiyono, 2014).
Setelah melalui proses flokulasi, limbah akan mengalir menuju ke bak sedimentasi.
Bak sedimentasi yang digunakan pada praktikum ini adalah lamella clarifier yang terdiri dari
plat-plat yang disusun miring dan berjajar sel-sel sedimentasi terpisah di setiap platnya untuk
memperluas kontak area sedimentasi.
Dari hasil pengolahan data dan kurva kekeruhan terhadap waktu, dapat diketahui
bahwa efisiensi penurunan kekeruhan mengalami peningkatan seiring berjalannya waktu
walaupun mengalami fluktuasi yang semula 0% meningkat menjadi 94,04%. Hal ini
dikarenakan air limbah tapioka mengalami penurunan kekeruhan NTU setelah dilakukan
proses sedimentasi. Dengan kekeruhan awal sebesar 96,7 NTU menurun menjadi 5,76 NTU.
Artinya, air limbah tapioka yang telah mengalami proses sedimentasi ini telah memenuhi
syarat yang diberikan oleh Permenkes, yaitu kekeruhan yang diperbolehkan untuk air bersih
maksimal sebesar 25 NTU.
Oleh : Rachmalia Eka F (181424022)
Praktikum yang kami lakukan kali ini adalah praktikum sedimentasi. Sedimentasi
dilakukan untuk memisahkan padatan yang tercampur di dalam suatu larutan dengan cara
pengendapan secara gravitasi. Untuk mempercepat proses sedimentasi perlu ditambahkan
koagulan dan flokulan untuk menyatukan partikel-partikel padatan tersebut sehingga menjadi
lebih berat dan lebih mudah mengendap. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses
sedimentasi adalah gaya gravitasi, jenis aliran, laju alir, konsentrasi koagulan, dan kecepatan
pengadukan. Jenis aliran laminar dan laju alir yang lambat akan membuat proses sedimentasi
lebih maksimal karena padatan akan lebih mudah mengendap. Alat yang digunakan adalah
unit sedimentasi lamella clarifier berbentuk bak yang berkapasitas 40 liter.
Air baku yang akan disedimentasi adalah air tepung terigu sebanyak 90 L dengan
konsentrasi 1g/L. Parameter awal seperti kekeruhan, pH, dan DHL perlu diukur untuk
nantinya diolah di pengolahan data. Koagulan yang ditambahkan adalah PAC sehingga pH
air baku berubah menjadi kisaran 6-9. Untuk menaikkan pHnya kembali, ditambahkan pula
CaO agar pH larutan mecapai 8. pH 8 adalah kisaran yang cocok agar proses sedimentasi
berjalan dengan maksimal. Selain itu, pH dibawah 5 akan mengakibatkan padatan yang sudah
bergabung akan kembali larut. Sebelum memulai proses, kalibrasi bukaan valve dan dozing
pump agar sesuai dengan debit yang ditentukan. Tangki 2 berisi koagulan dan tangki 3 berisi
flokulan harus terisi penuh. Pengadukan di tangki flokulan harus lebih lambat daripada tangki
koagulan. Hal tersebut dikarenakan padatan yang sudah terbentuk di tangki koagulan
diharapkan tidak kemabli terurai di tangki flokukan, maka pengadukan di tangki flokukan
dibuat lebih lambat daripada tangki koagulan. Air baku akan dialirkan oleh pompa influen
melewti tangki koagulan dan flokulan. Setelah itu, air baku mulai mengalir ke tangki
sedimentasi dan mulai terbentuk endapan. Unit sedimentasi ini terdiri dari 4 zona, yaitu: zona
pengendapan, zona inlet, zona outlet, zona pengendapan. Sedimentasi dilakukan sampai air
umpan, koagulan, dan flokulan habis.
Parameter yang perlu diukur adalah kekeruhan, pH dan DHL. Pengukuran dilakukan
setiap 2 menit. Berdasarkan data yang diperoleh, seiring waktu berjalan kekeruhan akan
berkurang. waktu optimum sedimentasi menggunakan koagulan PAC yaitu pada menit ke-8
dengan efisiensi 94.6 %. Secara teoritis penggunaan PAC efektif pada rentang pH yang
terbatas yaitu pH 6-8 (Ebeling dan Ogden, 2004), selama sedimentasi nilai pH selama proses
berada diatas nilai tersebut. Nilai akhir yang diperoleh untuk DHL adalah 0.332 μS/cm, pH
adalah 6, sedangkan kekeruhan adalah 5.22 NTU.
