Lapsus GEA
Lapsus GEA
LAPORAN KASUS
1
besar cair. Demam tidak begitu tinggi, timbul secara perlahan. Demam tidak
disertai dengan menggigil.
Pada rabu pagi, pasien sempat dibawa ke bidan dan diberikan obat untuk
buang air besar (BAB) cair, muntah dan demamnya namun keluhan tidak
membaik sehingga orang tua pasien langsung membawa pasien pada siangnya ke
RSUD Ambarawa. Riwayat mencret apabila memakan makanan tertentu atau
minum susu disangkal oleh ibu pasien.
Riwayat Nutrisi
Pasien diberi ASI hanya sampai usia 1 minggu setelah itu dilanjutkan dengan susu
formula. Pada usia 6 bulan baru diberikan MPASI.
2
Riwayat Imunisasi
Usia Vaksin
0 Hb 1
1 BCG, Polio 1
2 DPT/Hb Kombo 1, Polio 2
3 DPT/Hb Kombo 2, Polio 3
4 DPT/Hb Kombo 3, Polio 4
9 Campak
3
PEMERIKSAAN FISIK
Status Gizi :
BB : 13 Kg
TB : 78 cm
Status gizi :
BB/U : 0 < SD < 2
TB/U : -3 < SD
BB/TB : 2 < SD ≤ 3
Status Generalis
Kulit : pucat (-), sianosis (-)
Kepala : ubun-ubun cekung (-)
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), mata cekung
(-/-)
Hidung : sekret (-), darah/epistaksis (-)
Mulut : sianosis (-), lidah kotor (-), bibir dan lidah terlihat agak
kering
Leher : pembesaran limfonodi (-)
Cor
- Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula sinistra
kuat angkat (-)
- Auskultasi : bunyi jantung I-II reguler, suara tambahan (-), bising (-)
4
Pulmo
- Inspeksi : gerak simetris (statis dan dinamis)
- Palpasi : fokal fremitus dextra=sinistra
- Perkusi : sonor seluruh lapang paru
- Auskultasi : suara dasar vesikuler +/+, rhonki (-), wheezing (-)
Abdomen
- Inspeksi : pembesaran (-)
- Auskultasi : bising usus (+)
- Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba. nyeri tekan (-)
- Perkusi : timpani (+)
- Turgor pada kulit di abdomen sedikit menurun
5
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan
Darah Rutin
Hemoglobin 13.1 12.5 – 15,5 gr/dL
Leukosit 7.5 5 – 11 ribu
Eritrosit 4.74 4 – 5.4 juta
Hematokrit 36.9 37 – 45%
Trombosit 273 150 – 440
ribu/mm3
MCV 77.8 77 – 91 fl
MCH 27.6 24 – 30 pg
MCHC 35.5 32-36 g/dL
Hitung Jenis Leukosit
Limfosit 2.0 22 – 40%
Monosit 0.4 4 – 8%
Granulosit 5.2 2-4
Feses Rutin
Makroskopis
Warna Kuning
Konsistensi Lembek
Lendir (-) -
Darah (-) -
Mikroskopis
Leukosit (-)
Eritrosit (-) 0-1
Amoeba (-) -
Telur cacing (-)
Sisa makanan (+)
Lain-lain (-)
1.7. Diagnosis
GEA dehidrasi ringan-sedang
1.8. Resume
Pasien datang dengan keluhan buang air besar (BAB) cair sejak HMRS
yaitu tepatnya pada saat pagi hari. BAB cair timbul dengan tiba-tiba dan sudah
berlangsung ± 5x saat itu. Tinja berbentuk cair, jumlah tinja setiap kali BAB tidak
6
begitu banyak dengan ampas sedikit, berwarna kuning, tidak ada lendir, tidak ada
darah, berbau amis, tidak seperti minyak, dan tidak seperti air cucian beras. Selain
itu, juga disertai muntah sejak 1 hari SMRS yaitu pada selasa malam, sebanyak 4
kali sehari, muntah berisi makanan yang dimakan dan tidak ada darah. Selama
BAB cair dan muntah ibu pasien mengatakan anaknya terlihat lemas dan lebih
rewel dari biasanya, namun masih mau minum serta terlihat lebih haus dari
biasanya.
Selain buang air besar cair dan muntah, pasien juga mengalami demam
sejak HMRS yaitu pada pagi hari timbul bersamaan dengan munculnya buang air
besar cair. Demam tidak begitu tinggi, timbul secara perlahan. Demam tidak
disertai dengan menggigil.
Pada rabu pagi, pasien sempat dibawa ke bidan dan diberikan obat untuk
buang air besar (BAB) cair, muntah dan demamnya namun keluhan tidak
membaik sehingga orang tua pasien langsung membawa pasien pada siangnya ke
RSUD Ambarawa.
