Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Stroke
Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Stroke
Oleh:
A. Anatomi
Otak adalah organ vital yang terdiri dari 100 - 200 milyar sel aktif yang
saling berhubungan dan bertanggung jawab atas fungsi mental dan intelektual kita.
Otak terdiri dari sel - sel otak yang disebut neuron. Otak merupakan organ yang
sangat mudah beradaptasi meskipun neuron - neuron di otak mati tidak mengalami
regenerasi kemampuan adaptif atau plastisitas. Pada otak dalam situasi tertentu
bagian - bagian otak dapat mengambil alih fungsi dari bagian-bagian yang rusak.
Otak sepertinya belajar kemampuan baru. Ini merupakan mekanisme paling
penting yang berperan dalam pemulihan stroke (Feigin, 2006).
Secara anatomis sistem saraf tepi dibagi menjadi 31 pasang saraf spinal
dan 12 pasang saraf cranial. Saraf perifer terdiri dari neuron- neuron yang
menerima pesan-pesan neural sensorik (aferen) yang menuju ke system saraf
pusat, dan atau menerima pesan-pesan neural motorik ( eferen ) dari system
saraf pusat. Saraf spinal menghantarkan pesan-pesan tersebut maka saraf spinal
dinamakan saraf campuran.
Sistem saraf somatic terdiri dari saraf campuran. Bagian aferen membawa
baik informasi sensorik yang disadari maupun informasi sensorik yang tidak
disadari. Sistem saraf otonom merupakan sistem saraf campuran. Serabut-
serabut aferen membawa masukan dari organ- organ visceral. Saraf
parasimpatis adalah menurunkan kecepatan denyut jantung dan pernafasan,
dan meningkatkan pergerakan saluran cerna sesuai dengan kebutuhan
pencernaan dan pembuangan.
Secara garis besar sistem saraf dibagi menjadi 2, yaitu sistem saraf pusat
dan sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat (SSP) terbentuk oleh otak dan medulla
spinalis. Sistem saraf disisi luar SSP disebut sistem saraf tepi (SST). Fungsi
dari SST adalah menghantarkan informasi bolak balik antara SSP dengan
bagian tubuh lainnya (Noback dkk, 2005). Otak merupakan bagian utama dari
sistem saraf dengan komponen bagiannya adalah : 1) Cerebrum Cerebrum
merupakan bagian otak yang terbesar yang terdiri dari sepasang hemisfer
kanan dan kiri serta tersusun dari korteks. Korteks ditandai dengan sulkus
(celah) dan girus.2 Cerebrum dibagi menjadi beberapa lobus, yaitu: a) Lobus
Frontalis Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual yang lebih
tinggi, seperti kemampuan berpikir abstrak dan nalar, bicara (area broca di
hermisfer kiri), pusat penghidit dan emosi. Bagian ini mengandung pusat
pengontrolan gerakan volunter di gyrus presentralis (area motorik primer) dan
terdapat area asosiasi motorik (area premotor). Pada lobus ini terdapat daerah
broca yang mengatur ekspresi bicara, lobus ini juga mengatur gerakan sadar,
perilaku sosial, berbicara, motivasi dan inisiatif (Purves dkk, 2004). b) Lobus
Temporalis Lobus temporalis mencakup bagian korteks serebrum yang
berjalan ke bawah dari fisura lateral dan sebelah posterior dari fisura parieto-
oksipitalis (White, 2008). Lobus ini berfungsi untuk mengatur daya ingat
verbal, visual, pendengaran dan berperan dalam pembentukan dan
perkembangan emosi. c) Lobus Parietalis Lobus Parietalis merupakan daerah
pusat kesadaran sensorik di gyrus post sentralis (area sensorik primer) untuk
rasa raba dan pendengaran (White, 2008). d) Lobus Oksipitalis Lobus
oksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan dan area asosiasi penglihatan:
menginterpretasi dan memproses rangsang penglihatan dari nervus optikus dan
mengasosiasikan rangsang ini dengan informasi saraf lain dan memori (White,
2008).3 e) Lobus Limbik Lobus limbik untuk mengatur emosi manusia,
memori emosi dan bersama hipothalamus menimbulkan perubahan melalui
pengendalian atas susunan endokrin dan susunan autonom (White, 2008).
