Anda di halaman 1dari 9

TUGAS TUTORIAL 1 ABK

NAMA : AGUSRIANTO
NIM :838086434
PGSD – S1/SEMESTER – 5
POKJAR WONOMULYO/POLEWALI MANDAR/UPBJJ – UT MAJENE/81

Tugas.1
Tugas I ABK:
Jelaskan penyebab keluarbiasaan berdasarkan waktu terjadinya!
Dalam UUD 1945 disebutkan bahwa semua warga negara berhak mendapat pendidikan. Bagaimana
menurut saudara pelaksanaan undang-undang tersebut terutama dalam pelayanan pendidikan bagi anak
luar biasa di daerah Saudara
Mengapa anak berbakat perlu mendapatkan layanan pendidikan khusus, pada hal mereka termasuk anak
yang kepandaiannya di atas rata-rata? 
Buatkan resume singkat dari jurnal artikel berikut! "Peningkatan Kompetensi Guru Sekolah Inklusif
Dalam Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus Melalui Pembelajaran Kolaboratif"
Selamat Mengerjakan!
Catatan: Kerjakan dalam file dokumen word sebelum Tanggal 21 April (Times New Roman, Size 12).
Sertakan sumber setiap Anda mengutip tulisan/karya orang lain. 
JAWABAN
1. Faktor penyebab dan waktu terjadinya keluarbiasaan dapat dibagi kedalam empat bagian, yaitu:
keturunan, sebelum lahir, ketika lahir, dan sesudah lahir.
1. Faktor keturunan hereditas Yaitu antara lain pada peristiwa idipathi, psikhosa, sakit gila, neurosa,
psikhosa sifilitika kegilaan disebabkan oleh penyakit sifilis, familial corneal dystrophies, retinitis
pigmentosa, dan sebagainya.
2. Faktor sebelum lahir a. Disebabkan karena kekurangan gizi, infkesi, luka-luka, dan keracunan sewaktu
bayi ada dalam kandungan. Peristiwa tersebut pada umumnya menyebabkan kandungan jadi gugur
abortus. b. Sewaktu bayi di dalam kandungan, ibu menderita penyakit, misalnya: kholera, sifilis, thypus,
dsb. sehingga ada pengaruh yang merusak pada janin. Bayi yang lahir mungkin akan menderita toxemia,
yaitu peristiwa keracunan darah sehingga terjadi abnormalitas pada system syaraf serta menyebabkan
kecacatan. 11 c. Terjadinya intoxication atau keracunan pada janin, karena sewaktu mengandung muda ia
terus menerus menelan obat-obat penenang yang beracun. Obat-obatan tersebut gagal atau tidak bekerja
secara efektif sehingga menyebabkan abnormalitas pertumbuhan bayi dalam kandungan. d. Ibu yang
sedang mengandung mengalami psikosa jadi gila. Dapat juga karena ibu mengalami shock hebat, atau
dalam keadaan panik sangat ketakutan ketika dia mengandung. Pada umumnya gangguan yang menimpa
bayi yang akan lahir berupa kelemahan mental. e. Ketika ibu sedang mengandung, perut atau
kandungannya terkena pukulan hebat sehingga mengenai bayinya. Mungkin kepala bayi dan bagian vital
lainnya terkena pukulan keras, sehingga jadi rusak dan cacat.
3. Faktor ketika lahir Banyak resiko sewaktu ibu melahirkan anaknya, sehingga mengancam keselamatan
jiwanya juga bayinya. Terutama terjadi pada kelahiran anak pertama yang berlangsung lama dan sulit.
Pada saat kelahiran, kepala bayi lama terganggu oleh tekanan yang mempat dari dinding rahim sehingga
menyebabkan pendarahan pada bagian dalam kepala si bayi. Selain itu bisa disebabkan juga karena: 1
kelahiran dengan bantuan tang yang sulit, sehingga otak bayi terganggu, 2 asphixia, yaitu lahir tanpa
napas. Bayi seolah-olah tercekik yang disebabkan oleh adanya lendir dalam pernafasan atau ada air
ketuban dalam paru-parunya, dan 3 12 prematur lahir sebelum waktunya, sehingga pertumbuhan jasmani
dan mentalnya tertunda dan mengalami kelambatan.
4. Faktor sesudah lahir Gangguan penyakit dan kecelakaan sesudah lahir, terutama terjadi pada tahun-
tahun pertama 0-3 tahun. Sebabnya antara lain: a. Pengalaman traumatik atau luka-luka, misalnya kepala
bayi atau di kepala bagian dalam. Hal ini terjadi karena mungkin bayi pernah jatuh, terpukul atau
kejatuhan benda berat, atau mengalami serangan sinar matahari zonnesteek. Juga bayi pernah jatuh
pingsan dalam waktu yang sangat lama. b. Kejang atau stuip karena anak sakit dan panas badannya tinggi
sekali. Atau menderita epilepsi atau ayan, terutama sekali bila kejang- kejangnya sering menyerang anak.
c. Infeksi pada otak atau pada selaput otak yang disebabkan oleh penyakit cerebral minginitis, campak,
dyphteri, dll. d. Kekurangan nutrisia, kekurangan zat makanan dan vitamin. Misalnya kekurangan
thurosxine pada kelenjar gondok yang mengakibatkan cretinisme. e. Faktor psikologis, yaitu ditinggalkan
ibu, ayah, atau kedua orang tuanya. Atau anak terpaksa dirawat dalam satu institusi di mana anak kurang
sekali mendapatkan perhatian dan cinta kasih atau afeksi. Mereka kekeringan unsur kasih sayang. Hal ini
bisa menyebabkan hambatan, kelambanan, atau keterbelakangan pada semua fungsi kejiwaan anak. 13
Terutama sekali terjadi hambatan-hambatan pada perkembangan intelegensia dan emosi. Sebagai contoh,
seorang bayi yang gagal atau tidak pernah menerima kasih sayang dari orang tuanya dan tidak bisa
menjalin relasi normal dengan ibunya yang disertai perlindungan dan kasih sayang, maka anak tersebut
menjadi tidak mampu mengadakan hubungan antar manusia yang normal dengan manusia lainnya pada
usia dewasa. Ada satu “permanent incapacity in human relationship” yang bisa membuat anak menjadi a-
sosial, bahkan kelak jadi anti-sosial pada usia dewasa. Bahkan pada umumnya di kemudian hari, mereka
juga mengalami moral defectiveness kerusakah moral.

