Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

EVAKUASI DAN TRANSPORTASI KORBAN GEMPA BUMI

MATA KULIAH KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DAN MANAJEMEN


BENCANA PRAKTIKUM

Dosen Pengampu :

Ns. Hafna Ilmy Muhalla, S. Kep., M. Kep., Sp. Kep. M.B.

Disusun Oleh :

Kelompok 4 / 4B Gresik

1. Kaldera Yugi Perdana .F (151911913151)


2. Badriyatul Camiliya (151911913154)
3. IntanHafidhaRahmanita (151911913157)
4. Nanda Kurnia Amalia (151911913159)
5. Sinthya Nur Rohana (151911913163)

PROGRAM STUDI DIII-KEPERAWATAN

FAKULTAS VOKASI

UNIVERSITAS AIRLANGGA

2021

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan “Makalah Evakuasi dan Transportasi
Korban Gempa Bumi” dalam mata kuliah Gawat Darurat dan Manajemen Bencana ini
dengan baik dan tepat waktu. Makalah ini dapat diselesaikan berkat bantuan, doa dan
dukungan dari beberapa pihak. Oleh karena itu kami mengucapkan terimakasih kepada dosen
pengajar mata kuliah Gawat Darurat dan Manajemen Bencana, serta teman-teman yang telah
bekerja sama dalam menyusun dan menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari bahwa isi
dari makalah ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu kami mengharapkan kritik dan
saran dari berbagai pihak untuk memperbaiki kualitas makalah ini.Harapan kami semoga
makalah yang kami selesaikan ini dapat bermanfaat bagi penulis dan juga pembaca.

Penulis

2
DAFTAR ISI

COVER …………………………………………………………………………………...… 1

KATA PENGANTAR …………………………………………………………………….... 2

DAFTAR ISI …………………………………………………………………………..……. 3

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ………………………………………………………………………...… 4


1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………………………………...... 5
1.3 Tujuan …………………………………………………………………………………... 5

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Konsep Evakuasi dan Transportas Klien Gawat Darurat

2.1.1 Definisi Evakuasi ………………………………………………………..………….… 6

2.1.2 Syarat Korban Untuk Dapat di Evakuasi ………………………………….………...... 7

2.1.3 Hal yang harus diperbauikan bagaimana pOsisi korban pada saat diberi tindakan ...... 7

2.1.4 Macam-macam situasi pemindahan penderita ……………………………………...… 8

2.1.5 Teknik Evakuasi Korban(Ramsi,et al,2014) ………………………………………..... 9

2.1.6 Peralatan Pengangkut Penderita …………………………………………………….... 20


2.2 Konsep Manajemen Darurat Korban Bencana Gempa Bumi
2.2.1 Gempa Bumi ……………………………………………………….………………… 23
2.2.2 Konsep Dasar Kegawat Daruratan …………………………………..……………….. 24
2.2.3 Komsep Dasar Bencana ………………………………………………………………. 27

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………...… 32

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia dikelilingi oleh tiga lempeng teknonik yang bergerak terus- menerus,
yaitu lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia, dan lempeng Pasifik. Lempeng Indo-
Australia bergerak relatif ke arah utara dan menyusup ke dalam lempeng Eurasia,
sementara lempeng Pasifik bergerak relatif ke arah barat. Keberadaan lempeng ini
memicu adanya jalur gempa bumi dan gunung api aktif di sepanjang Pulau Sumatera,
Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, dan Sulawesi Utara. International Tsunami
Information Center menjelaskan bahwa sebagian besar tsunami disebabkan oleh gempa
bumi dangkal dan besar di zona subduksi. Selain itu erupsi gunung berapi dan longsor di
bawah laut juga dapat memicu terjadinya tsunami seperti tsunami yang terjadi di Selat
Sunda tahun 2018 (BNPB, 2018). Berdasarkan Data Informasi Bencana Indonesia (DIBI)
sejak tahun 2000 hingga tahun 2018 sudah tercatat 41 kali kejadian gempa bumi yang
berpotensi tsunami di Indonesia yang mengakibatkan korban jiwa 174.112 orang, luka-
luka 3.988 orang, dan mengungsi 4.788.959 orang.
Meningkatnya kejadian bencana beberapa tahun belakangan akibat perubahan kondisi
alam maupun perbuatan manusia, melahirkan banyak gagasan dalam upaya penyelamatan
jiwa dari dampak yang ditimbulkan oleh bencana. Proses evakuasi merupakan salah satu
kajian strategis dalam perencanaan transportasi dan pemodelan lalulintas. Beberapa
metode telah dikembangkan menjadi satu konsep yang dapat digunakan dalam
mengoptimalkan evakuasi, termasuk mengenai pemilihan rute perjalanan, pemilihan
moda, serta kesiapan infrastruktur jalan untuk memberikan pelayanan pada pelaku
evakuasi agar dapat selamat sampai ke tujuan. Ketika proses evakuasi bencana
berlangsung, perencanaan model transportasi untuk evakuasi memberikan dampak besar
terhadap kesuksesan upaya pengurangan risiko korban jiwa.
Evakuasi adalah proses di mana penempatan orang dari tempat-tempat berbahaya ke
tempat-tempat yang lebih aman untuk mengurangi gangguan kesehatan dan kehidupan
masyarakat yang rentan terkena dampak. Penulusuran konsep mengenai
modeltransportasi untuk evakuasi yang telah dikembangkan sejauh ini, sangat diperlukan
untuk mendapatkan hasil pergerakan evakuasi pengungsi yang optimal guna memberikan
alternatif pemecahan masalah kebencanaan terutama dalam meminimalkan korban jiwa.
Tujuan penelitian ini adalah merumuskan konsep yang berkaitan dengan pemodelan

4
transportasi untuk evakuasi akibat kejadian bencana sebagai salah satu instrumen
penelitian keteknikan yang mendukung kebijakan penentuan upaya penanganan korban
terutama pada proses evakuasi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana konsep Evakuasi dan Transport Klien Gawat Darurat ?
2. Bagaimana konsep manajemen gawat darurat dan bencana gempa bumi ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep Evakuasi dan Transport Klien Gawat Darurat.
2. Untuk mengetahui konsep manajemen gawat darurat dan bencana gempa bumi.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Evakuasi dan Transportas Klien Gawat Darurat


