Pengukuran kapal merupakan bagian dari kelaiklautan kapal, ditinjau dari Status Hukum
kapal Status Hukum kapal sebagai salah satu unsur pemenuhan persyaratan kelaiklautan
kapal, saat ini yang melaksanakan pengukuran kapal adalah Direktorat Perkapalam dan
Kepelautan (Ditkapel) Ditjen Hubla.
Suatu Kapal dikatakan laiklaut apabila terpenuhi setiap persyaratan kelaiklautan kapal
yaitu :
c. Diawaki oleh awak kapal atau orang yang memiliki kemampuan untuk melayarkan
kapal yaitu perwira-perwira dan ABK yang memenuhi persyaratan kualifikasi dan
kompetensi sesuai dengan ketentuan nasional dan Internasional yang dibuktikan dengan
Safe Manning Certificate.
Kapal laiklaut ditandai dan dibuktikan dengan diterbitkannya dokumen kapal (surat dan
sertifikat yang harus berada di atas kapal) berupa surat-surat dan sertifikat-sertifikat kapal,
setelah dilakukan pengukuran, pemeriksaan, percobaan dan pengujian-pengujian.
Apabila 3 (tiga) proses ini telah dilalui dan semua persyaratan terpenuhi, maka dikatakan
kapal memiliki hak untuk berlayar dengan mengibarkan bendera Indonesia sebagai bendera
kebangsaan dan sebagai bukti kebangsaan kapal tersebut.
1) Daftar Ukur Dalam Negeri adalah Daftar Ukur yang dibuat dan
diperuntukkan terhadap kapal-kapal yang diukur dengan metode pengukuran Dalam
Negeri, diisi dan dihitung berdasarkan angka-angka yang diperoleh dari hasil
pengukuran pisik di atas kapal.
2) Daftar Ukur Internasional adalah Daftar Ukur yang dibuat dan diperuntukkan
terhadap kapal-kapal yang diukur dengan metode pengukuran Internasional, diisi dan
dihitung dengan cara sebagai berikut :
- Untuk memperoleh volume dibawah geladak ukur dan volume ruang muatan
yang berada dibawah geladak ukur, terlebih dahulu membuat gambar lengkungan
pengontrol untuk tiap-tiap penampang, sesuai pembagian dari panjang geladak
ukur.
- Melalui angka-angka yang diperoleh dari gambar lengkungan pengontrol,
dihitung volume di bawah geladak ukur dan volume ruang muatan di bawah
geladak ukur.
- Untuk memperoleh volume bangunan dan ruangan-ruangan diatas geladak ukur,
dihitung sesuai ketentuan perhitungan bangunan diatas geladak ukur.
- Jumlah volume di bawah geladak ukur dan volume di atas geladak ukur,
merupakan volume keseluruhan (V) untuk menghitung Tonase Kotor (GT),
dengan menggunakan rumus.
- Jumlah volume ruang muatan di bawah geladak ukur dan volume ruang muatan
di atas geladak ukur, merupakan jumlah volume ruang muatan (Vc) untuk
memperoleh Tonase Bersih (NT), dengan menggunakan rumus.
b. Surat Ukur merupakan salah satu dari surat-surat kapal yang harus ada di kapal, apabila
kapal akan berlayar. Dalam Surat Ukur dicantumkan data umum, ukuran dan tonase
kapal yang bersangkutan.
c. Tanda Selar adalah rangkaian angka dan huruf yang menunjukkan Tonase Kotor (GT)
kapal, nomor surat ukur serta kode pengukuran dari pelabuhan yang menerbitkan surat
ukur kapal tersebut
1. TMS.1969 yang disahkan tanggal 23 Juni 1969 adalah produk IMO, sebagai hasil upaya
dalam mencari cara untuk menentukan tonase kapal yang bersifat tunggal dan seragam.
