Anda di halaman 1dari 21

I.

PEMBERIAN CAIRAN INFUS INTRAVENA 

A. Pengertian Cairan Infus Intravena


Fungsi vena merupakan teknik penusukan vena melalui transkutan dengan
stilet tajam yang kaku seperti angiokateter atau dengan jarum yang disambungkan
pada spuit.(Eni Kusyati 2006. hal:267)
Pemberian cairan intravena merupakan pemberian cairan melalui alat
intravena untuk memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit, obat-obatan,
pemantauan hemodinamik, serta mempertahankan fungsi jantung dan ginjal
(Schaffer, dkk, 2000). Pasien yang mendapat cairan intravena di rumah sakit
mencapai 50% dari total seluruh pasien yang dirawat setiap tahunnya (Schaffer,
dkk, 2000).
Pada kondisi tertententu, pemberian cairan intra vena diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit tubuh. Langkah ini efektif untuk
memenuhi kebutuhan cairan eksternal secara langsung. Secara umum, tujuan
terapi intra vena adalah untuk memenuhi kebutuhan cairan pada klien yang tidak
mampu mengkonsumsi cairan oral secara adekuat, menambah asupan elektrolit
untuk menjaga kesimbangan elektrolit, menyediakan glukosa untuk kebutuhan
energi dalam proses metabolisme, memenuhi kebutuhan vitamin larut air, serta
menjadi media untuk pemberian obat melalui vena. Lebih khusus, terapi intra
vena di berikan pada pasien yang mengalami syok,intoksikasi berat, pasien pra
dan pasca bedah, atau pasien yang membutuhkan pengobatan tertentu(Mubarok,
Wahid Iqbal dan Nurul Chayatin.2007 Hal:92-94)
Pemberian cairan infuse dapat di berikan pada pasien yang mengalami
pengeluaran cairan atau nutrisi yang berat. Pemberian cairan infuse ke dalam vena
(pembuluh darah pasien) di antaranya pada vena lengan (vena safalika basilea dan
mediana kabiti), pada tungkai (vena sakena), atau pada vena yang ada di kepala,
seperti : vena temporalis krontolis (khusus untuk anak-anak). Selain pemberian
infuse pada pasien yang mengalami pengeluaran cairan, juga dapat dilakukan pada
pasien yang mengalami syok, intoksikasi berat, pra dan pasca bedah, sebelum
transfusi darah, atau pasien yang membutuhkan pengobatan tertentu.
(Hidayat,A Aziz alimul dan musrifatul ulyah. 2005. Hal:73-75)
B. Bagian Cairan dari Tubuh
Prosentase dari total cairan tubuh bervariasi sesuai dengan individu dan
tergantung beberapa hal antara lain :
a. Umur
b. Kondisi lemak tubuh
c. Sex
d. Perhatikan Uraian berikut ini :
Umur Prosentase
1. Bayi (baru lahir) 75 %
2. Dewasa :
a. Pria (20-40 tahun) 60 %
b. Wanita (20-40 tahun) 50 %
3. Usia Lanjut 45-50 %

