Anda di halaman 1dari 12

Proses Pembentukan Batubara

Secara ringkas ada 2 tahap proses pembatubaraan  yang terjadi, yakni:

1.      Tahap Diagenetik atau Biokimia (Penggambutan), dimulai pada saat dimana


tumbuhan yang telah mati mengalami pembusukan (terdeposisi) dan menjadi humus.
Humus ini kemudian diubah menjadi gambut oleh bakteri anaerobic dan fungi hingga
lignit (gambut) terbentuk. Agen utama yang berperan dalam proses perubahan ini
adalah kadar air, tingkat oksidasi dan gangguan biologis yang dapat menyebabkan
proses pembusukan (dekomposisi) dan kompaksi material organik serta membentuk
gambut.

2.      Tahap Malihan atau Geokimia, meliputi proses perubahan dari lignit menjadi


bituminus dan akhirnya antrasit.

Secara lebih rinci, proses pembentukan batu bara dapat dijelaskan sebagai berikut:

1.      Pembusukan, bagian-bagian tumbuhan yang lunak akan diuraikan oleh bakteri


anaerob.

2.      Pengendapan, tumbuhan  yang telah mengalami proses pembusukan selanjutnya


akan mengalami pengendapan, biasanya di lingkungan yang berair. Akumulasi dari
endapan ini dengan endapan-endapan sebelumnya akhirnya akan membentuk lapisan
gambut.

3.      Dekomposisi, lapisan gambut akan mengalami perubahan melalui proses biokimia


dan mengakibatkan keluarnya air dan sebagian hilangnya sebagian unsur karbon dalam
bentuk karbondioksida, karbonmonoksida, dan metana. Secara relatif, unsur karbon
akan bertambah dengan adanya pelepasan unsur atau senyawa tersebut.

4.      Geotektonik, lapisan gambut akan mengalami kompaksi akibat adanya gaya


tektonik dan kemudian akan mengalami perlipatan dan patahan. Batubara low
grade dapat berubah menjadi batubara high grade apabila gaya tektonik yang terjadi
adalah gaya tektonik aktif, karena gaya tektonik aktif dapat menyebabkan terjadinya
intrusi atau keluarnya magma. Selain itu, lingkungan pembentukan batubara yang berair
juga dapat berubah menjadi area darat dengan adanya gaya tektonik setting tertentu.

5.      Erosi, merupakan proses pengikisan pada permukaan batubara yang telah


mengalami proses geotektonik. Permukaan yang telah terkelupas akibat erosi inilah
yang hingga saat ini dieksploitasi manusia.
Faktor-Faktor Dalam Pembentukan Batubara

Faktor-Faktor dalam pembentukan batubara sangat berpengaruh terhadap bentuk


maupun kualitas dari lapisan batubara. Beberapa faktor yang berpengaruh dalam
pembentukan batubara adalah :

1.      Material dasar, yakni flora atau tumbuhan yang tumbuh beberapa juta tahun yang
lalu, yang kemudian terakumulasi pada suatu lingkungan dan zona fisiografi dengan
iklim clan topografi tertentu. Jenis dari flora sendiri amat sangat berpengaruh terhadap
tipe dari batubara yang terbentuk.

2.      Proses dekomposisi, yakni proses transformasi biokimia dari material dasar


pembentuk batubara menjadi batubara. Dalam proses ini, sisa tumbuhan yang
terendapkan akan mengalami perubahan baik secara fisika maupun kimia.

3.      Umur geologi, yakni skala waktu (dalam jutaan tahun) yang menyatakan berapa
lama material dasar yang diendapkan mengalami transformasi. Untuk material yang
diendapkan dalam skala waktu geologi yang panjang, maka proses dekomposisi yang
terjadi adalah fase lanjut clan menghasilkan batubara dengan kandungan karbon yang
tinggi.

4.      Posisi geotektonik, yang dapat mempengaruhi proses pembentukan suatu lapisan


batubara dari :

a.       Tekanan yang dihasilkan oleh proses geotektonik dan menekan lapisan batubara
yang terbentuk.

b.      Struktur dari lapisan batubara tersebut, yakni bentuk cekungan stabil, lipatan, atau
patahan.

c.       Intrusi magma, yang akan mempengaruhi dan/atau merubah grade dari lapisan
batubara yang dihasilkan.