Pasien dilahirkan dari Ibu P1A0, lahir secara spontan, BBL 2600 gram,
hamil lebih bulan (postterm), dengan KPD (+). Pasien mendapatkan ASI hanya
sampai usia 1 minggu kemudian dilanjutkan dengan susu formula. Setelah usia 6
bulan baru diberikan MPASI. Imunisasi pada pasien sudah semua. Riwayat
tumbuh kembang normal sesuai usia dan tidak ada keterlambatan.
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan keadaan pasien tampak sakit sedang,
lemas dan rewel. Pada pemeriksaan kepala ubun-ubun cekung (-), mata cekung
(-), bibir dan lidah terlihat sedikit kering, turgor sedikit menurun, namun pasien
merasa haus dan masih mau minum banyak.
Pada pemeriksaan laboratorium, dari hasil darah rutin tidak ada hasil yang
bermakna namun ditemukan peningkatan granulosit dan juga dari hasil
pemeriksaan faeces semua masih dalam batas normal.
1.9. Tatalaksana
1. Farmakologi
Inf. KAEN 3B 12 tpm
Inj. Ondansentron 3 x 2 mg k/p
7
Inj. Ranitidin
L-zinc 1 x cth I
Lacto-B 2 x1 sachet
2. Non-farmakologi
Makanan tetap terus diberikan
Menjaga higienitas
Bedrest
1.10. Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Que ad santionam : Dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DIARE (GASTROENTERITIS)
Definisi
Diare adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari,
disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dari biasanya dengan atau tanpa
8
lendir dan darah. Diare akut adalaha diare yang berlangsung kurang dari 14 hari
(kurang dari 2 minggu), sedangkan diare kronik adalah diare yang berlangsung
lebih dari 14 hari (lebih dari 2 minggu).1, 2, 3, 4
Pada bayi yang minum ASI sering frekuensi buang air besar lebih dari 3-4
kali perhari, keadaan ini tidak dapat disebut diare, tetapi masih bersifat fisiologis
atau normal. Selama berat badan bayi meningkat normal, hal tersebut tidak
tergolong diare, tetapi merupakan intoleransi laktosa sementara akibat belum
sempurnanya perkembangan saluran cerna. Untuk bayi yang minum ASI secara
eksklusif definisi diare yang praktis adalah meningkatnya frekuensi buang air
besar atau konsistesinya menjadi cair yang menurut ibunya abnormal atau tidak
seperti biasanya. Kadang-kadang pada seorang anak buang air besar kurang dari 3
kali perhari, tetapi konsistesinya cair, keadaaan ini sudah dapat disebut diare. 1
Epidemiologi
Secara epidemiologi diare dapat ditemukan di seluruh dunia baik di negara
yang telah maju ataupun di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Di
negara maju walaupun sudah terjadi perbaikan kesehatan dan sosial ekonomi yang
tinggi tetapi penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan selain karena
morbiditasnya juga karena biaya perawatan kesehatannya yang cukup besar.5
Berdasarkan data dari World Gastroenterology Organisation Practice Guideline
di seluruh dunia terdapat sekitar 1,5 miliar kasus diare pertahun dengan angka
kematian 1,5-2 juta terutama pada anak usia kurang dari 5 tahun atau mencapai
angka 18% dari seluruh dunia yang berarti lebih dari 5000 anak yang menderita
diare setiap harinya, dari semua kasus yang kematian akibat diare sekitar 78%
terjadi di kawasan Afrika dan Asia Tenggara dan pada negara berkembang anak-
anak usia dibawah 3 tahun mengalami diare kurang lebih 3 kali setiap tahunnya. 6,
7
9
penduduk.8 Kejadian Luar Biasa (KLB) diare juga masih sering terjadi dengan
jumlah kematian yang masih tinggi.9 Diare merupakan penyebab kematian
peringkat ke-13 berdasarkan pola penyebab kematian pada semua umur,
sedangkan berdasarkan dari hasil Riskesdas tahun 2007 diare masih sebagai
penyebab kematian nomor satu pada Balita.9 Dengan keadaan tersebut masalah
diare menjadi perhatian yang cukup serius demi mancapai target millennium
development goals (MDGS) poin ke empat yaitu menurunkan angka kematian
balita.8
Klasifikasi
Diare dapat diklasifikasikan berdasarkan :10, 11
1. Lama waktu diare : diare akut dan diare kronik
2. Mekanisme patofisiologis : osmotik, sekretorik, malabsorbsi, inflamasi,
infeksi, dan gangguan peristaltik
3. Berat ringannya diare : berat atau ringan
4. Penyebabnya infeksi atau tidak : diare infektif atau diare non infektif
5. Penyebabnya organik atau tidak : diare organik atau diare fungsional
Cara Penularan
Cara penularan diare pada umumnya secara fekal-oral yang berarti melalui
makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung
antara tangan dengan penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja
penderita diare atau secara tidak langsung melalui lalat (melalui 4F = finger, flies,
fluid, field).1
Faktor Risiko
1. Sindrom defisiensi kekebalan didapat
2. Tidak memadainya air bersih
3. Tidak memberikan air susu ibu (ASI) secara eksklusif untuk 4-6 bulan
pertama kehidupan bayi
4. Pencemaran air oleh tinja
5. Kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk
10
6. Kurangnya sarana kebersihan mandi, cuci, kakus (MCK)
7. Penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak higenis.1
Etiologi
Diare dapat disebabkan oleh banyak penyebab, dimana dapat dikelompokkan
menjadi :10, 11
1. Malabsorbsi : karbohidrat (intoleransi laktosa), lemak terutama trigliserida
rantai panjang, dan protein seperti beta-laktoglobulin.