2. Pasal – Pasal Yang Melandasi Pendidikan Luar Biasa

Seluruh warga negara tanpa terkecuali apakah dia mempunyai kelainan atau tidak mempunyai hak yang
sama untuk memperoleh pendidikan. Hal ini dijamin oeh UUD 1945 pasal 31 ayat1 yang mengumumkan.
Bahwa tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran.

Pada tahun 2003 pemerintah mengeluarkan undang- undang no 20 tentang systempendidikan nasional
( UUSPN ). Dalam undang – undang tersebut dikemukakan hal- hal yang erat hubungan dengan
pendidikan bagi anak-anak dengan kebutuhan pendidikan khusus sebagai berikut ;
Bab 1( pasal 1 ayat 18 ) Wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus di ikuti oleh warga
negara Indonesia atas tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah

Bab II ( pasal 4 ayat 1 ) Pendidikan diselenggarakan secara demokratis berdasarkan


HAM,agama,kultural,dan kemajemukan bangsa.

Bab IV ( pasal 5 ayat 1 ) Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan
yang bermutu baik yang memiliki kelainan fisik,emosionl,mental,intelektual atau sosial
berhakmemperoleh pendidikan khusus.

Bab Vbagian 11 Pendidikan khusus (pasal 32 ayat 1 ) Pendidikan khusus bagi pesertayang memiliki
tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik,emosional,mental,sosial atau
memiliki potensi kecerdasan.