5.      Lingkungan pengendapan, yakni lingkungan pada saat proses sedimentasi dari


material dasar menjadi material sedimen. Lingkungan pengendapan ini sendiri dapat
ditinjau dari beberapa aspek sebagai berikut:

a.       Struktur cekungan batubara, yakni posisi di mana material dasar diendapkan.


Strukturnya cekungan batubara ini sangat berpengaruh pada kondisi dan posisi
geotektonik.

b.      Topografi dan morfologi, yakni bentuk dan kenampakan dari tempat cekungan
pengendapan material dasar. Topografi dan morfologi cekungan pada saat
pengendapan sangat penting karena menentukan penyebaran rawa-rawa di mana
batubara terbentuk. Topografi dan morfologi dapat dipengaruhi oleh proses geotektonik.

c.       Iklim, yang merupakan faktor yang sangat penting dalam proses pembentukan
batubara karena dapat mengontrol pertumbuhan flora atau tumbuhan sebelum proses
pengendapan. Iklim biasanya dipengaruhi oleh kondisi topografi setempat.
I.      Interpretasi Lingkungan Pengendapan dari Litotipe dan Viikrolitotipe
Tosch (1960) dalam Bustin dkk. (1983), Teichmuller and Teichmuller (1968) dalam
Murchissen (1968) berpendapat bahwa litotipe dan mikrolitotipe batubara berhubungan
erat dengan lingkungan pengendapannya.

a.       Lingkungan pengendapan dari masing-masing litotipe adalah sebagi berikut :


1. Vitrain dan Clarain, diendapkan di daerah pasang surut dimana terjadi perubahan
muka air laut.
2. Fusain, diendapkan pada lingkungan dengan kecepatan pengendapan rendah, yaitu
lingkungan air dangkal yang dekat dengan daratan.
3. Durain, diendapkan dalam lingkungan yang lebih dalam lagi, diperkirakan lingkungan
laut dangkal.

b.      Sedangkan interpretasi lingkungan pengendapan berdasarkan mikrolitotipe adalah


sebagai berikut :
1. Vitrit, berasal dari kayu-kayuan seperti batang, dahan, akar, yang menunjukkan
lingkungan rawa berhutan.
2. Clarit, berasal dari tumbuhan yang mengandung serat kayu dan diperkirakan
terbentuk pada lingkungan rawa.
3. Durit, kaya akan jejak jejak akar dan spora, hal ini diperkirakan terbentuk pada
lingkungan laut dangkal.
4. Trimaserit, yang kaya akan vitrinit terbentuk di lingkungan rawa, sedangkan yang
kaya akan liptinit terbentuk di lingkungan laut dangkal clan yang kaya akan inertinit
terbentuk dekat daratan.

