Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN

ETIKA KRISTEN TERHADAP POLITIK

DOSEN PENGAMPU : Ardikal Bali, MA, M.Th

Kelompok IV :

Alvin Brain Sinaga (2005112975)

Cici Elizabeth (2005113223)

Crisnova Genesia Purba (2005113283)

Joice Michael Simanungkalit (2005135807)

Lidia Belinda.S (2005134892)

Luciana Frastika Sitompul (2005113031)

May Exaudi Silitonga (2005111298)

Putri Rohani Gultom (2005113025 )

Rani Handayanti (2005112952)

Tiurma febryanti br sihombing (2005134916)

Yohana Mery Christin Sibatuara (2005125165)

Yuli Veronika (2005125268)

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS RIAU

2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami sampaikan pada Tuhan Yesus Kristus yang telah melimpahkan
berkat dan kasih karunia-Nya pada kita semua serta telah mengizinkan kami menyelesaikan
penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan,
petunjuk, maupun pedoman bagi pembaca dalam pembelajaran.

Makalah ini dibuat guna untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama
Kristen. Dalam makalah ini dijelaskan tentang apa itu Etika Kristen dan bagaimana Etika
Kristen Terhadap Politik.

Kami sepenuhnya menyadari bahwa apa yang kami sajikan pada makalah ini
keberadaannya masih sederhana dan jauh dari kesempurnaan karena sumber bacaan dan
pengetahuan yang kami miliki masih sangat terbatas.

Harapan kami semoga makalah ini dapat membantu menambah pengetahuan dan
wawasan bagi para pembaca. Kami juga mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari pembaca terlebih dari Dosen Pendidikan Agama Kristen kami, Bapak Ardikal Bali, demi
perbaikan mutu dan kesempurnaan makalah ini.

Demikian sepatah kata pengantar yang bisa kami sampaikan, bila ada hal-hal yang
kurang berkenan, kami mohon maaf. Atas perhatian Bapak dan pembaca lainnya kami
ucapkan banyak terima kasih.

Pekanbaru, 15 April 2021

Kelompok IV

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………... i


DAFTAR ISI ……………………………………………………………... ii
BAB 1 PENDAHULUAN ……………………………………………………... 1
1.1 Latar Belakang …………………………………………………….. 1
1.2 Rumusan Masalah ………………………………………………….2
1.3 Tujuan ………………………………………….……….......2

BAB II ISI ……………………………………………………………... 3


2.1 Pengertian Etika Kristen ………………………………………….. 3
2.2 Pandangan Alkitab Terhadap Politik .…………………………... 4
2.3 Hubungan Gereja dan Negara…………………………..………... 7
2.4 Etika Politik dalam Perspektif Kristen …………………………..... 9
2.5 Tindakan Praktis Etika Kristen terhadap Politik …………………11
2.6 Sikap Orang Kristen terhadap Politik sesuai Alkitab …………….14

BAB III PENUTUP ……...……………………………………………………... 17


3.1 Kesimpulan ……………………………………………………... 17
3.2 Saran ……………………………………………………... 17

DAFTAR PUSTAKA ……....……………………………………………………..19

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara dengan masyarakat yang majemuk. Indonesia
sendiri memiliki enam agama yang resmi, yaitu Islam, Katolik, Kristen, Hindu, Budha
dan Konghucu. Selain agama yang beragama, Indonesia juga memiliki aneka ragam
suku, budaya, bahasa dan lainnya. Dengan memiliki banyak perbedaan yang tercipta
Indonesia dilebihkan karena memiliki persatuan dan kesatuan dimana masyarakat
harus memiliki hak dan kewajiban yang sama disemua bidang, contohnya bidang
politik, hukum, sosial, budaya, pendidikan dan beberapa bidang lainnya.
Dewasa ini peran orang Kristen sebagai sekte minoritas di dalam perpolitikan
di Indonesia masih sangat minim.
1. Menurut sejarah, Kekristenan di Indonesia dan Kolonialisme kebetulan datang
dalam waktu yang bersamaan. Sehingga muncul pandangan bahwa orang-orang
Kristen di Indonesia kurang Nasionalis. Sejarah mencatat bahwa masuknya gereja
di Indonesia terutama di Nusantara daerah pesisir merupakan hasil dari Zending
yang dipengaruhi oleh politik Portugis dan Spanyol pada saat itu. Diperkirakan
bahwa gereja hadir di Indonesia dibawa oleh bangsa Eropa sejak abad ke-16.
Alasan inilah yang menjadikan batasan bagi umat kristen yang ingin ikut berjuang
dalam politik di Indonesia. Dan pandangan ini harus dibantah karena tujuan dari
Kekristenan dan Kolonialisme berbeda. Kekristenan untuk memberitakan injil
sedangkan Kolonialisme untuk menguasai perdagangan di Indonesia. Umat
Kristen sejak awal bersikap kritis kepada penjajah bahkan mereka pernah
melakukan perlawanan bersenjata kepada penjajah seperti yang dilakukan oleh
Pattimura di Maluku. entu sikap intoleransi terhadap umat Kristen yang semakin
menguat di bangsa ini adalah suatu kemunduran dan keprihatinan besar yang
sangat mengkhawatirkan masa depan sebagai negara demokrasi.
2. Di masa reformasi ini ada semakin banyak terjadi penyimpangan dalam bidang
politik. Sudah menjadi rahasia umum bahwa politik sering diidentikan dengan
penggunaan kuasa tanpa moral 4 Jadi tidaklah mengherankan apabila banyak hal
yang terjadi di dunia ini dihubungkan dengan politik. Ada begitu banyak respon
dan tanggapan dari berbagai kalangan yang berbeda, termasuk menurut agama

1
Kristen. Cukup banyak orang Kristen, termasuk mahasiswa Kristen, yang takut
atau antipati terhadap politik. Hal ini terjadi akibat image negatif dari politik yang
dianggap tempat iblis atau setan bermain. Adanya konsep pemikiran seperti ini
timbul karena mereka tidak memahami esensi dan makna politik dengan benar.
sebab mau tidak mau masyarakat, khususnya umat Kristen, pasti dihadapkan
dengan masalah politik. Melalui tulisan ini Penulis ingin mendorong umat Kristen
di Indonesia meningkatkan jiwa Nasionalisme sesuai dengan UUD 1945 dan jiwa
Pancasila.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja pengertian etika kristen menurut para ahli?
2. Bagaimana pandangan alkitab terhadap politik?
3. Apa hubungan gereja dengan negara?
4. Bagaimana etika politik menurut perspektif kristen?
5. Bagaimana tindakan praktis etika kristen terhadap politik?
6. Bagaimana sikap yang seharusnya dilakukan orang kristen yang sesuai Alkitab
terhadap politik?