3. Agar potensi tinggi yang mereka miliki dapat tersalurkan dan memberi hasil yang baik untuk
ke depannya. Bahkan secara nasional,pemerintah telah mengisyaratkan penyelenggaraan
pendidikan khusus tersebut dalam sebuah undang-undang sistem pendidikan nasional.

4. RESUME.

PENINGKATAN KOMPETEN
SI GURU
SEKOLAH INKLUSIF
DALAM PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN PENDIDIKAN
KHUSUS
MELALUI PEMBELAJARAN
KOLABORATIF

PENDAHULUAN
Sekolah inklusif adalah sekolah yang mengakomodasi semua anak tanpa menghirau-kan kondisi phisik,
intelektual, sosial, emosio-nal, linguistik atau kondisi lain mereka,terma-suk anak berkebutuhan
pendidikan khusus.Se-kolah inklusif sebagai sarana yang ditujukan untuk menanggapi berbagai
kebutuhan dari se-mua peserta didik melalui peningkatan partisi-pasi dalam belajar, budaya dan
masyarakat, ser-tamengurangi eksklusi atau pengenyampingan dalam dan dari pendidikan.
Guru sebagai aktor utama dan yang paling menentukan situasi kelas menjadi fokus dalam penelitian ini.
Oleh karena itu, guru diharapkan mampu menerima, menyesuaikan diri dan me-ngembangkan strategi
yang sesuai dengan kon-disi maupun kebutuhan anak dalam belajar. Hal tersebut menjadi landasan kuat
dalam upaya peningkatan kompetensi guru dalam melakukan kolaborasi pembelajaran. Penelitianini
berupa-ya membantu guru dalam memenuhi kebutuhan anak berkebutuhan pendidikan khusustanpa
mengorbankan anak-anak yang lain dengan ba-nyak mengkaji permasalahan yang terkait de-ngan
kolaborasi pembelajaran di kelasinklusif.
Pembelajaran kolaboratif adalah prosespembelajaran yang dilakukan oleh guru umum/reguler dan guru
pembimbing khusus dalam menciptakan kegiatan bersama yang terkoor-dinasi untuk bersama-sama
melakukan pembe-lajaran terhadap kelompok siswa yang hetero-gen, termasuk anak berkebutuhan
pendidikan khsususdalam setting pendidikan inklusif. Da-lam pembelajaran kolaboratif,baik guru
umum/reguler maupun guru pembimbing khusus se-cara simultan hadir di kelas umum memelihara
tanggungjawab bersama untuk menspesifikasi-kan pembelajaran yang terjadi dalam setting pembelajaran
inklusif dimaksud.Selain itu,“Collaboration is an going process whereby educators with difference areas
of expertise voluntary work together to create solutions to problems that impeding students success, as
well as to carefully monitor and refine those solution...collaboration is a process rather than a specific
service delivery model(Walker, Kay,& Ovington (2007:3).Bauwens, Hourcade,& Friend, (1989:36)
menyatakan bahwa:Collaborative teaching is a proactive educational approach in which ge-neral and
special educatorsand related service providers work in co-active and coordinated fashion to jointly assess,
plan for, teach, and evaluate academically and behaviorally hete-rogeneous groups of students in an
educatio-nally integrating setting (i.e.regular class-room).Dengan demikian,pembelajaran kolabo-ratif
dapat dimaknai sebagaipendekatan dalam pendidikan pro-aktif yang mana guru umum/reguler dan guru
khusus serta penyelenggara layananterkait, menciptakan kegiatan bersama yang terkoordinasi untuk
bersama-sama mela-kukan akses, rencana pembelajaran dan evaluasi akademik serta perilaku terhadap
kelompok sis-wa yang heterogen termasuk siswa berkebutuh-an pendidikan khusus dalam setting
pendidikan terintegrasi/inklusif.
METODE
Pertama, perencanaan”planning”:dila-kukan identifikasi masalah dan penetapan alter-natif pemecahan
masalah, kemudian dilakukan hal-hal sebagai berikut.(1) Merencanakan pe-latihan dan
workshopyangakan diterapkan dalam tindakan.(2) Menentukan pokok bahasan materi pelatihandan
workshop.(3) Mengem-bangkan skenario pelatihan dan workshop.(4) Menyusun Lembar Kerja
Guru/LKG.(5) Me-nyiapkan sumber belajar. (6) Mengembangkan format pengamatan.
Kedua,tindakandan pengamatan “act &observe”:mengacu pada skenarioyang telah disusun dan LKG,
sekaligus dengan melakukan pengamatan dengan penjelasan sebagai berikut:(1) Pengamatan dilakukan
dengan mengguna-kanformat pengamatan.(2) Menilai hasil tin-dakan dengan menggunakan format LKG.
(3) Refleksi “reflect”yang terdiri atas (a) evaluasi tindakan yang telah dilakukanmeliputi evaluasi
kualitas,kuantitasdan waktu dari setiap jenistindakan; (b) membahas hasil evaluasi tentang hasil tindakan;
(c) membenahi pelaksanaan tin-dakan sesuai dengan hasil evaluasiuntuk di-gunakan pada siklus
berikutnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil PenelitianSiklus ke-1