2.1.1 Definisi Evakuasi
Istilah evakuasi dapat diartikan luas atau sempit, istilah evakuasi
korbandiartikan sebagai upaya memindahkan korban ke pusat pelayanankesehatan
atau tempat rujukan lainnya agar korban mendapatkanperawatan dan pengobatan
lebih lanjut. Evakuasi korban merupakankegiatan memindahkan korban dari lokasi
kejadian menuju ke tempataman, sehingggaakhirnya korban mendapatkan perawatan
dan pengobatanlebih lanjut. (Ramsi dkk, 2014).
Evakuasi adalah komponen penting dari layanan penyelamatan karenatepat
efisien dan sepenuhnya dijalankan, perlindungan korban hanya dapat dilakukan di
tempat yang aman di mana penyelamat tidak terancam olehsegala
bahaya(Gawlowski&Biskup, 2019).
Dalam proses evakuasi dari lokasi kecelakaan, penanganan
pertolonganpertama yang cepat sangat penting. Dalam kasus gangguan sirkulasi dan
pernapasan, gangguan klinis, perdarahan, fraktur terbuka dan tertutup, luka bakar
termal dan terkena cairan kimia, keterlambatan dalam memberikan bantuan dengan
cepat menyebabkan kemunduran yang signifikan pada kondisi tubuh dan bahkan bisa
sampai mengakibatkan kematian (Kochadze, 2019).
Penyebab kematian dan kecacatan pada korban kecelakaan lalu lintassebagian
besar disebabkan oleh kesalahan dalam pertolongan pertamakepada korban
kecelakaan. Bantuan pertama yang dimaksud di sini termasuk 1. Kesalahan evakuasi,
2. Kesalahan resusitasi dan 3. Kesalahan dalam belat. Kesalahan evakuasi adalah yang
paling umum dalam pertolongan pertama pra rumah sakit di masyarakat. Kebanyakan
orang belum memahami pentingnya pertolongan pertama pra-rawat inap yang harus
dilakukan untuk mencegah cedera yang lebih parah atau bahkan cedera yang
mengancam jiwa, terutama prosedur evakuasi. Prosedur evakuasi yang salah dapat
meningkatkan dan memperburuk cedera yang diderita olch korban kecelakaan, itu
juga bisa menjadi salah satu penyebab kematian pada korban kecelakaan. Misalnya,
korban patah tulang, carapengangkatan yang salah dapat menyebabkan patah tulang
pecah pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan hebat. Juga pada korbancedera

6
leher, cara pengangkatan yang salah dapat menyebabkan saraf dileher terjepit dan
dapat menyebabkan henti napas atau gagal napas (Eka dkk, 2015).
Upaya ini dalam situasi dan keadaan tertentu sangat penting, misalnya
saatevakuasi korban gawat darurat, ketika korban harus mendapatkan perawatan dan
pengobatan di rumah sakit sehingga evakuasi korban harusdilakukan nsecara cepat
dan dan waspada serta diusahakan tidakmemperburuk keadaaan korban atau
menambah cedera baru. (Ramsidkk, 2014).

2.1.2 Syarat Korban Untuk Dapat di Evakuasi


a. Penilaian awal sudah dilakukan lengkap, dan keaadan umum korbandipantau
terus.
b. Denyut nadi dan napas korban stabil dan dalam batas normal.
c. Perdarahan yang sudah diatasi dan dikendalikan.
d. Patahtulang yang ada sudah ditangani.
e. Mutlak tidak ada cedera.
f. Rute yang dilalui memungkinkan dan tidak membahayakanpenolong dan korban.

2.1.3 Hal yang harus diperbauikan bagaimana pOsisi korban pada saat diberi
tindakan
1. Korban duduk
Padakecelakaan lalu lintas sering terjadi pada karbon yang masihberada di
dalam kendaraan. Sebelum melakukan evakunsi korban.penolong harus
menentukanapakah penolong dalam keadaanstabil atau tidak stabil, apakah perlu
evakuasi segera.
2. Korban terbaring
Pada saat kejedian kecelakaan sehari-hari mungkin didapatkanKorban
dalam posisi berbaring, tetapi mungkin dalanposisi terlentang atau mungkin juga
dalam posisi tertutup. Pada saatmelakukanpemindahanperhatikanadakah
kemungkinan cederapada tulang belakang atau tidak. Bila terdapat frakrur tulang
ataudicurigai adanya fraktur lakukan immobilisasidahulu sebelunpengangkatan
pasien.
3. Korban yang menggunakan helmet
Pada kecelakaan lalu lintas terutama pasien dengan kendaraan rodadua
yang menggunakan helm. Bila dalam keadaan tidak sadar danmenggunakan helm,

7
maka helm harus dibuka terlebih dahulu. Helm dengan bagian muka terbuka
mungkin tidak ada masalah untuk membukanya, tetapi jcnis helm yang tertutup
seluruhnya, perlu cara khusus untuk membukanya. Pada saat membuka harus
ditentukan adakah kemungkinan/dugaan fraktur pada tulang leher,lakukan
immobilisasi kepala pada saat membuka helm kemudianpasang collarsplint pada
saat melakukan prosedur pemeriksaanlain.

2.1.4 Macam-macam situasi pemindahan penderita


Seberapa cepat anda harus memindahkan penderita? Haruskahmenyelesaikan
masalah sebelum memindahkan penderita? Berapa lama waktu yang harus dihabiskan
dalam waktu perlindungan spinal dan keamanan penderita lain? Jawabannya adalah
tergantung pada situasi.
a. Pemindahan Darurat (Emergency)
Terdapat 3 situasi yang memerlukan penerapan pemindahan darurat.
1) Tempat kejadian berbahaya. Bahaya mengharuskan untukmemindahkan
penderita dengan cepat untuk melindungipenolong dan penderita. Hal ini dapat
terjadi jika terdapatlalu lintas yang tidak terkontrol, api atau ancaman
api,kemungkinan ledakan, bahaya listrik, gas beracun atau radiasi.
2) Perawatan kondisi yang mengancam hidup memerlukanresusitasi. Penolong
mungkin harus memindahkan penderita ke permukaan yang keras dan rata
untuk melakukan RJP atau penolong mungkin harus memindahkan penderita
untukmenolong perdarahan yang mengancam hidup.
3) Penolong harus menolong penderita lain. Jika ada penderita lain pada tempat
kejadian yang memerlukan perawatan untukmasalah yang mengancam hidup,
penolong mungkin harusmemindahkan penderita lain untuk memeriksa
penderita dengan kondisi yang mengancam hidup.
b. Pemindahan mendesak (urgency)
Pemindahan mendesak diperlukan ketika penderita harusdipindahkan
dengan cepat untuk mengatasi bahaya yangmengancam hidup, namun tidak seperti
pemindahan darurat, pemindahan ini dilakukan dengan tindakan pencegahan
cederatulang belakang. Contoh kondisi dimana pemindahan mendesakdiperlukan
antara lain:

8
1) Perawatan kondisi penderita memerlukan pemindahan.Penderita harus
dipindahkan untuk memperbaiki pernafasan yang tidak adekuat atau
mengobati shock atau gangguan status kejiwaan.
2) Faktor faktor pada tempat kejadian menyebabkan kondisipenderita menurun.
Jika kondisi penderita menurun dengan cepat karena panas atau dingin,
misalnya, dia harus mungkin dipindahkan.
3) Memindahkan penderita ke papan spinal yang panjang, juga disebut papan
(longspineboard), merupakan pemindahanmendesak yang digunakan ketika
terdapat bahaya yang mengancam hidup dan kecurigaan cedera spinal. Jika
penderita telentang pada tanah, maneuver log roll (menggulingkan) harus
dilakukan untuk memindahkanpenderita ke samping. Papan spinal kemudian
di tempalkan didekat tubuh penderita lalu di gulingkan kembali ke papan.
Setelah penderita aman dan diimobilisasi ke papan spinal, papan dan penderita
diangkat bersamaan ke tandu dandimasukkan ke ambulans.
c. Pemindahan tidak mendesak
Ketika tidak ada bahaya yang mengancam hidup, penderita
harusdipindahkan ketika transportasi sudah tersedia, menggunakanpemindahan
tidak mendesak. Pemeriksaan pada tempat kejadian dan perawatan pada tempat
kejadian yang diperlukan, seperti pembidaian, harus dilakukan terlebih dahulu.
Pemindahan tidak mendesak harus dilakukan untuk mencegah cedera atau cedera
tambahan pada penderita dan untuk menghindari ketidaknyamanan dan nyeri.

