Anda di halaman 1dari 42

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL II

Konsep medis dan asuhan keperawatan Ablatio retina dan Trauma mata

Di susun oleh :

Nanang setyawan 1150019021

Maya nur alifah 1150019023

Ririn indahwati 1150019063

Prodi D3 Keperawatan

Fakultas Keperawatan Dan Kebidanan

Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya

2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini
dengan judul, “Monitoring & Evaluasi Patient Safety”. Makalah ini di susun dalam rangka
memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Patient Safety Program Studi DIII Keperawatan.

Dalam menyusun makalah ilmiah ini, penulis banyak memperoleh bantuan serta
bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima
kasih kepada dosen mata kuliah Manajemen Patient Safety dan kepada teman-teman yang
telah mendukung terselesaikannya makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari sempurna,
untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna
sempurnanya makalah ini. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Surabaya, 20 November 2020

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Penglihatan merupakan hadiah yang tidak ternilai yang diberikan oleh Tuhan.Mata
memiliki fungsi yang sangat penting dalam kehidupan. Saat ini, terdapat
banyakgangguan/penyakit pada mata.Setiap 5 detik ditemukan 1 orang di dunia menderita
kebutaan. Diperkirakan olehWHO terdapat lebih dari 7 juta orang menjadi buta setiap
tahun. Saat ini diperkirakan180 juta orang di seluruh dunia mengalami gangguan
penglihatan, dari angka tersebutterdapat antara 40-45 juta menderita kebutaan dan 1
diantaranya terdapat di South EastAsia. Oleh karena populasi yang terus bertambah dan
oleh faktor usia, jumlah inidiperkirakan akan bertambah 2 kali lipat di tahun 2020. Hal
tersebut mempengaruhikualitas kehidupan dan status sosial-ekonomi dan menjadikan
ekonomi bangsa terletak dilevel rendah. Presentasi kebutaan mempengaruhi kontribusi
ekonomi penduduk dalamgrup usia 50-65 tahun dan hasil kerja oleh karena ekonomi sosial
pada keluarga.Kondisi kesehatan mata di Indonesia, gambar bagan persentasi kebutaan di
Negara South East Asia di Indonesia. Dan salah satunya yang akan dibahas disini adalahsalah
satu gangguan penglihatan pada mata yaitu Ablasio retina. Penyakit ini merupakan penyakit
gawat darurat, penderita tidak boleh terlalu banyak bergerak agar tidakmemperparah
kondisi mata.Ablasio retina terjadi bila ada pemisahan retina neurosensori dari lapisan
epitel bergpigmen retina dibawahnya karena retina neurosensori, bagian retina yang
mengandung batang dan kerucut, terkelupas dari epitel berpigmen member nutrisi maka sel
fotosensitif ini tak mampu melakukan aktivitas fungsi visualnya dan berakibat hilangnya
penglihatan (C.smelzer Suzanne, 2002)
Insiden Ablasio retina di Amerika serikat adalah 1:15.000 populasi dengan prevalensi
0,3%sumber lain menyatakan insiden Ablasio retina di Amerika adalah 12,5:100.000 kasus
pertahun atau sekitar 28.000 kasus pertahun secara internasional, faktor penyebab Ablasio
retina terbanyak adalah miopia 40-50%, operasi katarak (afakia, pseudofakia) 30-40%, dan
trauma okuler 10-20%. Ablasio retina lebih banyak terjadi pada usia 40-70 tahun, tetapi bisa
terjadi pada anak-anak dan remaja lebih banyak karena trauma. Ablasio retina
regmatogenosa merupakan Ablasio retina yang paling sering terjadi. Sekitar 1 dari 10.000
populasi normal akan mengalami Ablasio retina regmatogenosa kemungkinan ini akan
meningkat pada pasien yang telah menjalani operasi katarak, terutama jika operasi ini
mengalami komplikasi kehilangan vitreus, baru mengalami trauma mata berat.
Prevalensi meningkat pada beberapa keadaan miopi, afaksia dan trauma. Survei berbasis
populasi pada insiden Ablasio retina di negara berkembang masih jarang dan sedikit yang
diketahui mengenai Ablasio retina, bila segera tidak dilakukan tindakan lepasnya retina akan
mengakibatkan cacat penglihatan dan kebutaan.

Mata merupakan salah satu indra dari pancaindra yang sangat penting untuk
kehidupan manusia. Terlebih-lebih dengan majunya teknologi, indra penglihatan yang baik
merupakan kebutuhan yang tidak dapat diabaikan. Mata merupakan bagian yang sangat peka.
Walaupun mata mempunyai sistem pelindung yang cukup baik seperti rongga orbita,
kelopak, dan jaringan lemak retrobulbar selain terdapatnya refleks memejam atau mengedip,
mata masih sering mendapat trauma dari dunia luar. Trauma dapat mengakibatkan kerusakan
pada bola mata dan kelopak, saraf mata dan rongga orbita. Kerusakan mata akan dapat
mengakibatkan atau memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi penglihatan. Trauma
pada mata memerlukan perawatan yang tepat untuk mencegah terjadinya penyulit yang lebih
berat yang akan mengakibatkan kebutaan.
Kemajuan mekanisasi dan teknik terlebih-lebih dengan bertambah banyaknya
kawasan industri, kecelakaan akibat pekerjaan bertambah banyak pula, juga dengan
bertambah ramainya lalu lintas, kecelakaan di jalan raya bertambah pula, belum terhitung
kecelakaan akibat perkelahian, yang juga dapat mengenai mata. Pada anak-anak
kecelakaan mata biasanya terjadi akibat kecelakaan terhadap alat dari permainan yang
biasa dimainkan seperti panahan, ketapel, senapan angin, tusukan dari gagang mainan dan
sebagainya.

B. Rumusan Masalah

1. Apa definisi dari Ablasio Retina?


2. Apa penyebab dari Ablasio Retina?
3. Apakah definisi dari trauma mata ?
4. Bagaimana klasifikasi trauma mata?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui definisi dari Ablasio Retina.


2. Untuk mengetahui penyebab dari Ablasio Retina.

3. Mengetahui tentang definisi dari trauma mata.


4. Mengetahui tentang klasifikasi trauma mata

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Tinjauan Teoritis Ablasio Retina


2.1Anatomi Retina

Gambar 2.1. Bola mata

Sumber : Martini (2011)

Gambar 2.2 Fundus Okuli Normal (Ilyas, 2011)

7
8

Gambar 2.3 Lapisan retina

Sumber : Martini, (2011)

2.2 Bola Mata


Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24
Bola mata dibagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga
terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda.
Bola mata dibungkus oleh 3 lapisan jaringan, yaitu :
Sklera adalah merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada mata,
merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian terdepan skelera disebut
disebut kornea yang bersifat transparan yang memudahkan sinar masuk ke dalam bola
mata. Kelengkungan kornea lebih besar disbanding sclera.
Jaringan uvea merupakan jaringan vascular. Jaringan sclera dan uvea dibatasi oleh ruang
yang potensial mudah dimasuki darah bila terjadi perdarahan pada ruda paksa yang disebut
perdarahan suprakoroid. Jaringan uvea ini terdiri atas iris, badan siliar, dan koroid. Pada
iris didapatkan pupil yang oleh 3 susunan otot dapat mengatur jumlah sinar masuk ke
dalam bola mata. Otot dilatator terdiri atas jaringan ikat jarang yang tersusun dalam bentuk
yang dapat berkonsentrasi yang disebut sebagai sel mioepitel. Sel ini dirangsang oleh
system saraf simpatetik yang mengakibatkan sel berkontraksi yang akan melebarkan pupil
sehingga lebih banyak cahaya masuk. Otot dilatators pupil bekerja berlawanan dengan otot
konstriktor yang mengecilkan pupil dan mengakibatkan cahaya kurang masuk kedalam
mata. Sedang sfingter iris dan otot siliar di persarafi oleh parasimpatis. Otot siliar yang
terletak di badan siliar mengatur bentuk lensa untuk kebutuhan akomodasi. Badan siliar
yang terletak di belakang iris menghasilkan cairan bilik mata (akuos humor), yang
dikeluarkan melalui trabekulum yang terletak pada pangkal iris di batas kornea dan
skelera.
Retina yang terletak paling dalam dan mempunyai susunan lapis sebanyak 10 lapis yang
merupakan lapis membaran neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi ransangan
pada saat optik dan diteruskan ke otak. Terdapat rongga yang potensial antara retina dan
koroid sehingga retina dapat terlepas dai koroid yang disebut ablasi retina. Badan kaca
mengisi rongga di dalam bola mata dan bersifat gelatin yang hanya menempel papil saraf
optik, makula dan pars plana. Bila terdapat jaringan ikat di dalam badan kaca disertai
dengan tarikan pada retina, maka akan robek dan terjadi ablasi retina. Lensa terletak di
belakang pupil yang dipegang di daerah ekuator nya pada badan siliar melalui Zonula
Zinn. Lensa mata mempunyai peranan pada akomodasi atau melihat dekat sehingga sinar
dapat difokuskan di daerah makula lutea.