C. Indikasi
Pada seseorang dengan penyakit berat, pemberian obat melalui intravena
langsung masuk ke dalam jalur peredaran darah. Misalnya pada kasus infeksi
bakteri dalam peredaran darah (sepsis). Sehingga memberikan keuntungan lebih
dibandingkan memberikan obat oral. Namun sering terjadi, meskipun pemberian
antibiotika intravena hanya diindikasikan pada infeksi serius, rumah sakit
memberikan antibiotika jenis ini tanpa melihat derajat infeksi. Antibiotika oral
(dimakan biasa melalui mulut) pada kebanyakan pasien dirawat di RS dengan
infeksi bakteri, sama efektifnya dengan antibiotika intravena, dan lebih
menguntungkan dari segi kemudahan administrasi RS, biaya perawatan, dan
lamanya perawatan.
Obat tersebut memiliki bioavailabilitas oral (efektivitas dalam darah jika
dimasukkan melalui mulut) yang terbatas. Atau hanya tersedia dalam sediaan
intravena (sebagai obat suntik). Misalnya antibiotika golongan aminoglikosida
yang susunan kimiawinya “polications” dan sangat polar, sehingga tidak dapat
diserap melalui jalur gastrointestinal (di usus hingga sampai masuk ke dalam
darah). Maka harus dimasukkan ke dalam pembuluh darah langsung.
Pasien tidak dapat minum obat karena muntah, atau memang tidak dapat
menelan obat (ada sumbatan di saluran cerna atas). Pada keadaan seperti ini, perlu
dipertimbangkan pemberian melalui jalur lain seperti rektal (anus), sublingual (di
bawah lidah), subkutan (di bawah kulit), dan intramuskular (disuntikkan di otot).
Kesadaran menurun dan berisiko terjadi aspirasi (tersedak—obat masuk ke
pernapasan), sehingga pemberian melalui jalur lain dipertimbangkan.
Kadar puncak obat dalam darah perlu segera dicapai, sehingga diberikan
melalui injeksi bolus (suntikan langsung ke pembuluh balik/vena). Peningkatan
cepat konsentrasi obat dalam darah tercapai. Misalnya pada orang yang
mengalami hipoglikemia berat dan mengancam nyawa, pada penderita diabetes
mellitus. Alasan ini juga sering digunakan untuk pemberian antibiotika melalui
infus/suntikan, namun perlu diingat bahwa banyak antibiotika memiliki
bioavalaibilitas oral yang baik, dan mampu mencapai kadar adekuat dalam darah
untuk membunuh bakteri. Klien yang mendapat terapi obat dalam dosis besar
secara terus-menerus melalui IV

D. Kontra Indikasi
a. Inflamasi (bengkak, nyeri, demam) dan infeksi di lokasi pemasangan infus.
b. Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal, karena lokasi ini akan
digunakan untuk pemasangan fistula arteri-vena (A-V shunt) pada
tindakan hemodialisis (cuci darah).
c. Obat-obatan yang berpotensi iritan terhadap pembuluh vena kecil yang
aliran darahnya lambat (misalnya pembuluh vena di tungkai dan kaki).

E. Persiapan Alat Dan Bahan


1. Cairan infus
2. Infus set
3. jarum infuse (20-22G untuk dewasa, 24-26G untuk anak-anak)
4. pengalas
5. tourniquet (untuk membendung aliran darah vena)
6. kapas alcohol
7. plaster
8. gunting
9. pencukur rambut
10. kassa steril
11. bengkok
12. sarung tangan sekalipakai
13. Standar infuse

F. Persiapan/Lingkungan
Klien diberi penjelasan tenteng hal-hal yang dilakukan saat pemasangan infuse
dengan menggunakan komunikasi yang terapeutik.jika keadaan memungkinkan.
Pakaian klien pada daerah yang akan di pasang infuse, harus di buka (untuk
mempermudah saat pemasangan infus) dan mencari venanya
identifikasi vena yang dapat di akses untuk tempat pemasangan jarum IV atau kateter:
1. Hindari daerah penonjolan tulang
2. Gunakan vena dibagian yang paling distal terlebih dahulu
3. Hindarkan pemasangan selang intra vena di pergelangan tangan klien, di
daerah yang mengalami peradangan, di ekstermitas yang sensasinya menurun
pada lingkungan klien, perlu dipasang sampiran