2. Sejarah pengukuran kapal berawal pada tahun 1851 dan berkembang sesuai dengan
kemajuan teknologi perkapalan dalam penyempurnaannya hingga yang terakhir dikenal
dengan TMS. 1969 (International Convention on Tonnage Measurement of Ship. 1969).
3. Melalui Keppres No. 5 Tahun 1989 tanggal 25 Januari 1989, Indonesia ikut meratifikasi
Konvensi yang isinya bahwa, TMS. 1969 telah diterima secara luas oleh dunia
internasional sebagai dasar pengukuran kapal, karenanya dipandang perlu untuk ikut serta
dalam konvensi tersebut.
4. Dengan meratifikasi konvensi TMS. 1969, maka pengukuran kapal dimasukkan di dalam
Undang-Undang No. 21 Tahun 1992 tanggal 17 September 1992 tentang Pelayaran yang
telah diubah dengan Undang-Undang No. 17 Tahun 2008.
5. Dijabarkan di dalam Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2002 tangal 23
September 2002 tentang Perkapalan.
6. Sebagai pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2002 telah diterbitkan
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM.6 Tahun 2005 tentang Pengukuran Kapal
sebagaimana telah diubah melalui Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 8
Tahun 2013 tentang Pengukuran Kapal.
1. Panjang (p)
a. Diperoleh dengan mengukur jarak mendatar antara titik temu sisi luar kulit lambung
dengan linggi haluan dan linggi buritan pada ketinggian geladak atau pada bagian
sebelah atas dari rimbat tetap bagi kapal selain yang terbuat dari bahan logam atau
fibreglass, atau dari sisi dalam kulit lambung kapal bagi kapal yang terbuat dari bahan
logam atau fibreglass.
b. Panjang untuk kapal yang mempunyai geladak penggal, diperoleh dengan cara
memperpanjang bagian geladak yang rendah dengan garis khayal sejajar dengan
bagian geladak diatasnya, dan mengukur jarak mendatar antara titik potong sisi luar
kulit lambung dengan linggi haluan dan linggi buritan pada ketinggian geladak yang
diperpanjang dengan garis khayal tersebut.
2. Lebar (l) :
diperoleh dengan mengukur jarak mendatar antara kedua sisi luar kulit lambung pada
bagian kapal yang terlebar, tidak termasuk pisang-pisang, bagi kapal selain yang
terbuat dari bahan logam atau fibreglass atau dari sisi dalam kulit lambung kapal bagi
kapal yang terbuat dari bahan logam atau fibreglass
3. Dalam (d) :
diperoleh dengan mengukur jarak tegak lurus di tengah-tengah lebar pada bagian kapal
yang terlebar, dari sisi bawah alur lunas bagi kapal selain yang terbuat dari bahan logam
atau fibreglass atau dari atas lunas bagi kapal yang terbuat dari bahan logam atau
fibreglass, sampai bagian bawah geladak atau sampai garis melintang kapal yang
ditarik melalui kedua sisi atas rimbat tetap
Metode pengukuran Dalam Negeri adalah metode pengukuran yang ditetapkan oleh
Pemerintah Indonesia yang diterapkan pada kapal-kapal Indonesia yang tidak tunduk secara
utuh kepada ketentuan-ketentuan konvensi Internasional tentang pengukuran kapal, 1969,
sehubungan bagi kapal dimaksud diserahkan pengaturannya kepada Negara bendera masing-
masing kapal, dengan melaksanakan aturan yang merupakan bagian dan tidak terpisahkan
dengan TMS. 1969. Penerapan azas kemudahan yang dianut, agar tidak sulit
dalam pelaksanaannya, namun tetap dengan pendekatan kepada Konvensi
Internasional tentang Pengukuran Kapal, 1969.
Kapal yang berukuran panjang kurang dari 24 (dua puluh empat) meter, atas permintaan
pemilik dapat diukur sesuai dengan metode pengukuran Internasional.