2.1.1.2 Fundus Okuli

Menurut IIyas (2011) Secara klinis, makula dapat didefinisikan sebagai daerah pigmentasi
kekuningan yang disebabkan oleh pigmen luteal atau xantofil. Definisi alternatif secara
histologis adalah bagian retina yang lapisan ganglionnya mempunyai lebih dari satu lapis
sel. Di tengah makula sekitar 3,5 mm disebelah lateral diskus optikus, terdapat fovea yang
secara klinis merupakan suatu cekungan yang memberikan pantulan khusus bila dilihat
dengan oftalmoskop. Fovea merupakan zona avaskuler di retina. Secara histologis, fovea
ditandai dengan menipisnya lapisan inti luar dan tidak adanya lapisan-lapisan parenkim
karena akson-akson sel fotoreseptor (lapisan serat Henle) berjalan oblik dan penggeseran
secara sentrifugal lapisan retina yang lebih dekat ke permukaan dalam retina. Foveola
adalah bagian paling tengah pada fovea, disini fotoreseptornya adalah kerucut, dan bagian
retina yang paling tipis.

Substrat metabolisme dan oksigen dikirim ke retina dicapai melalui 2 sistem vaskuler
terpisah, yaitu : sistem retina dan koroid. Metabolisme retina secara menyeluruh
tergantung pada sirkulasi koroid. Pembuluh darah retina dan koroid semuanya berasal dari
arteri oftalmik yang merupakan cabang dari arteri karotis interna.
Sirkulasi retina adalah sebuah sistem end-arteri tanpa anostomose. Arteri sentralis retina
keluar pada optic disk yang dibagi menjadi dua cabang besar. Arteri ini berbelok dan
terbagi menjadi arteriole di sepanjang sisi luar optic disk. Arteriol ini terdiri dari cabang
yang banyak pada retina perifer.
Sistem vena ditemukan banyak kesamaan dengan susunan arteriol. Vena retina sentralis
meninggalkan mata melalui nervus optikus yang mengalirkan darah vena ke sistem
kavernosus.Retina menerima darah dari dua sumber : khoriokapilaris yang berada tepat di
luar membrana Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina, termasuk lapisan fleksiformis
luar dan lapisan inti luar, fotoresptor, dan lapisan epitel pigmen retina; serta cabang-
cabang dari sentralis retina, yang mendarahi 2/3 sebelah dalam. Fovea sepenuhnya
diperdarahi oleh khoriokapilaria dan mudah terkena kerusakan yang tak dapat diperbaiki
bila retina mengalami ablasi. Pembuluh darah retina mempunyai lapisan endotel yang
tidak berlubang, yang membentuk sawar darah-retina. Lapisan endotel pembuluh koroid
dapat ditembus. Sawar darah retina sebelah luar terletak setinggi lapisan epitel pigmen
retina.

2.3 Lapisan Retina

Menurut Martini (2011). Lapisan-lapisan retina, mulai dari sisi dalamnya, adalah sebagai
berikut :

a.Membran limitans interna,merupakan membran hialin antara retina dan badan kaca
b.Lapisan serat saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke arah saraf
optik. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah retina Lapisan
sel ganglion, merupakan lapisan badan sel dari neuron kedua Lapisan pleksiformis dalam,
merupakan lapisan aseluler tempat sinaps sel bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion
Lapisan inti dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal, dan sel Muller. Lapis ini
mendapat metabolisme dari arteri retina sentral Lapisan pleksiformis luar, merupakan
lapisan aseluler dan tempat sinaps sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal
Lapisan inti luar, merupakan susunan lapis inti sel batang dan sel kerucut Membran
limitans eksternal, merupakan membran ilusi. Lapisan sel kerucut dan sel batang
(fotoreseptor), merupakan lapisan terluar retina, terdiri atas sel batang yang mempunyai
bentuk ramping dan sel kerucut. Epitelium pigmen retina merupakan lapisan kubik tunggal
dari sel epithelial. Retina menerima darah dari dua sumber yaitu korikapilaria yang berada
tepat diluar membrane Brunch’s yang memperdarahi sepertiga luar retina, termasuk
lapisan pleksiform luar dan lapisan inti luar, fotoreseptor dan lapisan pigmen retina serta
cabang-cabang dari arteri sentralis retina yang memperdarahi dua pertiga sebelah dalam.
Fungsi retina pada dasar nya ialah menerima bayangan visual yang dikirim ke otak. Bagian
sentral retina atau daerah makula memgandung lebih banyak sel fotoreseptor kercucut dari
pada bagian perifer retina yang memiliki banyak sel batang. Fotoreseptor kerucut
berfungsi untuk sensasi terang, bentuk serta warna. Fovea hanya mengandung fotoreseptor
kerucu. Apabila daerah fovea atau daerah makula mengalami gangguan, maka visus
sentral dan tajam penglihatan akan terganggu. Fooreseptor batang berfungsi untuk melihat
dalam suasana gelap atau remang-remang. Apabila bagian perifer retina mengalami
gangguan maka penglihatan malam, adaptasi gelap dan penglihatan samping akan
terganggu.

2.1.2 Fisiologi Penglihatan


Mata adalah organ dari indra yang memiliki reseptor peka cahaya yang disebut
fotoreseptor. setiap mata mempunyai lapisan reseptor, sistem lensa dan system saraf, indra
penglihatan yang terletak pada ma (organ visus) yang terdiri dari organ okuli assoria (alat
bantu mata) dan oculus (bola mata). Saraf dari indra penglihatan, saraf optikus (urat saraf
kranial kedua) muncul dari sel-sel ganglion dalam retina, bergabung membentuk saraf
optikus. Mekanisme melihat mulai dari cahaya masuk ke dalam mata melalui pupil
kemudian lensa mata memfokuskan cahaya sehingga bayangan benda yang dimaksud jatuh
tepat di retina mata, kemudian ujung saraf penglihatan di retina menyampaikan bayangan
benda tersebut ke otak lalu otak pun memproses bayangan benda tersebut sehingga kita
dapat melihat benda tersebut.

2.1.3 Pengertian
Menurut Ilyas (2015) ablasi retina adalah suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan batang
retina dari sel epitel pigmen retina. Pada keadaan ini sel epitel pigmen masih melekat erat
dengan membrane Bruch. Sesungguhnya anatara sel kerucut dan sel batang retina tidak
terdapat suatu perlekatan struktur dengan koroid atau pigmen epitel, sehingga merupakan
titik lemah yang potensial untuk lepas secara embriologis.
Menurut Ilyas (2015) Ablasi retina (retinal detachment) adalah pemisahan retina sensorik,
yakni lapisan fotoreseptor (sel kerucut dan batang) dan jaringan bagian dalam, epitel
pigmen retina dibawahnya.
Menurut Tamsuri (2011) ablasio retina atau retinal detachment adalah lepasnya retina
sensoris dari epitel pigmen yang terdiri dari nonregmatogen (tanpa robekan retina) dan
regmatogen (dengan robekan retina atau ‘’break: tear & hole’’)
Retinal detachment occurs when neurosensory retinal separation occurs from the retinal
pigmented epithelial layer beneat it because the neurosensory retina, the rod and conic
part of the retina, is exfoliated from the nutritious pigmented epithelium, the
photosensitive cell is unable to peform its visual functioning activity and result in loss of
vision. (Smelzer, 2002)
Jadi ablasio retina adalah suatu keadaan terpisah atau terlepas nya epitel pigmen dan retina
sensorik dalam retina.

2.1.4 Klasifikasi
2.1.3.1 Rhegmatogenous Retina Detachment (RRD): Diawali dengan adanya robekan
(break) pada retina yang menyebabkan masuknya cairan yang berasal dari vitreus yang
mencair (liquefaction) di antara lapisan sensoris retina & RPE. (Budiono, 2013)
2.1.3.2 Non Rhegmatogenous Retinal Detachment
Traction Retinal Detachment: terlepasnya lapisan sensoris dari RPE akibat dari tarikan
oleh membran vitreoretina. Membran tersebut terbentuk pada kasus-
kasus: Proliliverative Diabetic Retinopathy; Retinopathy of Prematurity; Sickle Cell
Retinopathy & penetrating posterior segment trauma.
Exudative Retinal Detachment: masuknya cairan yang berasal dari choriocapillary ke
rongga subretina dengan cara menembus/melewati lapisan RPE yang rusak. Pada
umumnya terjadi pada kasus-kasus :
severe hypertension; choloridal tumor; neovaskulerisasi subretina; retinoblastoma dan
lain-lain. (Budiono, 2013)

2.1.5 Etiologi
Ablasio retina dapat terjadi secara spontan atau sekunder setelah trauma, akibat adanya
robekan pada retina, cairan masuk kebelakang dan mendorong retina (rhematogen) atau
tejadi penimbunan eksekudat dibawah retina sehinggan retina terangkat (non rhematogen),
atau tarikan jaringan parut pada badan kaca (traksi). Penimbunan eksekudat terjadi akibat
penyakit koroid, misalnya skleritis, koroditis, tumor retrobulbar, uveitis dan toksemia
gravidarum. Jaringan parut pada badan kaca dapat disebabkan DM, proliferatife, trauma,
infeksi atau pasca bedah. (John, 2015)