2. Keracunan makanan, makanan mengandung zat kimia beracun atau
makanan mengandung mikroorganisme yang mengeluarkan toksin.
3. Alergi : susu sapi Cow’s milk protein sensitive enteropathy (CMPSE), atau
makanan tertentu.
4. Imonodefisiensi. Diare akibat imunodefisiensi ini sering terjadi pada
penderita AIDS.
5. Atau infeksi baik yang disebabkan oleh bakteri, virus ataupun parasit
(Gambar 1).
11
Dari berbagai macam penyebab diare akut tersebut diatas, maka yang
paling sering menjadi penyebab diare akut apa anak-anak adalah infeksi virus.
Rotavirus dan adenovirus merupakan penyebab tersering diare akut pada anak
dibawah usia 2 tahun. 1
Tabel 1 Frekuensi Enteropatogen penyebab diare pada anka usia <5 tahun
12
pengaruh garam empedu, asam lemak rantai pendek, atau laksatif non
osmotik. Beberapa hormon intestinal seperti gastrin vasoactive intestinal
polypeptide (VIP) juga dapat menyebabkan diare sekretorik. Misalnya
pada V. cholerae eltor, bekteri ini mengeluarkan enterotoksin yang terikat
pada mukosa usus halus, dalam 15-30 menit sesudah diproduksi,
enterotoksin ini menyebabkan kegiatan berlebihan nikotinamid adenine
dinukleotid pada dinding sel usus, sehingga meningkatkan kadar adenosin
3’5’- siklik monofosfat (siklik AMP) dalam sel yang menyebabkan sekresi
aktif anion klorida ke dalam lumen usus yang diikuti oleh air, ion
bikarbonat, kation natriu dan kalium.10, 11
b. Diare eksudatif (inflamatorik) : inflamasi akan mengakibatkan kerusakan
mukosa baik usus halus maupun usus besar. Inflamasi dan eksudasi dapat
terjadi akibat infeksi bakteri atau bersifat non infeksi seperti gluten
sensitive enteropathy, inflamatory bowel disease (IBD) atau akibat
radiasi.10,11
c. Kelompok lain : akibat gangguan motilitas yang mengakibatkan waktu
tansit usus menjadi lebih cepat. Hal ini terjadi pada keadaan tirotoksikosis,
atau diabetes mellitus.10,11
Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman enteropatogen
meliputi penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan
mukosa, invasi mukosa, dan produksi enterotoksin atau sitotoksin. Satu bakteri
dapat menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi
pertahanan mukosa usus.7
Simadibrata & Daldiyono (2009) serta Setiawan (2009) patogenesis diare
karena infeksi bakteri terdiri atas :
1. Diare karena bakeri non-invasif (enterotoksigenik)
Diare yang disebabkan oleh bakteri-bakteri non invasif disebut juga diare
sekretorik atau watery diarrhea. Pada diare tipe ini disebabkan oleh
bakteri yang memproduksi enterotoksin yang bersifat tidak merusak
mukosa. Misalnya S. aureus, C. perfringens, V cholera eltor,
Enterotoxigenic E. coli (ETEC). Misalnya pada V. cholerae eltor, bekteri
ini mengeluarkan toksin yang terikat pada mukosa usus halus, dalam 15-
13
30 menit sesudah diproduksi, enterotoksin ini menyebabkan kegiatan
berlebihan nikotinamid adenine dinukleotid pada dinding sel usus,
sehingga meningkatkan kadar adenosin 3’5’- siklik monofosfat (siklik
AMP) dalam sel yang menyebabkan sekresi aktif anion klorida ke dalam
lumen usus yang diikuti oleh air, ion bikarbonat, kation natriu dan kalium.
2. Diare karena bakteri invasif (enteroinvasif)
Bakteri-bakteri yang bersifat merusak (invasif) diantaranya S. enteritidis,
S. typhimurium, S. paratyphi, S. choleraesuis, Shigella, Yersinia,
C. perfringens tipe C, Enteroinvasive E coli (EIEC). Diare disebabkan
oleh kerusakan dinding usus berupa nekrosis dan ulserasi. Sifat diarenya
sekretorik eksudatif. Cairan diare dapat tercampur lendir dan darah.
Manifestasi Klinis
Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala
lainya dapat terjadi komplikasi ekstraintestinal termasuk manifestasi neurologik.
Gejala gastrointestinal bisa berupa diare, keram perut, dan muntah. Sedangkan
manifestasi sistemik bervariasi tergantung pada penyebabnya.1, 2
14
neurologik dari infeksi usus bisa berupa parestesia ( akibat makan ikan, kerang,
monosodium glutamate), hipotoni dan kelemahan otot. 1, 2
tentang adanya
Sifat tinja:
Volume Sedang Sedikit Sedikit Banyak Sedikit Banyak
Frekuensi 5-10x/hari >10x/hari Sering Sering Sering Terus
Konsistensi Cair Lembek Lembek Cair Lembek menerus
Darah - + Kadang - + Cair
Bau Langu - Busuk - - -
Warna Kuning hijau Merah-hijau Kehijauan Tak berwarna Merah-hijau Amis khas
Leukosit - + + - - Seperti air
Lain-lain anorexia Kejang+ Sepsis + Meteorismus Infeksi sistemik+ cucuian beras
-
-
15
Diagnosis
1. Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut : lama diare,
frekuensi, volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada/tidak lendir dan
darah. Bila disertai muntah volume dan frekuensinya. Kencing: biasa,
berkurang, jarang atau tidak kencing dalam 6-8jam terakhir. Makanan dan
minuman yang diberikan selama diare. Adakah panas atau penyakit lain
yang menyertai seperti: batuk, pilek, otitis media,. Tindakan yang telah
dilakukan ibu selama anak diare: memberi oralit, membawa berobat ke
puskesmas atau ke rumah sakit dan obat-obatan yang diberikan serta
riwayat imunisasinya.1,
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa : berat badan, suhu tubuh,
frekuensi denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya
perlu dicari tanda-tanda tambahan lainya: ubun-ubun besar cekung atau
tidak, mata: cowong atau tidak, ada atau tidak adanya air mata, bibir,
mukosa mulut dan lidah kering atau basah. 1
Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asiodosis
metabolik. Bising usus yang lemah atau tidak, ada bila terdapat
hipokalemia. Pemeriksaan ekstremitas perlu karena perfusi dan capillary
refill dapat menentukan derjat dehidrasi yang terjadi. Penilaian beratnya
atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara: objektif yaitu dengan
membandingkan berat badan sebelum dan sesudah diare. Subjektif dengan
menggunakan criteria WHO atau maurice king. 1
Penilaian A B C
Lihat:
16
Rasa haus Minum biasa,tidak haus *haus ingin minum banyak *malas minum atau tidak
bias minum
Periksa: turgor kulit Kembali cepat *kembali lambat *kembali sangat lambat
3. Pemeriksaan laboratrium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya
tidak diperkukan, hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan
misalnya penyebab dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain
selain diare akut atau pada penderita dengan dehidrasi berat. Contoh:
pemeriksaan darah lengkap, kultur urine dan tinja pada sepsis atau infeksi
saluran kemih. Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang diperlukan
pada diare akut 1
darah : darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah,
kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotika
tinja:
a. Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua
penderita dengan diare meskipun pemeriksaan labotarium tidak dilakukan.
Tinja yang watery dan tanpa mukus atau darah biasanya disebabkan oleh
enteroksin virus, protozoa, atau disebabkan oleh infeksi diluar saluran
gastrointestinal. Tinja yang mengandung darah atau mukus bisa
disebabkan infeksi bakteri yang menghasilkan sitotoksin bakteri
enteroinvasif yang menyebabkan peradangan mukosa atau parasit usus
seperti : E. hystolitica, B.coli , T.trichiura. Apabila terdapat darah biasanya
bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi dengan E.hystolitica darah
17
sering terdapat pada permukaan tinja dan pada infeksi dengan Salmonella,
Giardia, Cryptosporidium dan Strongyloides. 1,
Pemeriksaan makroskopik mencakup warna tinja, konsistesi tinja,
bau tinja, adanya lendir, adanya darah, adanya busa. Warna tinja tidak
terlalu banyak berkolerasi dengan penyebab diare. Warna hijau tua
berhubungan dengan adanya warna empedu akibat garam empedu yang
dikonjugasi oleh bakteri anaerob pada keadaan bacterial overgrowth.
Warna merah akibat adanya darah dalam tinja atau obat yang dapat
menyebabkan warna merah dalam tinja seperti rifampisin. Konsistensi
tinja dapat cair, lembek, padat. Tinja yag berbusa menunjukan adanya gas
dalam tinja akibat fermentasi bakteri. Tinja yang berminyak, lengket, dan
berkilat menunjukan adanya lemak dalam tinja. Lendir dalam tinja
menggambarkan kelainan di kolon, khususnya akibat infeksi bakteri. Tinja
yang sangat berbau menggambarkan adanya fermentasi oleh bakteri
anaerob dikolon. Pemeriksaan pH tinja menggunakan kertas lakmus dapat
dilakukan untuk menentukan adanya asam dalam tinja. Asam dalam tinja
tersebut adalah asam lemak rantai pendek yang dihasilkan karena
fermentasi laktosa yang tidak diserap di usus halus sehingga masuk ke
usus besar yang banyak mengandung bakteri komensial. Bila pH tinja<6
dapat dainggap sebagai malabsorbsi laktosa. 1, 3
Pada diare akut sering terjadi defisiensi enzim lactose sekunder
akibat rusaknya mikrofili mukosa usus halus yang banyak mengandung
enzim lactase. Enzim laktsae merupakan enzim yang bekerja memecahkan
laktosa menjadi glukosa dan galaktosa, yang selanjutnya diserap di
mukosa usus halus, Salah satu cara menentukan malabsorbsi laktosa
adalah pemeriksaan clinitest dikombinasi dengan pemeriksaan pH tinja.
Pemeriksaan clinitest dilakukan dengan prinsip melihat perubahan reaksi
warna yang terjadi antara tinja yang diperiksa dengan tablet clinitest.
Prinsipnya adalah terdapatnya reduktor dalam tinja yang mengubah cupri
sulfat menjadi cupri oksida. Pemeriksaan dilakukan dengan cara
mengambil bagian cair dari tinja segar (sebaiknya tidak lebih dari 1 jam).
Sepuluh tetes air dan 5 tetes bagian cair dari tinja diteteskan kedalam gelas
18
tabung, kemudian ditambah 1 tablet clinitest. Setelah 60 detik maka
perubahan warna yang terjadi dicocokan dengan warna standart. Biru
berarti negatif, kuning tua berarti positif kuat (++++=2%), antara kuning
dan biru terdapat variasi warna hijau kekuningan (+=1/2%), (++=3/4%), (+
++=1%). Sedangkan terdapatnya lemak dalam tinja lebih dari 5 gram
sehari disebut sebagai steatore. 1, 3
b. Pemeriksaan mikroskopik :
bila terdapat 5-10 leukosit per lapang pandang besar disebut (+)
bila terdapat 10-20 leukosit per lapang pandang besar disebut (++)
(+) bila tampak sel lemak kecil dengan jumlah kurang dari 100
buah per lapang pandang atau sel lemak memenuhi 1/3 sampai ½
lapang pandang
(++) bila tampak sel lemak dnegan jumlah lebih 100 per lapang
pandang atau sel memenuhi lebih dari ½ lapang pandang
19
(+++) bila didapatkan sel lemak memenuhi seluruh lapang
pandang.
Tata laksana
Terdapat lima pilar penting dalam tatalaksana diare yang telah ditetapkan
Departemen Kesehatan baik untuk yang dirawat dirumah maupun yang dirawat di
rumah sakit : 1, 12
1. Rehidrasi
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
3. ASI dan makanan tetap diteruskan
4. Antibiotik selektif
5. Nasihat kepada orang tua
Tujuan pengobatan diatas dapat dicapai dengan cara mengikuti rencana terapi
yang sesuai, seperti yang tertera dibawah ini: 1, 12
20
- pada bayi muda, pemberian ASI merupakan pemberian cairan
tambahan yang utama. Beri ASI lebih sering dan lebih lama pada
setiap kali pemberian.
- jika anak memeperoleh ASI eksklusif, beri oralit, atau air matang
sebagai tambahan
- jika anak tidak memperoleh ASI eksklusif, beri 1 atau lebih cairan
berikut ini: oralit, cairan makanan (kuah sayur, air tajin) atau air
matang
jumlah cairan yang diberikan adalah 10 ml/kgbb dan katakan pada ibu
Pada anak berumur 2 bulan keatas, beri tablet zinc selama 10 hari
dengan dosis : 1
2. Rencana terapi B
21
pengobatan. Setelah rehidrasi kebutuhan cairan yang diperlukan untuk
mencegah dehidrasi 10-20 ml/kgBB. Jika ibu memaksa pulang sebelum
pengobatan selesai tunjukan cara menyiapkan oralit di rumah, tunjukan berapa
banyak larutan oralit yang harus diberikan dirumah untuk menyelesaikan 4 jam
pertama. Beri bungkus oralit yang cukup untuk rehidrasi dengan menambah 6
bungkus lagi sesuai yang dainjurkan. Jika anak menginginkan oralit lebih
banyak dari pedoman diatas, berikan sesuai kehilangan cairan yang sedang
berlangsung. Untuk anak berumur kurang dari 6 bulan yang tidak menyusu, beri
juga 100-200 ml air matang selama periode ini. Mulailah memberi makan segera
setelah anak ingin makan. Lanjutkan pemberian ASI. Tunjukan pada ibu cara
memberikan larutan oralit. berikan tablet zinc selama 10 hari. 1, 12
Beri cairan intravena secepatnya. Jika anak bisa minum, beri oralit melalui
mulut, sementara infuse disiapkan. Beri 100 ml/kgBB cairan ringer laktat atau
ringer asetat (atau jika tak tersedia, gunakan larutan NaCl)yang dibagi sebagai
berikut. 1
*ulangi sekali lagi jika denyut nadi sangat lemah atau tidak teraba
Periksa kembali anak setiap 15-30 menit. Jika status hidrasi belum membaik, beri
tetesan intravena lebih cepat. Juga beri oralit (kira-kira 5ml/kgBB/jam) segera
setelah anak mau minum, biasanya sesudah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam (anak)
dan beri anak tablet zinc sesuai dosis dan jadwal yang dianjurkan. Periksa kembali
bayi sesudah 6 jam atau anak sesudah 3 jam (klasifikasikan dehidrasi), kemudian
pilih rencana terapi) untuk melanjutkan penggunaan. 1, 12
Prinsip pemberian terapi cairan pada gangguan cairan dan elektrolit ditujukan
untuk memberikan pada penderita: 1, 12
22
1. Kebutuhan akan rumatan (maintenance) dari cairan dan elektrolit
Pada diare CRO merupakan terapi cairan utama. CRO telah 25 tahun
berperan dalam menurunkan angka kematian bayi dan anak dibawah 5 tahun
karena diare. WHO dan UNICEF berusaha mengembangkan oralit yang sesuai
dan lebih bermanfaat. Telah dikembangkan oralt baru dengan osmolalitas lebih
rendah. Keamanan oralit ini sama dengan oralit yang lama, namun efektifitasnya
lebih baik daripada oralit formula lama. Oralit baru dengan low osmolalitas ini
juga menurunkan kebutuhan suplementasi intravena dan mampu mengurangi
pengeluaran tinja hingga 20% serta mengurangi kejadian muntah hingga 30%.
Selain itu, oralit baru ini juga telah direkomendasikan WHO dan UNICEF untuk
diare akut non kolera pada anak. 1, 12
KKP
Bronkopneumonia
Ensefalitis
Meningitis
Meteorismus
AKI
Impending decom cordis
PENGOBATAN DIETIK
23
Sebagai pegangan dalam melaksanakan pengobatan dietetik diapakai
singkatan O-B-E-S-E, sebagai singkatan Oralit, Breast feeding, Early Feeding,
Simultaneously with Education. 1, 3
24
Ke 4 0 200
Tabel 9. Tabel panduan kembali ke susu normal ( untuk setiap 200 ml)
Bila anak berumur 4 bulan atau lebih dan sudah mendapatkan makanan
lunak atau padat, makanan ini harus diteruskan. Paling tidak 50% dari energi diet
harus berasal dari makanan dan diberikan dalam porsi kecil atau sering (6kali atau
lebih) dan anak dibujuk untuk makan. Kombinasi susu formula dengan makanan
tambahan seperti serealia pada umunya dapat ditoleransi dengan baik pada anak
yang telah disapih. Makanan padat memiliki keuntungan, yakni memperlambat
pengosongan lambung pada bayi yang minum ASI atau susu formula, jadi
memperkecil jumlah laktosa pada usus halus per satuan waktu. Pemberian
makanan lebih sering dalam jumlah kecil juga memberikan keuntungan yang
sama dalam mencernakan laktosa dan penyerapanya. Pada anak yang lebih besar,
dapat diberikan makanan yang terdiri dari:makanan pokok setempat misalnya
nasi, kentang, gandum, roti, atau bakmi. Untuk meningkatkan kandungan
energinya dapat ditambahkan 5-10 ml minyak nabati untuk setiap 100 ml
makanan. Minyak kelapa sawit sangat bagus dikarenakan kaya akan karoten.
Campur makanan pokok tersebut dengan kacang-kacangan dan sayur-sayuran,
serta ditambahkan tahu, tempe, daging atau ikan. Sari buah segar atau pisang baik
untui menambah kalium. Makanan yang berlemak atau makanan yang
mengandung banyak gula seperti sari buah manis yang diperdagangkan, minuman
ringan, sebaiknya dihindari. 1, 12
Meskipun anak diberi makanan sebanyak dia mau selama diare, beberapa
kegagalan pertumbuhan mungkin dapat terjadi teruatama bila terjadi anorexia
hebat. Oleh karena itu perlu pemberian ekstra makanan yang akan zat gizi
beberapa minggu setelah sembuh untuk memperbaiki kurang gizi dan untuk
mencapai serta mempertahankan pertumbuhan yang normal. Berikan ekstra
makanan pada saat anak merasa lapar, pada keadaan semacam ini biasanya anak
dapat menghabiskan tambahan 50% atau lebih kalori dari biasanya.1, 12
ZINC
25
Zinc mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc juga dapat mengembalikan nafsu
makan anak. Zinc termasuk mikronutrien yang mutlak dibutuhkan untuk
memelihara kehidupan yang optimal. Dasar pemikiran penggunaan zinc dalam
pengobatan diare akut didasarkan pada efeknya terhadap imun atau terhadap
struktur dan fungsi saluran cerna dan terhadap proses perbaikan epitel saluran
cerna selama diare. Pemberian zinc pada diare dapat meningkatkan absorbs air
dan elektrolit oleh usus halus meningkatkan kecepatan regenerasi epitel usus,
meningkatkan jumlah brush border apical, dan meningkatkan respon imun yang
mempercepat pembersihan patogen di usus. Pengobatan dengan zinc cocok
ditetapkan di negara-negara berkembang seprti Indonesia yang memiliki banyak
masalah terjadinya kekurangan zinc di dalam tubuh karena tingkat kesejahteraan
yang rendah dan daya imunitasnya yang kurang memadai. Pemberian zinc dapat
menurunkan risiko terjadinya dehidrasi pada anak. Dosis zinc untuk anak-anak: 1
Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut, meskipun anka telah sembuh dari
diare. Untuk bayi tablet zinc diberikan dalam air matang, ASI atau oralit. Untuk
anak lebih besar, zinc dapat dikunyah atau dilarutkan dalam air matang atau
oralit.1, 12
Terapi medikamentosa
Antibiotik
26
Antbiotik pada umunya tidak diperlukan pada semua daire akut oleh karena
sebagian besar diare infeksi adalah rotavirus yang sifatnya self limited dan tidak
dapat dibunuh dengan antibiotic. Hanya sebagian kecil (10-20%) yang disebabkan
oleh bakteri pathogen seperti V,cholera, Shigella, Enterotoksigenik E.coli,
Salmonella, Campilobacter, dan sebagainya,1, 12
Obat Antidiare
Adsorben
Contoh: kaolin, attapulgite, smectite, activated charcoal, cholesteramine).
Obat-obat ini dipromosikan untuk pengobatan diare atas dasar
kemampuanya untuk mengikat dan menginaktifasi toksin abkteri atau
bahan lain yang menyebabkan diare serta dikatakan mempunyai
kemampuan melindungi mukosa usus. Walaupun demikian, tidak ada
bukti keuntungan praktis dari penggunaan obat ini untuk pengobatan rutin
diare akut pada anak.
Antimotilitas
27
Contoh loperamidhydrocloride, diphenoxylate dengan atropine, tincture
opiii, paregoric, codein). Obat-obatan ini dapat mengurangi frekuensi diare
pada orang dewasa akan tetapi tidak mengurangi volume tinja pada anak.
Lebih dari itu dapat menyebabkan ileus paralitik yang berat yang dapat
fatal atau dapat memperpanjang infeksi dengan memperlambat eliminasi
dari organisme penyebab. Dapat terjadi efek sedative pada dosis normal.
Tidak satupun dari obat-obatan ini boleh diberikan pada bayi dan anak
dengan diare.
Bismuth subsalicylate
obat-obat lain:
Anti muntah
Termasuk obat ini seperti prochlorperazine dan chlorpromazine yang dapat
menyebabkan mengantuk sehingga mengganggu pemberian terapi
rehidrasi oral. Oleh karena itu obat anti muntah tidak digunakan pada anak
dengan diare, muntah biasanya berhenti bila penderita telah terehidrasi
PROBIOTIK
28
mukosa). Enterosit yang telah jenuh dengan bakteri probiotik tidak dapat lagi
dilekati bakteri yang lain. Jadi dengan adanya bakteri probiotik di dalam mukosa
usus dapat mencegah kolonisasi oleh bakteri patogen. Lactobacillus strain pada
manusia mempunyai kemampuan melekat pada Caco-2 cells dan sel goblet HT
29-MTX pada sel epitel mukosa usus. Lactobacillus acidophilus LA1 dan LA3
mempunyai kemampuan melekat yang kuat, tidak tergantung pada calcium,
sedangkan Lactobacillus strain LA10 dan LA18 kemampuan melekatnya rendah.
Kemampuan perlekatan tersebut dapat dihilangkan dengan adanya tripsin. Strain
LA1 mempunyai kemampuan untuk mencegah perlekatan entero patogenic
Eschercia coli (EPEC) dan bakteri enteroinvasif seperti Salmonella typhymurium,
Yersinia tuberculosis. Kemampuan mencegah perlekatan strain LA1 lebih efektif
bila diberikan sebelum atau bersamaan dengan infeksi E coli daripada setelah
infeksi E coli. Disamping mekanisme perlekatan dengna reseptor pada epitel usus
untuk mencegah pertumbuhan bakteri patogen melalui kompetisi, bakteri
probiotik memberi manfaat pada pejamu oleh karena produksi substansi
antibakteri misalnya, asam organik, bacteriocin, microcin, reuterin, volatile fatty
acid, hidrogen peroksida dan ion hidrogen. 1, 13
BAB III
ANALISIS KASUS
29
Pada kasus ini dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang pasien didiagnosis gastroenteritis akut dehidrasi ringan-sedang. Hal-hal
yang mendasari pengambilan diagnosis tersebut diantaranya :
30
ringan-sedang dan dehidrasi berat. Beberapa keadaan pada pasien ini termasuk ke
dalam kelompok dehidrasi ringan-sedang karena berdarsarkan panduan untuk
dehidrasi ringan-sedang yaitu keadaan umum yang tampak lemah dari biasanya,
ubun-ubun cekung, mata cekung, air mata tidak ada (kering), bibir dan mulut
kering, anak merasa haus dan ingin banyak minum dan turgor kembali melambat.
Pada pemeriksaan fisik didapatka beberapa tanda yang menguatkan diare karena
infeksi dan menunjukkan adanya dehirasi ringan-sedang
Keadaan umum : tampak sakit sedang, lemas, rewel
Kesadaran : compos mentis
Tanda Vital:
Nadi : 104 x/mnt, reguler, isi dan tegangan menurun,
equal
Suhu tubuh : 37,30C aksila
Ubun-ubun : tidak cekung
Mata : kelopak mata tidak cekung
Mulut : mukosa mulut sedikit kering
Abdomen
Palpasi : turgor kulit kembali agak lambat
31
DAFTAR PUSTAKA
4. Salwan, hasri. 2014. Diare Akut. Palembang. Bagian Ilmu Kesehatan Anak
RSMH
5. Lindberg, G., Salam, M., Farthing, M., Khalif, I., Lind, E. S.,
Ramakrishna, B. S., et al. 2012. Acute diarrhea in adults and children : a
global perspective. World Gastroenterology Organisation Global
Guidelines.
6. Farthing, M., Lindberg, G., Dite, P., Khalif, I., Lindo, E. S., Ramakrishna,
B. S., et al. 2008. acute diarrhea. World Gastroenterology Organisation
practice guideline.
7. Zein, U., Sagala, K. H., & Ginting, J. (2004). Diare Akut Disebabkan
Bakteri. sumatera utara: Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi Bagian Ilmu
Penyakit Dalam Universitas Sumatera Utara
10. Setiawan, B. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (5 ed.). Jakarta:
Interna Publishing.
11. Simadibarata, M., & Daldiyono. 2009. Buku ajar ilmu penyakit dalam
(5 ed.). jakarta: interna publishing.
32
12. Suratmaja Sudaryat. 2007. Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Jakarta:
Sagung Seto. Halaman :1-24
13. Arimbawa dkk. Peranan probiotik pada keseimbangan flora normal usus
dalam Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto.
2007:100-111
14. Rahajoe. NN, dkk. 2008. Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi 1 cetakan
Pertama. Jakarta. IDAI. h.350-365
15. Latief, abdul, dkk. 2009. Pelayanan kesehetan anak di rumah sakit
standar WHO. Jakarta : Depkes
33