II.    Lingkungan Pengendapan Batubara


Pembentukan batubara terjadi pada kondisi reduksi di daerah rawa-rawa lebih dari 90%
batubara di dunia terbentuk pada lingkungan paralik. Daerah seperti ini dapat dijumpai di
dataran pantai, laguna, delta, dan fluviatil.
Di dataran pantai, pengendapan batubara terjadi pada rawa-rawa di lelakang pematang
pasir pantai yang berasosiasi dengan sistem laguna ke arah darat. Di daerah ini tidak
berhubungan dengan laut terbuka sehingga efek oksidasi au laut tidak ada sehingga
menunjang pada pembentukan batubara di daerah rawa-rawa pantai.
Pada lingkungan delta, batubara terbentuk di backswamp clan delta plain. Sedangkan di
delta front dan prodelta tidak terbentuk batubara disebabkan oleh adanya pengaruh air
laut yang besar clan berada di bawah permulcaan air laut.
Pada lingkungan fluviatil terjadi pada rawa-rawa dataran banjir atau ,th.-alplain dan
belakang tanggul alam atau natural levee dari sistem sungai yang are-ander. Umumnya
batubara di lingkungan ini berbentuk lensa-lensa karena membaii ke segala arah
mengikuti bentuk cekungan limpahnya.
1. Endapan Batubara Paralik
Lingkungan paralik terbagi ke dalam 3 sub lingkungan, yakni endapan lmuhara belakang
pematang (back barrier), endapan batubara delta, endapan Dwubara antar delta dan
dataran pantai (Bustin, Cameron, Grieve, dan Kalkreuth,
Ketiganya mempunyai bentuk lapisan tersendiri, akan tetapi pada , wnumnya tipis-tipis,
tidak menerus secara lateral, mengandung kadar sulfur, abu dar. nitrogen yang tinggi.
2. Endapan Batubara Belakang Pematang (back barrier)
Batubara belakang pematang terakumulasi ke arah darat dari pulau-pulau pcmatang
(barrier island) yang telah ada sebelumnya dan terbentuk sebagai ai.:hat dari pengisian
laguna. Kemudian terjadi proses pendangkalan cekungan antar pulau-pulau bar
sehingga material yang diendapkan pada umumnya tergolong ke dalam klastika halus
seperti batulempung sisipan batupasir dan batugamping. Selanjutnya terbentuk rawa-
rawa air asin dan pada keadaan ini cn.iapan sedimen dipengaruhi oleh pasang surut air
laut sehingga moluska dapat berkembang dengan baik sebab terjadi pelemparan oleh
ombak dari laut terbuka le laguna yang membawa materi organik sebagai makanan
yang baik bagi penghuni laguna. Sedangkan endapan sedimen yang berkembang pada
umumnya tcrdiri dari perselingan batupasir dan batulempung dengan sisipan batubara
dan batugamping. Struktur sedimen yang berkembang ialah lapisan bersusun, silang
siur dan laminasi halus. Endapan batubara terbentuk akibat dari meluasnya permukaan
rawa dari pulau-pulau gambut (marsh) yang ditumbuhi oleh tumbuhan air tawar.
3. Endapan Batubara Delta
Berdasarkan bentuk dataran deltanya, batubara daerah ini terbentuk pada beberapa sub
lingkungan yakni delta yang dipengaruhi sungai, gelombang pasang surut. dataran delta
bawah dan atas, dan dataran aluvium. Kecepatan pengendapan sangat berpengaruh
pada penyebaran dan ketebalan endapan batubara. Batubara daerah ini tidak menerus
secara lateral akibat dari perubahan fasies yang relatif pendek dan cepat yang
disebabkan oleh kemiringan yang tajam sehingga ketebalan dan kualitasnya bervariasi.
Pada umumnya batubara tersebut berasal dari alang-alang dan tumbuhan paku.
4. Endapan Batubara Antar Delta dan Dataran Pantai
Batubara daerah ini terbentuk pada daerah rawa yang berkembang di :jerah pantai yang
tenang dengan water table tinggi dan pengaruh endapan liaaik sangat kecil. Daerah
rawa pantai biasanya banyak ditumbuhi oleh :umbuhan air tawar dan air payau.
Batubara ini pada umumnya tipis-tipis dan secara lateral tidak lebih dari 1 km.
Batubara lingkungan ini kaya akan abu, sulfur, nitrogen, dan mengandung fosil laut. Di
daerah tropis biasanya terbentuk dari bakau dan kaya sulfur. Kandungan sulfur tinggi
akibat oleh naiknya ion sulfat dari air laut dan oleh salinitas bakteri anaerobik.

Tempat Pembentukan Batu Bara 


Terdapat dua teori yang menjelaskan tentang tempat dalam proses pembentukan batu bara,
yaitu :

1.      Teori insitu

Proses pembentukan batu bara terjadi di tempat asal tumbuhan tersebut berada.
Tumbuhan yang telah mati akan langsung tertimbun lapisan sedimen dan kemudian
mengalami proses pembatubaraan tanpa mengalami proses perpindahan tempat.
Batubara yang dihasilkan dari proses ini memiliki kualitas yang baik. Penyebaran
batubara jenis ini sifatnya merata dan luas, bisa dijumpai di wilayah Muara Enim,
Sumatera Selatan
2.      Teori drift

Berdasarkan teori ini, batubara terbentuk bukan di tempat asal tumbuhan itu berada.
Tumbuhan  yang telah mati akan terangkut air hingga terkumpul di suatu tempat dan 
mengalami proses sedimentasi dan pembatubaraan.

Kualitas batubara yang dihasilkan dari proses ini tergolong kurang baik karena
tercampur  material pengotor pada saat proses pengangkutan. Penyebaran batubara ini
tidak begitu  luas, namun dapat dijumpai di beberapa tempat seperti di lapangan
batubara delta Mahakam Purba, Kalimantan Timur.