2.1.6 Patofisiologi
Menurut Budiono (2013) Longgarnya perlekatan antara epitel pigmen dan retina
menyebabkan keduanya bisa terlepas satu terhadap yang lain, sehingga cairan bisa
terkumpul diantaranya.
Cairan tersebut biasanya berasal dari bagian badan kaca yang cair yang dengan bebas
melewati lubang di retina menuju kedalam rongga yang terbentuk karena terlepasnya
epitel pigmen dari retina tersebut. Penyebab ablasio retina pada orang muda yang matanya
tampak sehat dan refraksi lensanya normal adalah karena adanya kelemahan perlekatan
bagi retina untuk melekat dengan lapisan dibawahnya. Kelemahan yang biasanya tidak
terdiagnosis letaknya dipinggir bawah retina. Kadang-kadang ditempat yang sama terdapat
kista retina kecil. Jika pinggiran retina terlepas dari perlekatannya maka akan terbentuk
suatu lubang seperti yang disebutkan diatas. Pada ablasio retina, bagian luar retina yang
sebelumnya mendapat nutrisi yang baik dari koroid. Akibatnya akan terjadi degenerasi dan
atropi sel reseptor retina. Pada saat degenerasi retina terjadi kompenasasi sel epitel pigmen
yang melakukan serbukan sel ke daerah degenerasi. Akibat reaksi kompensasi akan terlihat
sel epitel pigmen di depan retina. Selain itu juga akan terjadi penghancuran sel kerucut dan
sel batang retina. Bila degenerasi berlangsung lama, maka sel pigmen akan bermigrasi ke
dalam cairan sub retina dank e dalam sel reseptor kerucut dan batang.
Bila pada retina terdapat ruptur besar maka badan kaca akan masuk ke dalam cairan sub
retina. Apabila terjadi kontak langsung antara badan kaca dan koroid. Apabila terjadi
degenerasi sel reseptor maka keadaan ini akan berlanjut ke dalam jaringan yang lebih
dalam, yang kemudian jaringan ini diganti dengan jaringan glia.
17

PATHWAY ABLASIO RETINA

TRAUMA
Non trauma :
Retinopati
Massa di koloid
- Toxomigravidarum Robekan Pada Retina

Cairan masuk ke belakang mendorong retina


Penimbunan eksudat dibawah retina

ABLASIO Retina terangkat Peningkatan TIO NYERI


(Non Retmatogen)
Dilakukan operasi Kerusakan Retina

Sel Kerucut dan Batang Retina terpisah

RESIKO INFEKSI
Dan sel epitel pigmen retina
Tidak mampu menerima gelombang cahaya

Kurang
Ansietas Penurunan persepsi sensori :
perawatan
Visual
Diri

Resiko Cidera

Gambar 2.4 Pathway Ablasio Retina


Sumber : Jhon (2015)
18
2.1.7 Manifestasi Klinis
Menurut Tamsuri (2011) tanda dan gejala dari Ablasio retina adalah :
2.1.6.1 Gejala dini : floaters dan fotopsia (kilatan halilintar kecil pada lapangan pandang)
2.1.6.2 Gangguan lapang pandang
2.1.6.3 Pandangan seperti tertutup tirai
2.1.6.4 Visus menurun tanpa disertai rasa sakit
2.1.6.5 Visus menurun
2.1.6.6 Gangguan lapang pandang
2.1.6.7 Pada pemeriksaan fundus okuli, tampak retina yang terlepas berwarna pucat
dengan pembuluh darah retina yang berkelok-kelok disertai atau tanpa robekan retina
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang
2.1.7.1 Pemeriksaan Laboratorium, Dilakukan untuk mengetahui adanya penyakit
penyerta antara lain glaukoma, diabetes mellitus, maupun kelainan darah.
2.1.7.2 Pemeriksaan Ultrasonografi, yaitu ocular B-Scan ultrasoografi juga digunakan
untuk mendiagnosis ablasio retina dan keadaan patologis lain yang menyertainya seperti
proliverative vitreoretinopati, benda asing intraokuler. Selain itu ultrasonografi juga
digunakan untuk mengetahui kelainan yang menyebabkan ablasio retina eksekudatif
misalnya tumor dan posterior skleritis
2.1.7.3 Scleral indentation
2.1.7.4 Fundus drawing
2.1.7.5 Goldmann triple-mirror
2.1.7.6 Indirect slit lamp biomicroscopy
2.1.9 Komplikasi Menurut Tamsuri (2011)

komplikasi ablasio retina dibagi menjadi 2 :


2.1.8.1 Komplikasi awal setelah pembedahan : Peningkatan TIO, Glaukoma, Infeksi,
Ablasio koroid, Kegagalan pelekatan retina, Ablasio retina berulang
2.1.8.2 Komplikasi lanjut : Infeksi, lepasnya bahan buckling melalui konjungtiva atau
erosi melalui bola mata, Vitreo retinapati proliveratif (jaringan parut yang mengenai
retina), Diplopia, Kesalahan refraksi, astigmatisme

2.1.10 Penatalaksanaan Menurut Tamsuri (2011) penatalaksanaan dari ablasio retina yaitu :
2.1.9.1 Penderita tirah baring
2.1.9.2 Mata yang sakit ditutup dengan bebat mata
2.1.9.3 Pada penderita dengan ablasio retina nonregmatogen, bila penyakit primernya
sudah diobati, tetapi masih terdapat ablasio retina, dapat dilakukan operasi cerclage.
2.1.9.4 Pada ablasio retina rematogen:
Fotokoagulasi retina: bila terdapat robekan retina dan belum terjadi separasi retina.
Plombage local: dengan spons silicon dijahatikan pada episklera didaerah robekan retina
(dikontrol dengan oftalmoskop indirek binuclear)
Membuat radang steril pada koroid dan epitel pigmen pada daerah robekan retina dengan
jalan:
Diatermi
Pendinginan
Operasi cerclage

Operasi ini dikerjakan untuk mengurangi tarikan badan kaca pada keadaan cairan subretina
dapat dilakukan fungsi lewat sclera

2.2 Tinjauan Teoritis Keperawatan Ablasio Retina


2.2.1 Pengkajian khusus pada klien dengan diagnosa ablasio retina Menurut
Tamsuri (2011) pengkajian pada ablasio retina 2.2.1.1 Identitas atau biodata klien
Meliputi nama, umur, agama, jenis kelmain, alamat, suku bangsa, status
perkawinan, pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit, no. RM dan
diagnose keperawatan.
2.2.1.2 Keluhan utama
Diisi tentang keluhan yang dirasakan klien pada saat dilakukan nya pengkajian pertama
kali dengan klien.
2.2.1.3 Riwayat
Riwayat penyakit : trauma mata, riwayat inflamasi (koroiditis), riwayat myopia, retinitis.
Psikososial : kemampuan beraktivitas, gangguan membaca, resiko jatuh, berkendaraan.
2.2.1.4 Pengkajuan umum
Usia
Gejala penyakit sistemik : diabetes mellitus, hipotiroid
Gejala penyakit mata : nyeri mata, penurunana ketajaman penglihatan, kemeng bagian
belakang mata (koroiditis) retinitis)
2.2.1.5 Pengkajian khusus mata
Fotopsia (seperti melihat halilintar kecil), terutama pada tempat gelap; merupakan keluhan
dini ablasio retina Bayangan titik-titik pada penglihatan hingga terjadi kehilangan
penglihatan.
Kehilangan lapang pandang; gambaran kehilangan penglihatan menunjukan kerusakan
pada area yang berlawanan. Jika kehilangan pada area inferior, kerusakan (ablasi) terjadi
pada area superior. Sensasi mata tertutup (jika robekan luas).
Pemeriksaan funduk okuli dengan oftalmoskop didapatkan gambaran tampak retina yang
terlepas berwarna pucat dengan pembuluh darah retina yang berkelok-kelok disertai atau
tanpa robekan retina.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan Preoperasi


Menurut Tamsuri (2011) diagnose keperawatan untuk ablasio retina yaitu :
2.2.2.1 Penurunan persepsi sensori : penglihatan yang berhubungan dengan penurunan
ketajaman dan kejelasan penglihatan.
Subjektif :
a. Melaporkan adanya penglihatan seperti kilatan cahaya
Melaporkan pandangan kabur
Melaporkan penurunan lapang pandang
Menyatakan riwayat trauma
Objektif :
Pada pemeriksaan ditemukan penurunan lapang pandang
Tujuan :
Klien melaporkan kemampuan yang lebih baik untuk
proses ransangan penglihatan dan mengomunikasikan perubahan visual.
Kreiteria hasil :

a. Klien mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi fungsi penglihatan Klien


mengidentifikasi dan menunjukkan pola-pola alternatife untuk mengingkatkan penerimaan
ransangan penglihatan
Intervensi dan Rasional :
Kaji ketajaman penglihatan klien
Rasional : Mengidentifikasi kemampuan visual klien
Identifikasi alternative untuk optimalisasi sumber ransangan
Rasional : Memberikan keakuratan penglihatan dan perawatannya
Sesuaikan lingkungan untuk optimalisasi penglihatan
Rasional : Meningkatkan kemampuan persepsi sensori
Anjurkan penggunaan alternative ransangan lingkungan yang dapat diterima : audiotorik,
taktil Rasional : Meningkatkan kemampuan respons terhadap stimulus lingkungan

2.2.2.2 Resiko perluasan cedera yang berhubungan dengan peningkatan aktivitas,


kurangnya pengetahuan.
Subjektif :
Menyatakan pernah mengalami trauma
Objektif :
Perilaku tubuh yang tidak terkontrol
Tujuan :
Kehilangan penglihatan tidak berlanjut.
Kriteria hasil :
a. Klien menyebutkan faktor resiko meluasnya kehilangan penglihatan
Klien memeragakan penurunan aktivitas total Intervensi dan Rasional :

Kaji lapang pandang klien pada mata yang sakit dan sehat setiap hari
Rasional : Mengidentifikasi perkembangan kerusakan (pelepasan retina)
Instruksikan klien untuk melakukan tirah baring total dengan posisi khusus sesuai penyakit
Rasional : Tirah baring preoperasi dilakukan dalam posisi telentang atau miring sesuai
dengan lokasi kerusakan dengan mengusahakan rongga retina dalam posisi posisi
menggantung.
Terangkan pada klien untuk meminimalkan pergerakan, menghindari pergerakan tiba-tiba
serta melindungi mata dari cedera (terbentur benda)
Rasional : Gerakan tiba-tiba dan trauma dapat memicu kerusakan berlanjut.
Anjurkan klien untuk segera melaporkan pada petugas bila terjadi gangguan lapang
pandang yang meluas dengan tiba-tiba
Rasional : Perluasan kehilangan lapang pandang secara masif mungkin terjadi akibat
perluasan pelepasan retina.