2.1.5 Teknik Evakuasi Korban(Ramsi,et al,2014)


1) Evakuasi Oleh Satu Penolong
Sebelum melakukan pemindahan harus sudah dipastikan bahwakorban
tidak mengalami cidera spinal, cidera tulang tengkorak, dangegar otak.
A. Teknik Menarik Korban
Teknik ini dapat digunakan untuk memindahkan korban dalanjarak
dekat. Pastikan permukaan tanah cukup rata agar tidakmenambah luka.
Cara drag (drag = diseret) (Amiruddin, 2010)
a) Jongkoklah di belakang pasien bantu pasien sedikit/setengah duduk. Atur
kedua lengan pasien menyilang dadanya.
b) Susupkan kedua lengan penolong di bawah ketiak kiri dan kanan pasicn
dan gapai scrta pegang kedua pergclangantangan pasicn.

9
c) Secara hati bati tarik/seret tubuh pasien ke belakang sembari penolong
berjalan jougkok ke belakang.
d) Bila pasien kebetulan memakai jaket buka semua kancingnya balik bagian
belakang jaketnya, tarik dan seret hati-hati bagian belakang.
Perhatian :
Cara-cara ini tidak digunakan pada pasien dengan cedera pundak, kepala
dan leher.
1) Menarik kerneja korban (shirtdrag)
Bagian kemeja yang ditarik adalah bagian punggung belakang. Jika terlalu
depan, terdapat risiko kemeja lepas dan mencekikkorban.

Gambar 1. Menarik Kemeja Korban


Menarik ketiak korban (shoulderdrag)
Tempatkan kedua tangan pada masing-masing kctiak korban.Tarik korban
perlahan. Teknik menarik ketiak ini adalahteknik drag paling aman bagi
korban sebab korban dipeganglangsung olch penolong schingga risiko
terlepas lebih kecil.
2) Menarik dengan selimut (blanketdrag)
Tempatkan bahan tertentu sebagai alas, seperti kain selimut,kardus dsb.

Gambar 2. Menarik dengan Selimut


3) Mengusung melalui lorong sempit (Firefighierdrag)

10
Tangan korban dikat dan digantungkan di leher penolong.Cegah kepala
korban agar tidak terseret di tanah denganmenggunakan satu tangan

ataumenggantungkannya.

Gambar 3. Memhawa Korban Melalni Lorong Sempit


4) Teknik Mengangkat Korban (Carry)
Teknik ini dipakai untuk mcmindahkan korban dengan jarak sedangatau
cukup jauh. Dengan teknik ini, penolong dapat sedikit lehih menghemat
tenaga sehah tidak perlumembungkukkan badan, tetapi barus menopang
keseluruhan berat badan korban. Untuk itu pertimbangkan kckuatanangkat
danberat badan korban.
1. Gendong punggung (pisgybackcorry)
Untuk korban sadar tetapi tidak dapat berdiri,
dapatdipindahkan dengan mengendong korban di
belakangpenolong. Pusisilangan penolong dlapat menopang
pantatatau pengunci kedua lengan korban.Cara piggybackcarry =
(digendong, "ngamplok di punggung" (Amiruddin, 2010)
a) Jongkoklah didepan pasien dengan punggungmenghadap
pasien.Anjurkan pasien meletakkan kedua lengannyamerangkul
di atas pundak penolong. Bila dimungkinkan kedua tangannya
saling berpegangan di depan pacla penolong.
b) Gapai dan peganglah paba pasien, pelan-pelanangkat ke atas
menempel pada punggung penolong.

11
Gambar 4. Gendong Punggung
2. Mengangkat depan/memapah (cradilecarry)
Korban yang sadar telapi lemas, lidak dapat berjalan,
dantangan hanya dapat menggantung pasif ke leher
penolong,sebaiknya dipindahkan dengan cara membopong.
Cara cradlecarry (memapah) (Amiruddin,2010)Jongkoklah di
belakang pasien lelakkan situ lenganpenolong mcrangkul di bawah
punggung pasicn sedikit diatas pinggang.
a) Letakkan lengan yang lain di bawah paha pasientepat pelipatan
lutut. Berdirilah pelan-pelan danbersamaan mengangkat pasien.

Gambar 5. Gendong Depan


3. Menjulang
Teknik menjulang dilakukan untuk penolong satu orangdan
diperlukan pergerakan yang cepat atau menempuhjarak jauh. Posisi
ini akan membuat penolong lebihleluasa untuk bergerak.

Gambar 6. Menjulang
5) Teknik Menopang (cruth)
a.Memapah 1 orang (onerescuercrutch)
Jika masih dapat berjalan meskipun sedikit, maka korban
dapat dibantu dengan memapahnya. Tangan korbandirangkulkan di
pundak penolong, salah satu tanganpenolong memegang pinggang

12
korban untukmengantisipasi jika korban pingsan atau mendadak
lemas.
Cara Human Cruch (papah rangkul) (Amiruldin, 2010)Human
Crutch : dipapah dengan dirangkul dari samping,bila dimungkinkan
berikan alat bantu jalan sebagai penopang atau penguat (alat bantu
ckstra).
a) Berdiri di samping pasien di sisi yang ccdcra atauyang
lemah, rangkulkansatn lengan pasien padaleher penolong
dan gaitlah tangan pasien ataupergelangannya.
b) Rangkulkan tangan penolong yang lain dari arahbelakang
menggait pinggang pasien. Tahan kakipenolong yang
berdekatan dengan pasien untukmendampingi pasicn,
sedang kaki penolong yang jauh dari pasien maju setapak
demi setapak.
c) Bergeraklah pelan-pelan maju. Selanjutnya tarik pelan-
pelan gulungan yang ada di arah kepala agar tcrbuka
mengalasi tubuh pasicnbagian atas sedang gulungan yang
ada di arah kakitarik ke bawah agar terbuka mengalasi
tubuh pasienbagian bawah.
d) Selanjutnya selundupkan kedua tongkat masing-masing di
kiri dan kanan tepi kanvas yang sudahdilipat dan dijahit.
e) Angkat & angkut pasien hati-hati.

Gambar 7. Memapah

2) Fvakuasi Oleh Dua Penolong (Ramsidkk, 2014)

13
Korban diangkat dengan menggunakan tangan sebagai tanduCara ditandu
dengan kcdua lengan penolong (Amiruddin, 2010) Pasien didudukkan
1) Keduapenolongjongkok dan saling berhadapan di sanping kiri dan kanan
pasien lengan kanan penolong kiri dan lengan kiripenolong kanan saling
menyilang di belakang punggung pasien.Menggapai dan menarik ikat
pinggang pasicn.
2) Kedua lengan penulung yang menerobos di bawah pelipalanlululpasien,
saling bergandengan dan mengait dengan cara saling memegang
pergelangan tangan.
3) Makin mendekatlah para penolong.Tahan dan atur punggung penolong
tegap. Angkatlah pasienpelan-pelan bergerak ke atas.

Gambar 8. Evakuasi dengan 2 Penolong

3) Mengusung Korban Oleh 3 Penolong. (Ramsidkk, 2014)

14
Yang perlu diperhatikan adalah posisi korban yang dipertahankanagar
tetap sesuai aksis punggungnya.

Gambar 9. Evakuasi dengan 3 orang Penolong


Gambar 9. Menjelaskan mengenai posisi mengangkat korbanyang
dilakukan oleh tiga orang penolong. Paling menjadi perhatian adalah posisi
korban yang dipertahankan agar tetap sesuai aksis punggungnya.

