Anda di halaman 1dari 3

TUGAS TUTORIAL 2 ABK

Nama : AGUSRIANTO
NIM : 838986434
Program Studi : PGSD
UPBJJ UT MAJENE/POLEWALI MANDAR/SULAWESI BARAT

1. Sebutkan berapa istilah yang digunakan untuk penyebutan anak


tunagrahita di Indonesia, dan mengapa terjadi macam-macam
peristilahan tersebut?
2. Jelaskan dan berikan contoh apa yang dimaksud Chronological age
dan mental age yang berkaitan dengan penyandang tunagrahita.
3. Perkembangan mental anak tunadaksa yang belajar di sekolah biasa
sering terganggu. Apa yang dapat Anda usahakan dalam mengatasi
perkembangan mental anak tunadaksa tersebut?
4. Apa yang dapat Anda pelajari dari video berikut? Jelaskan! "Every
Kids Need Champion"

Jawab :

1. Lemah ingatan, lemah otak, lemah pikiran, cacat mental, terbelakang mental,
dan tunagrahita.
Tunagrahita juga sering disepadankan dengan istilah-istilah, sebagai berikut
a. Lemah fikiran (feeble-minded)
b. Terbelakang mental (mentally retarded)
c. Bodoh atau dungu (idiot)
d. Pandir (imbecilie)
e. Tolol (moron)
f. Mampu Didik (educable)
g. Mampu latih (Trainable)
h. Ketergantungan Penuh ( Totally Dependent) atau Butuh Rawat
i. Mental Subnormal
j. Defisit Mental
k. Defisit Kognitif
l. Cacat Mental
m. Defisiensi mental
n. Gangguan Intelektual
o. Oligofernia (oligophernia)
Istilah resmi yang digunakan di Indonesia adalah “tunagrahita” sebagaimana tercantum
dalam Persaturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 72 tahun 1991 tentang
“Pendidikan Luar Biasa”.

2. John (1950:300) juga menerangkan:


Chronological Age: the duration of the person’s life from birth to the date under
consideration; Mental Age: development in intellegence stated in terms of
equaling the average child’s performance at any given chronolocial age.
Dari kedua penegrtian diatas dapat disimpulkan bahwa CA adalah umur kelahiran,
yaitu usia yang dihitung sejak anak lahir sampai usia anak sekarang.
MA adalah perkembangan kecerdasan dalam hal rata-rata penampilan anak pada
usia tertentu, misalnya seorang anak berusia 8 tahun (CA-nya 8tahun) .Jika MA-nya
5 tahun berati perkembangan kecerdasannya kurang lebih sama dengan anak rata-
rata (normal) yang berusia 5 tahun.Untuk menentukan kecerdasan (MA) seseorang
ialah dengan pengukuran psikologis khususnya dengan tes inteligensi.

Individu dikatan normal (rata-rata) apabila MA-nya sama atau hampir sama
dengan CA-nya.Apabila MA individu pada posisi diatas CA-nya maka individu
tersebut tergolong anak cerdas(di atas normal).Dan sebaliknya apabila MA berada
dibawah CA-nya maka individu tersebut tergolong kecerdasannya terbelakang dan
jika individu itu disertaiu keterbelakangan dalam beradaptasi dengan lingkungan
maka dia disebut anak tunagrahita.

3. Sensorimotor Stage
Pada usia 2 tahun, buah hati mulai belajar tentang dunia melalui pancaindera. Buah hati juga
mulai mengenal objek-objek di depan mata mereka pada tahapan ini.

Preoperational Stage
Anak usia 2-7 tahun mengembangkan memori dan imajinasi. Pada usia ini, buah hati sudah
mampu memahami hal-hal simbolis dan memahami ide-ide masa lalu serta masa depan.

Concrete Operational Stage


Pada usia 7-11 tahun, buah hati menjadi lebih sadar akan peristiwa-peristiwa eksternal
dan perasaan orang lain selain perasaan mereka sendiri. Mereka mulai memahami bahwa
tidak semua orang berbagi pikiran, keyakinan, atau perasaan mereka.

Formal Operational Stage


Saat usia 11 tahun atau lebih, buah hati mulai memasuki tahapan ini. Mereka dapat
menggunakan logika untuk menyelesaikan masalah, melihat dunia di sekitar mereka, dan
merencanakan masa depan.

4. Every Kids Needs a Champion – Rita Pierson


Rita Pierson, seorang guru yang sudah mengajar selama 40 tahun suatu ketika pernah
mendengar temannya sesama guru mengatakan “they don’t pay me to like the kids, they
pay me to teach a lesson”. Hal itu kemudian dijawab Rita, “Kids don’t learn from people
they don’t like”. Ini mungkin juga relevan dengan apa yang terjadi di kalangan guru yang
mengajar hanya sekedar mengajar saja. Sedangkan Rita di sini menekankan pada
pentingnya membangun koneksi dengan anak dalam level yang dalam dan manusiawi.
Anak-anak yang menyukai guru dan senang dengan apa yang guru sampaikan membuat
pelajaran yang disampaikan menjadi lebih bermakna. Hal ini karena menurutnya anak-anak
tidak akan bisa mempelajari sesuatu dari orang yang dia tidak sukai. Rita juga menekankan
pada hal sederhana seperti meminta maaf kepada anak-anak. Kebanyakan orang dewasa
termasuk
guru seringkali enggan untuk menurunkan ego dan mengakui kesalahan di depan anak-anak
karena merasa superioritasnya akan hilang. Padahal dengan meminta maaf ketika
melakukan kesalahan, koneksi akan semakin terbangun dan anak-anak akan belajar bahwa
melakukan kesalahan itu tidak apa-apa asalkan bertanggung jawab dan mengakuinya.
“teaching and learning should bring joy”, tandasnya pada akhir ceramah.

Anda mungkin juga menyukai