Hasil tindakan siklus ke-1 yang dilaku-kan dengan tindakan pelatihan dan workshoptentang pembelajaran
kolaborasi untuk mening-katkan kompetensi profesional guru sekolah inklusif dalam menangani anak
berkebutuhan khusus, didahului dengan pretes yang mencapai skor 2,1 dan diakhiri dengan postes yang
men-capai skor 3,03.Walaupun sudah mengalami peningkatan 44,29%, belum memenuhi target standar
minimal skor/bobot 3,5 atau nilai per-sentase yang dinyatakan baik atau efektif yaitu mencapai
76%.Jadi,masih diperlukan tindakan perbaikan siklus ke-2. Tindakan perbaikan perlu dilakukan karena
semua permasalahan yang menyangkut anak berkebutuhan pendidikan khusus masih cenderung ditangani
oleh Guru Pembimbing Khusus, jadi keterlibatan guru reguler dalam pembelajaran kolaboratif belum
memadai, atau masih dalam kategori cukup. Oleh karena itu,diperlukan upaya perbaikan tindakan pada
siklus 2 dengan pendampingan pada pelaksanaan pembelajaran kolaboratif da-lam penanganan anak
berkebutuhan pendidikan khususdi sekolah inklusif.
Siklus ke-2

Hasil tindakan pendampinganpada siklus ke-2 kompetensi profesional pembelajaran kola-boratif terhadap
ke-30 guru dalam menangani anak berkebutuhan pendidikan khusus secara kumulatif telah mencapai skor
4,17.Jadi,telah meningkat dari skor 3,03 menjadi 4,17 atau mengalami peningkatan sebesar 37,62%. Skor
4,17 termasuk dalam kategori baik atau efektif, dan telah melebihi target standar minimal skor/bobot 3,5,
atau nilai persentase yang dinyatakan baik atau efektif yaitu mencapai 76%.Dengan demikian,walaupun
tidak mencapai predikat sangat baik atau sangatefektif, tindakan sudah dianggap cukup dan tidak perlu
tindakan per-baikan pada siklus ke-3.Subjek C dan F secara kumulatif telah mencapai kompetensi
profesional pembelajaran kolaboratif dalam menangani anak berkebutuh-an pendidikan khusus dengan
skor terrendah yaitu 3,86; dan skor tertinggi 4,28, dicapai oleh subjek H,M,O,R,T,U,V,W, X,Y,Z, AA,
AB dan AD. Baik skor terrendah maupun skor tertinggi semuanya masih termasuk dalam kategori baik
atau efektif, dan belum ada yang mencapai skor/bobot lebih dari4,20 atau memenuhi pre-dikat sangat baik
atau sangat efektif atau nilai persentase yang dinyatakan sangat baik atau sangat efektif,yaitu mulai 86%-
100%.Hal ter-sebutditunjukkanpada grafik Gambar 2.Dalam Refleksi telah dilakukan hal-hal sebagai
berikut.(1) Evaluasi tindakan yang te-lah dilakukan,yaitu berupa tindakan pendam-
pinganpelaksanaanpembelajaran kolaboratif guru sekolah inklusif dalam penanganan anak berkebutuhan
pendidikan khusus.(2) Pertemu-an denganpara kepala sekolah inklusif untuk membahas hasil evaluasi
dari tindakan pendam-pingan pelaksanaan pembelajaran kolaboratif guru sekolah inklusif
dalampenanganan anak berkebutuhan pendidikan khusus.
Hasil evaluasi tindakan pendampingan pelaksanaan pembelajaran kolaboratif guru se-kolah inklusif
dalam penanganan anak berke-butuhan pendidikan khusus pada siklus ke-2 secara kumulatif dapat
disampaikan bahwa kompetensi profesional pembelajaran kolabo-ratif terhadap ke-30 guru sekolah