Komposisi Kimia Batubara


Batubara merupakan senyawa hidrokarbon padat yang terdapat di alam dengan
komposisi yang cukup kompleks. Pada dasarnya terdapat dua jenis material yang
membentuk batubara, yaitu :

1. Combustible Material, yaitu bahan atau material yang dapat dibakar/dioksidasi oleh
oksigen. Material tersebut umumnya terdiri dari :
• karbon padat (fixed carbon)
• senyawa hidrokarbon
• senyawa sulfur
• senyawa nitrogen, dan beberapa senyawa lainnya dalam jumlah kecil.

2. Non Combustible Material, yaitu bahan atau material yang tidak dapat
dibakar/dioksidasi
oleh oksigen. Material tersebut umumnya terediri dari aenvawa anorganik (SiO 2, A12O3,
Fe2O3, TiO2, Mn3O4, CaO, MgO, Na2 O, K2O, dan senyawa logam lainnya dalam jumlah
yang kecil) yang akan membentuk abu/ash dalam batubara. Kandungan non
combustible material ini umumnya diingini karena akan mengurangi nilai bakarnya.
Pada proses pembentukan batubara/coalification, dengan bantuan faktor ti:ika dan kimia
alam, selulosa yang berasal dari tanaman akan mengalami pcruhahan menjadi lignit,
subbituminus, bituminus, atau antrasit. Proses transformasi ini dapat digambarkan
dengan persamaan reaksi sebagai berikut.

5(C6H10O5) C20H22O4 + 3CH4 + 8H2O + 6CO2 + CO


Selulosa lignit            + gas metan

6(C6H10O5) C22H20O3 + 5CH4 + 1OH2O + 8CO2 + CO


Cellulose bituminous  + gas metan

Untuk proses coalification fase lanjut dengan waktu yang cukup lama atau dengan
bantuan pemanasan, maka unsur senyawa karbon padat yang terbentuk akan
bertambah sehingga grade batubara akan menjadi lebih tinggi. Pada fase ini hidrogen
yang terikat pada air yang terbentuk akan menjadi semakin sedikit.
Kelas dan Jenis Batubara

Berdasarkan tingkat proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan, panas


dan waktu, batubara umumnya dibagi dalam lima kelas: antrasit, bituminus, sub-
bituminus, lignit dan gambut.

1.      Antrasit adalah kelas batubara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan (luster)


metalik, mengandung antara 86% - 98% unsur karbon (C) dengan kadar air kurang dari
8%.

2.      Bituminus mengandung 68 - 86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8-10% dari
beratnya. Kelas batubara yang paling banyak ditambang di Australia.

3.      Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh karenanya


menjadi sumber panas yang kurang efisien dibandingkan dengan bituminus.

4.      Lignit atau batubara coklat (brown coal) adalah batubara yang sangat lunak yang
mengandung air 35-75% dari beratnya.

5.      Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang paling
rendah.

Materi Pembentuk Batubara

Hampir seluruh pembentuk batubara berasal dari tumbuhan. Jenis-jenis tumbuhan


pembentuk batubara dan umurnya menurut Diessel (1981) adalah sebagai berikut:

1. Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal. Sangat


sedikit endapan batubara dari perioda ini.
2. Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari alga.
Sedikit endapan batubara dari perioda ini.
3. Pteridofita, umur Devon Atas hingga Karbon Atas. Materi utama pembentuk batubara
berumur Karbon di Eropa dan Amerika Utara. Tetumbuhan tanpa bunga dan biji,
berkembang biak dengan spora dan tumbuh di iklim hangat.
4. Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur Tengah.
Tumbuhan heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, semisal pinus, mengandung
kadar getah (resin) tinggi. Jenis Pteridospermae seperti gangamopteris dan glossopteris
adalah penyusun utama batubara Permian seperti di Australia, India dan Afrika.

5. Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan modern, buah
yang menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga, kurang bergetah dibanding
gimnospermae sehingga, secara umum, kurang dapat terawetkan.
Umur Batubara

Pembentukan batubara memerlukan kondisi-kondisi tertentu dan hanya terjadi pada


era-era tertentu sepanjang sejarah geologi. Pembentukan batubara dimulai sejak
periode pembentukan Karbon (Carboniferous Period)  yang dikenal sebagai zaman
batu bara pertama yang berlangsung antara 360 juta sampai 290 juta tahun yang lalu
(jtl).  Zaman Karbon adalah masa pembentukan batubara yang paling produktif dimana
hampir seluruh deposit batubara (black coal) yang ekonomis di belahan bumi bagian
utara terbentuk. Pada Zaman Permian, kira-kira 270 jtl, juga terbentuk endapan-
endapan batubara yang ekonomis di belahan bumi bagian selatan, seperti Australia, dan
berlangsung terus hingga ke Zaman Tersier (70 - 13 jtl) di berbagai belahan bumi lain.