2.2.2.3 Ansietas yang berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kejadian operasi.
Subjektif :
Menyatakan takut/khawatir dengan penyakitnya.
24

Objektif :
Murung, menyendiri, ekspresi wajah tegang.
Tujuan :
Tidak terjadi kecemasan.
Kriteria hasil :
a. Klien mengungkapkan kecemasan minimal atau hilang
Klien berpartisipasi dalam persiapan operasi Intervensi dan Rasional :
Jelaskan gambaran kejadian pre- dan pascaoperasi, manfaat operasi, dan sikap yang harus
dilakukan klien selama masa operasi
Rasional : Meningkatkan pemahaman tentang gambaran operasi untuk menurunkan
ansietas Jawab pertanyaan khusus tentang pembedahan. Berikan waktu untuk
mengekspresikan perasaan.
Informasikan bahwa pebaikan penglihatan tidak terjadi secara langsung, tetapi bertahap
sesuai penurunan bengkak pada mata dan perbaikan kornea. Perbaikan penglihatan
memerlukan waktu enam bulan atau lebih.
Rasional : Meningkatkan kepercayaan dan kerja sama. Berbagi perasaan membantu
menurunkan ketegangan. Infomasi tentang perbaikan penglihatan bertahap diperlukan
untuk antisipasi depresi atau kekecewaan setelah fase operasi dan memberikan harapan
akan hasil operasi

2.2.3 Diagnosa keperawatan pasca operasi

2.2.3. Resiko cedera berhubungan dengan peningkatan TIO, berdarahan, kehilangan


vitreus, pelepasan buckling, kegagalan pelekatan retina
Subjektif :
Menyatakan nyeri, rasa tidak nyaman pada mata.
Objektif :
Perilaku tubuh tidak terkontrol.
Tujuan :
Tidak terjadi cedera mata pascaoperasi.
Kriteria hasil :
a. Klien menyebutkan faktor yang menyebabkan cedera
Klien tidak melakukan aktivitas yang meningkatkan resiko cedera

Intervensi dan Rasion :


Diskusikan tentang rasa sakit, pembatasan aktivitas dan pembalutan mata.
Rasional : Meningkatkan kerja sama dan pembatasan yang diperlukan
Tempatkan klien pada tempat tidur yang lebih rendah dan anjurkan untuk membatasi
pergerakan mendadak/tiba-tiba serta menggerakan kepala berlebih.
Rasional : Istirahat ditempat tidur diperlukan selama 3-7 hari pascaoperasi, bergantung
pada kondisi dan jenis operasi yang di jalani.
Ajarkan klien untuk menghindari tindakan yang dapat menyebabkan cedera.
Rasional : Mencegah/menurunkan resiko komplikasi cidera.
Bantu aktivitas selama istirahat, ambulasi dilakukan berhati-hati.
Rasional : Tindakan yang dapat meningkatkan TIO dan menimbulkan kerusakan struktur
mata pascaoperasi : mengejan, menggerakan kepala mendadak, membungkuk terlalu lama
dan batuk.
Amati kondisi mata : luka menonjol, bilik mata depan menonjol, nyeri mendadak, nyeri
yang tidak berkurang dengan pengobatan, mual dan muntah. Dilakukan setiap 6 jam pada
awal operasi atau seperlunya.
Rasional : Kondisi seperti luka menonjol, bilik mata dengan menonjol, nyeri mendadak,
hipertermia dan apabila pandangan melihat benda mengapung (floater) atau pandangan
terasa gelap mungkin menunjukan ablasio retina.

2.2.3.2 Nyeri yang berhubungan dengan luka pascaoperasi.


Subjektif :
Menyatakan nyeri
Objektif :
Meringis, wajah tegang
Tujuan :
Nyeri berkurang, hilang dan terkontrol.
Kriteria hasil :
Klien mendemonstrasikan teknik penurunan nyeri
Melaporkan nyeri berkurang atau hilang

Intervensi dan Rasional :

Kaji derajat nyeri setiap hari.


Rasional : Normalnya, nyeri terjadi dalam waktu kurang dari lima hari setelah operasi dan
berangsur menghilang. Nyeri dapat meningkat karena peningkatan TIO 2-3 hari
pascaoperasi. Nyeri mendadak menunjukkan peningkatan TIO masif.
Anjurkan untuk melaporkan perkembangan nyeri setiap hari atau segera saat terjadi
peningkatan nyeri mendadak
Rasional : Meningkatkan kolaborasi; memberikan rasa aman untuk peningkatan dukungan
psikologis.
Anjurkan pada klien untuk tidak melakukan gerakan tiba-tiba yang dapat memprovokasi
nyeri Rasional : Beberapa kegiatan klien dapat meningkatkan nyeri, seperti gerakan tiba-
tia, membungkuk, mengucek mata, batuk dan mengejan.
Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi
Rasional : Menurunkan ketegangan dan mengurangi nyeri
Lakukan tindakan kolaborasi dalam pemberian analgesic topical sistemik
Rasional : Mengurangi nyeri dengan meningkatkan ambang nyeri

2.2.3.3 Gangguan perawatan diri yang berhubungan dengan


penurunan penglihatan, pembatasan aktivitas pascaoperasi.
Subjektif :
Menyatakan penurunan kemampuan penglihatan

Objektif :
Klien banyak istirahat di tempat tidur
Tujuan :
Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi
Kriteria hasil :

a. Klien mendapatkan bantuan parsial dalam pemenuhan kebutuhan diri


Klien memeragakan perilaku perawatan diri secara bertahap.
Intervensi dan Rasional :

1.Terangkan pentingnya perawatan diri dan pembatasan aktivitas selama fase pascaoperasi
Rasional : Klien dianjurka untuk istirahat ditempat tidur pada 2-3 jam pertama
pascaoperasi atau 12 jam, jika ada komplikasi. Selama fase ini, bantuan total diperlukan
bagi klien
Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri
Rasional : Memenuhi kebutuhan perawatan diri
Secara bertahap, libatkan klien dalam memenuhi kebutuhan diri
Rasional : Perlibatan klien dalam aktivitas perawatan dirinya dilakukan bertahap dengan
berpedoman pada prinsip bahwa aktivitas tidak memicu peningkatan TIO dan
menyebabkan cidera mata.
A. DEFINISI TRAUMA MATA
Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan
perlukaan mata. Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata, dan dapat juga
sebagai kasus polisi. Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau
menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata. Alat rumah tangga sering menimbulkan
perlukaan atau trauma mata.