G. Prosedur Kerja
1. Perawat mencuci tangan
2. Memberitahu tindakan yang akan dilakukan dan pasang sampiran
3. Mengisis selang infuse
4. Membuka plastik infus set dengan benar
5. Tetap melindungi ujung selang seteril
6. Menggantungkan infus set dengan cairan infus dengan posisi cairan infus
mengarah keatas
7. Menggantung cairan infus di standar cairan infuse
8. Mengisi kompartemen infus set dengan cara menekan ( tapi jangan sampai
terendam )
9. Mengisi selang infus dengan cairan yang benar
10. Menutup ujung selang dan tutup dengan mempertahankan keseterilan
11. Cek adanya udara dalam selang
12. Pakai sarung tangan bersih bila perlu
13. Memilih posisi yang tepat untuk memasang infuse
14. Memilih vena yang tepat dan benar
15. Memasang tourniquet
16. Desinfeksi vena dengan tekhnik yang benar dengan alkohol dengan tekhnik
sirkuler atau dari atas ke bawah sekali hapus
17. Buka kateter ( abocath ) dan periksa apakah ada kerusakan
18. Menusukan kateter / abocath pada vena yang telah dipilih dengan apa arah
dari arah samping dengan derajat 45 0.
19. Memperhatikan adanya darah dalam kompartemen darah dalam kateter, bila
ada maka mandrin sedikit demi sedikit ditarik keluar sambil kateter
dimasukan perlahan-lahan
20. Torniquet dicabut
21. Menyambungkan dengan ujung selang yang telah terlebih dahulu dikeluarkan
cairannya sedikit, dan sambil dibiarkan menetes sedikit.
22. Memberi plester pada ujung plastik kateter / abocath tapi tidak menyentuh
area penusukan untuk fiksasi
23. Membalut dengan kassa seteril dan menutupnya dengan kassa seteril kering
24. Memberi plester dengan benar dan mempertahankan keamanan kateter /
abocath agar tidak tercabut
25. Mengatur tetasan infus sesuai dengan kebutuhan klien
26. Alat-alat dibereskan dan perhatikan respon klien
27. Perawat cuci tangan
28. Catat tindakan yang dilakukan