VIII. Kesimpulan
Efisiensi penurunan kekeruhan limbah tepung tapioca setelah melalui sedimentasi
secara kontinyu menggunakan lamella clarifier adalah 94,04%.
DAFTAR PUSTAKA
Geankoplis, C.,1993. Transport Process and Unit Operation. Prentice-Hall Inc Englewood
Clifts: New Jarsey.
Haryati, 2010. Studi Pengaruh Waktu Pengendapan dan Konsentrasi Awal Partikel Padat.
Junal Purifikasi Volume 11 Nomor 1 Juli 2010.
Keryanti. 2021. Praktikum PLI (Versi Daring) Modul: Sedimentasi. Politeknik Negeri
Bandung.
Kristijarti, A. P., Suharto, I., & Marieanna, M. (2013). Penentuan Jenis Koagulan dan Dosis
Optimum untuk Meningkatkan Efisiensi Sedimentasi dalam Instalasi Pengolahan Air
Limbah Pabrik Jamu X. Research Report-Engineering Science, 2.
Mayasari, B. (2007). Pengaruh Jenis Inlet dan Bentuk Outlet Bak Prasedimentasi Recrangular
Terhadap Bak Prasedimentasi Recrangular. Skripsi, Jurusan Teknik Lingkungan ITS:
Surabaya
Mustafa, 2010. Evaluasi Laju Sedimentasi pada Kolom Sedimentasi Sistem Batch dengan
Penambahan Flokulan. Jurnal. Vol.10 No.1.
Rahmah, R., & Mulasari, S. A. (2015). Pengaruh Metode Koagulasi, Sedimentasi dan Variasi
Filtrasi Terhadap Penurunan Kadar TSS, COD dan Warna pada Limbah Cair
Batik. CHEMICA: Jurnal Teknik Kimia, 2(1), 7-12.
Setiadi, Tjandra. 2007. Pengolahan dan Penyediaan Air. Bandung: Institut Teknologi
Bandung.
Setiyadi, 2014. Menentukan Persamaan Kecepatan Pengendapan Pada Sedimentasi. Jurnal
Ilmiah Widya Teknik. ISSN 1412-7350.
Qarnain, A. G. D., Satriadi, A., & Setiyono, H. (2014). Analisa pengaruh pasang purnama
(spring) dan perbani (neap) terhadap laju sedimentasi di perairan Timbulsloko,
Demak. Journal of Oceanography, 3(4), 540-548.
LAMPIRAN
Menyalakan pompa influen dan dozing pump larutan koagulan dan flokulan
sehingga air baku mulai mengalir ke tangki sedimentasi (lamella clarifier).
Jangan lupa buka valve untuk backflow di aliran influen
Menambahkan CaO
Tidak
pH larutan = 8
Ya
Tidak
Qlimbah = Qkoagulan =
Qflokulan
Ya
Tidak
T2 dan T3 Mengisi tangki koagulan (T2) dan
terisi penuh flokulan (T3) terisi penuh
Ya
Menyalakan pompa koagulan dan
flokulan bersamaan
Tidak
Lamella Clarifier
mengalami overflow
Ya
Tidak
Kecepatan pengaduk
koagulan lebih tinggi
daripada flokulan
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Mulai ada influen di
aliran outlet
Ya
Menyalakan timer
Tidak
Sampel, koagulan,
dan flokulan habis
Ya
END
Oleh : Rachmalia Eka F (181424022)
START
Air
Campur di bak penampung influen
sebanyak 90 L dengan konsentrasi 1 g/L
Tepung Terigu
Nyalakan pompa influen dan dozing pump larutan koagulan dan flokulan
sehingga air baku mulai mengalir ke tangki sedimentasi
Ukur parameter
Ambil sampel efluen setiap 2 menit kekeruhan, pH,
dan DHL
END