Sumber:

PROSES UBC

Air yang terkandung dalam batubara terdiri atas air bebas (free moisture) dan air bawaan
(inherent moisture). Air bebas adalah air yang terikat secara mekanik dengan batubara pada
permukaan dalam rekahan atau kapiler yang mempunyai tekanan uap normal. Sedangkan air
bawaan adalah air yang terikat secara fisik pada struktur pori-pori bagian dalam batubara dan
mempunyai tekanan uap yang lebih rendah daripada tekanan normal. Kandungan air dalam
batubara, baik air bebas maupun air bawaan, merupakan faktor yang merugikan karena
memberikan pengaruh yang negatip terhadap proses pembakarannya.

Penurunannya kadar air dalam batubara dapat dilakukan dengan cara mekanik atau perlakuan
panas. Pengeringan cara mekanik efektif untuk untuk mengurangi kadar air bebas dalam
batubara basah, sedangkan penurunan kadar air bawaan harus dilakukan dengan cara
pemanasan. Salah satu proses dengan cara ini adalah UBC (Upgraded brown coal) yang
diperkenalkan oleh Kobe Steel Ltd., Jepang. Bagan air proses UBC (Kobelco, Ltd., 2000) dapat
dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Bagan Air Proses UBC

Proses UBC dilakukan pada temperatur sekitar 150˚C sehingga pengeluaran tar dari batubara
belum sempurna. Untuk itu perlu ditambahkan zat aditif sebagai penutup permukaan batubara,
seperti kanji, tetes tebu (mollase), slope pekat (fuse oil), dan minyak residu. Untuk proses UBC,
sebagai aditif digunakan minyak residu yang merupakan senyawa organik yang beberapa sifat
kimianya mempunyai kesamaan dengan batubara. Dengan kesamaan sifat kimia tersebut,
minyak residu yang masuk ke dalam pori-pori batubara akan kering, kemudian bersatu dengan
batubara.

Lapisan minyak ini cukup kuat dan dapat menempel pada waktu yang cukup lama sehingga
batubara dapat disimpan di tempat yang terbuka untuk jangka waktu yang cukup lama (Couch,
1990). Gambar 2 menunjukan sifat permukaan batubara sebelum dan sesudah proses
pengeringan.

Gambar 2.Permukaan Batubara Sebelum dan Sesudah Proses Pengeringan

Proses UBC dilakukan pada temperatur sekitar 150˚C sehingga pengeluaran tar dari batubara
belum sempurna. Untuk itu perlu ditambahkan zat aditif sebagai penutup permukaan batubara,
sperti kanji, tetes tebu (mollase), slope pekat (fuse oil), dan minyak residu.

Untuk proses UBC, sebagai aditif digunakan minyak residu yang merupakan senyawa organik
yang beberapa sifat kimianya mempunyai kesamaan dengan batubara. Dengan kesamaan sifat
kimia tersebut, minyak residu yang masuk ke dalam pori-pori batubara akan kering, kemudian
bersatu dengan batubara. Lapisan minyak ini cukup kuat dan dapat menempel pada waktu yang
cukup lama sehingga batubara dapat disimpan di tempat terbuka untuk jangka waktu yang
cukup lama (Couch, 1990). Gambar 2 menunjukkan sifat permukaan batubara sebelum dan
sesudah proses pengeringan.

PERALATAN UTAMA

1. Seksi 100; penyiapan batubara (coal preparation)

Seksi 100 mempunyai fungsi menggerus batubara ke dalam ukuran yang diinginkan,
penyimpanan batubara halus, dan penyediaan batubara halus untuk seksi 200. Batubara curah
sebagai raw material digerus dengan menggunakan hammer mill melalui belt conveyor.
Batubara halus hasil penggerusan berukuran lebih kecil dari 3 mm ditransfer ke coal bunker
(Y101) dengan menggunakan sistem pneumatik conveyor. Coal bunker berfungsi sebagai
penyimpanan sementara dan siap untuk mensuplai batubara ke seksi 200. Selanjutnya batubara
halus dari coal bunker ditransfer ke seksi 200 (V202) dengan menggunakan sistem pneumatik
conveyor melalui weight hopper (Y102) untuk diketahui beratnya terlebih dahulu.
2. Seksi 200; penghilangan air (slurry dewatering)