B. KLASIFIKASI TRAUMA MATA


Trauma mata dibagi menjadi beberapa macam yaitu:
1. Fisik atau Mekanik
a. Trauma Tumpul, penyebab trauma tumpul biasanya berhubungan dengan olahraga
misalnya terpukul, kena bola tenis, atau shutlecock, membuka tutup botol tidak dengan alat,
ketapel. Penyebab lain yang biasa meliputi kecelakaan kendaraan bermotor dan trauma
penyiksaan
Kelainan yang dapat terjadi akibat trauma tumpul pada mata mengenai :
1.) Organ Eksterna
a. Orbita. Trauma tumpul bagian ini dapat menimbulkan fraktur orbita ditandai
dengan tepi orbita tidak rata pada perabaan.
b. Kelopak mata ( dapat terjadi hematoma kelopak). Kelopak mata atau palpebra dapat
mengalami hematom atau edema palbebra yang menyebabkan kelopak mata tidak dapat
membuka dengan sempurna (ptosis). Dapat juga terjadi kelumpuhan N.VII yang
menyebabkan kelopak mata tidak dapat menutup dengan sempurna (lagoftalmos).
2.) Organ Interna
a. Konjungtiva ( dapat terjadi edema kronis, hematoma subkonjungtiva). Trauma tumpul
pada konjungtiva dapat menimbulkan gangguan penglihatan. Dapat terjadi robekan pembuluh
darah konjungtiva yang menyebabkan perdarahan subkonjungtiva ditandai dengan
konjungtiva tampak merah, berbatas tegas dan tidak menghilang/menipis dengan penekanan
yang kemudian berubah menjadi biru, menipis dan umumnya diserap dalam waktu 2-3 hari
b. Kornea (dapat terjadi edema kornea, erosi kornea, erosi kornea rekuren)
c. Iris / badan silinder (dapat terjadi iridodialis dan hifema)
d. Lensa (dapat terjadi dislokasi lensa, subluksasi lensa, luksasi lensa anterior, subluksasi
lensa posterior, katarak trauma dan cincin vossius)
e. Korpus vitreus. Pada bagian ini trauma tumpul mengakibatkan subluksasi atau luksasi
lensa mata, maka zonula Zin dan korpus vitreus menonjol ke COA sebagai herniasi korpus
vitreus. Taruma tumpul menyebabkan korpus vitreus.
f. Retina (dapat terjadi edema retina & koroid, dan ablasi retina)
g. Nervus optikus (N. II). Akibat trauma tumpul nervus optikus dapat terlepas atau putus
(avulsio) sehingga menimbulkan kebutaan.
B. Trauma Tajam, disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul yang datang dengan cepat
dan keras misalnya pisau dapur, gunting, garpu, bahkan peralatan pertukangan.
1. Trauma tembus kelopak mata. Trauma ini dapat menembus sebagian atau seluruh
tebal kelopak mata. Jika mengenai levator apoeurosis dapat menyebabkan ptosis yang
permanen.
2. Trauma tembus pada saluran lakrimal. Trauma dapat menyebabkan gangguan pada
salah satu bagian dari sistem pengaliran air mata dan pungtum lakrimal sampai rongga
hidung. Jika penyembuhan tidak sempurna akan terjadi gangguan sistem ekskresi
airmata dan mengakibatkan epifora.
3. Trauma tembus pada konjungtiva. Taruma ini dapat menyebabkan ruptur pembuluh
darah kecil yang menimbulkan robekan konjungtiva dan perdarahan subkonjungtiva
mirip trauma tumpul. Jika panjang robekan tidak lebih dari 5 mm, konjungtiva tidak
perlu dijahit.
4. Trauma tembus pada sklera. Luka kecil pada sklera sukar dilihat. Pada luka yang
agak besar, akan terlihat jaringan uvea yaitu iris, badan silier dan koroid yang
berwarna gelap disertai COA yang dangkal. Jika luka perforasi pada sklera terletak
dibelakang badan silier, biasanya COA bertambah dalam dan iris terdorong ke
belakang, koroid dan korpus vitreus prolaps melalui luka tembus.
5. Trauma tembus pada kornea, iris, badan silinder, lensa dan korpus vitreus.
Dapat terjadi laserasi kornea yang disertai penetrasi kornea. Jika terjadi perforasi kornea
yang disertai prolaps jaringan iris melalui luka akan timbul gejala penurunan TIO, COA
dangkal atau menghilang, inkarserasi iris melalui luka perforasi, adanya luka pada kornea,
edema disertai edema
kelopak mata, kemosis konjungtiva, hiperemia, lakrimasi, fotofobia, nyeri yang hebat,
penglihatan menurun dan klien tidak dapat membuka mata sebagai mekanisme
protektif. Pada lasersi kornea yang terjadi kerena penetrasi benda tidak boleh dicabut
kecuali oleh ahli oftalmologi untuk mempertahankan struktur mata pada tempatnya.
Trauma tembus pada kornea dapat disertai trauma pada lensa. Penetrasi lensa yang
kecil hanya menyebbakan katarak yang terisolasi tanpa mengganggu penglihatan.
6. Trauma tembus pada koroid dan retina. Trauma tembus yang disertai keluarnya
korpus vitreus menimbulkan luka perforasi cukup luas pada sklera. Sering terjadi
perdarahan korpus vitreus dan ablasi retina.
7. Trauma tembus pada orbita. Trauma yang mengenai orbita dapat merusak saraf
optik sehingga dapat menyebabkan krbutaan. Tanda berupa proptosis karena
perdarahan intraorbital, perubahan posisi bola mata, protrusi lemak orbital ke dalam
luka perforasi, defek lapang pandang sampai kebutaan jika mengenai saraf optik, serta
hilangnya sebagian pergerakan bola mata dan diplopia jika mengenai otot-otot luar
mata. ( Asuhan Keperawatan Klien Gagguan Mata, 2004)

2. Khemis
Terdapat 2 macam penyebab trauma kimia mata yaitu bersifat : asam dan basa.
Trauma basa dapat berakibat lebih buruk. Akibat yag ditimbulkan juga tergantung
dari jenis dan konsentrasi zat kimia, waktu dan lamanya kontak sampai tindakan
pembilasan, lamanya irigasi (pembilasan) yang telah dilakukan dan pengobatan yang
diberikan.
a. Trauma basa, misalnya sabun cuci, sampo, bahan pembersih lantai, kapur, lem
(perekat). Bahan alkali akan membuat reaksi kimia dengan jaringan mata berangsur-
angsur kejaringan yang lebih dalam.
b. Trauma asam, misalnya cuka, bahan asam-asam dilaboratorium, gas airmata.
Merupakan salah satu jenis trauma kimia mata dan termasuk kegawatdaruratan mata
yang disebabkan zat kimia basa dengan pH>7. Bila bahan asam mengenai mata akan
terjadi pengendapan bahan protein pada permukaan mata yang terkena hal ini seperti
telur mengenai minyak panas. Bila bahan asamnya kuat maka reaksi mata dapat
menunjukkan tanda-tanda seperti terkena alkali atau basa.

3. Trauma Radiasi Elektromagnetik


Trauma radiasi yang sering ditemukan:
a. Trauma sinar inframerah
Akibat sinar inframerah dapat terjadi pada saat menatap gerhana
matahari dan pada saat bekerja dipemanggangan. Kerusakan ini dapat terjadi
akibat terkonsentrasinya sinar inframerah terlihat. Kaca yang mencairseperti yang
ditemukan di tempat pemanggangan kaca akan mengeluarkan sinar infamerah.
Bila seseorang berada pada jarak 1 kaki selama satu menit didepan kaca yang
mencair dan pupilnya lebar atau midriasis maka suhu lensa akan naik sebanyak 9
derajat celcius. Demikian pula iris yang mengabsorbsi sinar inframerah akan
panas sehingga berakibat tidak baik terhadap kapsul lensa didekatnya. Absorbsi
sinar infamerah oleh lensa akan mengakibatkan katarak dan eksfoliasi kapsul
lensa.
Akibat sinar ini pada lensa maka katarak mudah terjadi pada pekerja
industri gelas dan pemanggangan logam. Sinar inframerah akan mengakibatkan
keratitis superfisial, katarak kortikal antero-posterior dan koagulasi pada koroid.
Bergantung pada beratnya lesi akan terdapat skotoma sementara ataupun
permanen. Tidak ada pengobatan terhadap akibat buruk yang sudah terjadi
kecuali mencegah terkenanya mata oleh sinar inframerah ini.
Steroid sistemik dan lokal diberikan untuk mencegah terbentuknya
jaringan parut pada makula atau untuk mengurangi gejala radang yang timbul.
b. Trauma sinar ultraviolet (Sinar Las)
Sinar ultraviolet merupakan sinar gelombang pendek yang tidak terlihat
mempunyai panjang gelombang antara 350-295 nM.
Sinar ultra violet banyak terdapat pada saat bekerja las, da n menatap sinar
matahari atau pantulan sinar matahri diatas salju.
Sinar ultra violet akan segera merusak epitel kornea.
Sinar ultra violet biasanya memberikan kerusakan terbatas pada kornea
sehingga kerusakan pada lensa dan retina tidak akan nyata terlihat. Kerusakan
ini akan segera baik kembali setelah beberapa waktu, dan tidak akan
memberikan gangguan tajam penglihatan yang menetap.
Pasien yang telah terkena sinar ultra violet akan memberikan keluhan4-
10 jam setelah trauma. Pasien akan merasa mata sangat sakit, mata seperti
kelilipan atau kemasukan pasir, fotofobia, blefarospasme, dan konjungtiva
kemotik.
Kornea akan menunjukkan adanya infiltrat pada permukaannya, yang
kadang-kadang disertai dengan kornea yang keruh dan uji fluoresein positif.
Kreatitis terutama terdapat pada fisura palpebra.
Pupil akan terlihat miosis. Tajam penglihatan akan terganggu.
Keratitis ini dapat sembuh tanpa cacat, akan tetapi bila radiasi berjalan
lama kerusakan dapat permanen sehingga akan memberikan keruhan pada
kornea. Keratitis dapat bersifat akibat efek kumulatif sinar ultra violet sehingga
gambaran keratitisnya menjadi berat.
Pengobatan yang diberikan adalah sikloplegia, antibiotika lokal,
analgetik, dan mata ditutup untuk selama 2-3 hari. Biasanya sembuh setelah 48
jam.
c. Trauma sinar X dan sinar terionisasi
Sinar Ionisasi dibedakan dalam bentuk :
sinar alfa yang dapat diabaikan
sinar beta yang dapat menembus 1cm jari
sinar gama dan
sinar x
Sinar ionisaasi dan sinar x dapat mengakibatkan katarak dan rusaknya
retina. Dosis kataraktogenik bervariasi dengan energi dan tipe sinar, lensa yang
lebih muda dan lebih peka.
Akibat dari sinar ini pada lensa, terjadi pemecahan diri sel epitel secara
tidak normal. Sedang sel baru yang berasal dari sel germinatif lensa tidak menjadi
jarang.
Sinar X merusak retina dengan gambaran seperti kerusakan yang
diakibatkan diabetes melitus berupa dilatasi kapiler, perdarahan, mikroaneuris
menjadi jarang. Sinar X merusak retina dengan gambaran seperti kerusakan yang
diakibatkan diabetes melitus berupa dilatasi kapiler, pendarahan, mikroaneurisn
mata dan eksudat.
Luka bakar akibat sinar X dapat merusak kornea yang mengakibatkan
kerusakan permanen yang sukar diobati. Biasanya akan terlihat sebagai keratitis
dengan iridosiklitis ringan. Pada keadaan yang berat akan mengakibatkan perut
konjungtiva atrofi sel goblet yang akan mengganggu fungsi air mata.
Pengobatan yang diberikan adalah antibiotika topikal dengan steroid 3
kali sehari dan sikloplegik satu kali sehari. Bils terjadi simblefaron pada
konjungtiva dilakukan tindakan pembedahan. ( Ilmu Penyakit Mata, 2013)
4. Benda Asing Pada Mata
Bulu mata, debu, kuku dan partikel lewat udara dapat kontak dengan konjungtiva
atau kornea dan menyebabkan iritasi atau abrasi. Pada benda asing mata, umumnya
klien mengeluh adanya sensasi benda asing (merasa sesuatu dimata) atau
penglihatan kabur. Nyeri terjadi jika epitel kornea karena kornea mengandung saraf
sensori yang berada dibawah epitel. Klien juga bisa mengalami epifora atau
fotofobia.
Jenis-jenis benda asing pada mata:
A. Benda logam
Terbagi menjadi benda logam magnit dan bukan magnit. Contoh: emas, perak,
platina, timah hitam, seng, nikel, aluminium, tembaga, besi.
B. Benda bukan logam
Contoh: batu, kaca, porselin, karbon, bahan pakaian dan bulu mata.
C. Benda inert
Adalah benda yang terdiri atas bahan-bahan yang tidak menimbulkan reaksi
jaringan mata, ataupun jika ada, reaksinya sangat ringan dan tidak mengganggu
fungsi mata. Contoh: emas, perak platina, batu, kaca, porselin, plastik tertentu.
D. Benda reaktif
Adalah benda yang menimbulkan reaksi jaringan mata mengganggu fungsi mata.
Contoh: timah hitam, zink, nikel, aluminium, tembaga, kuningan, besi. (Asuhan
Keperawatan Klien Gangguan Mata, 2004)
Akibat benda asing pada mata:
a. Rudapaksa / trauma
Erosi konjungtiva atau kornea. Erosi ini timbul apabila benda asing yang masuk
tidak sampai menembus bola mata tetapi hanya tertinggal pada konjungtiva atau
kornea.
b. Rudapaksa tembus / trauma tembus
Trauma tembus adalah suatu trauma diamana sebagian atau seluruh
lapisan kornea dan slera mengalami kerusakan. Trauman ini dapat terjadi apabila
benda asing melukai sebagian lapisan kornea atau sklera dan benda tersebut
tertinggal di dalam lapisan tersebut. Pada keadaan ini tidak terjadi luka terbuka
sehingga organ didalam bola mata tidak mengalami kontaminasi.
Benda asing dengan kecepatan tinggi akan menembus seluruh lapisan
sklera atau kornea serta jaringan lain dalam bola mata kemudian bersarang di
dalam bola mata ataupun dapat sampai menimbulkan perforasi ganda sehingga
akhirnya benda asing tersebut bersarang di dalam rongga orbita atau bahkan
dapat mengenai tulang orbita. Dalam hal ini akan ditemukan suatu luka terbuka
dan biasanya terjadi prolaps iris, lensa ataupun badan kaca.
c. Perdarahan
Perdarahan intraokular dapat terjadi apabila trauma mengenai jaringan uvea,
berupa hifema (perdarahan dalam bilik mata depan) atau perdarahan dalam
badan kaca.
d. Reaksi jaringan mata
Reaksi yang timbul tergantung jenis benda tersebut apakah benda inert
atau reaktip. Pada benda yang inert, tidak akan memberikan reaksi ataupun kalau
ada hanya ringan saja. Benda reaktip akan memberikan reaksi-reaksi tertentu
dalm jaringan mata.
Bentuk reaksinya tergantung macam serta letak benda asing tersebut di dalam
mata.
Benda organik kurang dapat menerima oleh jaringan mata dibanding benda
anorganik. Benda logam dengan sifat bentuk reaksi yang merusak adalah besi
berupa “siderosis” dan tembaga. Timah hitam dan seng merupakan benda reaktip
yang lemah reaksinya.
e. Siderosis
Reaksi jaringan mata akibat penyebaran ion besi ke seluruh mata dengan
konsentrasi terbanyak pada jaringan yang mengandung epitel yaitu: epitel
kornea, epitel pigmen iris, epitel kapsul lensa, epitel pigmen retina.
Timbulnya siderosis sebenarnya sangat dini tetapi tidak memberikan
gejala klinik yang jelas sampai beberapa waktu lamanya. Gejala siderosis
tampak 2 bulan sampai 2 tahun setelah trauma.
Gejala klinik berupa : gangguan penglihatan yang mula-mula berupa
buta malam kemudian penurunan tajam penglihatan yang semakin hebat dan
penyempitan lapng pandangan. Pada mata tampak endapan karat besi pada
kornea berwarna kuning kecoklatan, pupil lebar reaksi melambat, bintik-bintik
bulat kecoklatan pada lensa dan iris berubah warna.
f.Kalkosis
Kalkolisis adalah reaksi jaringan mata akibat pengendapan ion tembaga terutama
pada jaringan yang mengandung membran seperti membran descemet, kapsul
anterior lensa, iris, badan kaca dan permukaan retina.
Tembaga dapat memberikan reaksi purulen. Gejala klinik “kalkolisis” timbul
lebih dini dari pada siderosis yaitu beberapa hari sesudah trauma. Tembaga
dalam badan kaca dapat menimbulkan ablasio retina sebagai akibat jaringan ikat
di dalam badan kaca yang menarik retina. (Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter
Umum Dan Mahasiswa Kedokteran, 2010)