H. Menurut Teori pada saat Praktik


1. Siapkan peralatan dan bawa ke dekat klien
2. Cuci tangan
3. Siapkan cairan infuse dan infuse set
4. buka kemasan steril dengan menggunakan tekhnik aseptic
R = mencegah kontaminasi pada objek steril
5. Periksa larutan dengan menggunaan “lima tepat” :
a. tepat klien
b. tepat obat (tanggal kadaluarsa)
c. waktu
d. dosis (tetesan infuse yang di butuhkan)
e. rute (jalan yang diberikan melalui IV)
6. Yakinkan tambahan resep (missal : kalium dan vitamin, oxsitosin ) telah di
tambahkan. Observasi kebocoran kantung cairan
R = larutan IV adalah obat dan harus dengan hati-hati diperiksa
untuk mengurangi resiko kesalahan. Larutan yang berubah warna ,
mengandung partikel, atau kadaluarsa tidak di gunakan. Kebocoran
kantung menunjukkan kesempatan kontaminasi dan tidak boleh di
gunakan.
7. buka penutup botol invus dan buka set infuse dengan mempertahankan
sterilitas dari kedua ujung.
R = mencegah bakteri masuk ke peralatan infuse dan aliran darah.
8. Tempatkan klem rol kurang lebih 2-5 cm di bawah ruang drip dan gerakkan
klem rol pada posisi “off”
R = kedekatan klem rol pada ruang drip memungkinkan pengaturan
lebih akurat tentang kecepatan aliran. Gerakkan klem pada “off”
mencegah penetesan cairan pada klien, perawat, tempat tidur, atau
lantai.
9. Lepaskan pembungkus lubang slang IV pada kantung larutan IV plastic.
Tusukkan set infuse ke dalam kantung cairan atau botol.
R = memberi akses untuk insersi slang infuse ke dalam larutan
NB = jangan menyentuh jarum penusuk botol infuse karena bagian ini
steril. Jika misal jarum jatuh kelantai, buang slang IV tersebut dang
anti dengan yang baru.
10. aliran larutan IV pada slang infuse. Tekan ruang drip dan lepaskan, ini
memungkinkan pengisian 1/3 sampai ½ penuh.
R = menjamin slang bersih dari udara sebelum penyambungan ke IV,
dan mencegah udara masuk ke dalam slang.
11. Pelindung jarum tidak di lepas dan lepaskan klem rol untuk memungkinkan
cairan mengalir dari ruang drip melalui slang ke adapter jarum. Kembalikan
klem rol ke posisi “off” setelah slang terisi.
R = pengisian lambat slang menurunkan turbelens dan terbentuknya
gelembung. Keluarkan udara dari slang dan biarkan slang terisi
larutan. Penutupan klem mencegah kehilangan cairan yang tidak
sengaja.
12. Yakinkan slang bersih dari udara dan gelembung udara.
R = gelembung udara besar dapat bertindak sebagai emboli
13. Pasang perlak
14. Jika ada rambut, cukur daerah tersebut ± 2 inchi / 5cm
R = Mengurangi resiko kontaminasi dari bakteri pada rambut. Juga
membantu mempertahankan keutuhan balutan intra vena dan
membuat pelepasan plester tidak terlalu menimbulkan nyeri.
Pencukuran dapat menyebabkan mikroabrasi dan menjadi predis
posisi terjadinya infeksi ( metheny,1996).
15. Apabila memungkinkan, letakkan ekstermitas pada posisi dependen ( dalam
keadaan ditompang sesuatu).
R = Memungkinkan dilatasi vena sehingga vena dapat dilihat.
16. Siapkan alat2 yang tidak steril:
a. Pasang perlak dibawah tangan/area yang akan di infuse
b. Siapkan plester ukuran 1.25 panjang ± 9cm
c. Siapkan kasa steril
d. Buka insersi bevel
R = untuk mempermudah saat melakukan tindakan
17. Pasang tourniquet ± 5-7 inchi / 10-15 cm di atas / di daerah yang akan ditusuk
R = tourniquet menekan aliran balik vena tetapi tidak menyumbat
aliran arteri.
18. Kenakan sarung tangan (tangan kanan steril tangan kiri bersih)
R = mengurangi pemaparan pada organisme HIV , hepatitis dan
organismme yang di tularkan melalui darah.
19. Bersihkan daerah penusukan dengan kapas alcohol dengan arah melingkar dari
tengah ketepi
R = agar terhindar dari mikroorganisme / tidak terkontaminasi
20. Lakukan fungsi vena. Fiksasi vena dg meregangkan kulit berlawanan dg arah
insersi 5-7 cm dari arah distal ke tempat fungsi vena
ONC = insersi bevel (bagian ujung jarum yang miring) dg membentuk
sudut 20-30 derajat searah dg aliran balik darah vena distal terhadap