4) Penggunaan papan spinal panjang


Korban cedera spinal harus diusung dengan menggunakan papanspinal
panjang (long spinal board)

15
Gambar 10. Pengangkatan Korban Menggunakan Papan Spinal
Korban yang harus mendapatkan perawatan dan pengohatan lebih lanjut,
dibawa ke rumah sakit atau tempat rujukan lain. Pada keadaan ketika kendaraan
tidak dapat menjangkau lokasi, evakuasi korban dengan tandu darurat merupakan
sebuah alternative yang penting.Evakuasi korban dapat dilakukan dengan berbagai
macam cara danberbagai macam sarana, tergantung dari jumlah penolong, sarana
yang ada, rute yang dilalui, keadaan korban, dan segalanya.
a. Traksi manual pada cedera spinal
1) Posisikan kedua tangan penolong
2) Lakukan traksi (tarikan) ke arah ujung kepala dengan mantap dan lembut
3) Perlahankan traksi, jaga kepala dalam posisi netral sejajar dengan tulang
belakang.

Gambar 11. Prosedur traksi pada cedera spinal


b. Pemasangan collar pada posisi telentang
1) Berlututlah di atas kepala korban
2) Jari jari berada pada dasar tengkorak. sisi palmarmenghadap kepala
3) Lakukan traksi (tarikan) dengan lembut.

Gambar 12. Pemasangan Collar dari Depan Kepala


4) Pasangkancollar.

16
Gambar 13. Collar dikunci dibelakang leher
5) Teruskan merpertahankan kestabilan leher dan kepala.

Gambar 14. Collar setelah terpasang


c. Memindahkan korban ke Landu spinal
Oleh dua penolomg
Metode ini seharusnya hanya digunakan jika ada hahaya padatempat
kejadian yang mengancam jiwa, baik korban maupunpenolong.
o Penolong A melakukan teknik pembukaan jalan napas
danmempertahankannya serta melakukan traksi manual ketikapenolong B
memasang Collar
o Penolong A menstabilkan kepala korban , sementara penolong B melapisi
tandu spinal dan menempatkannya dekatkorban. Satukan kaki korban dan
ikat menggunakan ikatan delapan
o Penolong B meluruskan lengan korban disamping kepalanya dan penolong
tersebut berlutut sejajar pinggul korban.Penolong A memberi aba-aba
memiringkan korban, danlakukan secara bersama-sama sebagai satu
kesatuan.
o Penolong B kemudian menarik tandu sehingga tepat beradadi samping
korban.
o Korban secara berhati-hati digulingkan sehingga beradadiatas tandu.
Satukan tangan korban dan ikat, kemudianfiksasi korban dengan tali yang
sudah tersedia pada tandutersebut.
Oleh empat penolong
o Penolong A melakukan traksi manual dan membuka jalannapas
menggunakan teknik modifiedjaw-trust. Penolong Bmemasang
cervicalcollarmenglingkari leher korban, sementara penolong A
mempertahankan traksi manual.

17
o Tandu ditempatkan di samping korban, jika mungkin lapisitandu tersebut
pada daerah leher, pinggang, lutut, dan pergelangan kaki untuk membantu
mengisi ronggga antara tubuh korban dan tandu
o Penolong D menyatukan kaki korban dengan mengikatnya.

Gambar 15. Pemasangan Collar dan Pemasangan Tali


o Tiga orang penolong (B, C, D) berlutut pada sisi korbanberlawanan
dengan sisi yang ada tandunya. Buat jarak antarakorban untuk
memiringkan korban ke arah mereka. Tempatkan satu orang penolong di
daerah bahu, satu orang dipinggang dan satu orang lagi pada lutut korban.
Penolong A tetap mempertahankan posisi kepala
o Penolong A mengontrol pergerakan. Penolong yang berada sejajar bahu
korban meluruskan lengan korban di sisi kepalanya untuk persiapan

memiringkan korban.
Gambar 16. Persiapan memindahkan korban ke tandu
o Penolong A memberi aba-aba tiga penolong yang lain untukmenempatkan
tangan mereka pada posisinya :
1) Penolong yang sejajar bahu menempatkan satu tangandi bawah
bahu korban dan tangan yang lain di bawah lengan korban.
2) Penolong yang sejajar pinggang menempatkan satu tangan di
bawah pinggang korban dan tangan yang lainberada di bawah
bokong korban

18
3) Penolong yang sejajar lutut korban menempatkan satu tangan di
bawah paha korban bagian bawah dan tanganyang lain di bawah
pertengahan betis korban.
o Penolong A mempertahankan traksi manual pada kepala danleher.
Mengikuti gerakan tiga penolong yang lain ketikakorban dimiringkan.
Lakukan dengan hati-hati dan gerakkankorban sebagai satu kesatuan.

Gambar 17. Memiringkan Korban untukmemindahkan Korban ke


tandu
o Penolong yang sejajar dengan pinggang melepaskantangannya dari tubuh
korban dan menggapai tandu yang berada di hadapannya, kemudian
menarik tandu mendekati korban.
o Penolong A memberi aba-aba mengembalikan korban ketandu spinal
o Fiksasi tubuh korban pada tandu tersebut, satukanpergelangan tangan
korban dan ikat. Penolong A tetap mempertahankan kepala dan leher

korban
Gambar 18. Korban diletakkan di tandu Lalu diikatkanpada tandu
o Pasang selimut tebal di bawah kepala korban, kemudiangulung kedua sisi
selimut ke atah kepala korban
o Kemudian fiksasi selimut tersebut menggunakan mitela

19
o Kirim korban ke rumah sakit beserta tandu spinalnya sebagai satu

kesatuan.
Gambar 19. Kepala di fiksasi dengan selimut lalu diikat ke tandu

2.1.6 Peralatan Pengangkut Penderita


Peralatan pengangkut penderita merupakan peralatan mekanis dan semuatenaga
kesehatan harus tahu bagaimana menggunakan peralatan ini.Kesalahan pada penggunaan
peralatan ini dapat menyebabkan cedera padadiri si penolong dan penderita.
1) Tandu Beroda (WheeledStrecher)
Tandu ini merupakan alat yang pada semua ambulans. Terdapatbanyak merk
dan tipe tandu beroda ini, namun tujuannya semua sama untuk memindahkan
penderita dengan aman dari satu tempat ke tepat lain, biasanya pada posisi berbaring.

Kepala tandu dapat di naikkan, yang akan sangat menguntungkan pada beberapa
penderita.
Gambar 20. Tandu Beroda(WheeledStrecher)
2) Tandu Portabel
Tandu portable atau tandu lipat dapat menguntungkan padakejadian dengan
banyak korban (kejadian dengan banyakpenderita). Tandu dapat terbuat dari kanvas,
aluminium, atauplastik keras dan biasanya dapat dilipat atau dikempiskan.

Gambar 21. Tandu Portabel

20
3) Kursi Tangga
Kursi tangga memiliki banyak keuntungan dalam memindahkanpenderita dari
tempat kejadian ke tandu. Keuntungan pertamaadalah, seperti namanya, kursi tangga
ini bagus digunakan pada tangga. 'Tandu besur sering lidak bisa dibawa ke sudut yang
sempil atau naik turun tangga yang sempit. Kursi tangga memindahkan penderita pada
posisi duduk, yang dapat mengurangi panjangpenderita dan alat, memungkinkan
penolong untuk bergerak disekitar sudut dan melalui ruang yang scmpit. Alat ini idcal
untuk penderita dengan kesulitan bernafas. Penderita seperti ini biasanyaharus duduk
tegak untuk bernafas lebih mudah dan kursi tanggamemungkinkan penderita untuk
melakukannya. Kursi tangga tidakboleh dilakukan pada penderita dengan cedera lcher
atau spinalkarena penderita ini harus diimmobilisasi terlentang dengan papan untuk
mencegah cedera lebih lanjut.