Seksi 200 mempunyai fungsi membuat slurry, penghilangan kandungan air dalam batubara, dan
penyediaan slurry batubara yang hilang sebagian airnya untuk seksi 300. Batubaa halus didalam
V202 dicampur dengan campuran minyak tanah dan residu yang disuplai dari V201 untuk
menghasilkan slurry batubara. Kemudian over flow slurry di dalam V202 ditransfer ke V203
melalui evaporator (E201) untuk dihilangkan kandungan airnya. Selanjutnya over flow slurry
yang telah dihilangkan airnya di dalam V203 ditransferkan ke V204, yang berfungsi sebagai
penyimpanan sementara dan siap untuk mensuplai seksi 300. Air dan sebagian minyak tanah
yang teruapkan dari V203 dan sebagian kecil dari V204 akan dikondensasikan dan ditampung
dalam V205 untuk dipisahkan antara minyak tanah dam air berdasarkan perbedaan berat
jenisnya.

3. Seksi 300; pemisahan batubara – minyak (coal – oil separation)

Seksi 300 mempunyai fungsi memisahkan minyak dari slurry batubara dengan menggunakan
alat screw decanter. Alat ini akan memproses minyak hasil pemisahan apabila diperlukan dan
penyediaan cake batubara untuk seksi 400. Slurry yang telah hilang airnya dari V204 ditransfer
ke decanter (Z301) untuk memisahkan minyak tanah dari slurry dengan metode sentrifugal.
Slurry yang telah dipisahkan minyak tanahnya akan berbentuk cake dan ditransfer ke seksi 400.
Minyak tanah hasil proses pemisahan Z301 akan ditransfer ke V301, sebagai penyimpanan
sementara. Minyak tanah di dalam V301, apabila kandungan batubaranya tinggi, sebelum
ditransfer ke V201 akan diproses terlebih dahulu di dalam V302 untuk dipisahkan batubaranya.
Namun jika kandungan batubaranya rendah, maka dapat langsung ditransfer ke V201.

4. Seksi 400; rekoveri minyak (oil recovery)

Seksi 400 mempunyai fungsi mendapatkan batubara halus yang telah meningkat kualitasnya
melalui proses recovery minyak di dalam cake batubara yang disediakan dari seksi 300 dengan
menggunakan alat rotating steam tube dryer (D401). Cake dari seksi 300 disimpan didalam
Y401, sebagai penyimpanan sementara. Prinsip kerja alat rotating steam tube dryer adalah
batubara yang lewat dipanaskan dengan menggunakan steam yang dibantu dengan sirkulasi
gas untuk membawa uap minyak yang dihasilkan. Cake dari dari Y401 ditransferkan ke rotating
steam tube dryer (D401) melalui screw conveyor untuk menghilangkan minyak tanah yang masih
terkandung di dalam cake. Cake yang keluar dari D401 akan berubah menjadi serbuk UBC dan
ditransferkan ke dalam seksi 500 (Y501) melalui screw dan bucket conveyor.

5. Seksi 500; pembuatan briket (briquetting)

Seksi 500 mempunyai fungsi membuat briket dengan menggunakan double roll briquetting
machine (Z501). Serbuk UBC yang disimpan di dalam Y501 ditransfer ke dalam mesin briket
(Z501) untuk dibriket melalui screw dan bucket conveyor . Briket yang dihasilkan dari Z501
disortir terlebih dahulu dengan menggunakan Z502. Briket yang disortir oleh Z502 dikirim
kembali ke dalam Z501 untuk dibuat briket melalui return screw dan bucket conveyor .

PERALATAN PENDUKUNG

1. Utility

Utility berfungsi untuk mendukung proes UBC, terdiri atas bioler (steam), nitrogen generator
(N2), cooling water supply (CWS), instrument air (IA), dan generator set.

2. Sistem kontrol pusat

Sistem kontrol mempunyai fungsi untuk mengontrol kegiatan pada pilot plant, baik dalam proses
maupun utulity. Sistem control ini mencakup distribusi arus listrik, instrumentasi, dan sistem data.

Anda mungkin juga menyukai