D. EPIDEMIOLOGI TRAUMA MATA


Trauma okular, terutama yang berat dan mengakibatkan penurunan penglihatan
bahkan kehilangan penglihatan. Trauma okular adalah penyebab kebutaan yang cukup
signifikan, terutama pada golongan sosioekonomi rendah dan di negara-negara
berkembang. Kejadian trauma okular dialami oleh pria 3 sampai 5 kali lebih banyak
daripada wanita. Dari data WHO tahun 1998 trauma okular berakibat kebutaan unilateral
sebanyak 19 juta orang, 2,3 juta mengalami penurunan visus bilateral, dan 1,6 juta
mengalami kebutaan bilateral akibat cedera mata. Menurut United States Eye Injury
Registry (USEIR), frekuensi di Amerika Serikat mencapai 16 % dan meningkat di lokasi
kerja dibandingkan dengan di rumah. Lebih banyak pada laki-laki (93 %) dengan umur
rata-rata 31 tahun

E. MANIFESTASI KLINIK TRAUMA MATA


1. Fisik atau mekanik
a. Trauma Tumpul
Trauma tumpul dapat menimbulkan perlukaan ringan yaitu penurunan
penglihatan sementara sampai berat, yaitu perdarahan didalam bola mata,
terlepasnya selaput jala (retina) atau sampai terputusnya saraf penglihatan
sehingga menimbulkan kebutaan menetap.

b. Trauma Tajam
Tanda-tanda trauma tembus atau tajam bola mata:
Tajam penglihatan menurun
Tekanan bola mata rendah
Bilik mata dangkal
Bentuk dan letak pupil yang berubah
Terlihatnya sobekan jaringan bola mata
Kerusakan jaringan didalam bola mata ( ilmu perawatan mata, 2004)
2. Khemis
a. Trauma basa
Kerusakan pada mata dapat dalam bentuk:
mata merah dengan perdarahan pada selaput lendir mata
lapis depan selaput bening atau kornea rusak
matinya jaringan kornea dan menjadi keruh ( Ilmu Perawatan Mata, 2004)
b. Trauma asam
Tanda yang terlihat pada mata berupa penggumpalan yang berwarna putih pada
permukaan mata yang terkena. Biasanya cedera akibat asam tidak merusak mata. (
Ilmu Perawatan Mata, 2004)
c. Trauma Radiasi Elektromagnetik
Tanda kerusakan akibat sinar las:
Biasanya keluhan terjadi setelah 4 jam
Mata terasa seperti kelilipan benda
Silau
Kelopak mata memejam keras
Mata merah
Penglihatan menurun ( Ilmu Perawatan Mata, 2004)

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK TRAUMA MATA


1. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiology pada trauma mata sangat membantu dalam menegakkan
diagnosa, terutama bila ada benda asing .Pemeriksaan ultra sonographi untuk
menentukan letaknya, dengan pemeriksaan ini dapat diketahui benda tersebut pada
bilik mata depan, lensa, retina.
2. Pemeriksaan “Computed Tomography” (CT)
Suatu tomogram dengan menggunakan komputer dan dapat dibuat “scanning” dari
organ tersebut.
3. Pengukuran tekanan IOL dengan tonography: mengkaji nilai normal tekanan bola
mata (normal 12-25 mmHg).
Pengkajian dengan menggunakan optalmoskop: mengkaji struktur internal dari
okuler, papiledema, retina hemoragi.
4. Pemeriksaan Laboratorium, seperti :. SDP, leukosit , kemungkinan adanya infeksi
sekunder.
5. Pemeriksaan kultur. Untuk mengetahui jenis kumannya.
6. Kalau perlu pemeriksaan tonometri Schiotz, perimetri, gonioskopi, dan tonografi,
maupun funduskopi (Ilyas, S., 2000)