Gambar 22. Kursi Tangga


4) Tandu Sekop (scoopstrechter).
Alat ini disebut dengan tandu sekop karena terbagi menjadi 2 bagian secara
vertical dan penderita dapat di sekop dengan mendorong sebagian alat ke bawah
penderita. Tandu sekop tidakmemberikan perlindungan langsung pada bagian bawah
spinal penderita dan tidak direkomendasikan pada penderita dengan kecurigaan
cedera spinal.

Gambar 23. Tandu Sekop (scoopstrechter)


5) Papan Spinal

21
Terdapat 2 tipe papan spinal atau papan punggung: panjang (longspine board)
dan pendek (short spine board). Alat ini digunakan pada penderita yang ditemukan
berbaring atau berdiri dan harusdiimmobilasi. Perlatan ini terbuat dari kayu
tradisional dan jugaplastic tahan pecah. Papan spinal pendek digunakan terutama

untuk memindahkan penderita dari kendaraan ketika dicuri gai ada cederaleher atau
spinal.
Gambar 24. Papan Spinal
6) Tandu keranjang
Dapat digunakan untuk memindahkan penderita satu tingkat ke tingkat lainnya
atau melewati tanah yang kasar. Keranjang harusdilapisi dengan selimut sebelum
memposisikanpenderita.

Gambar 25. Tandu Keranjang


7) Tandu fleksibel
Terbuat dari kanvas alau bahan berkaret atau bahan fleksibellainnya.
Seringkali dengan rangka kayu dipasnag pada kantungnyadan ketiga pegangan pada
setiap sisi. Karena fleksibelnya alat inidapat berguna pada dacrah yang terpencil atau
sempit.
Gambar 26. Tandu Fleksibel

22
2.2 KONSEP MANAJEMEN GAWAT DARURAT DAN BENCANA GEMPA BUMI
2.2.1 GEMPA BUMI
Tindakan Pencegahan jika gempa bumi menguncang secara tiba-tiba, berikut ini terdapat
10 petunjuk yang dapat dijadikan pegangan dimanapun anda berada
a. Di dalam rumah
Getaran akan terasa beberapa saat. Selama jangka waktu itu, anda harus
mengupayakan keselamatan diri anda dan keluarga anda. Masuklah ke bawah meja
untuk melindungi tubuh anda dari jatuhan benda-benda. Jika anda tidak memiliki
meja, lindungi kepala anda dengan bantal. Jika anda sedang menyalakan kompor
maka matikan segera untuk mencegah terjadinya kebakaran.
b. Di sekolah
Berlindunglah di bawah kolong meja, lindungi kepala dengan tas atau buku,
jangan panik, jika gempa mereda keluarlah berurutan mulai dari jarak yang terjauh ke
pintu, carilah tempat lapang, jangan berdiri dekat gedung, tiang dan pohon.
c. Di luar rumah
Lindungi kepala anda dan hindari benda-benda berbahaya. Di daerah
perkantoran atau kawasan industri, bahaya bisa muncul dari jatuhnya kaca-kaca dan
papanpapan reklame. Lindungi kepala anda dengan menggunakan tangan, tas atau
apapun yang anda bawa.
d. Di pusat perbelanjaan
Jangan menyebabkan kepanikan atau korban dari kepanikan. Ikuti semua
petunjuk dari pegawai atau satpam.
e. Di dalam lift
Jangan menggunakan lift saat terjadi gempa bumi atau kebakaran. Jika anda
merasakan getaran gempa bumi saat berada di dalam lift, maka tekanlah semua
tombol. Ketika lift berhenti, keluarlah, lihat keamanannya dan mengungsilah. Jika
anda terjebak dalam lift, hubungi manajer gedung dengan menggunakan interphone
jika tersedia.
f. Di kereta api
Berpeganganlah dengan erat pada tiang sehingga anda tidak akan terjatuh
secara mendadak. Bersikap tenanglah mengikuti penjelasan dari petugas kereta. Salah
mengerti terhadap informasi petugas kereta atau stasiun akan mengakibatkan
kepanikan.seandainya kereta dihentikan.
g. Di dalam mobil
Saat terjadi gempa bumi besar, anda akan merasa seakan-akan roda mobil
anda gundul. Anda akan kehilangan kontrol terhadap mobil dan susah
23
mengendalikannya. Jauhi persimpangan, pinggirkan mobil anda di kiri jalan dan
berhentilah. Ikuti instruksi dari radio mobil. Jika harus mengungsi maka keluarlah
dari mobil, biarkan mobil tak terkunci.
h. Di gunung atau pantai
Ada kemungkinan longsor terjadi dari atas gunung. Menjauhlah langsung ke
tempat aman. Di pesisir pantai, bahayanya datang dari tsunami. Jika anda merasakan
getaran dan tanda-tanda tsunami tampak, cepatlah mengungsi ke dataran yang tinggi.
i. Beri Pertolongan
Sudah dapat diramalkan bahwa banyak orang akan cedera saat terjadi gempa
bumi besar. Karena petugas kesehatan dari rumah-rumah sakit akan mengalami
kesulitan datang ke tempat kejadian maka bersiaplah memberikan pertolongan
pertama kepada orang-orang berada di sekitar anda.
j. Dengarkan Informasi
Saat gempa bumi besar terjadi, masyarakat terpukul kejiwaannya. Untuk
mencegah kepanikan, penting sekali setiap orang bersikap tenang dan bertindaklah
sesuai dengan informasi yang benar. Anda dapat memperoleh informasi yang benar
dari pihak berwenang, polisi, atau petugas lainnya. Jangan bertindak karena informasi
orang yang tidak jelas.
Tindakan Pencegahan Gempa Bumi lainnya adalah:
a) Harus dibangun dengan konstruksi tahan getaran/gempa khususnya di daerah rawan
gempa.
b) Perkuatan bangunan dengan mengikuti standar kualitas bangunan.
c) Pembangunan fasilitas umum dengan standar kualitas yang tinggi.
d) Perkuatan bangunan-bangunan vital yang telah ada.
e) Rencanakan penempatan pemukiman untuk mengurangi tingkat kepadatan hunian di
daerah rawan gempa bumi.
f) Zonasi daerah rawan gempa bumi dan pengaturan penggunaan lahan.
g) Pendidikan dan penyuluhan kepada masyarakat tentang bahaya gempa bumi dan cara-
cara penyelamatan diri jika terjadi gempa bumi.
h) Ikut serta dalam pelatihan program upaya penyelamatan, kewaspadaan masyarakat
terhadap gempa bumi, pelatihan pemadam kebakaran dan pertolongan pertama.
i) Persiapan alat pemadam kebakaran, peralatan penggalian, dan peralatan perlindungan
masyarakat lainnya.
j) Rencana kontinjensi/kedaruratan untuk melatih anggota keluarga dalam menghadapi
gempa bumi.

2.2.2 KONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN


 Pengkajian Airway, Breathing dan Circulation Kegawatdaruratan
Dalam melakukan asuhan keperawatan pada kasus kegawatdaruratan selalu
diawali dengan melakukan pengkajian. Pengkajian kegawatdaruratan pada umumnya
menggunakan pendekatan A-B-C (Airway= JALAN NAFAS,
Breathing=PERNAFASAN dan Circulation = SIRKULASI). Perlu diingat sebelum
melakukanpengkajian Anda harus memperhatikan proteksi diri (keamanan dan
keselamatan diri) dan keadaan lingkungan sekitar.