tempat fungsi vena yang sebenarnya.
R = memungkinkan perawat menempatkan jarum menjadi pararel dg
vena sehingga saat vena difungsi,resiko menusuk vena sampai tembus
keluarr berkurang
21. Lihat aliran balik melalui srelang jarum aliran balik darah di ONC,yang
mengindikasikan bahwa jarum telah memasuki vena. Jika sudah terasa pas
masuk ke vena insersi bevel di landaikan dan di masukkan sampai penuh
R = penggunaan jari yang sama mempengaruhi terjadinya sensitifitas
terhadap kajian yang lebih baik tentang kondisi vena.Rendahkan
jarum sampai hamper menyentuih kulit. Masukkan lagi kateter sekitar
seperempat inci ke dalam vena dan kemudian longgarkan
stylet(bagian pangkal jarum yang di masukkan ke vena)
22. Stabilkan kateter dg salah satu tangan ,lepaskan tourniquet dan lepaskan stylet
dari ONC, tekan ujung area penusukan.
R = Mengurangi aliran balik darah
23. Hubungkan adapter jarum infuse ke hub ONC atau jarum. Jangan sentuh titik
masuk adapter jarum atau bagian dalam hub ONC.
R = dengan menghubungkan set infuse dengan tepat,kepatenan vena
dicapai. Mempertahankan sterilisasi.
24. Lepaskan klem penggeser untuk memulai aliran infuse dengan kecepatan
tertentu untuk mempertahankan kepetenan selang intra vena.
R= Memungkinkan aliran vena dan mencegah obstruksi aliran larutan
IV
25. Fiksasi kateter IV atau jarum
26. Lepaskan sarung tangan sebelah kiri
R = agar plester tidak menempel pada sarung tangan.
27. Tempelkan plester kecil(1-25 cm) di bawah hub kateter dg sisi perekat kearah
dan silangkan plester diatas hub
R =Mencegah kateter lepas darivena tanpa sengaja.
28. Berikan sedikit larutan atau salep yodium-povidin pada tempat pungsi vena.
Biarkan larutan mengering sesuai dengan kebijakan lembaga
R= Larutan atau salep yodium-povidin merupakan antiseptic topical
yang mengurangi bakteri pada kulit dan mengurangi resiko infeksi
local atau sistemik. Apabila menggunakan balutan trasparan, larutan
yodium-povidin direkomendasikan ; salep mengganggu perekatan
balutan pada kulit.
29. Tempelkan plester kecil yang kedua, langsung silangkan ke hub kateter.
R : Mencegah terlepasnya infuse IV secara tidak sengaja
30. Tempatkan kasa balutan yang berukuran 4 cm di atas fungsi vena dan hub
kateter. Jangan menutupi hubungan antara selang intravena dan hub kateter.
Tempelkan 2 lembar plaster mengikuti panjang kasa atau sepanjang 9 cm.
sarung tangan dapat di lepas supaya tidak menempel ke plaster
a. Fiksasi selang infuse ke kateter dengan sepotong plester berukuran 2,5
cm
b. R = Menstabilkan hubungan infuse dengan kateter lebih lanjut.
31. Buang sarung tangan dan rapikan alat yang sudah di gunakan ,selanjutnya cuci
tangan
R = mengurangi penularan mikroorganisme
32. Tulis tanggal ,waktu pemasangan selang IV ,ukuran jarum, dan tanda tangan
serta inisial perawat pada plaster.
R = Memberikan data yang cepat tentang tanggal insersi IV dan dapat
di ketahui penggatian balutan selanjutnya
33. Atur kecepatan aliran untuk mengoreksi tetesan per menit
R = memoertahankan kecepatan aliran larutan IV yang benar
34. Observasi klien setiap jam untuk menentukan responnya terhadap terapi
cairan:
a. Jumlah larutan benar dan sesuai dangan program yang ditetapkan
b. Kecepatan aliran benar (tetesan per menit )
c. Kepatenan intra vena
d. Tidak terdapat infiltrasi, flebitis atau inflamasi.
R = memberikan evaluasi type dan jumlah cairan yang di berikan
kepada klien secara berkesinambungan. inspeksi per jam mencegah
terjadinya beban cairan berlebih tanpa sengaja atau hidrasi yang
tidak adekuat
35. Evaluasi Setelah di lakukan pemasangan infuse pada klien, tidak terlihat atau
terdapat tanda-tanda peradangan.
36. Dokumentasi
Contoh dokumentasi :
a. Tgl
b. Jam
c. Implementasi/tindakan keperawatan
08/05/2015
Jam 09.30
Memasang infuse (tipe cairan)
Tempat insersi (melalui IV)
Kecepatan aliran (tetesan/menit)
Respon klien setelah dilakukan tindakan pemasangan
infus
I. Kecepatn Aliran Untuk Infus Intravena