1.3 Tujuan
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari lebih
dalam lagi tentang Etika Kristen Terhadap Politik. Hal yang paling utama dalam
pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama
Kristen.

2
BAB II

ISI

2.1 Pengertian Etika Kristen


Etika Kristen (Yunani: ethos, berarti kebiasaan, adat) adalah suatu cabang ilmu
teologi yang membahas masalah tentang apa yang baik dari sudut pandang Kekristenan.
Apabila dilihat dari sudut pandang Hukum Taurat dan Injil, maka etika Kristen adalah
segala sesuatu yang dikehendaki oleh Allah dan itulah yang baik. Dengan demikian,
maka etika Kristen merupakan satu tindakan yang bila diukur secara moral merupakan
hal yang baik. Dalam bahasa Arab, kata etika dikenal dengan istilah akhlak yang berarti
budi pekerti, sedangkan dalam bahasa Indonesia disebut tata susila. Dengan demikian,
etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, tata cara hidup yang baik pada diri
seseorang atau kepada masyarakat dan harus didukung atau diberi motivasi.

Sebetulnya, Etika Kristen termasuk kelompok ilmu normatif yang menguraikan


masalah-masalah seputar apa yang baik. Dalam konteks iman Kristen ukuran apa yang
baik adalah segala sesuatu yang sesuai dengan kehendak Tuhan. Sedangkan kehendak
Tuhan sendiri telah dinyatakan dalam Hukum dan Perintah Tuhan, yakni Dasa Titah atau
Sepuluh Hukum Taurat dan kasih sebagai landasan yang utama. Secara garis besar, etika
adalah tindakan atau perbuatan yang diwujudkan sebagai hasil dari analisa akal budi atas
suatu masalah, pertimbangan dan keputusan batin tentang hal yang baik. Di situ terdapat
kesadaran yang penuh dari seseorang yang akan melakukan perbuatan.

Etika Kristen menurut para ahli :

a. Dag Heward-Mills, 2015


Menjelaskan bahwa etika Kristen merupakan petunjuk atau ide yang menolong orang
Kristen untuk mempraktikkan nilai-nilai iman Kristen.
b. Fletcher, 2007
Menjelaskan bahwa etika Kristen harus menjadikan Allah sebagai pusat dan teladan
dalam bersikap dan bertindak.
c. Wogaman, 1993
Berpendapat bahwa etika Kristen merupakan cara hidup rukun orang Kristen yang
kasih tanpa terfokus pada materi dan dengan meneladani Kristus.

3
d. Ramsey, 1950
Menjelaskan bahwa etika Kristen adalah perbuatan yang dikehendaki oleh Allah,
yang didasarkan pada nilai-nilai yang sesuai dengan sifat Allah, sehingga orang
Kristen melalukan perbuatan baik dan sebagai tanggapan atas keselamatan yang
dianugerahkan Allah.
e. Mealey, 2009
Menyatakan bahwa etika Kristen merupakan cara berperilaku atau cara bertindak
yang sesuai dengan ajaran-ajaran Alkitab dan mempunyai tujuan untuk berperilaku
yang berbeda dengan orang yang belum percaya, seperti bertindak jujur dalam segala
hal.

Dalam abad pertengahan, hal-hal yang berhubungan dengan etika diterangkan dalam
kumpulan tulisan yang disebut kitab-kitab pengakuan dosa. Tokoh-tokoh yang berperan
pada saat itu antara lain Luther, Calvin, Zwingli, dan Beza. Tokoh-tokoh ini sering kali
menuliskan tulisan tentang permasalahan etika yang saat itu muncul seperti masalah
kesusilaan, masalah perang, etika politik, etika jabatan, serta tentang pengajaran iman
yang terdapat dalam Hukum Taurat. Karl Barth juga memberikan pandangannya
mengenai etika, ia menyatakan etika bersumber dari kasih karunia Tuhan yang
ditunjukkan melalui Yesus Kristus. Oleh karena itu manusia tidak dapat menghindar dari
kasih Allah yang meletakkan Yesus Kristus ke dalam hubungan dengan manusia.

2.2 Pandangan Alkitab Terhadap Politik


Istilah politik tidak dijumpai secara tersurat dalam Alkitab. Alkitab tidak menulis
secara sistematis mengenai masalah politik. Namun, perlu disadari bahwa di dalam
Alkitab tersirat bagian-bagian tentang bagaimana Umat Allah atau Gereja hadir di
tengah-tengah masyarakat dan menata kehidupan bersama. Alkitab dapat membantu kita
memahami kehendak Allah dalam pengelolaan kehidupan politik tetapi tidak
menyangkut detail keterlibatan dalam politik praktis. Dalam Alkitab ditemui berbagai hal
yang didalamnya mengajak umat untuk turut serta dalam pembangunan bahkan dalam
pemerintah.

Melalui nabi yeremia, mengajarkan agar setiap orang turut bertanggungjawab untuk
membangun kesejahteraan kota di mana ia ditempatkan oleh Tuhan (Yer. 29:4-7 ; Rm.
13:17). Bila hal seperti ini berlaku dalam masa dan terhadap pemerintah yang sedang
menjajah apalagi terhadap pemerintah bangsa Indonesia. Pemerintah Publik Indonesia

4
adalah pemerintah kita sendiri dan kehadiran kita pada saat seperti ini di tengah Republik
ini adalah ketetapan Tuhan, bukan atas pilihan kita sendiri karena itu harus kita terima
dan syukuri. Dengan demikian dapat di garis bawahi pemerintah itu adalah Ketetapan
Tuhan, bukan atas pilihan kita. Sama seperti bagian komponen bangsa yang lain, umat
kristiani baik secara individu maupun kelompok ikut bertanggung jawab untuk menjaga
kelangsungan kemerdekaan bangsa ini, dalam arti bebas dari pengaruh dan kekuatan luar
manapun dan memaksanya untuk melakukan apa yang sesungguhnya tidak di inginkan.

Maka umat yang mengemban tugas bersama untuk turut serta mewujudkan cita-cita
yang terkandung dalam Pancasila. Yesus sendiri adalah seorang aktivitis dan pembaharu
politik. Walaupun Yesus tidak pernah membentuk Gereja atau partai politik, tetapi Yesus
aktif melakukan gerakan moral untuk membaharui, memperbaiki, bahkan dengan cara-
cara damai Dia pernah menggoyangkan kemapanan dan status quo pada zamannya.
Selama hidup dan pelayanan di dunia ini, tiga setengah tahun, Dia berjuang tanpa rasa
takut menentang penjajahan Romawi dan pemerintahan “Boneka” Romawi yakni
Sanhedrin dan Imam Kepala yang diberikan wewenang terbatas memerintah Yahudi di
Palestina. Dan demikian halnya dalam masalah pajak, ketika Yesus ditanya tentang pajak
kepada Kaisar (negara), Dia mengatakan prinsip pemisahan Gereja dengan Negara.
“Berikanlah kepada Allah yang wajib kamu berikan kepada Allah” (Mat.22:21).
Pengajaran ini juga dijadikan untuk menjerat Yesus.

Dalam prinsip etika politik Alkitabiah, suatu pemerintahan yang baik memang
terfokus dalam ketiga urusan ini:

1. Penegakan hukum yang tidak berat sebelah.


2. Keadilan bagi orang miskin.
3. Pembebasan warga dari penindasan dan kekerasan.

Syair mazmur-mazmur yang terkait dengan peran kekuasaan berulang-ulang


mengungkapkan pemerintahan ideal adalah yang menyahuti seruan orang
berkekurangan, yang peduli orang miskin, dan yang menentang kekerasan melainkan
mengupayakan damai. Di balik etika itu terdapat pengakuan bahwa para penguasa yang
memihak pada pemulihan kaum yang lemah, miskin dan tertindas adalah “wakil” Allah.

Jadi,dapat dikatakan bahwa dalam Perjanjian Lama yang menetukan sistem


perpolitikan, khususnya di kalangan bangsa Israel dalam menata kehidupan bersama

5
adalah ketaatan kepada Allah yang ditandai dengan berlakunya hukum Taurat dan
keadilan. Ada beberapa aspek dari kehidupan yang menonjol dalam pengajaran dan
kehidupan Yesus Kristus yakni hubungan dan perhatian-Nya terhadap rakyat jelata atau
miskin dan termarginalkan. Jika kita menelusuri latar belakang kehidupan Yesus maka
Dia sebenarnya berasal dari kalangan rakyat kecil dan melakukan pemberitaan dan
pelayanannya terutama di wilayah pedalaman Galilea di antara rakyat kecil. Laporan
Injil-injil mengenai pekerjaan dan pengajaran Yesus memperlihatkan perhatian terhadap
dan keakrabanya dengan dunia orang kebanyakan. Ia berbelas kasihan terhadap orang
banyak (Mat. 9:36). Orang-orang yang dilayani Yesus secara langsung adalah rakyat
miskin dan mereka yang dikucilkan dari masyarakat. Penyembuhan-penyembuhan-Nya
adalah atas rakyat kecil yang sakit seperti orang buta dan orang timpang. Ia memberi
makan kepada orang banyak, yaitu rakyat yang datang berkumpul mendengar
pengajarannya tanpa bekal yang cukup.

Pengajaran Yesus Kristus sendiri memihak kaum jelata. Sabda bahagia dalam khotbah
di bukit (Luk. 6:20-21) tertuju kepada mereka:

“Berbahagialah, hai kamu yang miskin, karena kamulah yang empunya Kerajaan
Allah. Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini lapar, karena kamu akan
dipuaskan. Berbahagialah hai kamu yang sekarang ini menangis karena kamu
akan tertawa (Luk. 6:20-21; Mat. 5:1-2..

Pengajaran Yesus Kristus bertolak dari pemahaman akan misinya selaku Mesias
pembawa kabar sukacita bagi kaum miskin dan menderita. Dalam khotbah-Nya di
Nazaret, Yesus merujuk kepada nubuatan nabi Yesaya (Yes. 61:1-2): “Roh Tuhan ada
pada-Ku, oleh sebab ia mengurapi aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-
orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku dan memberitakan pembebasan kepada orang-
orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang
yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang” (Luk. 4:18-19).
Mesias dikaruniakan dan diperlengkapi Tuhan dengan kemampuan untuk mengatasi
krisis yang melanda masyarakat, tugas mesias adalah menegakkan keadilan bagi rakyat
yang tertindas, dan memulihkan damai sejahtera di tengah-tengah masyarakat, serta
membawa umat pada pertobatan, mesias bekerja tidak terutama dengan mengandalkan
kekuatan kekuasaan, melainkan dengan kerelaan untuk menderita.

6
2.3 Hubungan Gereja dan Negara
Kata Gereja berasal dari kata dalam bahasa Yunani “Ekklesia” yang didefinisikan
sebagai “perkumpulan” atau “orang-orang yang dipanggil keluar.” Akar kata ”Gereja”
tidak berhubungan dengan gedung, tetapi dengan orang. Sedangkan Negara merupakan
sebuah organisasi tertinggi yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur sesuatu yang
berhubungan dengan kepentingan masyarakat umum. Negara juga memiliki peran untuk
melindungi setiap penduduknya dan mencerdaskan dengan mensejahteraan kehidupan
warganya. Hubungan antara Gereja dan Negara merupakan hal yang sangat penting
dibicarakan baik dalam lingkup akademis maupun dalam lingkup masyarakat pada
umumnya.

Secara sosiologis, relasi antara Gereja dan Negara lebih dikontekstualisasikan ke


dalam relasi antara Gereja sebagai bagian dari Masyarakat dengan Negara sebagai entitas
yang secara institusional mempunyai wewenang dan legitimasi hukum untuk
menerapkan berbagai kebijakan yang secara kolektif mengikat seluruh anggota
masyarakat demi kepentingan bersama . Gereja sebagai bagian dari masyarakat secara
sosiologis dapat ditinjau secara umum dari dua aspek; pertama, sebagai komunitas kaum
beriman, atau kedua, sebagai institusi keagamaan yang terorganisasikan dengan baik dan
memiliki legitimasi di kalangan para pengikut agama yang bersangkutan (Seda, 1998).

Philip Wogaman, guru besar Etika Kristen di Wesley Theological Seminary,


Washington, Amerika Serikat membedakan empat tipe hubungan negara dan agama:
1. Teokrasi
Yaitu suatu kehidupan bernegara yang di dalamnya pemimpin agama atau
lembaga keagamaan tertentu mengendalikan kehidupan bernegera lewat berbagai
kebijakan kenegaraan dan undang-undang untuk tujuan-tujuan agama tersebut di
mana negara berada di bawah kontrol pemimpin-pemimpin agama. Dalam
masyarakat primitif, bentuk negara seperti ini sangat lazim, seperti di dalam teokrasi
Ibrani kuno.
2. Erastianisme
Bentuk erastianisme memiliki kemiripan dengan bentuk Gereja-Negara. Yang
dimaksud dengan Gereja-Negara adalah kehidupan bersama dalam suatu Negara
(state nation) dimana pemerintah memberi jaminan keamanan atau perlindungan
istimewa bagi gereja atau agama tertentu. Negara menjalankan pengawasan yang
7
ketat dan memiliki wibawa yang besar dalam kehidupan sosial termasuk kehidupan
beragama, Negara mengatur semua hal termasuk agama mana yang harus dianut oleh
warganya.
3. Pemisahan gereja dan negara secara ramah adalah suatu kehidupan bernegara yang di
dalamnya ada pemisahan yang tegas secara legal antara kehidupan beragama dan
kehidupan bernegara. Di banyak negara pemisahan itu berlaku secara legal, tanpa
kekerasan dan rasa benci. Itulah yang secara konstitusional terjadi di Amerika
Serikat, kendati di dalam kenyataannya tidak selalu begitu.
4. Pemisahan gereja dan negara yang tidak ramah

Menurut Susanto (2019)Gereja memiliki tanggung jawab sosial untuk menghadirkan


shalom sebagai bagian dari panggilannya. Gereja memiliki tanggung jawab sebagai umat
Allah dan warga negara untuk membantu negara mendukung mereka yang secara
ekonomi lemah, agar mereka dapat meningkatkan taraf hidup. secara teologis gereja
memiliki tanggung jawab sosial dalam panggilan misinya. Ini semakin dipertegas dengan
kenyataan bahwa warga gereja juga adalah bagian negara, yang seharusnya mampu
memberi kontribusi bagi pengembangan masyarakat.
Dengan melihat pemahaman gereja dan negara, jelas ada hubungannya karena sama-
sama menyinggung masyarakat dimana di dalam gereja, masyarakat digambarkan
sebagai jemaat. Dengan demikian bahwa gereja dengan negara sudah pasti memiliki
hubungan yang sangat berkaitan satu dengan yang lainnya. Demikian halnya Gereja dan
Negara pasti memiliki hukum , karena dalam penegakan hukum ada dua komponen yang
saling terkait yaitu orang (gereja) dan system (hukum) “ bad system destroys good
people; bad people destroys good systems”.
Kehadiran gereja sebagai salah satu cara menyampaikan kebenaran kepada para
penguasa pemerintah dalam menjalankan tugasnya dengan benar. Karena negara
merupakan suatu bidang kehidupan dimana Gereja dapat memperjuangkan terwujudnya
tanda-tanda kerajaan Allah di dalam Yesus Kristus seperti keadilan, kebenaran, damai
sejahtera dan sebagainya. Gereja juga dipahami sebagai komunitas iman kepada Yesus
Kristus atau bisa disebut juga komunitas iman politis. Karena itu, kalau Gereja ingin
mengabdi kepada Allah dalam Yesus Kristus, maka Gereja juga harus bersifat politis.
Tetapi harus ditegaskan bahwa kehadiran dan peran Gereja di bidang politik harus
dibedakan secara prinsip, hakikat, sifat dan bentuk dari partai politik. Karena Gereja
bukanlah partai politik dan tidak sama dengan partai politik.
8
Gereja memiliki tugas panggilan yakni:
 Untuk memberikan bimbingan-bimbingan pastoral
 Turut dalam terselenggaranya suatu kehidupan politik yang benar
 Adil dan mendatangkan damai sejahtera bagi semua orang.

Menurut Fransiska (2019) Gereja harus menegakkan kebenaran di tengah kehidupan


politik, yaitu menegakkan keadilan dan mewujudkan kasih. Maka kekuasaan politik
dalam negara harus diarahkan untuk mewujudkan keadilan dan cinta kasih dengan kata
lain, tujuan keterlibatan gereja dalam politik agar manusia lebih taat kepada Allah, dari
pada manusia. gereja diharapkan dapat memiliki prinsip yang Alkitabiah sehingga tidak
terpengaruh dalam penyimpangan-penyimpangan yang disebabkan oleh orang yang tak
bertanggunjawab seperti, korupsi, penindasan dan kekerasan lainnya. Gereja-gereja di
Indonesia harus menjadikan ini sebagai salah satu bentuk tindakan nyata gereja dalam
bidang politik dan perlu kita ketahui bersama bahwa politik juga bagian dari ladang
pelayanan yang harus kita layani.

Sebagai orang Kristen kita memiliki dua kewarganegaraan yaitu warga negara
kerajaan Allah ( 1 Yoh. 3:16) dan lalu kita diutus ke dunia Indonesia sehingga kita
menjadi warga negara Indonesia. Oleh karena itu, kita disuruh Allah untuk berdoa demi
kebaikan Indonesia (1 Tim. 2:1-2, Yes. 2:27). Sebagai orang Kristen kita harus menjadi
garam dan terang di tengah – tengah masyarakat dan negara kita. Dengan sikap dan
ketaatan kita kepada pemerintah sebagai warga negara yang baik merupakan tanggung
jawab kita kepada Tuhan. Ketaatan kita kepada pemerintah adalah dalam rangka ketaatan
kita kepada Allah (Kis. 5:29).
Paulus menekankan bahwa orang Kristen tidak boleh menjungkirbalikkan system
atau melarikan diri dari system yang ada. Orang Kristen harus tetap ada dalam system
itu, sehingga orang Kristen bisa mentransformasi system itu atas dasar dan kekuatan
iman Kristen itu sendiri. Itulah sebabnya Paulus mengatakan: “tiap-tiap orang harus
takluk kepada pemerintah yang diatasnya…(Roma 13:1a).

2.4 Etika Politik dalam Perspektif Kristen


Etika dan moral Kristen adalah ajaran yang mengandung nilai-nilai etika dan
dapat menjadi paduan bagi kehidupan individu maupun kelompok yang aktif dalam

9
bidang politik sesuai dengan keyakinan Kristiani. Setiap orang yang telah menjadi
anggota gereja di Indonesia adalah penduduk Indonesia yang dilindungi oleh
pemerintah negara Indonesia, bergantung kepada pemerintah negara Indonesia.
Sehingga dengan demikian orang Kristen yang merupakan anggota masyarakat dan
penduduk negara Indonesia punya hak dan kewajiban serta tanggung jawab yang
sama seperti penduduk lainnya. Sebagai orang beriman percaya bahwa pemerintah
suatu negara dipakai Allah sebagai wakil-Nya di dunia untuk menata kehidupan
masyarakat. Hal ini sesuai dengan apa yang telah dijelaskan dan diterangkan oleh
penulis surat Roma 13:1-7. Oleh sebab itu dikatakan bahwa Kepedulian terhadap
kehidupan bersama negarawi merupakan tanggung jawab yang tidak dapat diabaikan
oleh orang Kristen/gereja. Kristus bukannya tidak peduli akan kemiskinan, korupsi,
dan ketidakadilan. Alkitab memperlihatkan bahwa Ia sangat prihatin dengan keadaan
yang mengenaskan di sekitarnya. (Markus 6:33, 34). Maka diperlukan peran etika dan
moral kristen dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Melihat perkembangan
terkini, sikap politik orang Kristen dapat di bagi menjadi tiga kelompok:
1. Apolitik
Tidak dapat dipungkiri bahwa ada kesenjangan antara gereja atau orang
Kristen dengan negara dewasa ini. Kesenjangan yang terjadi antara orang Kristen
dengan negara dapat dilihat dari adanya sebagian jemaat Kristen yang anti
pemerintah/negara (Apolitis), politik dianggap kotor, dan pemerintah dianggap
mendiskreditkan gereja/orang Kristen. Gereja dan warga Kristen di Indonesia
yang meninggalkan persepsi (warisan Pietisme) ini, namun dalam batas tertentu
masih banyak warga yang menganut pandangan yang demikian. Masih banyak
pemimpin dan warga gereja yang Apolitik. Walau gereja bukanlah kekuatan
politik, tetapi kekuatan moral namun sikap apolitik terlalu ekstrim.
2. Perebut Kekuasaan
Suatu kelompok yang ingin merebut kekuasaan politik atau paling sedikit
mempunyai kekuatan signifikan dalam bentuk struktur pemerintahan agar dapat
menentukan jalannya negeri ini. Sikap seperti ini lahir dari pengalaman pahit
penganut pandangan dimana orang Kristen di Indonesia dianggap sedang di
marginalkan bahkan dianiaya. Untuk membela nasib orang Kristen di Indonesia
penganut pandangan ini “Bermimpi” untuk masuk dalam struktur kekuasaan
dalam rangka menentukan arah pemerintahan.

10
3. Alat Kristus
Orang Kristen di Indonesia terpanggil sebagai garam dan terang dunia
yang melalui iman Kristianinya dapat melakukan transformasi politik secara
positif, kritis, kreatif,dan realistis.
Gereja atau umat Kristen tidak diperkenankan membiarkan kekuasaan duniawi
berkembang ke arah yang cenderung destruktif. Dengan demikian etika kristen sangat
perlu dalam dunia politik, Robert P Borong dalam bukunya yang berjudul “Etika Politik
Kristen,serba-serbi politik praktis” mengapa pentingnya Etika Kristen dalam politik
karena:

 Allah melalui Firman-Nya selalu mengajarkan dan mengkehendaki yang baik dan
benar dalam kehidupan manusia, termasuk kehidupan bermasyarakat dan bernegara
supaya ada kedamaian dan kesejahteraan lahir batin.
 Politik adalah kegiatan yang bertujuan untuk kebaikan dan kebenaran dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Politik tidak bertujuan untuk mencapai
kepentingan sendiri atau kelompok saja, melainkan dan terutama kepentingan
bersama sebagai bangsa.
 Para pelaku politik adalah orang-orang yang menerima kuasa dan wibawa dari Tuhan
untuk menegakkan kebaikan dan kebenaran.
 Para politisi adalah manusia “berdosa” penuh kekurangan bahkan cenderung kepada
kejahatan (Destruktif) sehingga memerlukan paduan, arahan dan norma dari agama.
 Kegiatan politik adalah juga misi Allah (misio Dei) yang bertujuan mewujudkan
kekuasaan dan kedaulatan Allah di dunia.

2.5 Tindakan Praktis Etika Kristen Terhadap Politik


Manusia pada hakikatnya adalah manusia politik (zoon politikon), sehingga
seluruh dinamika kehidupan manusia pasti selalu berkenaan dengan politik, baik
sebagai subjek yang berpolitik maupun sebagai objek yang digerakan oleh politik itu
sendiri. Dengan jelas dapat dikatakan bahwa dinamika kehidupan manusia dalam
suatu negara pasti berada dalam sirkulasi subjek dan objek sekaligus. Idealnya, baik
yang dipercayakan sebagai pemimpin politik maupun sebagai masyarakat yang
dikendalikan oleh politik itu sendiri, keduanya adalah subjek (pelaku) politik.
Artinya, mereka yang dipercayakan mengarahkan dan mengatur politik negara jelas
adalah subjek yang selalu bergelut dengan politik secara konkret , akan tetapi
masyarakat umum juga adalah subjek, artinya segala aspek kehidupan dan aktivitas
11
masyarakat membawa pengaruh bagi dunia politik baik secara langsung maupun
tidak langsung, atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa setiap aktivitas
masyarakat baik dalam dunia pendidikan, agama, sosial, hukum, dan lain sebagainya
menjadi tanggung jawab politik untuk menata, mengendalikan, dan mengarahkan
semua aspek kehidupan tersebut demi kebaikan bersama, sehingga dengan singkat
dapat dikatakan bahwa masyarakat adalah penentu politik itu sendiri dan sebagai
fungsi kontrol politik, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Ada sebuah pendapat bahwa “agama dan politik tidak bisa menyatu.” Apakah
pendapat itu benar? Dapatkah kita memiliki pandangan politik yang bertentangan
dengan iman Kristen kita? Jawabannya adalah tidak bisa. Alkitab menyatakan dua
kebenaran mengenai sikap kita terhadap politik dan pemerintahan.
 Kebenaran yang pertama: adalah kehendak Allah meliputi dan mengambil alih
setiap aspek dalam kehidupan kita. Kehendak Dia-lah yang harus diutamakan di
atas segala sesuatu dan semua orang (Mat 6:33). Rencana dan tujuan Allah itu
pasti dan kehendak-Nya tidak bisa diganggu gugat. Apapun yang Allah
rencanakan, Dia akan melaksanakannya. Tidak ada satupun pemerintahan yang
dapat menghalangi kehendak-Nya (Dan 4:34-35). Bahkan, Dialah yang “memecat
raja dan mengangkat raja” (Dan 2:21) karena “Yang Mahatinggi berkuasa atas
kerajaan manusia dan memberikannya kepada siapa yang dikehendaki-Nya” (Dan
4:17).
Pemahaman yang benar terhadap kebenaran ini akan membantu kita untuk
melihat bahwa politik hanyalah sebuah cara yang Allah gunakan untuk
menggenapi kehendak-Nya. Meskipun orang-orang jahat menyalahgunakan
kekuasaan politik mereka, yang memanfaatkannya untuk melakukan hal-hal yang
jahat, namun Allah memakainya untuk kebaikan, karena Dia turut bekerja “dalam
segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia,
yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah” (Rm 8:28).
 Kedua, kita harus memahami fakta bahwa pemerintah tidak bisa menyelamatkan
kita! Hanya Allah yang bisa. Alkitab tidak pernah mengindikasikan Yesus
ataupun para rasul mencurahkan waktu dan tenaga untuk mengajar orang-percaya
mengenai bagaimana mereformasi dunia tanpa iman melalui praktek
penyembahan berhala, asusila dan korupsi dengan bantuan pemerintah. Para rasul
tidak pernah memanggil orang-percaya supaya tidak taat, sebagai cara untuk

12
memprotes ketidakadilan hukum atau rencana jahat Kerajaan Romawi.
Sebaliknya, para rasul memerintahkan orang Kristen mula-mula, termasuk semua
orang-percaya hari ini, untuk memberitakan Injil dan menjalani hidup yang
menunjukkan bukti nyata dari kekuatan Injil yang mengubahkan.

Sudah dipastikan bahwa tanggung jawab kita kepada pemerintah adalah untuk
menaati hukum dan menjadi warga negara yang baik (Rom 13:1-2). Allah telah
menetapkan semua otoritas. Dia melakukannya untuk kepentingan kita, “dan
menghormati orang-orang yang berbuat baik” (1 Ptr 2:13-15). Paulus berkata di surat
Roma 13:1-8 bahwa merupakan tanggung jawab pemerintah untuk berkuasa dengan
penuh otoritas atas kita semua – semoga demi kebaikan kita – dengan memungut
pajak, dan memelihara kedamaian. Ketika kita memiliki hak suara dan dapat
memilih pemimpin sendiri, kita harus menggunakan hak tersebut untuk memilih
mereka yang memiliki pandangan yang sama dengan kita.
Salah satu dusta Setan yang terbesar adalah: kita bisa menaruh harapan kita
mengenai moralitas budaya dan kehidupan yang saleh di tangan para pejabat politik
dan pemerintahan. Sebuah bangsa tidak bisa berharap pihak penguasa yang akan
mengadakan perubahan. Gereja melakukan kesalahan jika mengira para politikus
yang bertugas untuk membela, mendahulukan, dan menjaga kebenaran Alkitab dan
nilai-nilai Kekristenan.
Sebagai orang Kristen, kita diberikan amanat untuk mengabarkan Injil Kristus dan
berkhotbah untuk menegur dosa di jaman ini. Sebuah budaya hanya bisa berubah jika
hati para individunya telah diubahkan oleh Kristus. Orang-percaya, di sepanjang jaman
telah hidup dan bahkan semakin bertambah, di bawah pemerintahan yang antagonis,
penuh penindasan dan tak beriman. Hal ini benar-benar terjadi pada orang-percaya mula-
mula yang, meskipun berada di bawah rezim politik yang tidak memiliki belas kasihan,
tetap dapat memelihara iman mereka di bawah tekanan budaya yang sangat besar.
Mereka memahami bahwa merekalah, dan bukan para penguasa, yang merupakan terang
dan garam dunia. Mereka berpegang kepada ajaran Paulus untuk menaati otoritas
pemerintah, bahkan menghormati, menghargai dan berdoa untuk mereka (Rom 13:1-8).
Yang lebih penting, mereka memahami bahwa, sebagai orang percaya, harapan mereka
terletak dalam perlindungan yang disediakan oleh Allah sendiri.

13
Hal yang sama juga berlaku bagi kita pada hari ini. Ketika kita menaati apa yang
diajarkan oleh Alkitab, kita menjadi terang dunia, sesuai dengan maksud Allah bagi diri
kita.Para pelaku politik bukanlah juru selamat dunia ini. Keselamatan bagi seluruh umat
manusia telah diwujudkan melalui Yesus Kristus. Allah mengetahui bahwa dunia ini
memerlukan keselamatan, jauh sebelum ditemukannya sistem pemerintahan. Dia
menunjukkan kepada dunia bahwa penyelamatan tidak bisa dilakukan oleh kekuatan
manusia, baik melalui kekuatan ekonomi, kekuatan militer, atau kekuatan politik. Damai
sejahtera, kepuasan, harapan dan sukacita – dan keselamatan umat manusia – hanya
dapat digenapi melalui karya iman, kasih dan karunia Yesus Kristus.

2.6 Sikap Orang Kristen terhadap Politik Sesuai Alkitab


Pelaksanaan kuasa manusia atas manusia yang lain juga merupakan sebagian
aturan kehidupan yang ditentukan Allah. Kepatuhan kepada pemerintah yang
berkuasa merupakan suatu keharusan bagi orang Kristen, sebab orang Kristen
bergantung dan terikat kepada pemerintah secara hukum. Seperti yang tertulis dalam
Roma 13 : 1-7 menjelaskan bagaimana hidup sebagai warga negara. Paulus
mengingatkan Gereja (orang Kristen) bahwa pemerintahan berasal dari Allah. Paulus
dalam tulisannya menyatakan “... sebab tidak ada pemerintah, yang tidak berasal dari
Allah, dan pemerintah-pemerintah yang ada, ditetapkan oleh Allah” (Rm 13:1).
Sesuai zamannya pemerintah yang berkuasa dalam Roma 13 : 1 berlaku universal,
bukan saja khusus hanya untuk pemerintah Roma. Kata kerja Yunani “hupotasso” (30
kali muncul dalam PB). Hal ini menjelaskan bahwa bukan hanya dalam kitab Roma
saja disinggung tentang pemerintahan. Maksudnya terlepas bahwa pemerintahan itu
berasaskan ayat berdasarkan hukum apa dalam menjalankan roda pemerintahannya.
Secara harafiah kata “hupotasso” artinya “menempatkan diri di bawah”. Hal ini
menunjuk kepada sikap kepatuhan yang harus dimiliki oleh gereja atau orang-orang
Kristen. Kepatuhan dijabarkan dalam hubungan juga kepada Allah (bnd Yak. 4:7),
hukum Allah (Rm 8:7) dan terhadap Yesus Kristus (Ef.5:24), serta kepada para
pelayan di rumah Tuhan (1 Kor.16:16). Namun jika diteliti kata ” hupotasso” yang
terdapat dalam Roma 13 : 1 bahwa kepatuhan kepada pemerintah tidak bersifat
mutlak. Maksudnya ada syarat tertentu yaitu jika pemerintahan tersebut tidak
bertentangan dengan perintah Allah. Pemahaman ini menjadi suatu sikap yang
dilakukan oleh para rasul khususnya rasul Petrus yang menyatakan di hadapan
mahkamah Agama Yahudi dengan ungkapan “...kita harus lebih taat kepada Allah

14
dari pada terhadap manusia“ (Kis. 4 : 19, 5:29). Kata lain yang dimaksud ialah kata
“takluk” yang menunjuk kepada sikap kerendahan hati dari warga negara kepada
pemerintah atau yang berkuasa.
Pemerintah menjalankan kuasanya selaku hamba Allah dan negara. Orientasi
pemerintahan ialah melayani rakyat demi Allah. Warga negara harus menjalankan
hak dan kewajibannya dengan kepatuhan. Di sini acuan tertinggi adalah hukum
Allah. Peran orang Kristen sebagai warga negara terhadap pemerintahan adalah
mengawal atau mengontrol bahkan jika dibutuhkan memberikan nasihat (teguran)
jika pemerintahan menyimpang dari hukum yang sudah ditentukan atau yang berlaku
di negara tersebut. Gereja (orang Kristen) tidak boleh berdiam diri terhadap
pemerintahan yang sewenang-wenang atau menyimpang dari hukum atau peraturan
yang sah. Secara konkret dan khusus rasul Paulus memberikan nasihat yang
berhubungan hak dan kewajiban warga negara untuk membayar pajak (Rm 13:6,7).
Pada masa itu kewajiban ini merupakan hal begitu kuat menjelaskan tentang
kepatuhan atau pengakuan orang atau sekelompok orang terhadap pemerintah atau
penguasa. Masalah membayar pajak bukti nyata keterlibatan rakyat mendukung
pemerintahan yang sedang berkuasa. Paulus menyadari bahwa bukan berarti orang-
orang Kristen baik yang di Roma maupun belahan bumi lainnya tidak mengalami
kesulitan dalam hal membayar pajak.
Kepatuhan orang-orang Kristen saat itu menjelaskan pengakuan bahwa
pemerintahan tersebut berasal dari Allah. Orang Kristen sebagai orang yang percaya
yang terpanggil dan telah menerima tugas dari Yesus Kristus harus menunjukkan
ketaatan kepada Tuhan di segala bidang kehidupan. Orang Kristen harus mempunyai
kebiasaan untuk melihat seluruh masyarakat yang berpolitik dan peraturan-peraturan
politik di bawah penghukuman dan anugerah Allah. Itu dapat diartikan bahwa orang
Kristen berpartisipasi dibidang politik ialah karena segi politik itu tetap di bawah
kuasa dan anugerah Allah (bnd. Rm.13:4). Orang Kristen atau Pendeta sebagai warga
negara harus aktif dalam politik dengan cara tetap hidup sebagai garam dan terang.
Orang Kristen tidak hanya sebagai warga negara yang baik tetapi dia harus mampu
menggambarkan atau memperlihatkan kehendak Allah di dalam kehidupannya yaitu
di dalam kehidupan berpolitik. Orang Kristen bertanggung jawab untuk memelihara
dan menumbuhkan kesatuan dan persatuan antara umat yang berbeda agama (bnd.
Mat. 5:13-16; I Ptr. 2:12).
Orang Kristen boleh berpolitik dan boleh berkuasa. Orang Kristen berpolitik
15
bukan untuk menghapuskan kuasa, tetapi untuk berusaha supaya kuasa dapat dipakai
untuk tujuan yang benar dan adil. Dengan ikut politik, orang percaya ikut
menentukan nasib hari depan masyarakat sebab suara setiap orang percaya yang
berhak ikut dalam demokrasi politik akan ikut dihitung. Di situlah orang percaya bisa
memilih pemimpin yang bersih, gesit, cakap, kreatif, produktif, berintegritas dan
dapat dipercaya, serta adil terhadap semua golongan etnik atau agama. Dengan
partisipasi itu orang percaya sedang bersikap politis yang alkitabiah. Politik yang
alkitabiah adalah suatu upaya dan proses sadar untuk memahami dan memaknai
realitas politik dari cara pandang dan pola pikir Alkitab.
Sebagai orang percaya yang mau atau sudah terjun dalam dunia politik agar hidup
sesuai kebenaran firman Tuhan. Lakukanlah yang baik dan berkenan kepada Tuhan,
bersikaplah jujur dan miliki integritas sebagai orang-orang yang percaya kepada
Tuhan Yesus Kristus, berani menanggung risiko dari prinsip kebenaran yang
dipegang teguh, dan menolak dosa dan tawaran duniawi. Berpolitik bukan berarti
boleh kompromi dengan dosa atau hal-hal yang tidak berkenan kepada Allah. Dalam
berpolitik semua orang percaya harus mengedepankan prinsip firman Tuhan supaya
tidak terjadi hasil keputusan yang bertentangan dengan isi firman Tuhan. Mazmur
37:27 berkata: “Jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik, maka engkau akan
tetap tinggal untuk selama-lamanya.” Kalau engkau setia dan taat kepada firman-Nya
dan melakukan dengan sungguh-sungguh apa yang dikehendaki Tuhan dalam
hidupmu, maka engkau akan diangkat Tuhan kepada posisi yang terbaik sehingga
nama Tuhan dipermuliakan melalui kehidupanmu. Politik itu bersih di tangan orang
yang bersih hati dan sikapnya, tetapi kotor di tangan orang yang jahat. Ingatlah akan
penderitaan sesamamu dan lakukanlah yang terbaik untuk kebaikan semua tanpa
mengabaikan kebenaran iman Kristiani.