24
Proteksi diri sangatlahpenting bagi Andadengan tujuan untuk melindungi dan
mencegah terjadinya penularan dari berbagai penyakit yang dibawa oleh korban.
Begitu juga keadaan lingkungan sekitar haruslah aman,nyaman dan
mendukungkeselamatanbaik korban maupun penolong. Coba bayangkan bila Anda
menolong korban apabila ada api di dekat Anda, tentu Anda tidak akan aman dan
nyaman ketika anda menolong korban. Oleh sebab sangatlah penting proteksi diri dan
lingkungan yang aman dan nyaman tersebut.
Setelah Anda menggunakan proteksi diri dan membawa alat - alat pengkajian
ke dekat korbanmaka Anda berada di dekat/samping korban mengatur posisi korban
dengan posisi terlentang atau sesuai dengan kebutuhan.

A. PENGKAJIAN AIRWAY (JALAN NAFAS)


Pengkajian jalan nafas bertujuan menilai apakah jalan nafas paten (longgar)
atau mengalami obstruksi total atau partialsambil mempertahankan tulang
servikal. Sebaiknya ada teman Anda (perawat) membantu untuk mempertahankan
tulang servikal. Pada kasus non trauma dan korban tidak sadar, buatlah posisi
kepala headtilt dan chin lift (hiperekstensi)sedangkan pada kasus trauma kepala
sampai dada harus terkontrol atau mempertahankan tulang servikal posisi kepala.
Pengkajian pada jalan nafas dengan cara membuka mulut korban dan lihat:
Apakah ada vokalisasi, muncul suara ngorok; Apakah ada secret, darah,
muntahan; Apakah ada benda asing sepertigigi yang patah; Apakah ada bunyi
stridor (obstruksi dari lidah).
Apabila ditemukan jalan nafas tidak efektif maka lakukan tindakan untuk
membebaskan jalan nafas
B. PENGKAJIAN BREATHING (PERNAFASAN)
Pengkajian breathing (pernafasan) dilakukan setelah penilaian jalan nafas.
Pengkajian pernafasan dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi. Bila diperlukan
auskultasi dan perkusi. Inspeksidada korban: Jumlah, ritme dan tipepernafasan;
Kesimetrisan pengembangan dada; Jejas/kerusakan kulit; Retraksi intercostalis.
Palpasi dada korban: Adakah nyeri tekan; Adakah penurunan ekspansi paru.
Auskultasi: Bagaimanakah bunyi nafas (normal atau vesikuler menurun); Adakah
suara nafas tambahan seperti ronchi, wheezing, pleural friksionrub. Perkusi,
dilakukan di daerah thorak dengan hati hati, beberapa hasil yang akan diperoleh
adalah sebagai berikut: Sonor (normal); Hipersonor atau timpani bila ada udara di
thorak; Pekak atau dullnes bila ada konsolidasi atau cairan.
C. PENGKAJIAN CIRCULATION (SIRKULASI)
Pengkajian sirkulasi bertujuan untuk mengetahui dan menilai kemampuan
jantung dan pembuluh darah dalam memompa darah keseluruh tubuh. Pengkajian
sirkulasi meliputi: Tekanan darah; Jumlah nadi; Keadaan akral: dingin atau
hangat; Sianosis; Bendungan vena jugularis.

 Triage
A. Pengertian
Triage adalah suatu cara untuk menseleksi atau memilah korban berdasarkan
tingkat kegawatan. Menseleksi dan memilah korban tersebut bertujuan untuk
mempercepat dalam memberikan pertolongan terutama pada para korban yang

25
dalam kondisi kritis atau emergensi sehingga nyawa korban dapat diselamatkan.
Untuk bisa melakukan triage dengan benar maka perlu Anda memahami tentang
prinsip-prinsip triage.
B. Prinsip Triage
Triage seharusnya segera dan tepat waktu, penanganan yang segera dan tepat
waktu akan segera mengatasi masalah pasien dan mengurangi terjadi kecacatan
akibat kerusakan organ. Pengkajian seharusnya adekuat dan akurat, data yang
didapatkan dengan adekuat dan akurat menghasilkan diagnosa masalah yang tepat.
Keputusan didasarkan dari pengkajian, penegakan diagnose dan keputusan
tindakan yang diberikan sesuai kondisi pasien.
Intervensi dilakukan sesuai kondisi korban, penanganan atau tindakan yang
diberikan sesuai dengan masalah/keluhan pasien. Kepuasan korban harus dicapai,
kepuasan korban menunjukkan teratasinya masalah. Dokumentasi dengan benar,
dokumentasi yang benar merupakan sarana komunikasi antar tim gawat darurat
dan merupakan aspek legal.
Anda telah memahami tentang prinsip triage, sekarang Anda akan belajar
tentang klasifikasi triage. Klasifikasi ini penting untuk menseleksi korban yang
datang sehingga keselamatan korban segera ditolong. Klasifikasi ini dibagi
menjadi 3 yaitu :
 Prioritas 1 (Emergensi) warna/ label: Merah
 Prioritas 2 (Gawat) warna/ label: Kuning
 Prioritas 3 (Tidak Gawat) warna/ label: Hijau
C. Proses Triage
Ketika Anda melakukan triage,waktu yang dibutuhkan adalah kurang dari 2
menit karena tujuan triage bukan mencari diagnose tapi mengkaji dan
merencanakan untuk melakukan tindakan.
D. Pengkajian Dan Setting Triage
1. Ada beberapa petunjuk saat Anda melakukan pengkajian triage yaitu: Riwayat
pasien, karena sangat penting dan bernilai untuk mengetahui kondisi pasien;
2. Tanda, keadaaan umum pasien seperti tingkat kesadaran, sesak, bekas injuri
dan posisi tubuh;
3. Bau, tercium bau alkohol, keton dan melena;
4. Sentuhan (palpasi), kulit teraba panas, dingin dan berkeringat, palpasi nadi dan
daerah yang penting untuk dikaji serta sentuh adanya bengkak;
5. Perasaan (commonsense), gunakan perasaan dalam memutuskan jawaban yang
relevan dengan kondisi pasien.

Di saat Anda menemukan korban yang datang dalam kondisi


kegawatdaruratan maka Anda melakukan proses triage dengan menerapkan S-O-
A-P-I-Esystem. Tahap-tahap SOAPIE system adalah :
 S: Subyektif
 O: Obyektif
 A: Assesment
 P: Plan