G. PENATALAKSANAAN MEDIS (Perawatan, Pengobatan Dan Pencegahan)


TRAUMA MATA
PERAWATAN dan PENGOBATAN
1. Fisik atau mekanik
a. Perawatan trauma Tumpul
1. Terlebih dahulu beri kompres dingin untuk mengurangkan sakit dan
pembengkakan jaringan.
2. Segera cari tempat pertolongan pertama bila mata sakit, penglihatan mundur, mata
menjadi hitam yang mungkin merupakan tanda kerusakan bola mata bagian dalam.
3. Perawatan khusus diperlukan untuk melihat kelainan dibagian dalam bola mata bila
sakit tidak berkurang, penglihatan mundur atau berkurang.
4. Trauma tumpul dapat mengakibatkan kelainan pada jaringan diluar dan diadalam
bola mata
5. Jangan memegang mata atau membersihkan mata tanpa kelengkapan alat, bebat
mata dengan kain kassa bersih ( Ilmu Perawatan Mata, 2004)

b. Trauma Tajam
1). Tindakan awal
a.Tindakan awal adalah tutp mata dan lakukan kompres es untuk
menurunkan perdarahan
b. Kurangi kecemasan klien
c.Kirim klien ke rumah sakit secepat mungkin. Jika jaringan lepas, kirim
jaringan dalam wadah yang dibungkus dengan es. Jika benda menonjol,
stabilkan sebelum dikirim. Shield temporer perlu diberikan pada cedera
karena gelas/botol/kaca, plastik tutup sprei dan cangkir plastik.
2). Tindakan di rumah sakit
a. Pemeriksaan visus jika klien dapat membuka mata
b. Membersihkan kelopak mata
c. Pemberian antibiotik
d. Pembedahan :
Preoperasi : karena menggunakan anastesi umum, maka klien harus
dipuasakan sebelumnya. Klien perlu diberi antibiotik intravena, kalau perlu
tetanus booster.
Pascaoperasi: antibiotik dan pemantauan mata terhadap tanda dam gejala
infeksi serta batasi aktivitas. (Asuhan Keperawtan Klien Gangguan Mata,
2004)
2. Trauma kimia
Bagian terapi terpenting adalah irigasi mata segera dengan air bersih dalam
jumlah banyak. Selain itu bagian bawah kelopak mata atas dan bawah juga harus
diirigasi untuk melepaskan partikel solid, misal butiran kapur. Kemudian sifat bahan
kimia dapat ditentukan berdasarkan anamnesisbdan mengukur pH dengan kertas litmus.
Pemberian tetes mata steroid dan dilator mungkin diperlukan. Vitamin C yang
diberikan baikmelalui oral maupun topikal dapat memperbaiki penyembuhan. Mungkin
diperlukan antikolagenase sistemik dan topikal (misal tetrasiklin)
Kerusakan luas pada limbus dapat menghambat regenerasi epitel pada
permukaan kornea. Defek epitel yang terjadi lama dapat mengakibatkan kornea
‘meleleh’ (keratolisis). Keadaan ini diterapi dengan transplantasi limbus (yang memberi
sumber baru untuk sel benih) atau dilapisi dengan membran amnion (yang
memperbanyak sel benih yang tersisa). (Lecture Notes : Oftalmologi, 2005)

3.Trauma Radiasi Elektromagnetik


a. Trauma Sinar Ultra Violet (Sinar Las)
Pengobatan yang diberikan adalah sikloplegia, antibiotika lokal, analgetik, dan
mata ditutup untuk selama 2-3 hari. Biasanya sembuh setelah 48 jam
b. Trauma Sinar Ionisasi dan sinar x
Pengobatan yang diberikan adalah antibiotika topikal denga steroid 3 kali
sehari dan sikloplegik satu kali sehari. Bila terjadi simblefaron pada konjungtiva
dilakukan tindakan pembedahan. ( Ilmu Penyakit Mata, 2013)

4. Benda Asing Pada Mata


A. Tindakan pengobatan benda asing pada permukaan mata
Mata tersebut ditetes dengan anaestetik tetes mata. Benda yang lunak biasanya
hanya menempel saja pada permukaan mata sehingga untuk mengeluarkannya
cukup dengan kapas steril. Benda yang keras biasanya mengakibatkan suatu luka.
Pengeluarannya memakai jarum suntik secara hati-hati untuk menghindari
kemungkinan perforasi. Setelah benda asing dikeluarkan, mata dibilas dahulu
dengan larutan garam fisiologik sampai bersih. Kemudian mata diberi tetes
midriatik ringan berupa skopolamin 0,25% atau hematropin 2% disusul dengan
antibbiotik lokal.
Mata ditutup dengan beban kain kasa sampai tidak terdapat tanda-tanda erosi
kornea.
B. Tindakan pengobatan benda asing dalam bola mata
Setiap benda di dalam bola mata merupakan sesuatu yang asing sehingga pada
dasarnya harus dikeluarkan. Hal-hal yang harus dipertimbangkan adalah:
1. Jenis benda asing tersebut, apakah benda inert atau benda reaktip
2. Akibat yang timbul apabila benda tersebut tidak dikeluarkan.
3. Akibat yang timbul waktu mengeluarkan benda asing tersebut
Apabila benda aing tersebut inert, maka haruslah dilihat apaka benda tersebut
menimbulkan reaksi mekanik yang mengganggu fungsi mata atau tidak. Bila
tidak menimbulkan reaksi mekanik yang mengganggu, maka sebaiknya
dibiarkan saja dan perhatian ditujukan pada perawatan luka perforasi yang
diakibatkannya. Bila benda tersebut adalah benda reaktip, maka harus
dikeluarkan.

C. Perawatan terhadap luka perforasi


Pertama-tama adalah pemberian tetes mata anestetik, kemudian
pembersihan luka dengan larutan garam fisiologik. Bila ada jaringan iris atau
badan kaca yang prolaps, bagian yang prolaps dipotong (jaringan direposisi
kembali kecuali bila yakin tidak ada infeksi). Bila benda asing dapat dilihat
langsung, maka mungkin dapat dikeluarkan dengan pinset atau magnit melalui
luka perforasi. Luka perforasi dijahit dengan jarum dan benang yang halus.
Apabila fasilitas tidak memungkinkan untuk dapat melakukan jahitan
penutupan luka, penderita dirujuk ke rumah sakit yang lengkap fasilitasnya.
Sebelum penderita dikirim ke pusat, untuk mencegah jangan sampai
banyak isi bola mata yang prolaps melalui luka perforasi, maka mata tersebut
detelah ditutup dengan kain kasa steril masih harus ditutup lagi dengan semacam
penutup (dob) yang sedemikian rupa sehingga bola mata terlindung dari tekanan
atau sentuhan ( yang paling sederhana adalah menutup
mata tersebut dengan kepala sendok).
Penderita juga diberioabat penenang, obat analgesik, dan bila perlu
dapat ditambah obat antiemetik bila penderiata muntah-muntah karena dengan
muntah-muntah akan menambah banyak isi bola mata yang prolaps.
Dalam perjalanan ke pusat, sebaiknya penderita dalam posisi
berbaring. Pemberian ATS dapat dipertimbangkan.
PENCEGAHAN
Trauma mata dapat dicegah dan diperlukan penerangan kepada masyarakat untuk
menghindarkan terjadinya trauma pada mata, seperti :
1. Trauma tumpul akibat kecelakaan tidak dapat dicegah, kecuali trauma tumpul
perkelahian.
2. Diperlukan perlindungan pekerja untuk menghindarkan terjadinya trauma tajam.
3.Setiap pekerja yang sering berhubungan dengan bahan kimia sebaiknya mengerti bahan
apa yang ada ditempat kerjanya.
4.Pada pekerja las sebaiknya menghindarkan diri terhadap sinar dan percikan bahan las
dengan memakai kaca mata.
5.Awasi anak yang sedang beramain yang mungkin berbahaya untuk matanya. (Ilmu
Penyakit Mata, 2013)

I. ASUHAN KEPERAWATAN PADA TRAUMA MATA TAJAM DAN TUMPUL


1. PENGKAJIAN
a. Data demografi :
1.Nama : nama dibutuhkan untuk mengetahui identitas klien
2. Umur : umur klien merupakan faktor penting dalam mengkaji proses visual
dan struktur mata
3.Latar belakang etnis : informasi tentang ini juga penting karena beberapa
penyakit lebih banyak terjadi pada kelompok populasi tertentu misalnya, etnis
yahudi lebih mudah mengalami penyakit Tay-sachs yang mempunyai efek
pada mata.
4. Jenis kelamin : jenis klamin klien juga signifikan, misalnya oblasio retina
lebih sering terjadi pada pria
5. Alamat : alamat dan nomor telepon klien juga perlu dicatat terutama jika
klien harus menjalani perawatan tindak lanjut
b.Keluhan utama
c. Riwayat personal dan keluarga :
1. Riwayat keluarga: perlu menanyakan riwayat keluarga yang berhubungan
dengan masalah mata atau penyakit lainnya
2. Riwayat personal : perlu menanyakan penyakit yang pernah diderita,
pembedahan dan juga obat atau alergi yang dimiliki klien.
3. Riwayat diet : menanyakan tentang makanan yang dikonsumsi klien karena
beberapa masalah mata berhubungan dengan defisiensi bermacam-macam
vitamin.
4. Status sosial dan ekonomi : menanyakan tentang sifat pekerjaan klien dan
mata mana yang digunakan
d. Masalah kesehatan sekarang. Kumpulkan informasi tentang berikut :
1. Awitan perubahan visual : jika terjadi cedera atau trauma mata ajukan pertanyaan
berikut. Kapan terjadinya dan berapa lama? Apa yang dilakukan klien saat terjadi
cedera? Jika terdapat benda asing apa sumbernya? Adakah pertolongan pertama yang
dilakukan ditempat kejadian? Jika ada, apa tindakan tersebut?
2. Faktor presipitasi atau pencetus: seperti penggunaan medikasi dapat menyebabkan
distres mata, misalnya, klien hipertensi yang diturunkan tekanan darahnya secara tiba-
tiba dapat mengeluhkan adanya efek okular.
3. Perkiraan durasi : perlu diketahui untuk menguraikan manifestasi klinis
4. Lokasi gangguan mata : terjadi pada satu atau kedua mata .
5. Tindakan yang dilakukan: tindakan yang dilakukan klien untuk mengurangi tau
memperbaiki manifestasi klinis.
e. Pemeriksaan fisik :
1. Inspeksi ( postur dan gambaran klien, kesimetrisan mata, alis dan kelopak mata,
konjungtiva, kelenjar lakrimal, sklera, kornea dan pupil)
2. Palpasi : palpasi pada mata dan struktur yang berhubungan. Digunakan untuk
menentukan adanya tumor, nyeri tekan dan keadaan Tekanan intraokular (TIO).
f. Pemeriksaan penglihatan :
1. Tajam penglihatan atau uji penglihatan sentral : uji penglihatan merupakan
pengukuran paling penting terhadap fungsi okuler dan harus merupakan bagian dari
pemeriksaan rutin pada mata.
2. Uji penglihatan jauh : dengan menggunakan Snellen Chart, hitung jari, gerak
tangan dan proyeksi/ persepsi cahaya
3. Uji penglihatan dekat : dilakukan pada klien yang mengemukakan kesulitan dalam
membaca dan pada klien kurang dari 40 tahun.
4. Uji untuk kebutaan.
5. Pengkajian lapang pandang.
6. Uji penglihatan warna
7. Pengkajian fungsi otot ekstraokuler
8. Corneal light reflex (Hirschberg Test) : digunakan untuk paralelisme atau kelurusan
kedua mata
9. The Six Cardinal Position of Gaze : pengujian ini mengkaji gerakan mata melalui
enam posisi pandangan utama.
10.Cover-Uncover Test
11. Oftalmoskopi
g. Pengkajian psikososial,
Klien dapat mengalami gangguan konsep diri yang dapat mempengaruhi
harga diri dan mengganggu aspek kehidupan pasien

