Anda di halaman 1dari 3

RESUME

MORFOLOGI
( ANALISASI UNSUR NASALISASI )
NAMA : Arsilfi
NPM : 205010585
PRODI : PBSI

A. Analisa Unsur
Dengan dasar-dasar pengertian tersebut kita menerapkan lagi analisa di atas, dengan unsur-
unsur yang lebih sulit, misalnya: menerangkan.
Kata dasar menerangkan  adalah terang. Kini kita meneliti unsur manakah yang mula-mula
bergabung dengan terang. Apakah unsur-unsur me-kan bergabung begitu saja
dengan terang? Jika demikian dari manakah datangnya unsur n itu? Akan kita lihat nanti
bahwa pembentukan kata menerangkan terjadi tahap demi tahap.
Tahap I: Kata terang mula-mula bergabung dengan unsur –kan, sehingga terbentuklah
kata terangkan.
Tahap II: Apakah terangkan lalu bergabung dengan me- atau harus ada tahap-antara
dahulu? Andaikata terangkan  digabung dengan me- maka kita akan mendapat *meterangkan.
Sedangkan kata yang hendak kita analis adalah menerangkan. Tahap II yang harus kita lalui
adalah fonem t mendapat proses nasalisasi (penyengauan) menjadi n.
Jadi Tahap II adalah: N (nasalisasi) + terangkan, hasilnya adalah *nerangkan.
Tahap III: Baru pada akhirnya kita menggabungkan me- dengan *nerangkan sehingga
terbentuklah kata menerangkan.
Jadi:
1. Unsur bawahan terdekat dari menerangkan adalah me- dan *nerangkan.
2. Unsur bawahan terdekat dari nerangkan adalah N (nasalisasi) dan terangkan.
3. Unsur bawahan terdekat dari terangkan adalah terang dsn –kan.
Inilah teknik dimana kita dapat menunjukkan secara teoritis terbentuknya sebuah kata dan
tata-tingkat unsur-unsur pembentukan suatu kata. Teknik ini akan kembali dibicarakan bila
kita membahas Sintaksis Bahasa Indonesia.
Tahap II seperti yang telah dituliskan di atas, dimana suatu fonem mendapat nasal, bukanlah
suatu hal yang baru dalam bahasa-bahasa Nusantara. Dalam dialek Jakarta misalanya, proses
nasalisasi ini masih sangat produktif untuk pembentukan kata kerja, seperti kopi-ngopi,
kapur-ngapur, surat-nyurat dan sebagainya. Dapat disimpulkan bahwa pada jaman lampau
nasalisasi ini juga produktif untuk pembentukan kata kerja. Namun lambat laun mulai
berkurang, dan diambil alih oleh prefiks me-. Tetapi dalam pembentukan kata kerja,
prefiks me- masih membutuhkan nasalisasi, yang terjadi secara otomatis. Walaupun
nasalisasi ini pada kenyataannya sekarang selalu serempak terjadi dengan me- , dalam analisa
kita harus memberi tempat yang layak padanya agar kita bisa mengenal struktur tata-tingkat
unsur-unsur itu sebaik-baiknya.
* bentuk-bentuk yang bertanda bintang adalah bentuk hipotetis.
B) Nasalisasi
Nasalisasi adalah proses merubah atau memberi nasal pada fonem-fonem. Di atas telah
diterangkan bagaimana terjadinya nasal atas kata terang. Dalam menasalkan suatu fonem,
orang tidak berbuat sesuka hati tetapi harus mengikuti kaidah-kaidah tertentu.setiap fonem
yang dinasalkan haruslah mengambil nasal yang homorgan. Artinya nasal yang mempunyai
artikulator dan titik artikulasi yang sama seperti fonem yang dinasalkan itu.
Jadi: p dan b harus mengambil nasal m (karena sama-sama bilabial).
t dan d harus mengambil nasal n (karena sama-sama dental).
k dan g harus mengambil nasal ng (karena sama-sama velar) dan sebagainya.
Dalam proses nasalisasi tersebut tampak pula bahwa: b, d, g, j, tidak pernah hilang bila
mengalami nasalisasi, sedangkan p, t, k, s hilang atau luluh. Hal ini terjadi karena b, d, g itu
adalah konsonan bersuara, sama seperti konsonan nasal itu. Jadi tidak perlu diadakan
penyesuaian lagi karena sifat fonem itu sama (bersuara). Sebaliknya, p, t, k, s adalah
konsonan yang tak bersuara yang harus disesuaikan dengan fonem nasal yang bersuara.
Dalam penyesuaian ini konsonan-konsonan yang tak bersuara itu mengalami peluluhan.
Kecuali itu fonem-fonem /r/, /y/, /l/, /w/ tampaknya tidak mendapat nasal, misalnya: merajai,
meyakinkan, mewarnai, melakukan dan sebagainya. Namun prinsip yang kita ambil adalah
pembentukan dengan prefiks me- harus melalui proses nasalisasi, maka kata-kata yang fonem
awalnya adalah r, y, l, w, juga harus mengalami proses nasalisasi. Nasalisasi semacam ini
dikenal dengan istilah zero (tidak ada).
Ada persoalan lain yang timbul dalam nasalisasi. Mengapa kadang-kadang kita mendapat
bentuk-bentuk kembar seperti: menertawakan dan mentertawakan?
Untuk menjawab persoalan di atas, baiknya kita melihat bentuk-bentuk
seperti: mempertahankan, memperbaiki, mempersatukan dan sebagainya. Fonem /p/ di sini
tidak diluluhkan, walaupun /p/ adalah konsonan tak bersuara. Sebaliknya bentuk-bentuk
seperti mengeluarkan, mengemukakan, mengetengahkan mengalami peluluhan pada fonem
awalnya: /k/. Selanjutnya kata-kata asing seperti sabot, koordinir, dan lain-lain tetap
mempertahankan konsonan awalnya walaupun konsonan itu tak bersuara.
Jawaban dari semua persoalan di atas ialah pada prinsipnya peluluhan berlaku pada kata-kata
dasar, bukan pada afiks (imbuhan). Kata tertawa oleh sebagian orang dianggap atau
dirasakan terdiri dari prefiks ter-  dan kata dasar tawa. Oleh karena itu dibentuklah kata
jadian mentertawakan. Sebagian lagi menganggap tertawa adalah kata dasar karena itu
fonem /t/ diluluhkan sehingga terdapat bentuk menertawakan. Kata keluar juga dianggap
sebagai satu kata dasar, karena itu dibentuk kata turunan mengeluarkan. Sedangkan bentuk-
bentuk seperti mengetengahkan, mengemukakan dibentuk secara analogi mengikuti
bentuk mengeluarkan.
Sebaliknya, kata-kata asing yang terasa tidak familiar tetap mempertahankan konsonan-
konsonan tak bersuara untuk menjaga jangan sampai menimbulkan kesalahpahaman.
Ringkasnya, nasalisasi harus memenuhi ketentuan-ketentuan berikut:
1. Nasalisasi berlangsung atas dasar homogen.
2. Dalam nasalisasi konsonan bersuara tidak luluh, konsonan tak bersuara diluluhkan.
3. Nasalisasi hanya berlangsung pada kata-kata dasar, atau yang dianggap kata dasar.
4. Fonem-fonem y, r, l, dan w dianggap mengalami proses nasalisasi juga tetapi
nasalisasi yang zero.

Anda mungkin juga menyukai