Faktor
tetesan 1000ml/6 1000 ml/ 8 1000 ml/10 1000 ml/12 1000 ml/24
selang jam jam jam jam jam
(tetes/ml) (tets/mnt) (tetes/31mnt) (tetes/mnt) (tetes/mnt) (tetes/mnt)
10 28 21 17 14 7
15 42 31 25 21 10
20 56 42 34 28 14
60 167 125 100 84 42

J. Cara Penghitungan Cairan Infus


Perhitungan tetesan infus
a. Tetesan makro : 1cc = 15 tetes
a. Rumus :
b. Tetesan/menit = jumlah cairan yang dimasukan (cc)
c. Lamanya infus (jam) x4
b. Tetesan makro : 1cc = 60 tetes
a. Rumus :
b. Tetesan/menit = Jumlah cairan yang dimasukan (cc). lamanya infus
(jam) untuk contoh :
c. 3000 ml dinfus dalam 24 jam, maka jumlah milimiter perjamnya
adalahsebagai berikut :
d. 3000 /24 = 125 ml/h
c. Tetes per menit
Contoh : 1000 ml dalam 8 jam, faktor tetesan 20
1000 x 20 / 8x60 = 41 tpm (tets per menit)

II. ELEKTROLIT DAN FUNGSINYA


A. Pengertian Elektrolit
Elektrolit merupakan zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel
bermuatan listik yang disebut ion jika berada dalam larutan. Kebutuhan cairan dan
elektrolit termasuk kebutuhan dasar manusia yang sama pentingnya dengan
keberadaan oksigen.
Elektrolit dalam tubuh harus dipertahankan keseimbangannya aga sel-sel
dalam tubuh manusia berfungsi secara optimal. Elektrolit dalam tubuh merupakan
substansi yang membawa muatan positif (kation) atau membawa muatan negatif
(anion). Kation sendiri berfungsi untuk mentransmisi impuls saraf ke otot dan
kontraksi dari otot-otot rangka dan polos. Anion selalu berdampingan dengan
kation.
Pada dasarnya, zat terlarut yang ada dalam tubuh terdiri dari elektrolit dan
nonelektrolit. Non elektrolit adalah zat yang tidak terurai dalam larutan dan tidak
bermuatan listrik seperti protein, urea, glukosa, oksigen, karbon diokasida dan
asam-asam organik. Zat elektrolit bermuatan listrik (ion) mencakup natrium
(Na+), kalium (K+), Kalsium (Ca++), magnesium (Mg++), Klorida (Cl-),
bikarbonat (HCO3-), fosfat (HPO42-) dan sulfat (SO42).
Kandungan za Kation dan Anion antra lain :
1. Kation (muatan positif): Natrium (Na+), Kalium (K+), Kalsium (Ca+
+), dan Magenesium (Mg++)
2. Anion (muatan negatif): Klorida (Cl-), bikarbonat (HCO3-), fosfat
(HPO42-), sulfat (SO42).

B. Fungsi elektrolit dalam tubuh


1. Kalium (K+) merupakan elektrolit utama cairan intrasel (normal: 2,5-5.0
mEq/L). Banyak dijumpai dalam sayuran (brokoli, kentang) dan buah-buahan
(pisang, persik, kiwi, apricot, jeruk, melon). Kalium berfungsi:
a. Transmisi dan konduksi impuls saraf
b. Kontraksi otot rangka, jantung dan otot polos
c. Untuk kerja enzim dalam proses glikolisis (proses merubah karbohidrat
menjadi energi) dan proses merubah asam amino menjadi protein
d. Meningkatkan penyimpanan glikogen dalam hepar
e. Mengatur osmolaritas cairan seluler
2. Natrium (Na+) Merupakan elektrolit utama cairan ekstrasel (normal: 135-145
mEq/L). Sumber natrium dari snack, rempah-rempah, daging panggang.
Natrium berfungsing:
a. Penyeimbang cairan di ruang ekstraseluler
b. Komunikasi antara nervus dan musculus
c. Membantu proses keseimbangan asam-basa dengan menukar ion
hidrogen pada ion sodium di tubuhl ginjal: ion hidrogen di eskresikan
3. Kalsium (Ca++) adalah elektrolit terbanyak dalam tubuh (mempunyai porsi
yang sama antara cairan intraseluler (CIS) dengan cairan ekstraseluler (CES).
Kalsium dalam tubuh normalnya 4,5-5,5 mEq/L. Kalsium berfungsi:
a. Membantu aktifitas saraf dan otot normal. Kalsium mampu
meningkatkan kontraksi otot jantung (miokardium).
b. Mempertahankan premeabilitas seluler normal
c. Membantu pembekuan darah
d. Membantu proses pembentukan tulang dan gigi.
4. Magnesium (Mg++) Magnesium terbanyak dijumpai di intrasel dan terdapat
pada sel jantung, tulang, saraf dan jaringan otot. Kadar magnesium dalam
tubuh normalnya 1,5-2,5 mEq/L. Magnesium berfungsi:
a. Untuk metabolisme karbohidrat dan protein
b. Mempengaruhi reaksi enzim

C. Pengelompokan Cairan Infus


Menurut pengelompokannya, cairan infus dapat di kelompokkan menjadi :
1. Cairan Hipotonik :
Osmolaritasnya lebih rendah di bandingkan serum (konsentrasi
ion Na+ lebih rendah di bandingkan serum), maka larut dalam
serum, & menurunkan osmolaritas serum. Sehingga cairan ditarik
dari dalam pembuluh darah menuju ke luar ke jaringan sekitarnya
(prinsip cairan berpindah dari osmolaritas yang rendah ke
osmolaritas lebih tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel yg
dituju. Digunakan pada kondisi sel “mengalami” dehidrasi,
contohnya pada pasien cuci darah (dialisis) dalam terapi diuretik,
serta pada pasien hiperglikemia (dengan kadar gula darah tinggi)
dengan gangguan ketoasidosis diabetik. Komplikasi yg
membahayakan ialah perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam
pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolaps kardiovaskular &
peningkatan tekanan intrakranial (didalam otak) pada sebagian
beberapa orang. Misalnya ialah NaCl 45% & Dekstrosa 2,5%.
2. Cairan Isotonik :
Osmolaritas (merupakan tingkat kepekatan) cairannya
mendekati serum (merupakan bagian cair dari komponen darah),
maka terus berada di dalam pembuluh darah. Berguna pada pasien
yg mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, maka tekanan
darah konsisten menurun). Mempunyai risiko terjadinya overload
(kelebihan cairan), khususnya pada penyakit gagal jantung
kongestif & hipertensi. Misalnya ialah cairan Ringer-Laktat (RL),
& normal saline/larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%).
3. Cairan hipertonik :
Osmolaritasnya lebih tinggi di bandingkan serum, maka
“menarik” cairan & elektrolit dari jaringan & sel ke dalam
pembuluh darah. Dapat mengurangi edema (bengkak),
menstabilkan tekanan darah & meningkatkan produksi urin .
Penggunaannya kontradiktif dengan cairan hipotonik. Contohnya
NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5%, Dextrose 5%+Ringer-Lactate,
Dextrose 5%+NaCl 0,9%, product darah (darah), & albumin.
4. Kristaloid
Bersifat isotonik, sehingga efektif dalam mengisi sejumlah
volume cairan ke dalam pembuluh darah dalam waktu yg singkat,
& bermanfaat pada pasien yg memerlukan cairan segera.
Contohnya Ringer-Laktat & garam fisiologis.
5. Koloid
Ukuran molekulnya (umumnya protein) cukup besar maka
tidak akan ke luar dari membran kapiler, & terus berada dalam
pembuluh darah, sehingga sifatnya hipertonik, & mampu menarik
cairan dari luar pembuluh darah. Misalnya ialah albumin & steroid.
III. JENIS – JENIS CAIRAN INFUS DAN FUNGSINYA

1. ASERING

a. Indikasi :
Dehidrasi (syok hipovolemik & asidosis) pada keadaan : gastroenteritis
akut, demam berdarah dengue (DHF), luka bakar, syok hemoragik,
dehidrasi berat, trauma.
b. Komposisi : Setiap liter asering terkandung didalamnya :
Na 130 Meq
Cl 109 Meq
K 4 Meq
Ca 3 Meq
Asetat (garam) 28 MEq
c. Keunggulan :
Asetat dimetabolisme di otot, & masihlah dapat ditolelir pada pasien
yg mengalami gangguan hati, Pada pemberian sebelum operasi sesar,
RA akan mengatasi asidosis laktat lebih baik dibanding RL pada
neonatus, Pada kasus bedah, asetat akan mempertahankan suhu tubuh
sentral pada anestesi dengan isofluran
d. Memiliki resiko vasodilator
Pada kasus stroke akut, penambahan MgSO4 20 persen sebanyak 10
ml pada 1000 ml RA, bisa meningkatkan tonisitas larutan infus maka
memperkecil risiko edema serebral.
2. KA-EN 1B

a. Indikasi :
Sebagai larutan awal apabila status elektrolit pasien belum diketahui,
misalnya ditemukan pada kasus emergensi (dehidrasi lantaran asupan
oral tidak memadai, demam).
Dosis lazim 500-1000 ml untuk sekali pemberian dengan cara IV.
Kecepatan sebaiknya 300-500 ml/jam (dewasa) & 50-100 ml/jam pada
anak-anak < 24 jam pasca operasi.
Bayi prematur atau bayi baru lahir, sebaiknya tidak diberikan lebih dari
100 ml/jam
3. KA-EN 3A dan KA-EN 3B

a. Indikasi :
Mensuplai kalium sebesar 20 MEq/L untuk KA-EN 3B
Larutan rumatan nasional untuk memenuhi kebutuhan harian air &
elektrolit dengan kandungan kalium cukup untuk mengganti ekskresi
harian, pada kondisi asupan oral terbatas
Mensuplai kalium sebesar 10 MEq/L untuk KA-EN 3A
Rumatan untuk kasus pasca operasi (> 24-48 jam)

4. KA-EN MG3

a. Indikasi :
Rumatan untuk kasus di mana suplemen NPC dibutuhkan 400 Kcal/L
Larutan rumatan nasional untuk memenuhi kebutuhan harian air &
elektrolit dengan kandungan kalium cukup untuk mengganti ekskresi
harian, pada kondisi asupan oral terbatas
Mensuplai kalium 20 MEq/L
Rumatan untuk kasus pasca operasi (> 24-48 jam)
5. KA-EN 4A

a. Indikasi :
Adalah larutan infus rumatan untuk bayi & anak
Tidak Dengan kandungan kalium, maka dapat diberikan kepada pasien dengan
berbagai kadar konsentrasi kalium serum normal
Tepat digunakan buat dehidrasi hipertonik
b. Komposisi (per 1000 ml) :
K 0 MEq/L
Na 30 MEq/L
Cl 20 MEq/L
Laktat 10 MEq/L
Glukosa 40 Gr/L
6. KA-EN 4B

a. Indikasi :
Adalah larutan infus rumatan untuk bayi & anak umur kurang 3 th
Mensuplai 8 MEq/L kalium pada pasien maka meminimalkan risiko
hipokalemia
Tepat digunakan untuk dehidrasi hipertonik
b. Komposisi :
Na 30 MEq/L
K 8 MEq/L
Glukosa 37,5 Gr/L
Laktat 10 MEq/L
Cl 28 MEq/L
7. Otsu-NS

a. Indikasi :
Untuk resusitasi
Kehilangan Na > Cl, misal diare
Sindrom yg berkaitan dengan kehilangan natrium (asidosis diabetikum, insufisiensi
adrenokortikal, luka bakar)

8. Otsu-RL

a. Indikasi :
Suplai ion bikarbonat
Resusitasi
Asidosis metabolik
9. MARTOS-10

a. Indikasi :
Suplai air & karbohidrat dengan cara parenteral pada penderita diabetik
Kondisi kritis lain yg membutuhkan nutrisi eksogen seperti tumor, stres berat,
infeksi berat & defisiensi protein
b. Dosis : 0,3 gr/kg BB/jam

Mengandung 400 Kcal/L

10. AMIPAREN

a. Indikasi :
Luka bakar, Stres metabolik berat, Infeksi berat, Kwasiokor, Pasca operasi
Dosis dewasa 100 ml selama 60 menit
Total Parenteral Nutrition
11. AMINOVEL-600
a. Indikasi :
Nutrisi tambahan pada gangguan saluran GI
Penderita GI yg dipuasakan
Kebutuhan metabolik yg meningkat (misal luka bakar, trauma & pasca
operasi)
Dosis dewasa 500 ml selama 4-6 jam (20-30 tpm)
Stres metabolik sedang/ringan

12. PAN-AMIN G

a. Indikasi :
Suplai asam amino pada hiponatremia & stres metabolik ringan
Nitrisi dini pasca operasi
Tifoid

Anda mungkin juga menyukai