C. Indikasi
Pada seseorang dengan penyakit berat, pemberian obat melalui intravena
langsung masuk ke dalam jalur peredaran darah. Misalnya pada kasus infeksi
bakteri dalam peredaran darah (sepsis). Sehingga memberikan keuntungan lebih
dibandingkan memberikan obat oral. Namun sering terjadi, meskipun pemberian
antibiotika intravena hanya diindikasikan pada infeksi serius, rumah sakit
memberikan antibiotika jenis ini tanpa melihat derajat infeksi. Antibiotika oral
(dimakan biasa melalui mulut) pada kebanyakan pasien dirawat di RS dengan
infeksi bakteri, sama efektifnya dengan antibiotika intravena, dan lebih
menguntungkan dari segi kemudahan administrasi RS, biaya perawatan, dan
lamanya perawatan.
Obat tersebut memiliki bioavailabilitas oral (efektivitas dalam darah jika
dimasukkan melalui mulut) yang terbatas. Atau hanya tersedia dalam sediaan
intravena (sebagai obat suntik). Misalnya antibiotika golongan aminoglikosida
yang susunan kimiawinya “polications” dan sangat polar, sehingga tidak dapat
diserap melalui jalur gastrointestinal (di usus hingga sampai masuk ke dalam
darah). Maka harus dimasukkan ke dalam pembuluh darah langsung.
Pasien tidak dapat minum obat karena muntah, atau memang tidak dapat
menelan obat (ada sumbatan di saluran cerna atas). Pada keadaan seperti ini, perlu
dipertimbangkan pemberian melalui jalur lain seperti rektal (anus), sublingual (di
bawah lidah), subkutan (di bawah kulit), dan intramuskular (disuntikkan di otot).
Kesadaran menurun dan berisiko terjadi aspirasi (tersedak—obat masuk ke
pernapasan), sehingga pemberian melalui jalur lain dipertimbangkan.
Kadar puncak obat dalam darah perlu segera dicapai, sehingga diberikan
melalui injeksi bolus (suntikan langsung ke pembuluh balik/vena). Peningkatan
cepat konsentrasi obat dalam darah tercapai. Misalnya pada orang yang
mengalami hipoglikemia berat dan mengancam nyawa, pada penderita diabetes
mellitus. Alasan ini juga sering digunakan untuk pemberian antibiotika melalui
infus/suntikan, namun perlu diingat bahwa banyak antibiotika memiliki
bioavalaibilitas oral yang baik, dan mampu mencapai kadar adekuat dalam darah
untuk membunuh bakteri. Klien yang mendapat terapi obat dalam dosis besar
secara terus-menerus melalui IV
D. Kontra Indikasi
a. Inflamasi (bengkak, nyeri, demam) dan infeksi di lokasi pemasangan infus.
b. Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal, karena lokasi ini akan
digunakan untuk pemasangan fistula arteri-vena (A-V shunt) pada
tindakan hemodialisis (cuci darah).
c. Obat-obatan yang berpotensi iritan terhadap pembuluh vena kecil yang
aliran darahnya lambat (misalnya pembuluh vena di tungkai dan kaki).
F. Persiapan/Lingkungan
Klien diberi penjelasan tenteng hal-hal yang dilakukan saat pemasangan infuse
dengan menggunakan komunikasi yang terapeutik.jika keadaan memungkinkan.
Pakaian klien pada daerah yang akan di pasang infuse, harus di buka (untuk
mempermudah saat pemasangan infus) dan mencari venanya
identifikasi vena yang dapat di akses untuk tempat pemasangan jarum IV atau kateter:
1. Hindari daerah penonjolan tulang
2. Gunakan vena dibagian yang paling distal terlebih dahulu
3. Hindarkan pemasangan selang intra vena di pergelangan tangan klien, di
daerah yang mengalami peradangan, di ekstermitas yang sensasinya menurun
pada lingkungan klien, perlu dipasang sampiran
G. Prosedur Kerja
1. Perawat mencuci tangan
2. Memberitahu tindakan yang akan dilakukan dan pasang sampiran
3. Mengisis selang infuse
4. Membuka plastik infus set dengan benar
5. Tetap melindungi ujung selang seteril
6. Menggantungkan infus set dengan cairan infus dengan posisi cairan infus
mengarah keatas
7. Menggantung cairan infus di standar cairan infuse
8. Mengisi kompartemen infus set dengan cara menekan ( tapi jangan sampai
terendam )
9. Mengisi selang infus dengan cairan yang benar
10. Menutup ujung selang dan tutup dengan mempertahankan keseterilan
11. Cek adanya udara dalam selang
12. Pakai sarung tangan bersih bila perlu
13. Memilih posisi yang tepat untuk memasang infuse
14. Memilih vena yang tepat dan benar
15. Memasang tourniquet
16. Desinfeksi vena dengan tekhnik yang benar dengan alkohol dengan tekhnik
sirkuler atau dari atas ke bawah sekali hapus
17. Buka kateter ( abocath ) dan periksa apakah ada kerusakan
18. Menusukan kateter / abocath pada vena yang telah dipilih dengan apa arah
dari arah samping dengan derajat 45 0.
19. Memperhatikan adanya darah dalam kompartemen darah dalam kateter, bila
ada maka mandrin sedikit demi sedikit ditarik keluar sambil kateter
dimasukan perlahan-lahan
20. Torniquet dicabut
21. Menyambungkan dengan ujung selang yang telah terlebih dahulu dikeluarkan
cairannya sedikit, dan sambil dibiarkan menetes sedikit.
22. Memberi plester pada ujung plastik kateter / abocath tapi tidak menyentuh
area penusukan untuk fiksasi
23. Membalut dengan kassa seteril dan menutupnya dengan kassa seteril kering
24. Memberi plester dengan benar dan mempertahankan keamanan kateter /
abocath agar tidak tercabut
25. Mengatur tetasan infus sesuai dengan kebutuhan klien
26. Alat-alat dibereskan dan perhatikan respon klien
27. Perawat cuci tangan
28. Catat tindakan yang dilakukan
Faktor
tetesan 1000ml/6 1000 ml/ 8 1000 ml/10 1000 ml/12 1000 ml/24
selang jam jam jam jam jam
(tetes/ml) (tets/mnt) (tetes/31mnt) (tetes/mnt) (tetes/mnt) (tetes/mnt)
10 28 21 17 14 7
15 42 31 25 21 10
20 56 42 34 28 14
60 167 125 100 84 42
1. ASERING
a. Indikasi :
Dehidrasi (syok hipovolemik & asidosis) pada keadaan : gastroenteritis
akut, demam berdarah dengue (DHF), luka bakar, syok hemoragik,
dehidrasi berat, trauma.
b. Komposisi : Setiap liter asering terkandung didalamnya :
Na 130 Meq
Cl 109 Meq
K 4 Meq
Ca 3 Meq
Asetat (garam) 28 MEq
c. Keunggulan :
Asetat dimetabolisme di otot, & masihlah dapat ditolelir pada pasien
yg mengalami gangguan hati, Pada pemberian sebelum operasi sesar,
RA akan mengatasi asidosis laktat lebih baik dibanding RL pada
neonatus, Pada kasus bedah, asetat akan mempertahankan suhu tubuh
sentral pada anestesi dengan isofluran
d. Memiliki resiko vasodilator
Pada kasus stroke akut, penambahan MgSO4 20 persen sebanyak 10
ml pada 1000 ml RA, bisa meningkatkan tonisitas larutan infus maka
memperkecil risiko edema serebral.
2. KA-EN 1B
a. Indikasi :
Sebagai larutan awal apabila status elektrolit pasien belum diketahui,
misalnya ditemukan pada kasus emergensi (dehidrasi lantaran asupan
oral tidak memadai, demam).