A. DIAGNOSA KEPERAWATAN TRAUMA MATA TAJAM


1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan agens-agens penyebab cedera
2. Gangguan persepsi sensori : visual ber hubungan dengan ketajaman penglihatan
3. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma
4. Ansietas berhubungan dengan tindakan pembedahan
5. Resiko cidera berhubungan dengan ketajaman penglihatan

B. INTERVENSI TRAUMA MATA TAJAM


No
TUJUAN TINDAKAN RASIONAL
DX
1 Tujuan : Setelah Minta klien untuk menilai Penilaian klien
dilakukan tindakan nyeri atau menunjukkan tingkat
keperawatan, klien ketidaknyamanan pada ketidaknyamanan yang
melaporkan nyeri skala 0 sampai 10 (0 = dirasakan
berkurang tidak nyeri, 10 = nyeri
berat)
Informasi adekuat akan
Jelaskan penyebab nyeri membuat perasaan
klien nyaman dan
tenang

Lokasi nyeri dapat


menyebar sehingga
Observasi lokasi nyeri diperlukan intervensi
yang sesuai

Luka yang membengkak


menandakan adanya
kerusakan
atau tekanan pada mata

Observasi keadaan luka


Mengurangi nyeri dan
memberikan rasa
nyaman

Informasi klien
Kolaborasi dengan tim medis
menunjukkan dosis
untuk pemberian
yang diberikan sesuai
analgesik dan pemberian
indikasi nyeri
obat tetes mata

Intruksikan klien untuk


menginformasikan kepada
perawat jika peredaan
nyeri tidak dapat di capai
2 Tujuan : Setelah Tentukan ketajamanMengetahui tingkat
dilakukan tindakan penglihatan ketajaman
keperawatan, penglihatan mata kanan
diharapkan ketajaman klien setelah dilakukan
penglihatan klien tindakan invasif
meningkat
Gangguan penglihatan/
Perhatikan tentang iritasi dapat berakhir 1-
penglihatan kabur dan 2 jam setelah tetesan
iritasi mata akibat mata
penggunaan tetes mata
Memungkinkan untuk
melihat atau
mengambil obyek
Letakkan barang yang klien dengan mudah
butuhkan pada jangkauan
area penglihatan mata kiri

3 Tujuan : Setelah Pantau tanda dan gejala1. Suhu tubuh yang tinggi
dilakukan tindakan infeksi dengan pemeriksaanmerupakan salah satu
keperawatan klien TTV tanda infeksi
terbebas dari tanda
dan gejala infeksi 2. Menjaga sterelitas luka
Rawat luka dengan tehnik
aseptik 3.Penjelasan mengenai
infeksi sebagai edukasi
Jelaskan kepada klien dankepada klien dan keluarga
keluarga mengenai sakitsehingga dapat menjaga
atau terapi meningkatkanpersonal hygine klien
risiko terhadap infeksi
4. Tangan yang kotor
dapat mengakibatkan
infeksi pada mata

Instruksikan untuk menjaga


hygine personal untuk
melindungi tubuh terhadap Mencegah penyebaran
infeksi (misal: jangan kuman
memegang mata dengan
tangan yang kotor)
4 Tujuan : Setelah Kurangi stersor (termasuk Memungkinkan untuk
dilakukan tindakan membatasi akses individu menciptakan iklim yang
keperawatan, pada pasien jika sesuai) tenang dan terapeutik
diharapkan klien
tidak merasakan Agar pasien mengetahui
resah dan kecemasan Berikan penjelasan kepada tindakan yang akan
pasien tentang semua dilakukan dan akan
tindakan untuk mengurangi terjadinya
menghindari terlalu kecemasan atau
banyaknya informasi kegelisahan pada pasien
Menghilangkan keraguan
dan meningkatkan
dukungan

Berikan kesempatan kepada


pasien untuk
mendiskusikan Untuk membangun
perasaaannya dengan kepercayaan diri pasien
orang lain yang memiliki dan menumbuhkan rasa
masalah kesehatan yang percaya
sama
Berikan kesempatan
Bila memungkinkan libatkaan keluarga untuk
pasien dan anggota melakukan kunjungan
keluarga dalam ekstra, bila bermanfaat
mengambil keputusan untukmenurunkan
tentang perawatan ansietas keluarga dan
pasien

Dukung upaya anggota Membantu pasien untuk


keluarga untuk mengatasi tenang dan rileks
perilaku kecemasan
pasien.

Berikan obat sesuai yang


C. DIAGNOSA KEPERAWATAN TRAUMA MATA TUMPUL

1.Nyeri berhubungan dengan iritasi saraf kornea / peningkatan sensibilitas saraf


kornea terhadap erosi / robekan kornea, laserasi atau hematom palpebra dan
konjungtiva, adanya hifema
2. Gangguan sensori-persepsi (visual) yang berhubungan dengan ablasio retina, edema
retina, erosi retina.
3. Ansietas yang berhubungan dengan penurunan penglihatan dan kemungkinan
terjadinya kebutaan
4. Gangguan pemenuhan kebutuhan istirahat (tidur) yang berhubungan dengan
kesulitan menutup mata dan nyeri mata.
5. Risiko cidera berhubungan dengan defisit sonsori
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Ablasio retina adalah pelepasan retina dari lapisan epiteliumneurosensoris retina dan
lapisan epitelia pigmen retina. Ablatio retina jugadiartikan sebagai terpisahnya khoroid di
daerah posterior mata yang disebabkanoleh lubang pada retina, sehingga mengakibatkan
kebocoran cairan, sehinggaantara koroid dan retina kekurangan cairan. kejadian ini
merupakan masalah mata yang serius dan dapat terjadi padausia berapapun, walaupun
biasanya terjadi pada orang usia setengah baya atau lebih tua. Gejala pertama penderita ini
melihat kilatan & kilatan bintik hitam mengapung cahaya. Pada beberapa penderita
lepasnya retina mungkin terjaditanpa didahului oleh terlihatnya bintik bintik hitam
(floaters" ataupun kilatan cahaya yang nyata.
Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan perlukaan
mata. Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan
bahkan kehilangan mata.
Trauma mata dibagi menjadi beberapa macam yaitu:
1. Fisik atau Mekanik
Trauma Tumpul
Trauma Tajam
Trauma Peluru
2. Khemis
Trauma basa
Trauma asam
3.Trauma Radiasi Elektromagnetik
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada trauma mata yaitu : pemeriksaan
radiologi, pemeriksaan “Computed Tomography” (CT), pengukuran tekanan iol dengan
tonography, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan kultur.
Trauma mata dapat dicegah dan diperlukan penerangan kepada masyarakat untuk
menghindarkan terjadinya trauma pada mata, seperti :
1. Trauma tumpul akibat kecelakaan tidak dapat dicegah, kecuali trauma tumpul
perkelahian.
2. Diperlukan perlindungan pekerja untuk menghindarkan terjadinya trauma tajam.
3. Setiap pekerja yang sering berhubungan dengan bahan kimia sebaiknya mengerti
bahan apa yang ada ditempat kerjanya.
4. Pada pekerja las sebaiknya menghindarkan diri terhadap sinar dan percikan bahan
las dengan memakai kaca mata.
5. Awasi anak yang sedang beramain yang mungkin berbahaya untuk matanya.

B.Saran
1. Diharapkan dapat meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam konsep asuhan
keperawatan pada pasien gangguan sistem persepsi sensori.
2. Diharapkan perawat mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat dan benar
sehingga klien dengan trauma mata bisa segera ditangani dan diberikan perawatan yang tepat.
Perawat juga diharuskan bekerja secara profesional sehingga meningkatkan pelayanan untuk
membantu kilen dengan trauma mata.

Daftar Pustaka

https://fdokumen.com/document/makalah-ablasio-retina-ika.html
https://id.scribd.com/document/389848793/makalah-ablasio-retina-KGD-docx
Suzanne C. Smeltzer & Brenda G. Bare. Keperawatan Medikal – Bedah Brunner &
Sudarth ( Brunner & Sudarth’s Textbook of Medical – Surgical Nursing). Vol.3.
Jakarta : EGC
Prof. Dr. Sidarta Ilyas SpM,dkk. 2010. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum Dan
Mahasiswa Kedokteran. Ed.2. Jakarta: CV Sagung Seto
Prof.Dr.H.Sidarta Ilyas SpM. 2004. Ilmu Perawatan Mata. Jakarta : CV Sagung Seto
Istiqomah, Indriana N. 2005. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Mata. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai