Anda di halaman 1dari 24

BAB I

LAPORAN KASUS

A. Identitas pasien

Nama : An. MZ

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 13 tahun

Status : Belum menikah

Pendidikan : SMP

Suku/Bangsa : Indonesia

Agama : Islam

Alamat : Kauman RT 01 RW 1 Sidayu

Tanggal MRS : 05 Februari 2021

Tanggal KRS : 11 Februari 2021

B. Anamnesis

a) Keluhan Utama

Demam

b) Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD rujukan dari RSIA dengan keluhan demam. Demam sudah
dirasakan sejak 1 minggu yang lalu, demam naik turun. Hari ini demam sempat turun, nyeri
ulu hati+, muntah -, Demam disertai dengan batuk tidak berdahak dan pilek. Sesak sejak 3
hari yang lalu. Nafsu makan pasien menurun. Orang tua pasien menyangkal keluhan kejang,
maupun diare. Sesak (+) BAK (+) dan BAB (+) normal seperti biasanya, pusing +.

c) Riwayat Penyakit Dahulu

 Riwayat Kejang demam : + (Pada usia 2 tahun)


 Riwayat demam tinggi :+

1
 Riwayat Kelahiran tidak normal : Disangkal

 Riwayat TB : Disangkal

d) Riwayat Penyakit Keluarga

 Riwayat Infeksi Saluran Kemih : Disangkal

 Riwayat Kejang : Disangkal

 Riwayat Kelahiran tidak normal : Disangkal

 Riwayat TB : Disangkal

e) Riwayat Sosial

Pasien sehari-harinya Makan-makanan dari Rumah, sering jajan gorengan


di sekolah dan minum es.

C. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan Umum

Keadaan umum : Lemah Berat badan : 46 kg

Ekspresi wajah : Sesuai Kesadaran : Compos mentis, GCS 4-5-6

Suara bicara : Sedang Status Mental : baik

Personal hygiene : baik Tinggi badan : 145 cm

Tanda Vital

Tekanan darah : 90/60

Nadi : 112 kali/menit

Suhu : 38,6 derajat celcius

Pernafasan : 30 kali/menit

Sp Oksigen : 98%

2. Nyeri

Lokasi : Ulu hati (Nyeri tekan epigastric+, hypochondriac sinistra)

2
Lama :-

Skala nyeri :6

3. Kulit, Rambut, Kuku

Tonus, turgor, kulit, bulu rambut, kuku dalam dalam batas normal.

4. Kepala Leher

 Umum
Anemia (-),icterus (-), sianosis (-), dyspnea(+)

 Mata
Alis : Normal
Konjungtiva : Normal
Sklera : Normal
Pupil : bulat, isokor 3/3 mm, reflex cahaya (+)

Pemeriksaan OD OS
Palpebra DBN DBN
Gerak Bola mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah
Oftalmoplegia - -
Proptosis - -

 Telinga

Inspeksi Telinga Kanan Telinga kiri

Auricula Edema (-), Hiperemi (-), darah (-), Edema (-), Hiperemi (-),
massa(-) massa(-)

Edema (-), Hiperemia(-), Massa(-), Edema (-), Hiperemia (-),


Preauricula fistula (-), abses(-) Masa(-), fistula (-), abses (-)
Retroauricula Edema(-), Hiperemia (-), Massa (-), Edema (-), Hiperemia (-),
MAE Edema (-), abses(-)
Fistula (-), hiperemi (-), secret (-), Tekan retroauricula
massa(-), (-), Edema
fistula (-), abses (-)
furunkel (-), serumen (-) (-), hiperemi (-), secret (-),
Palpasi Nyeri pergerakan auricular (-), nyeri Nyeri pergerakan
furunkel auricular
(-), serumen (-) (-),
tekan tragus (-), nyeri tekan nyeri tekan tragus (-)
retroauricula (-)
Intak, retraksi (-), bulging (-),
Membran Timpani berwarna putih bening, cone of light Intak, retraksi (-), bulging (-),
3
(+) berwarna putih bening, cone of
light (+)
 Hidung

Pemeriksaan Penunjang Hidung Kanan Hidung


Kiri
Hidung Luar Bentuk pyramid, inflamasi (-), nyeri Bentuk pyramid, inflamasi (-),
tekan (-), deformitas (-) nyeri tekan (-), deformitas (-)

Rhinoskopi Anterior

Meatus Media DBN DBN

Meatus Inferior DBN DBN

Konka Nasi inferior DBN DBN

Septum Nasi DBN DBN

Cavum Nasi DBN DBN

 Tenggorokan

Rongga Mulut Keterangan

Mukosa bukal Warna merah muda, Hiperemi (-)


Mukosa faring Hiperemi (-), edema(-), ulkus (-), granul(-)
Tonsil
o Kanan Hiperemi (-), ukuran T1
o Kiri Hiperemi (-), ukuran T1

 Leher
Umum : Normal
Kel. Limfe : tidak didapatkan pembesaran

4
Trakea : Ditengah
Tiroid : tidak didapatkan pembesaran kelenjar
Vena jugularis :tidak dievaluasi

5. Thorax

 Leher
Umum
Bentuk : normal
Kulit : normal
Axilla : tidak ditemukan kelainan

 Paru

Pemeriksaan Depan
Kanan kiri
Inspeksi
Bentuk Simetris
Pergerakan Simetris
Jarak Sela Iga Simetris
Otot bantu nafas Negatif
Palpasi
Pergerakan Simetris
Fremitus Raba + +
+ +
+ +
Nyeri - -

- -

- -

Perkusi
Suara ketok Sonor Sonor
Sonor Sonor
Sonor Sonor
Nyeri Ketok - -
- -
- -

5
Batas paru hepar ICS VI mid clavicular line dextra

Pergerakan diafragma Simetris

Auskultasi

Suara nafas Vesikuler Vesikuler

Vesikuler Vesikuler

Vesikuler Vesikuler

Rhonki - -

- -

- -

Wheezing - -

 Jantung

Inspeksi Iktus : Tak tampak


Pulsasi jantung : Tak tampak
Palpasi Iktus : tidak teraba
Thrill : tidak teraba
Perkusi Batas kanan : ICS II, dilenea parasternal D
Batas kiri : ICS IV, di linia mid clavicula S
Auskultasi S1, S2 : tunggal, murmur-, gallop-

6. Abdomen
Inspeksi
Bentuk : Datar/flat
Konsistensi : Soepel
Auskultasi
Bising usus : (+), Normal
Perkusi
Suara ketok : Timpanik
Palpasi
Palpasi organ : Hepar/Lien tidak teraba

6
Nyeri tekan : + (epigastic, Hipochondriac Sinistra)

7. Inguinal-Genitalia-Anus
Tidak dievaluasi

8. Extremitas

Atas Akral hangat kering merah


CRT< 2 detik
Tidak didapatkan petechiae, purpura, dan echimosis
Tidak didapat deformitas
Kulit : normal
Kuku : normal
Jari : tidak didapat kelainan
Edema : tidak didapatkan
Bawah Akral hangat kering merah
CRT <2 detik
Tidak diapatkan petechiae, purpura, dan echimosis
Kulit : normal
Kuku : normal
Jari : Tidak didapatkan kelainan
Edema : Tidak diapatkan

D. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
(4 Januari 2021) RS Fathma Medika Gresik
 WBC : 9.600
 RBC : 4.21
 HGB : 11.8

7
 HCT : 35.3
 MCV : 84
 MCH : 28
 PLT : 192.000
 Segmen : 91%
 Lymp % : 6%
 Mono % : 3%
 IgG Antibody SARS-COV-2 : Reaktif (05-02-2021)
 IgM Antibody SARS-COV-2 : Reaktif (05-02-2021)
 RAPID SARS COV-2 ANTIGEN : Negatif (05-02-2021)
 SARS CoV-2 Nucleic Acid Testing : Negatif (08-02-2021)
 SARS CoV-2 Nucleic Acid Testing : Negatif (06-02-2021)

2. Pemeriksaan foto thorax

Cor : Besar dan bentuk normal


Pulmo : Tampak infiltrate di basal dan parahiler sinistra

8
Sinus costae phrenicus bilateral tajam
Diafragma normal
Tulang-tulang dan soft tissue normal
Kesan: Suspect Pneumonia

E. Diagnosa Kerja

Bronkopneumonia+S. covid 19 terkonfirmasi negatif

F. Planning Terapi

- Oksigenasi O2 masker 8 lpm

-Inf D5 ½ Ns CC/ 24 jam

- Inj. Cefotaxime 3*1 gr

- Inj.Gentamisin 2*80mg

- Inj. Ranitidine 2*40 mg

- Inj. Ondansentron 2*40 mg

- drip paracetamol 3*500 mg

- PO Erdostein 3*1 tab

- PO paracetamol 3* 500 mg

- PO Acetin 3*1

- PO probiokid 2*1

- PO Cefixime 2*1 cth

9
G. Follow up pasien

Hari, tanggal keterangan (Subjektif, Objektif, Assesment) Planning

Senin, Subjektif: Diagnostik:


8 Februari Pasien mengatakan sesak+, batuk+ -
2021
Objektif: Terapi:

KU: Tampak sakit sedang  Inf. D5 ½ NS 2000 ml/ 24 jam


 Inj. Cefotaxime 3*1 gr
GCS:456
 Inj. Gentamicin 2*80 mg
TD: 90/60  Inj. Ranitidin 2*40 mg
 Erdostein 3*1 tab
HR: 89 kali/menit  Pamol jika perlu diantara
pemberian acetilsistein
T: 36,,0
Monitor:
RR: 29 kali/menit
 Vital Sign
SpO2: 98%
 TTV
K/L: a (-)/ I (-)/ C (-), D (+), pembesaran KGB (-)

Tho: Simetris

Pulmo: ves/ves, rh ( -)/(-), wh ( -)/(-)

(-)/(-), wh (-)/(-)

(-)/(-), wh (-)/(-)

Cor : s1 s2 tunggal, Murmur (-), Gallop(-)

Abd : Soepel, BU(+)N, Nyeri tekan(-)

Eks : Akral AHKM, CRT<2 “, edema (-)/(-)

Assesment:

Pneumonia + Suspek COVID

10
Selasa,
9 Februari Subjektif: Diagnostik:
2021
Batuk berkurang menurut orang tua pasien, demam (-) -

Objektif: Terapi:

KU: Tampak sakit sedang Inf. D5 ½ NS 2000 ml/jam

GCS:456 Inj. Cefotaxime 3*1 gr

TD: 100/60 mmHg Inj. Gentamisin 2*80 mg

HR: 108 kali/menit Inj. Ranitidin 2*40 mg

T: 37,4 celcius Asetin 3*1

RR: 20 kali/menit Probiokid 2*1 sach

SpO2: 99% O2 off

K/L: a (-)/ I (-)/ C (-), D (+), pembesaran KGB (-)

Tho: Simetris Monitor:

Pulmo: ves/ves, rh ( +)/(+), wh ( -)/(-)  Vital Sign


 TTV
(+)/(+), wh (-)/(-)

(+)/(+), wh (-)/(-)

Cor : s1 s2 tunggal, Murmur (-), Gallop(-)

Abd : Soepel, BU(+)N, Nyeri tekan(-)

Eks : Akral AHKM, CRT<2 “, edema (-)/(-)

Assesment:

Pneumonia + Suspek COVID terkonfirmasi


negatif

11
Kamis, Subjektif: Diagnostik:
11 Februari
2021 Batuk sudah jauh berkurang, demam (-), sesak (-) -

Objektif: Terapi:

KU: Tampak sakit sedang Paracetamol 3*1 tab prn

GCS:456 Asetin 3*1

TD: 100/70 mmHg Cefixime 2*1 cth

HR: 90 kali/menit

T: 36 celcius Monitor:

RR: 20 kali/menit  Vital Sign


 TTV
SpO2: 99%

K/L: a (-)/ I (-)/ C (-), D (-), pembesaran KGB (-)

Tho: Simetris

Pulmo: ves/ves, rh ( -)/(-), wh ( -)/(-)

(-)/(-), wh (-)/(-)

(-)/(-), wh (-)/(-)

Cor : s1 s2 tunggal, Murmur (-), Gallop(-)

Abd : Soepel, BU(+)N, Nyeri tekan(-)

Eks : Akral AHKM, CRT<2 “, edema (-)/(-)

Assesment:

Pneumonia + Suspek COVID terkonfirmasi


negatif

BAB II

12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Bronkopeumonia
1. Definisi

Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan pada


parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai
alveolus disekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh
bermacam- macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing. Kebanyakan
kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada juga sejumlah penyebab non
infeksi yang perlu dipertimbangkan. Bronkopneumonia lebih sering merupakan infeksi
sekunder terhadap berbagai keadaan yang melemahkan daya tahan tubuh tetapi bisa juga
sebagai infeksi primer yang biasanya kita jumpai pada anak-anak dan orang dewasa
(Bradley et.al., 2011). Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang
melibatkan bronkus atau bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak
(patchy distribution). Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang
disebabkan oleh infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh penyebab
non-infeksi yang akan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran
gas setempat (Bradley et.al., 2011).

2. Ethiologi

Etiologi Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah:


a. Faktor Infeksi :
Pada neonatus: Streptokokus group B, Respiratory Sincytial Virus (RSV). Pada bayi :
Virus: Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV, Cytomegalovirus. Organisme

13
atipikal: Chlamidia trachomatis, Pneumocytis. Pada anak-anak yaitu virus: Parainfluensa,
Influensa Virus, Adenovirus, RSV.
Organisme atipikal: Mycoplasma pneumonia. Bakteri: Pneumokokus, Mycobakterium
tuberculosi. Pada anak besar – dewasa muda, Organisme atipikal: Mycoplasma
pneumonia, C. trachomatis. Bakteri: Pneumokokus, Bordetella pertusis, M. tuberculosis.

b. Faktor Non Infeksi


Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi: Bronkopneumonia
hidrokarbon yang terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde lambung
(zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin).
Bronkopneumonia lipoid biasa terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak
secara intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme
menelan seperti palatoskizis, pemberian makanan dengan posisi horizontal, atau pemaksaan
pemberian makanan seperti minyak ikan pada anak yang sedang menangis. Keparahan
penyakit tergantung pada jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak binatang yang
mengandung asam lemak

3. Patofisiologi
Saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai parenkim paru. Paru-paru
dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme pertahanan anatomis dan mekanis, dan
faktor imun lokal dan sistemik. Mekanisme pertahanan awal berupa filtrasi bulu hidung,
refleks batuk dan mukosilier aparatus. Mekanisme pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A
lokal dan respon inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin,
makrofag alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel (Bradley et.al., 2011): Infeksi paru
terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau bila virulensi organisme
bertambah.
Agen infeksius masuk ke saluran nafas bagian bawah melalui inhalasi atau aspirasi flora
komensal dari saluran nafas bagian atas, dan jarang melalui hematogen. Virus dapat
meningkatkan kemungkinan terjangkitnya infeksi saluran nafas bagian bawah dengan
mempengaruhi mekanisme pembersihan dan respon imun

14
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme penyebab terhisap ke paru perifer
melalui saluran napas menyebabkan reaksi jaringan berupa edema yang mempermudah
proliferasi dan penyebaran kuman. Bronkhopneumonia dalam perjalanan penyakitnya akan
menjalani beberapa stadium, yaitu:
1. Stadium kongesti (4-12 jam pertama). Mengacu pada peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran
darah dan permeabilitas kapiler. Ini terjadi akibat pelepasan mediator peradangan dari sel
mast. Mediator tersebut mencakup histamin dan prostagladin. Degranulasi sel mast juga
mengaktifkan jalur komplemen bekerjasama dengan histamin dan prostagladin untuk
melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini
menyebabkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstitial sehingga terjadi
pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus, yang meningkatkan jarak yang
harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini paling
berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
2. Stadium hepatisasi merah (48 jam berikutnya). Lobus dan lobulus yang terkena
menjadi padat tidak mengandung udara, warna menjadi merah dan pada perabaan seperti
hepar. Dalam alveolus didapatkan fibrin, leukosit netrofil, eksudat, dan banyak sekali
eritrosit dan kuman. Stadium ini berlangsung sangat pendek.
3. Stadium hepatisasi kelabu (3-8 hari). Lobus masih tetap padat dan warna merah
berubah menjadi pucat kelabu terjadi karena sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru
yang terinfeksi. Permukaan pleura suram karena diliputi oleh fibrin. Alveolus terisi fibrin
dan leukosit, tempat terjadi fagositosis pneumococcus, kapiler tidak lagi kongestif.
4. Stadium resolusi (7-11 hari). Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu
respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan dan eksudasi lisis. Eksudat
berkurang. Dalam alveolus makrofag bertambah dan leukosit mengalami nekrosis dan
degenerasi lemak. Fibrin diresorbsi dan menghilang. Proses kerusakan yang terjadi dapat di
batasi dengan pemberian antibiotik sedini mungkin agar sistem bronkopulmonal yang tidak
terkena dapat diselamatkan.

15
4. Diagnosis

WHO mengajukan pedoman diagnosa dan tata laksana yang lebih sederhana.
Berdasarkan pedoman tersebut bronkopneumonia dibedakan berdasarkan:
1. Bronkopneumonia sangat berat: bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup
minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotik.
2. Bronkopneumonia berat: bila dijumpai retraksi tanpa sianosis dan masih sanggup minum,
maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotik.
3. Bronkopneumonia: bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat yakni
>60 x/menit pada anak usia kurang dari dua bulan; >50 x/menit pada anak usia 2 bulan-1
tahun; >40 x/menit pada anak usia 1-5 tahun.
4. Bukan bronkopneumonia: hanya batuk tanpa adanya gejala dan tanda seperti di atas, tidak
perlu dirawat dan tidak perlu diberi antibiotik.

Diagnosis pasti dilakukan dengan idientifikasi kuman penyebab pneumonia. Identifikasi


kuman penyebab dapat dilakukan melalui:
a. Kultur sputum/bilasan cairan lambung
b. Kultur nasofaring atau kultur tenggorokan (throat swab), terutama virus
c. Deteksi antigen bakteri

5. Diagnosis Banding
Pasien didiagnosa banding dengan bronkiolitis karena bronkiolitis sering menyerang anak
usia 2-24 bulan dengan puncak insidensi pada bayi laki-laki usia 2-8 bulan yang tidak
mendapatkan air susu ibu (ASI) dan hidup di lingkungan padat penduduk. Gejala pada
bronkiolitis yang mirip dengan pneumonia adalah didahului dengan ISPA, seperti pilek
ringan, batuk, dan demam, disusul dengan batuk disertai sesak nafas, merintih, nafas
berbunyi, rewel, dan penurunan nafsu makan. Pada pasien ini terdapat semua gejala
tersebut, kecuali pilek dan nafas berbunyi. Hanya saja, pada bronkiolitis ditemukan
wheezing dimana pada pneumonia tidak terdapat wheezing (Rahajoe dkk., 2010).
Selain bronkiolitis, pasien didiagnosa banding dengan bronkitis akut karena pada
gejalanya terdapat batuk yang pada mulanya kering dan keras yang kemudian berkembang

16
menjadi batuk produktif, serta dapat pula ditemukan ronkhi pada auskultasi paru. Diagnosa
banding bronkitis akut ini disingkirkan karena pada bronkitis akut umumnya tidak
didapatkan demam dan jarang yang sesak nafas sampai mengakibatkan retraksi dan nafas
cuping hidung, serta dapat ditemukan wheezing pada auskultasi paru (Rahajoe dkk., 2010).

6. Klasifikasi
Klasifikasi Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan
pada umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah
membuktikan bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara klinis dan
memberikan terapi yang lebih relevan (Bradley et.al., 2011).
a. Berdasarkan lokasi lesi di paru yaitu Pneumonia lobaris, Pneumonia interstitiali,
Bronkopneumonia
b. Berdasarkan asal infeksi yaitu Pneumonia yang didapat dari masyarakat (community
acquired pneumonia = CAP). Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-based
pneumonia)
c. Berdasarkan mikroorganisme penyebab Pneumonia bakteri Pneumonia virus Pneumonia
mikoplasma Pneumonia jamur
d. Berdasarkan karakteristik penyakit yaitu Pneumonia tipikal Pneumonia atipikal
e. Berdasarkan lama penyakit yaitu Pneumonia akut dan Pneumonia persisten.

7. Penatalaksanaan
Kriteria Rawat Inap
Bayi:

-Saturasi oksigen <92%, sianosis

-Frekuensi napas >60 kali/menit

-Distres pernapasan, apnea intermiten, atau grunting

-Tidak mau minum atau menetek

-Keluarga tidak bisa merawat dirumah

17
Anak:

-Saturasi oksigen <92%, Sianosis

-Frekuensi napas >50 kali permenit

-Distres pernapasan

-Grunting

-Terdapat tanda dehidrasi

-Keluarga tidak bisa merawat dirumah

Tata laksana umum:

-Pasien dengan saturasi oksigen<92% pada saat bernapas dengan udara kamar harus
diberikan terapi oksigen dengan nasal kanul, head bar, atau ungkup untuk mempertahankan
saturasi oksigen >92%

-Pada pneumonia berat atau asupan per oral kurang, diberikan cairan intravena dan
dilakukan balans cairan ketat.

-Fisioterapi dada tidak bermanfaat dan tidak direkomendasikan untuk anak dengan
pneumonia

-Antipiretik dan analgesic dapat diberikan untuk menjaga kenyamanan pasien dan
mengontrol batuk

-Nebulisasi dengan Beta 2 agonis dan atau NaCL dapat diberikan untuk memperbaiki
mucocilliary clearance

-Pasien yang mendapatkan terapi oksigen harus diobservasi setidaknya setiap 4 jam sekali,
termasuk pemeriksaan saturasi oksigen.

Pemberian Antibiotik

-Amoksisilin merupakan pilihan pertama untuk antibiotic oral pada anak <5 tahun karena
efektif melawan sebagian besar pathogen yang menyebabkan pneumonia pada anak,

18
ditolerasi dengan baik dan murah. Alternatifnya adalah co-amoxiclav, ceflacor, eritromisin,
claritromisin, dan azithromicin.

-M. Pneumoniae lebih sering terjadi pada anak yang lebih tua maka antibiotic golongan
makrolide diberikan sebagai pilihan pertama secara empiris pada anak >5 tahun

-Makrolid diberikan jika M.Pneumoniae atau C. Pneumoniae dicurigai sebagai penyebab

-Amoksisilin diberikan sebagai pilihan pertama jika S. pneumonia sangat mungkin sebagai
penyebab

-Jika S. aureus dicurigai sebagai penyebab, diberikan makrolid atau kombinasi flucloxacillin
dengan amoksisilin.

-Antibiotik intravena diberikan pada pasien pneumonia yang tidak dapat menerima obat
oral(missal karena muntah) atau termasuk dalam derajat pneumonia berat

-Antibiotik intravena diberikan pada pasien pneumonia yang tidak dapat menerima obat per
oral (missal karena muntah) atau termasuk dalam derajat pneumonia berat

-Antibiotik intravena yang dianjurkan adalah: Ampicillin, dan kloramfenikol,co-amoxiclav,


ceftriaxone, cefuroxime dan cefotaxime

-Pemberian antibiotic oral harus dipertimbangkan jika terdapat perbaikan setelah mendapat
antibiotic intravena.

Rekomendasi UKK Respirologi

Antibiotik untuk community acquired pneumonia:

-Neonatus – 2 bulan: Ampicillin + gentamisin

->2 bulan:

-Lini pertama ampicillin bila dalam 3 hari tidak ada perbaikan dapat ditambahkan
kloramfenikol

-Lini kedua ceftriaxone

19
Bila klinis perbaikan antibiotic intravena dapat diganti preparat oral dengan antibiotic
golongan yang sama dengan antibiotic intravena sebelumnya.

Nutrisi

-Pada anak dengan distress penapasan berat, pemberian makanan per oral harus dihindari.
Makanan dpat diberikan lewat nasogastric tube (NGT) atau intravena. Tetapi harus diingat
bahwa pemasangan NGT dapat menekan pernapasan, khususnya pada bayi/anak dengan
ukuran lubang hidung kecil. Jika memang dibutuhkan, sebaiknya menggunakan ukuran yang
terkecil.

-Perlu dilakukan pemantauan balans cairan ketat agar anak tidak mengalami overhidrasi
karena pada pneumonia berat terjadi peningkatan sekresi hormone diuretic.

Kriteria pulang

-Gejala dan tanda pneumonia menghilang

-Asupan peroral adekuat

-Pemberian antibiotic dapat diteruskan dirumah (peroral)

-Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana kontrol

-Kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan di rumah.

8. Komplikasi

Komplikasi Bronkopneumonia pada Anak

Komplikasi bronkopneumonia umumnya lebih sering terjadi pada anak-anak yang terlambat
mendapatkan penanganan atau anak-anak yang memiliki penyakit penyerta, seperti diabetes
dan malnutrisi.

Ada beberapa komplikasi bronkopneumonia pada anak yang mungkin terjadi, di antaranya:

20
1. Infeksi darah

Kondisi ini terjadi akibat adanya bakteri yang masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan
infeksi ke organ-organ lain. Infeksi darah atau sepsis berpotensi memicu terjadinya gagal
fungsi organ.

2. Abses paru-paru

Abses paru-paru dapat terjadi ketika nanah terbentuk di dalam rongga paru-paru. Kondisi ini
biasanya dapat ditangani dengan antibiotik. Namun, prosedur pembedahan terkadang juga
dilakukan untuk membuangnya.

3. Efusi pleura

Efusi pleura adalah kondisi ketika cairan memenuhi ruang di sekitar paru-paru dan rongga
dada. Cairan tersebut dapat dikeluarkan dengan menggunakan jarum (thoracentesis) atau
kateter (chest tube).

Untuk beberapa kasus, efusi pleura yang serius memerlukan prosedur operasi guna
mengeluarkan cairan tersebut.

4. Gagal napas

Bronkopneumonia parah bisa menyebabkan anak sulit bernapas. Hal ini kemudian bisa
mengakibatkan kebutuhan oksigen anak tidak tercukupi dan memicu anak mengalami gagal
napas.

Jika tidak segera diobati, gagal napas dapat membuat organ tubuh anak tidak dapat berfungsi
dan pernapasan terhenti sama sekali. Jika hal ini terjadi, anak yang mengalami gagal napas
perlu mendapatkan napas bantuan melalui mesin ventilator.

21
DAFTAR PUSTAKA

1) Bradley JS, Byington CL, Shah SS, Alverson B, Carter ER, Harrison C. 2011. Executive
summary: The management of community-acquired pneumonia in infants and children older
than 3 months of age: Clinical practice guidelines by the Pediatric Infectious Diseases
Society and the Infectious Diseases Society of America. Clin Inf Dis. 53(7):617-630.

2) Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2007. Simposium penatalaksanaan penyakit paru pada
anak terkini. Jember.

3) Rahajoe, Nastini N. 2010. Buku ajar respirologi anak. Edisi ke1. Jakarta: Badan Penerbit
IDAI;

4) Bennet NJ, Steele RW. 2014. Pediatric pneumonia [internet]. USA: Medscape LLC.;
[Disitasi 2014 Sep 17]. Tersedia dari: http://emedicine.medscape.com/article/967822-
medication

5) Hudoyo. 2010 Bronkopneumoni. Tersedia dari:


http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/13/a0c5c469 42a77a3619e1c23c169.pdf

6) UNICEF. 2014. The challenge: pneumonia is the leading killer of children [internet].
New York: UNICEF; Tersedia dari: http://www.childinfo.org/pneumonia.html

7) Mason RJ, Broaddus VC, Martin T, King TE, Schraugnagel D, Murray JF, et al. 2005.
Murray and Nadel’s text book of respiratology medicine volume 1. Edisi ke-1. Netherland:
Elseiver Saunders.

8) Baughman, Diane C, dkk. 2000. Keperawatan Medikal Bedah : Buku Saku Dari Brunner
& Suddarth. Alih Bahasa. Jakarta : EGC.

22
9) Bentz, Cecily Lynn, dkk. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Edisi 5. Jakarta : EGC.
Carpenito, Lynda juall. 2009.Diagnosis Keperawatan. Edisi 9. Jakarta : EGC.

10) Dahlan, Zul. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 2. Edisi 3. Jakarta : FKUI.

11) DAS. 2006. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga University Press.
Davey, Patrick. 2005. At a Glance medicine. Alih bahasa. Jakarta : Erlangga.

12) DEPKES RI. 2006. Pedoman Pengendalian Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut,
Untuk Penganggulangan Pneumonia Pada Balita.

13) Dinkes Kota Semarang. 2008. Cakupan PHBS. Diakses dari


http://www.Dinkesjateng.co.id. di akses tanggal 2 Mei 2011.

14) Doenges, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Alih Bahasa : Yasmin Asih. Edisi
3. Jakarta : EGC

15) Hidayat, Aziz Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Keperawatan anak 1. Jakarta : Salemba
medika.

16) IDAI. 2004. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi 1. Jakarta : Badan
Penerbit IDAI.

17) Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3. Jakarta : Media
Aesculapius FKUI.

18) Murwani, Anita. 2010. Perawatan Pasien Penyakit Dalam. Yogyakarta : Muha Medika.

19) NANDA. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan. Alih Bahasa. Prima Medika. Nelson,
MD. 2000. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15 vol.2. Jakarta : EGC.

23
20) Potter, P.A, Perry, A.G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses,
Dan Praktik. Edisi 4.Volume 1.Alih Bahasa : Yasmin Asih, dkk. Jakarta : EGC.

21) Rahajoe, Nastiti N, dkk. 2009. Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi 1. Jakarta : Badan
Penerbit IDAI.

22) Riyadi, Sujono, dkk. 2011. Asuhan Keperawatan Pada Anak Sakit. Yogyakarta :
Penerbit Gosyen Publishing.

23) Santrok, John W. 2002. Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup. Edisi 5
Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

24) Ward, Jeremy P.T. 2007. At a Glance Sistem Respirasi. Edisi 2. Jakarta : Erlangga.
WHO, Unicef. 2006. Data Ispa Dunia. Diakses dari http://www.ispa dunia.co.id. diakses
tanggal 22 Mei 2011.

25) Wong, Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Edisi 4. Jakarta : EGC.

24

Anda mungkin juga menyukai