inklusif dalam menangani anak berkebutuhan pendidikan khusus telah meningkat. Hal ini dibuktikan de-
ngan adanya peningkatan skor yaitu dari skor rata-rata 3,03 menjadi 4,17 atau mengalami peningkatan
sebesar 37,62%. Skor 4,17 telah melebihi target standar minimal skor/bobot 3,5 atau nilai persentase yang
dinyatakan baik atau efektif yaitu mencapai 76%; tetapi belum men-capai predikat sangat baik atau sangat
efektif karena skor belum melebihi 4,2. Secara kumu-latif,kompetensi profesional pembelajaran ko-
laboratif ke-30 guru dalam menangani anak berkebutuhan khusus telah mencapai predikat baik, oleh
karena itupeneliti memutuskan tidak perlu ada tindakan siklus ke-3.Hal tersebut di-tunjukkanpada grafik
Gambar 3.
Pembahasan
Hasil pre-tes siklus ke-1 dalam penelitian ini menunjukkan bahwa kompetensi profesional pembelajaran
kolaboratif ke-30 guru dalam me-nangani anak berkelainan/berkebutuhan pen-didikan khusus secara
kumulatif barumencapai skor rata-rata 2,1masih termasuk dalam kate-gori kurang atau kurang efektif,
karena belum mencapai skor/bobot 3,5 atau memenuhi target standar minimal nilai persentase yang
dinyata-kan baik atau efektif,yaitu mencapai76%.Subjek E, J, O, T, Y, dan AD secara kumulatif telah
mencapai kompetensi profesional pembe-lajaran kolaboratif dalam menangani anak ber-kebutuhan
pendidikan khusus dengan skor te-rendah,yaitu 2,0; dan skor tertinggi 2,2, dicapai oleh subjek C, H, M,
R, W, AB. Baik skor terrendah maupun skor tertinggi semuanya ma-sih termasuk dalam kategori kurang
atau kurang efektif, karena belum mencapai skor/bobot 3,5atau memenuhi target standar minimal nilai
persentase yang dinyatakan baik atau efektif,yaitu mencapai 76%.Jadi,masih perlu ada tin-dakan
perbaikan.Hasil pos-tes pada siklus ke-1 setelah tin-dakan pelatihan dan workshoppembelajaran
kolaboratifmenunjukkan bahwa secara kumu-latif kompetensi profesional pembelajaran kola-boratif
terhadap ke-30 guru dalam menangani anak berkebutuhan pendidikan khusus telah meningkat 44,29%
dari skorrata-rata2,10 me-ningkat menjadi skor 3,03 termasuk dalam ka-tegori cukup atau cukup efektif.
Namun de-mikian,masih belum memenuhi target standar minimal skor/bobot 3,5, atau nilai persentase
yang dinyatakan baik atau efektif yaitu men-capai 76%. Baik skor yang terendah maupun skor yang
tertinggi masih termasuk dalam ka-tegori cukup atau cukup efektifkarena belum mencapai skor/bobot 3,5
atau memenuhi target standar minimal nilai persentase yang dinyata-kan baik atau efektif yaitu mencapai
76%.Jadi,masih diperlukantindakan perbaikan, yaitu de-ngan tindakan pendampingan pelaksanaan pem-
belajaran kolaboratif dalam penanganan anak berkebutuhan pendidikan khususpada siklus ke-2.Sesuai
dengan pendapat Walther-Thomasdkk (2000:182)yang antara lain menyatakan bahwapembelajaran
kolaboratif adalah pende-katan dalam pendidikanproaktif denganguru umum/reguler,guru
khusus,sertapenyeleng-gara layanan terkait menciptakan kegiatan ber-sama yang terkoordinasi untuk
bersama-sama melakukan akses, rencana pembelajaran dan evaluasi akademik serta perilaku terhadap ke-