26
 I: Implementation
 E: Evaluation

Pelaksanaan S-O-A-P-I-Esystem merupakan suatusiklus.Setelah Anda


mendapatkan data subjektif dan objektif maka Anda bisa merumuskan masalah
pasien, dilanjutkan merumuskan rencana tindakan keperawatan. Setelah Anda
merumuskan rencana tindakan keperawatan kemudian melakukan tindakan
keperawatan sesuai kondisi pasien saat itu, dilanjutkan dengan melakukan
evaluasi. Tahap evaluasi bisa dilaksanakan pada semua tahap. Tahap-tahap diatas
dapat dikerjakan secara bersamaan (simultan) untuk mempercepat pemberian
pertolongan kepada pasien Anda seperti contoh kasus selanjutnya.
2.2.3 KONSEP DASAR BENCANA
 Definisi
Kita sering mendengar dari televisi atau radio berita mengenai bencana yang
terjadi di berbagai wilayah Indonesia atau luar negeri. Berita tentang bencana selalu
terkait dengan musibah atau hal yang menyedihkan. Sekarang mari kita mencoba
memahami pengertian dari bencana. Pengertian bencana dapat ditemukan dari
berbagai sumber, sebagai berikut. Definisi bencana menurut UN-ISDR tahun 2004
menyebutkan bahwa bencana adalah suatu gangguan serius terhadap keberfungsian
suatu masyarakat, sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan
manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan yang melampaui kemampuan
masyarakat yang bersangkutan untuk mengatasi dengan menggunakan sumberdaya
mereka sendiri.
Menurut Federasi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah dalam
WHO – ICN (2009) bencana adalah sebuah peristiwa, bencana yang tiba-tiba serius
mengganggu fungsi dari suatu komunitas atau masyarakat dan menyebabkan manusia,
material, dan kerugian ekonomi atau lingkungan yang melebihi kemampuan
masyarakat untuk mengatasinya dengan menggunakan sumber dayanya sendiri.
Meskipun sering disebabkan oleh alam, bencana dapat pula berasal dari manusia.
Adapun definisi bencana menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 24
tahun 2007 tentang penanggulangan bencana yang mengatakan bahwa bencana adalah
peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau non-alam
maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis.
Dari ketiga definisi diatas dapat kita simpulkan bahwa bencana adalah suatu
keadaan yang tiba-tiba mengancam kehidupan masyarakat karena faktor alam
dan/atau non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan korban jiwa,
kerusakan lingkungan yang melebihi kemampuan masyarakat untuk mengatasinya
sendiri.

 Macam Bencana
Dari uraian di atas kita dapat memahami definisi atau pengertian bencana.
Selanjutnya, bila kita lihat kembali UU No. 24 tahun 2007 bencana dapat digolongkan

27
menjadi tiga macam, yaitu bencana alam, bencana non-alam dan bencana sosial. Di
bawah ini akan diuraikan macam-macam bencana yaitu sebagai berikut:
1. Bencana alam
Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi,
tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. Di
bawah ini akan diperlihatkan gambar tentang bencana alam yang telah terjadi di
Indonesia.
2. Bencana non-Alam
Bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non-alam
yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah
penyakit. Bencana non-alam termasuk terorisme biologi dan biokimia, tumpahan
bahan kimia, radiasi nuklir, kebakaran, ledakan, kecelakaan transportasi, konflik
bersenjata, dan tindakan perang. Sebagai contoh gambar 3 adalah gambaran
bencana karena kegagalan teknologi di Jepang, yaitu ledakan reaktor nuklir
3. Bencana Sosial
Bencana karena peristiwa atau rangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh
manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas.
Misalnya konflik sosial antar suku dan agama di Poso.

 Gempa Bumi
Gempa bumi adalah peristiwa bergetarnya bumi akibat pelepasan energi di
dalam bumi secara tiba-tiba yang ditandai dengan patahnya lapisan batuan pada kerak
bumi. Akumulasi energi penyebab terjadinya gempabumi dihasilkan dari pergerakan
lempeng-lempeng tektonik. Energi yang dihasilkan dipancarkan kesegala arah berupa
gelombang gempabumi sehingga efeknya dapat dirasakan sampai ke permukaan bumi
(BMKG, 2017). Gempa bumi merupakan peristiwa pelepasan energi yang
menyebabkan dislokasi (pergeseran) pada bagian dalam bumi secara tiba-tiba.
Mekanisme perusakan terjadi karena energi getaran gempa dirambatkan ke seluruh
bagian bumi. Di permukaan bumi, getaran tersebut dapat menyebabkan kerusakan dan
runtuhnya bangunan sehingga dapat menimbulkan korban jiwa (BNPB, 2012).
Gempa bumi dibagi menjadi lima jenis, antara lain:
a. Gempa bumi vulkanik (kegunungapian)
Gempa bumi vulkanik terjadi karena aktivitas vulkanisme atau kegunung
apian. Gempa bumi vulkanik terjadi karena adanya ativitas magma. Aktivitas
magma ini terjadi pada saat gunung berapi akan erupsi, maka dari itu gempa ini
dinamakan sebagai gempa vulkanik. Apabila magma yang ada di dalam gunung
tersebut tingkat keaktifannya semakit tinggi, maka akan menimbulkan ledakan
yang pada akhirnya juga akan menimbulkan terjadinya gempa bumi.
b. Gempa bumi tektonik
Gempa bumi tertonik merupakan gempa yang terjadi akibat adanya aktivitas
tektonisme, yakni pergeseran lempeng- lempeng tektonik secara mendadak yang
mana mempunyai kekuatan yang sangat kecil hingga yang besar. Kerusakan yang
ditimbukan oleh gempa bumi tektonik, seperti rusaknya bangunan, pasar, dan lain
sebagainya.
c. Gempa bumi tumbukan

28
Gempa bumi tumbukan merupakan gempa bumi yang disebabkan oleh
jatuhnya meteor, asteroid maupun benda langit lainnya ke permukaan Bumi.
Tumbukan benda langit tersebut dengan permukaan Bumi akan menghasilkan
getaran yang pada akhirnya disebut dengan gempa.
d. Gempa bumi runtuhan
Gempa bumi runtuhan merupakan jenis gempa bumi yang terjadi akibat
adanya runtuhan material- material bumi. Gempa bumi runtuhan ini biasanya
terjadi di daerah kapur, maupun daerah pertambangan. Besar gempa bumi
runtuhan ini tidaklah besar, biasanya hanya dirasakan di daerah- daerah lokal saja,
atau yang berada di sekitaran daerah runtuhan tersebut.
e. Gempa bumi buatan
Seperti yang kita ketahui bersama mengenai penyebab gempa bumi tidak
semuanya bersifat alami. Beberapa penyebab gempa bumi ini berasal dari
manusia. salah satunya adalah yang menyebabkan gempa bumi buatan. Gempa
bumi buatan merupakan jenis gempa bumi yang disebabkan oleh aktivitasaktivitas
manusia, seperti peledakan dinamit, nuklir maupun palu yang dipukulkan ke
permukaan Bumi.
 Siklus Bencana Dan Penanggulangan Bencana
Siklus bencana dapat dibagi menjadi tiga fase yaitu fase pra bencana, fase
bencana dan fase pasca bencana. Fase pra bencana adalah masa sebelum terjadi
bencana. Fase bencana adalah waktu/saat bencana terjadi. Fase pasca bencana adalah
tahapan setelah terjadi bencana. Semua fase ini saling mempengaruhi dan berjalan
terus sepanjang masa.
Penanganan bencana bukan hanya dimulai setelah terjadi bencana. Kegiatan
sebelum terjadi bencana (pra-bencana) berupa kegiatan pencegahan, mitigasi
(pengurangan dampak), dan kesiapsiagaan merupakan hal yang sangat penting untuk
mengurangi dampak bencana. Saat terjadinya bencana diadakan tanggap darurat dan
setelah terjadi bencana (pasca-bencana) dilakukan usaha rehabilitasi dan
rekonstruksi.Berikut rincian tentang kegiatan penanggulangan bencana sesuai siklus
bencana.
1. Pra Bencana
a. Pencegahan
Pencegahan ialah langkah-langkah yang dilakukan untuk
menghilangkan sama sekali atau mengurangi secara drastis akibat dari
ancaman melalui pengendalian dan pengubahsuaian fisik dan lingkungan.
Tindakan-tindakan ini bertujuan untuk menekan penyebab ancaman dengan
cara mengurangi tekanan, mengatur dan menyebarkan energi atau material ke
wilayah yang lebih luas atau melalui waktu yang lebih panjang (Smith, 1992).
Cuny (1983) menyatakan bahwa pencegahan bencana pada masa lalu
cenderung didorong oleh kepercayaan diri yang berlebihan pada ilmu dan
teknologi pada tahun enam puluhan; dan oleh karenanya cenderung menuntut
ketersediaan modal dan teknologi. Pendekatan ini semakin berkurang
peminatnya dan kalaupun masih dilakukan, maka kegiatan pencegahan ini
diserap pada kegiatan pembangunan pada arus utama.
b. Mitigasi