BAB II
FISIOLOGI
A. Definisi
Stroke adalah gangguan otak fokal akibat
terhambatnya aliran darah ke otak karena perdarahan atau
sumbatan dengan gejala atau tanda sesuai bagian otak yang
terkena, yang dapat sembuh sempurna, sembuh dengan cacat,
atau kematian (Junaidi, 2011). Stroke dibagi menjadi 2 yaitu
Stroke hemoragic: stroke yang dikarenakan pecahnya
pembuluh darah sehingga aliran darah menjadi tidak normal
dan darah yang keluar merembes masuk ke dalam suatu
daerah di otak dan merusaknya (Junaidi, 2011). Stroke non
hemoragic: hilangnya fungsi sistem saraf pusat fokal secara
cepat yang berlangsung kurang dari 24 jam dan diduga
diakibatkan oleh mekanisme vascular emboli, trombosis, atau
hemodinamik (Ginsberg, 2008). Hemiparese adalah
kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh yang menyebabkan
hilangnya tenaga otot sehingga sukar melakukan gerakan
volunter (Sidharta, dkk. 2001)
B. Epidemiologi
Global
Setiap tahun, 15 juta orang di dunia menderita stroke. Dari
15 juta orang tersebut, 5 juta orang meninggal, dan 5 juta
orang lainnya mengalami kecacatan permanen. Stroke
jarang ditemukan pada orang di bawah 40 tahun. 70%
kasus stroke ditemukan di negara dengan penghasilan
rendah dan menengah, 87% kematian akibat stroke juga
ditemukan pada negara-negara tersebut. Sedangkan pada
negara dengan penghasilan tinggi, insidensi stroke telah
berkurang sebanyak 42% dalam beberapa dekade terakhir.
Indonesia
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2013 oleh Kementrian
Kesehatan RI, 7% atau sebesar 1.236.825 orang menderita
stroke. Jawa Barat merupakan provinsi dengan angka
kejadian stroke terbanyak di Indonesia, yaitu sebesar
238.001 orang, atau 7,4% dari jumlah penduduknya.
Selain itu, penderita ditemukan paling banyak pada
kelompok umur 55-64 tahun. Laki-laki juga lebih banyak
mengidap stroke di Indonesia dibandingkan perempuan.
Menurut Sample Registration System (SRS) Indonesia
2014, Stroke merupakan penyakit yang paling banyak
diderita, yaitu sebesar 21,1%.
Mortalitas
Berdasarkan WHO, stroke merupakan penyakit dengan
angka kematian tertinggi kedua di dunia, dan ketiga dalam
menyebabkan kecacatan.[11] Berdasarkan laporan pola
penyebab kematian di Indonesia dari analisis data
kematian 2010, penyebab kematian tertinggi adalah stroke,
sebesar 17,7%.[14]
C. Etiologi
Gangguan suplai darah ke otak merupakan penyebab
terjadinya stroke. Stroke mengakibatkan terjadinya
kehilangan fungsi neurologis secara tiba - tiba, kemudian
muncul tanda dan gejala sesuai dengan daerah yang
mengalami gangguan. Untuk membatasi kerusakan otak dan
mencegah stroke berulang maka proses pemulihan stroke
harus dioptimalkan (Schretzman, 2001). Gangguan suplai
darah ini disebabkan oleh adanya penyumbatan dan pecahnya
pembuluh darah di otak.
Menurut (Junaidi, 2011) dibagi menjadi 2 kelompok besar,
yaitu:
a. Faktor risiko internal (yang tidak dapat dikontrol/diubah)
seperti umur, ras, jenis kelamin, dan riwayat keluarga.
b. Faktor risiko eksternal (yang dapat dikontrol/diubah)
seperti hipertensi, stres, diabetes mellitus, peminum
alcohol, merokok, pola makan, kurang aktivitas fisik,
obesitas.
E. Klasifikasi Stroke
F. Klasifikasi Stroke
Berdasarkan penyebab tersebut stroke diklasifikasikan
menjadi 2 macam yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik
19 (Schretzman. 2001).
1) Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh
pecahnya pembuluh darah di otak yang menghambat
aliran darah normal dan darah merembes ke daerah
sekitarnya kemudian merusak daerah tersebut.
Berdasarkan tempat terjadinya perdarahan, stroke
hemoragik terbagi atas dua macam, yaitu stroke
hemoragik intra serebrum dan stroke hemoragik
subaraknoid.
2) Stroke Non Hemoragik atau Iskemik
Stroke iskemik adalah stroke yang disebabkan oleh
terjadinya penyumbatan pada arteri yang mengarah ke
otak yang mengakibatkan suplai oksigen ke otak
mengalami gangguan sehingga otak kekurangan oksigen.
Berdasarkan perjalanan klinisnya, stroke non haemoragik
dibagi menjadi 4, yaitu:
(1) Transient Ischemic Attack (TIA) merupakan serangan
stroke sementara yang berlangsung kurang dari 24 jam.
(2) Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)
merupakan gejala neurologis yang akan menghilang
antara > 24 jam sampai dengan 21 hari.
3) Progressing Stroke atau Stroke in Evolution merupakan
kelainan atau defisit neurologis yang berlangsung secara
bertahap dari yang ringan sampai menjadi berat.
4) Complete Stroke atau stroke komplit merupakan kelainan
neurologis yang sudah menetap dan tidak berkembang lagi
(Junaidi, 2006).
BAB V
Penatalaksanaan Fisioterapi