lompok siswa yang heterogen termasuk siswa berkebutuhan pendidikan khusus dalam setting pendidikan
terintegrasi/inklusif.Namundemi-kian,hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam melakukan
pembelajaran kolaboratif guru reguler masih kurang pro-aktif,masih ku-rang menciptakan kegiatan
bersama yang terko-ordinasi untuk bersama-sama melakukan akses, belum membuat rencana
pembelajaran danme-lakukanevaluasi akademik serta perilaku terha-dap kelompok siswa yang heterogen
termasuk siswa berkebutuhan pendidikan khusus.Hal ini juga dudukung oleh hasil penelitianFriend
(2000:133) bahwa: teacher, themselves, remark on ‘how difficult collaboration is, how little attention was
paid to collaboration in their pro-fessional preparation, and how few staff deve-lopment opportunities are
offered related to it. Oleh karenaitu,tindakan perbaikan melalui pendampingan perlu dilakukan.Hasil
tindakan pendampingan pada siklus ke-2 menunjukkan bahwa kompetensi profesio-nal pembelajaran
kolaboratif ke-30 guru seko-lah inklusif dalam menangani anak berkebutuh-an pendidikan husus telah
mencapai skor rata-rata4,17 termasuk dengan predikat baik atau efektif, dan telah melebihi target standar
mini-mal skor/bobot 3,5 atau nilai persentase yang dinyatakan baik atau efektif yaitu mencapai 76%.
Subjek C dan F secara kumulatif telah mencapai kompetensi profesional pembelajaran kolaboratif dalam
menangani anak berkebutuh-an pendidikan khusus dengan skor terrendah 3,86; dan skor tertinggi 4,28,
dicapai oleh subjek H, M, O, R, T, U, V, W, X, Y, Z, AA, AB dan AD. Baik skor terrendah maupun skor
tertinggi semuanya masih termasuk dalam kate-gori baik atau efektif, dan belum ada yang men-capai
skor/bobot lebih dari 4,20 atau memenuhi predikat sangat baik atau sangat efektif atau nilai persentase
yang dinyatakan sangat baik atau sangat efektif yaitu mulai 86%-100%. Tindakan sudah dianggap cukup
dan tidak perlu tindakan perbaikan pada siklus ke-3karena su-dah mencapai target tindakan,walaupun
belum mencapai predikat sangat baik atau sangat efek-tif.Dalam melakukan pembelajaran kolabo-ratif
guru telah proaktif yang mana ditunjukkan baik oleh gururegulermaupunguru pembim-bing khusus, telah
menciptakan kegiatan ber-sama yang terkoordinasi untuk bersama-sama melakukan akses, membuat
rencana pembe-lajaran danmelakukanevaluasi akademik serta perilaku terhadap kelompok siswa yang
hete-rogen termasuk siswa berkebutuhan pendidikan khusus dalam setting pendidikan
terintegrasi/inklusif. Selain itu,hasil penelitian ini juga di-dukung oleh hasil penelitian Bauwen, Hour-
cade, & Friend, (1989:36) bahwa dalam pem-belajaran kolaboratif baik guru umum/reguler maupun guru
pembimbing khusus secara si-multan telah hadir di kelas umum memelihara tanggungjawab bersama
untuk menspesifikasi-kan pembelajaran yang terjadi dalam setting pembelajaran inklusif dimaksud.
Berbeda de-ngan hasil penelitian McCormick, Noonan, Ogata, &Heck (2001:130) bahwa walaupun te-lah
menunjukkan kolaborasi pengetahuan dan keterampilan mereka.Namun,guru masih me-merlukan