Untuk mengukur Tonase Kotor (Gross Tonnage) ditetapkan dengan menggunakan rumus
GT = 0,25 x V
Volume kapal = Volume dibawah geladak ukur (+) volume ruangan di atas geladak
Volume Ruangan dibawah geladak ukur (V1) diperoleh dengan mengalikan panjang
geladak (p) dengan lebar kapal (l) dengan dalam kapal (d) dan dengan factor (f), dalam
bentuk rumus :
V1 = p x l x d x f *)
- Kepala Palka
1. Bulat.
2. Ellips.
3. Persegi.
5. Kapsul (simetris).
Volume Ruangan (bangunan) diatas geladak diperoleh dengan mengalikan panjang rata-
rata dengan lebar rata-rata dan tinggi rata-rata dalam bentuk rumus :
Akil, Kimbul, dan bangunan lain yang dibatasi oleh dinding (bidang) lengkung diukur
dan dihitung sbb:
a. Menarik garis lurus pada bidang tengah lebar ruangan yang menghubungkan titik
tengah dari tinggi yang diukur pada bagian depan dan belakang ruangan hingga
memotong dinding depan dan dinding belakang ruangan.
b. Panjang ruangan diperoleh dengan mengukur jarak mendatar antara kedua titik potong
garis tersebut dengan sebelah dalam dinding depan dan dinding belakang ruangan.
c. Tinggi dan lebar ruangan diambil di tiga penampang yaitu pada dinding depan, tengah-
tengah panjang dan dinding belakang ruangan.
- Tinggi ruangan diambil pada seperempat lebar terbawah dari penampang
diukur dari sebelah atas geladak sampai sebelah bawah geladak diatasnya.
- Lebar ruangan diambil pada setengah tinggi masing-masing penampang.
d. Volume ruangan diperoleh dengan mengalikan panjang ® dengan lebar ® dan tinggi ®.
Bangunan tertutup diatas geladak termasuk kepala palka yang volumenya kurang dari 1 M3
(satu meter kubik) tidak dimasukkan di dalam perhitungan.
Pembulatan angka, semua volume ruangan yang diperoleh dihitung sampai 2 (dua) angka
dibelakang koma, jika angka ketiga dibelakang koma adalah angka enam atau lebih,
maka angka kedua dibelakang koma ditambah 1 (satu)
NT = 30% x GT
11
12
13
4. SERTIFIKASI PENGUKURAN KAPAL
Pada kapal yang telah memperoleh Surat Ukur harus dipasang Tanda Selar secara permanen
di bagian luar dinding depan bangunan atas atau pada tempat lain yang aman dan mudah
dibaca dan Perhitungan dituangkan di dalam Daftar Ukur.
Tanda Selar :
Adalah rangkaian angka dan huruf yang terdiri dari GT, angka tonase kotor, No, yang diikuti
angka nomor surat ukur dan kode pengukuran dari pelabuhan yang menerbitkan Surat Ukur.
Contoh :
GT. 175 No. 100/Ba
Tanda Selar dibuat dan dituliskan/dipasang sesuai dengan bahan utama kapal :
- Menggunakan plat baja, dipasang dengan cara dilas untuk kapal dengan bahan utama
baja.
- Menggunakan plat baja dipasang dengan cara dilas atau dituliskan dengan pahat atau dicat
untuk kapal dengan bahan utama kayu.
- Menggunakan bahan yang sesuai dengan bahan utama kapal, dipasang dengan
cara yang memadai atau dituliskan dengan cat, untuk kapal yang dibuat dengan
menggunakan bahan utama selain baja atau kayu.
Tanda Selar dipasang pada tempat yang aman dan yang dengan segera terlihat dari luar
dengan cara yang tak dapat dihapuskan, untuk kapal dengan Surat Ukur Tetap dipasang
secara permanen, sedangkan untuk kapal dengan Surat ukur Sementara ditulis dengan
menggunakan cat.
14
15
16
17