29
Mitigasi ialah tindakan-tindakan yang memfokuskan perhatian pada
pengurangan dampak dari ancaman, sehingga dengan demikian mengurangi
kemungkinan dampak negatif pencegahan ialah langkah-langkah yang
dilakukan untuk menghilangkan sama sekali atau mengurangi secara drastis
akibat dari ancaman melalui pengendalian dan pengubahsuaian fisik dan
lingkungan. Tindakan-tindakan ini bertujuan untuk menekan penyebab
ancaman dengan cara mengurangi tekanan, mengatur dan menyebarkan energi
atau material ke wilayah yang lebih luas atau melalui waktu yang lebih
panjang (Smith, 1992). Kejadian bencana terhadap kehidupan dengan cara-
cara alternatif yang lebih dapat diterima secara ekologi (Carter, 1991).
Kegiatan-kegiatan mitigasi termasuk tindakantindakan non-rekayasa seperti
upaya-upaya peraturan dan pengaturan, pemberian sangsi dan penghargaan
untuk mendorong perilaku yang lebih tepat, dan upaya-upaya penyuluhan dan
penyediaan informasi untuk memungkinkan orang mengambil keputusan yang
berkesadaran. Upaya-upaya rekayasa termasuk pananaman modal untuk
bangunan struktur tahan ancaman bencana dan/atau perbaikan struktur yang
sudah ada supaya lebih tahan ancaman bencana (Smith, 1992).
c. Kesiapsiagaan Fase
Kesiapsiagaan adalah fase dimana dilakukan persiapan yang baik
dengan memikirkan berbagai tindakan untuk meminimalisir kerugian yang
ditimbulkan akibat terjadinya bencana dan menyusun perencanaan agar dapat
melakukan kegiatan pertolongan serta perawatan yang efektif pada saat terjadi
bencana. Tindakan terhadap bencana menurut PBB ada 9 kerangka, yaitu 1.
pengkajian terhadap kerentanan, 2. membuat perencanaan (pencegahan
bencana), 3. pengorganisasian, 4. sistem informasi, 5. pengumpulan sumber
daya, 6. sistem alarm, 7. mekanisme tindakan, 8. pendidikan dan pelatihan
penduduk, 9. gladi resik.
2. Saat Bencana
Saat bencana disebut juga sebagai tanggap darurat. Fase tanggap darurat atau
tindakan adalah fase dimana dilakukan berbagai aksi darurat yang nyata untuk
menjaga diri sendiri atau harta kekayaan. Aktivitas yang dilakukan secara
kongkret yaitu: 1. instruksi pengungsian, 2. pencarian dan penyelamatan korban,
3. menjamin keamanan di lokasi bencana, 4. pengkajian terhadap kerugian akibat
bencana, 5. pembagian dan penggunaan alat perlengkapan pada kondisi darurat, 6.
pengiriman dan penyerahan barang material, dan 7. menyediakan tempat
pengungsian, dan lain-lain.
Dari sudut pandang pelayanan medis, bencana lebih dipersempit lagi dengan
membaginya menjadi “Fase Akut” dan “Fase Sub Akut”. Dalam Fase Akut, 48
jam pertama sejak bencana terjadi disebut “fase penyelamatan dan
pertolongan/pelayanan medis darurat”. Pada fase ini dilakukan penyelamatan dan
pertolongan serta tindakan medis darurat terhadap orang-orang yang terluka akibat
bencana. Kira-kira satu minggu sejak terjadinya bencana disebut dengan “Fase
Akut”. Dalam fase ini, selain tindakan “penyelamatan dan pertolongan/pelayanan
medis darurat”, dilakukan juga perawatan terhadap orang-orang yang terluka pada
saat mengungsi atau dievakuasi, serta dilakukan tindakan-tindakan terhadap
munculnya permasalahan kesehatan selama dalam pengungsian.

30
3. Setelah Bencan
a. Fase Pemulihan
Fase Pemulihan sulit dibedakan secara akurat dari dan sampai kapan,
tetapi fase ini merupakan fase dimana individu atau masyarakat dengan
kemampuannya sendiri dapat memulihkan fungsinya seperti sedia kala
(sebelum terjadi bencana). Orang-orang melakukan perbaikan darurat tempat
tinggalnya, pindah ke rumah sementara, mulai masuk sekolah ataupun bekerja
kembali sambil memulihkan lingkungan tempat tinggalnya. Kemudian mulai
dilakukan rehabilitasi lifeline dan aktivitas untuk membuka kembali usahanya.
Institusi pemerintah juga mulai memberikan kembali pelayanan secara normal
serta mulai menyusun rencana-rencana untuk rekonstruksi sambil terus
memberikan bantuan kepada para korban. Fase ini bagaimanapun juga hanya
merupakan fase pemulihan dan tidak sampai mengembalikan fungsi-fungsi
normal seperti sebelum bencana terjadi. Dengan kata lain, fase ini merupakan
masa peralihan dari kondisi darurat ke kondisi tenang.
b. Fase Rekonstruksi/Rehabilitasi
Jangka waktu Fase Rekonstruksi/Rehabilitasi juga tidak dapat
ditentukan, namun ini merupakan fase dimana individu atau masyarakat
berusaha mengembalikan fungsifungsinya seperti sebelum bencana dan
merencanakan rehabilitasi terhadap seluruh komunitas. Tetapi, seseorang atau
masyarakat tidak dapat kembali pada keadaan yang sama seperti sebelum
mengalami bencana, sehingga dengan menggunakan pengalamannya tersebut
diharapkan kehidupan individu serta keadaan komunitas pun dapat
dikembangkan secara progresif.

31
DAFTAR PUSTAKA

Martanto, Aris.2016.Bahan Pembelajaran Pencegahan Dan Mitigasi.Jakarta:Kementerian


Pertahanan RI Badan Pendidikan Dan Pelatihan
Hamarno, Rudi.2016.Modul Bahan Ajar Cetak: Keperawatan Kegawatdaruratan &
Manajemen Bencana.Jakarta:Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Amiruddin, D. K. (2010). Penanganan Korban. 1–27.
Eka, E., G, P. W. R., & Damayanti, D. (2015). Effectivenessof “ CERDEVID ”
MethodonCommunityAbilitydoingTrafficAccident Evacuation Using Home Made
Strecher. 809–814.
Gawlowski, P., &Biskup, A. (2019). Victimevacuationtechniques in emergencyconditions.
4(3), 116–123. https://doi.org/10.5603/DEMJ.a2019.0017
Kochadze, R. A. (2019). First Aid To theVictimsOfRoadAccidents In theEvacuation 2 .
Preconditionsandmeansforresolvingthe problem. 116(3), 114–116.
Ramsi, IF dkk (2014). Basic lifesupport, edisi 13. Jakarta : EGC.

32

Anda mungkin juga menyukai