16
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Etika dan moral Kristen adalah ajaran yang mengandung nilai-nilai etika
dan dapat menjadi paduan bagi kehidupan individu maupun kelompok yang
aktif dalam bidang politik sesuai dengan keyakinan Kristiani. Alasan mengapa
pentingnya Etika Kristen dalam politik adalah:
A. Allah melalui Firman-Nya selalu mengajarkan dan mengkehendaki yang
baik dan benar dalam kehidupan manusia, termasuk kehidupan
bermasyarakat dan bernegara supaya ada kedamaian dan kesejahteraan lahir
batin.
B. Politik adalah kegiatan yang bertujuan untuk kebaikan dan kebenaran dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Politik tidak bertujuan untuk
mencapai kepentingan sendiri atau kelompok saja, melainkan dan terutama
kepentingan bersama sebagai bangsa.
C. Para pelaku politik adalah orang-orang yang menerima kuasa dan wibawa
dari Tuhan untuk menegakkan kebaikan dan kebenaran.
D. Para politisi adalah manusia “berdosa” penuh kekurangan bahkan
cenderung kepada kejahatan (Destruktif) sehingga memerlukan paduan,
arahan dan norma dari agama.
E. Kegiatan politik adalah juga misi Allah (misio Dei) yang bertujuan
mewujudkan kekuasaan dan kedaulatan Allah di dunia.
3.2 Saran
1. Sebagai orang percaya, kita harus memahami dan menerapkan Etika kristen
dalam kehidupan politik.
2. Sebagai utusan Allah, Gereja juga perlu terlibat dalam politik dan hukum,
dalam arti yang luas mengikuti dengan seksama berbagai perkembangan
politik di Indonesia. Gereja wajib dalam menggunakan suaranya dalam
pemilihan umum yang diadakan di tengah bangsa ini. Gereja perlu
menyelenggarakan pembinaan ataupun seminar yang membahas tentang
tindakan etika Kristen dalam politik, sehingga pemahaman salah yang
dimiliki oleh anggota dapat dipatahkan dengan memperdalam kehidupan
politik dan hukum sesuai kapasitas dan kemampuaannya. Melalui itu
17
diharapkan dapat membentuk moral atau etika umat Kristen ketika
berhadapan dengan kehidupan politik.Demikian yang dapat penulis paparkan
mengenai materi keterkaitan teknologi dengan IPA khususnya di bidang ilmu
fisika, tentunya pada pokok pembahasan ini banyak sekali kesalahan, maka
dari itu penulis mengharapkan kritikan untuk perbaikan pada masa
mendatang.

18
DAFTAR PUSTAKA

 https://id.m.wikipedia.org/wiki/Etika_Kristen#:~:text=Etika%20Kristen%20(Yunani%3A
%20ethos%2C,Allah%20dan%20itulah%20yang%20baik
 http://onego1993.blogspot.com/2013/05/pengertian-tentang-etika-kristen-dan.html?m=1
 Kristina, Oktavia. Pentingnya Pendidikan Etika Kristen untuk Perguruan Tinggi.
https://osf.io/jh7rc/download/?format=pdf
 https://www.researchgate.net/publication/337496689_ENTITAS_GEREJA_DALAM_BE
RPOLITIK_DI_INDONESIA_TINJAUAN_SUDUT_ETIKA_KRISTEN
 Fransiska. 2019. Entitas Gereja Dalam Berpolitik Di Indonesia (Tinjauan Sudut Etika
Kristen). Voice of Wesley: Jurnal Ilmiah Musik Dan Agama, 2(1), 24–40.
 Seda, F. 1998. OB.22.02.OKT.2013-05 Francisia SSE Seda - Gereja dan Negara Refleksi
atas Tantangan Masyarakat Indonesia dan Pancasila Suatu Pendekatan Sosiologis. Jurnal
Orientasi Baru, 22(02), 155–186.
 Daulay, Richard, Kekristenan dan Politik. Jakarta: Waskita Publishing, 2013, hal 9
 https://jurnalvow.sttwmi.ac.id/index.php/jvow/article/download/18/18
 Simamora, Adolf Bastian. (2019). POLITIK MENURUT ALKITAB DAN
IMPLIKASINYA BAGI PERAN GEREJA DALAM PUSARAN POLITIK DI
INDONESIA.
https://www.researchgate.net/publication/337497408_POLITIK_MENURUT_ALKITAB
_DAN_IMPLIKASINYA_BAGI_PERAN_GEREJA_DALAM_PUSARAN_POLITIK_
DI_INDONESIA
 Manafe, F. S. (2017). SIKAP KRISTEN DALAM ARENA POLITIK. Missio
Ecclesiae, 6(1), 1-16. Retrieved from
https://jurnal.i3batu.ac.id/index.php/me/article/view/66

19

Anda mungkin juga menyukai