Dosis lazim 500-1000 ml untuk sekali pemberian dengan cara IV.
Kecepatan sebaiknya 300-500 ml/jam (dewasa) & 50-100 ml/jam pada
anak-anak < 24 jam pasca operasi.
Bayi prematur atau bayi baru lahir, sebaiknya tidak diberikan lebih dari
100 ml/jam
3. KA-EN 3A dan KA-EN 3B
a. Indikasi :
Mensuplai kalium sebesar 20 MEq/L untuk KA-EN 3B
Larutan rumatan nasional untuk memenuhi kebutuhan harian air &
elektrolit dengan kandungan kalium cukup untuk mengganti ekskresi
harian, pada kondisi asupan oral terbatas
Mensuplai kalium sebesar 10 MEq/L untuk KA-EN 3A
Rumatan untuk kasus pasca operasi (> 24-48 jam)
4. KA-EN MG3
a. Indikasi :
Rumatan untuk kasus di mana suplemen NPC dibutuhkan 400 Kcal/L
Larutan rumatan nasional untuk memenuhi kebutuhan harian air &
elektrolit dengan kandungan kalium cukup untuk mengganti ekskresi
harian, pada kondisi asupan oral terbatas
Mensuplai kalium 20 MEq/L
Rumatan untuk kasus pasca operasi (> 24-48 jam)
5. KA-EN 4A
a. Indikasi :
Adalah larutan infus rumatan untuk bayi & anak
Tidak Dengan kandungan kalium, maka dapat diberikan kepada pasien dengan
berbagai kadar konsentrasi kalium serum normal
Tepat digunakan buat dehidrasi hipertonik
b. Komposisi (per 1000 ml) :
K 0 MEq/L
Na 30 MEq/L
Cl 20 MEq/L
Laktat 10 MEq/L
Glukosa 40 Gr/L
6. KA-EN 4B
a. Indikasi :
Adalah larutan infus rumatan untuk bayi & anak umur kurang 3 th
Mensuplai 8 MEq/L kalium pada pasien maka meminimalkan risiko
hipokalemia
Tepat digunakan untuk dehidrasi hipertonik
b. Komposisi :
Na 30 MEq/L
K 8 MEq/L
Glukosa 37,5 Gr/L
Laktat 10 MEq/L
Cl 28 MEq/L
7. Otsu-NS
a. Indikasi :
Untuk resusitasi
Kehilangan Na > Cl, misal diare
Sindrom yg berkaitan dengan kehilangan natrium (asidosis diabetikum, insufisiensi
adrenokortikal, luka bakar)
8. Otsu-RL
a. Indikasi :
Suplai ion bikarbonat
Resusitasi
Asidosis metabolik
9. MARTOS-10
a. Indikasi :
Suplai air & karbohidrat dengan cara parenteral pada penderita diabetik
Kondisi kritis lain yg membutuhkan nutrisi eksogen seperti tumor, stres berat,
infeksi berat & defisiensi protein
b. Dosis : 0,3 gr/kg BB/jam
10. AMIPAREN
a. Indikasi :
Luka bakar, Stres metabolik berat, Infeksi berat, Kwasiokor, Pasca operasi
Dosis dewasa 100 ml selama 60 menit
Total Parenteral Nutrition
11. AMINOVEL-600
a. Indikasi :
Nutrisi tambahan pada gangguan saluran GI
Penderita GI yg dipuasakan
Kebutuhan metabolik yg meningkat (misal luka bakar, trauma & pasca
operasi)
Dosis dewasa 500 ml selama 4-6 jam (20-30 tpm)
Stres metabolik sedang/ringan
12. PAN-AMIN G
a. Indikasi :
Suplai asam amino pada hiponatremia & stres metabolik ringan
Nitrisi dini pasca operasi
Tifoid