pelatihan dan praktek dalam “bagai-mana bekerja, berkomunikasi dan berkolaborasi dengan pihak lain”.
Oleh karena itu,hasil pe-nelitian ini memerlukantindak lanjut,yaitu adanya pelatihan dan praktik dalam
bekerja, berkomunikasi dan berkolaborasi dengan pihak lain seperti orangtua siswa dan anggota masya-
rakat yang terkait dengan pendidikan bagi anak berkebutuhan pendidikan khusus dalam setting
inklusif.Dengan demikian,pembelajaran kolabo-ratif telah terbukti dapat meningkatkan kompe-tensi
profesional guru reguler dan guru pem-bimbing khusus dalam penanganan anak ber-kebutuhan
pendidikan khusus, walaupun masih perlu ada tindak lanjut.
PENUTUP
Pembelajaran kolaboratifterbukti dapatmeningkatan kompetensi profesional
guru da-lam penanganan anak berkelainan/berkebutuhan pendidikan khusus dan
telah dilakukan dengan dua siklus tindakandi sekolah inklusif.Tindakan siklus
ke-1 yang dilakukan dengan pelatihan dan workshoppembelajaran kola-boratif
telah dapat meningkatkan kompeten-si profesional guru dalam menangani anak
berkebutuhan pendidikan khususdalam pe-nanganan anak berkebutuhan
pendidikan khusus yang diawali denganpretesdan di-akhiri dengan pos-tes,
menunjukkan bahwa ke-30 guru sekolah inklusif secara kumulatif mencapai skor
rata-rata 2,1 pada pre-tes dan pos-tes mencapai skor rata-rata 3,03.Namun
demikian,secara kumulatif telah mengalami peningkatan sebesar 44,29%,tetapi
belum memenuhi target standar minimal skor/bobot 3,5 atau nilai persentase yang
dinyatakan baik atau efektif yaitu mencapai 76%.Jadi,masih diperlukantindakan
siklus ke-2, yaitu dengan tindakan pendampingan pelaksanaan pembelajaran
kolaboratif dalam penanganan anak berkebutuhan pendidikan khusus.Tindakan
siklus ke-2 yang dilakukan dengan pendampingan pelaksanaan pembelajaran
kolaboratif telah meningkatkan kompetensi profesional pembelajaran kolaboratif
dalam menangani anak berkebutuhan pendidikan khususyaitu ke-30 guru secara
kumulatif mencapai skor rata-rata dari skor 3,03 me-ningkat 37,62% menjadi skor
rata-rata 4,17 dengan predikat baik dan telah melebihi target standar minimal
skor/bobot 3,5 atau nilai persentase yang dinyatakan baik atau efektif,yaitu
mencapai 76%. Dalam mela-kukan pembelajaran kolaboratif guru telah proaktif
yang mana ditunjukkan dengan baik oleh gururegulermaupunguru pembimbing
khusus, telah menciptakan kegiatan bersama yang terkoordinasi untuk bersama-
sama me-lakukan akses, membuat rencana pembe-lajaran danmelakukanevaluasi
akademik serta perilaku terhadap kelompok siswa yang beragamtermasuk siswa
berkebutuhan pen-didikan khusus,dan baik guru umum/reguler maupun guru
pembimbing khusus secara simultanhadir di kelas umum memelihara
tanggungjawab bersama untuk menspesifi-kasikan pembelajaran yang terjadi
dalam settingpembelajaran inklusif dimaksud;namun masihbelum dapat mencapai
pre-dikat sangat baik atau sangat efektif karena belum mencapai skor4,2-5.0atau
86% -100%. Oleh karena itu,temuan hasil pene-litian ini perlu ditindak lanjuti.

Anda mungkin juga menyukai