Anda di halaman 1dari 6

MISKONSEPSI SEBAGAI HAMBATAN BELAJAR SISWA DALAM

MEMAHAMI MATEMATIKA

Nyiayu Fahriza Fuadiah


Dosen Program Studi Pend. Matematika Universitas PGRI Palembang
Email: n_fahriza@yahoo.co.id

Abstrak: Konsep yang mendasar dalam materi matematika perlu mendapat


perhatian lebih, karena konsep dasar yang dapat dimaknai dengan baik oleh
siswa memberikan pengaruh dalam memahami suatu konteks ditingkat yang
lebih tinggi. Perbedaan konsep antara apa yang dipahami siswa dalam proses
pembelajarannya dengan ilmu pengetahuan ini mengakibatkan miskonsepsi
atau kesalahpahaman. Sebagai salah satu bentuk hambatan, miskonsepsi ini
perlu diidentifikasi untuk menemukan cara mengatasinya dan menetapkan
strategi yang dapat mengurangi atau meminimalisir hambatan tersebut.

Kata kunci: miskonsepsi, hambatan belajar, konsep matematika.

A. Pendahuluan sekalipun. Tidak ada aspek dalam kehidupan


Mata pelajaran matematika telah yang tidak melibatkan matematika, dari ilmu
menjadi suatu hal yang menakutkan bagi sains, teknik terapan, ekonomi, kedokteran,
sebagian besar siswa sehingga menjadi salah bahkan bidang olah raga dan seni sekalipun.
satu sebab prestasi belajar matematika sering Gonido dan Batanero (1998:179)
tidak memuaskan. Jika para siswa ditanya mengidentifikasi beberapa asumsi utama
mengenai mata pelajaran yang paling sulit tentang sifat objek matematika yaitu: (a)
dikuasai, maka jawaban yang sering muncul matematika sebagai aktivitas manusia yang
adalah pelajaran matematika. Penulis alami melibatkan solusi dari suatu permasalahan
sendiri ketika menanyakan kepada siswa kelas
VII di suatu kelas (dan dua kelas lainnya di
sosial; (b) aktivitas matematika
sekolah yang berbeda) siapakah diantara mereka menciptakan bahasa simbolik yang
yang menyenangi pelajaran matematika, hanya disajikan dalam situasi masalah dan
beberapa orang saja yang tidak mengangkat solusinya; dan (c) aktivitas matematika
tangannya yang artinya hampir seluruh siswa bertujuan membangun sistem konseptual
tidak menyukai pelajaran matematika. Sebagian logis secara terorganisir. Sangatlah tepat
besar para pakar pendikan matematika maupun jika siswa harus dibekali dengan konsep-
matematikawan mengemukakan bahwa objek konsep matematika secara dini baik dalam
kajian matematika yang bersifat abstrak adalah pendidikan formal di sekolah maupun
hal yang paling sering mengakibatkan hambatan pendidikan di luar sekolah.
siswa dalam memahami matematika tersebut.
Kenyataan bahwa begitu banyak
Matematika adalah salah satu mata
pelajaran utama dalam setiap jenjang
siswa tidak menyukai matematika telah
pendidikan yang berlaku tidak hanya di menjadi hambatan tersendiri dalam
Indonesia namun juga di jenjang pendidikan memahami matematika dan sebaliknya,
manapun di seluruh dunia. Lambang dan siswa yang mengalami hambatan dalam
simbol-simbol yang terdapat dalam matematika mempelajari matematika mengakibatkan ia
digunakan secara universal sehingga tidak menyukai matematika. Oleh karena itu
matematika memiliki bahasanya tersendiri yang penulis menganggap perlu bagi para praktisi
berlaku di seluruh permukaan bumi. Lebih dari pendidikan matematika atau orang-orang
itu, tidak dipungkiri lagi bahwa matematika yang terlibat dalam pendidikan matematika
memegang peranan yang sangat penting dalam mencermati apa saja yang menjadi kendala
kehidupan. Matematika adalah aktivitas
siswa dalam memahami matematika dan
manusia, dengan matematika manusia dapat
menyelesaikan suatu persoaln yang rumit
menyukai pelajaran matematika.
Pada praktiknya, siswa secara yang tidak diimbangi dengan pemahaman
alamiah mengalami situasi yang disebut pada konten matematika itu sendiri
hambatan belajar (learning obstacles). mengakibatkan konteks hanya difungsikan
Hambatan atau kesulitan belajar dapat sebagai contoh aplikasi saja. Suryadi (2013)
dialami oleh siswa dengan berbagai tingkat menyatakan bahwa jika konteks hanya
kemampuan dan kelompok manapun. Jika digunakan sebagai aplikasi, maka siswa
kita kaji learning obstacles tidak hanya hanya bisa meniru prosedur yang diperlihatkan
dialami hanya oleh siswa yang guru tanpa memahami konsep dan ketika
berkemampuan ‘rendah’ tetapi dapat juga dihadapkan pada situasi yang berbeda maka
dialami oleh siswa dengan tingkat siswa kemungkinan besar tidak mampu
kemampuan ‘baik’. Hambatan ini perlu menjawab atau menyelesaikannya, maka
timbullah yang disebut dengan learning
diidentifikasi untuk menemukan cara obstacles atau hambatan belajar.
mengatasinya dan menetapkan strategi yang Cornu (2002:158) kemudian
dapat mengurangi atau meminimalisir mengklasifikasikan hambatan belajar
hambatan tersebut. Penulis mencoba menjadi beberapa tipe, yaitu: genetic and
menguraikan beberapa hambatan belajar pshycological obstacles, didactical
yang umum terjadi dan memfokuskan pada obstacles, dan epistemological obstacles.
‘miskonsepsi’ sebagai salah satu hambatan Hambatan genetis dan psikologis terjadi
belajar siswa dalam mempelajari sebagai akibat dari perkembangan pribadi
matematika. siswa. Hambatan didaktis terjadi sebagai
akibat dari kegiatan pembelajaran yang
B. Pembahasan dilakukan guru. Hambatan didaktis ini dapat
Balacheff (Brown, 2008) dihindari melalui pengembangan alternatif
menyatakan bahwa kesalahan dan kesulitan pendekatan pembelajaran. Sedangkan
siswa sebagian berasal dari apa disebut hambatan epistemologi sebaliknya, tidak
sebagai hipotesis konstruktivis, yang berkaitan dengan pendekatan pembelajaran
merupakan hipotesis bahwa kesalahan yang digunakan guru, tetapi akibat dari sifat
matematika siswa muncul dari cara siswa konsep matematika itu sendiri. Lebih lanjut
mengadaptasi sebagai respon Cornu menjelaskan bahwa perencanaan
pengetahuannya pada suatu mileu atau dalam mengajarkan konsep matematika
lingkungannya. Brousseau (2002:82) adalah hal yang sangat penting untuk
merujuk obstacles dari teori yang mengatasi hambatan yang mungkin,
disampaikan oleh Bachelard (1938) dan terutama hambatan epistemologisnya.
Piaget (1975) mengenai “errors Konsep yang mendasar dalam materi
(kesalahan)”, bahwa kesalahan dan matematika perlu mendapat perhatian lebih,
kegagalan memegang peran yang tidak karena konsep dasar yang dapat dimaknai
sederhana. Kesalahan tipe ini tidak tentu dengan baik oleh siswa memberikan
dan terduga, yang disebut obstacles pengaruh dalam memahami suatu konteks
(hambatan). Kesalahan ini merupakan ditingkat yang lebih tinggi. Ketika siswa
bagian dari perolehan pengetahuan. dihadapkan pada suatu permasalahan yang
Hambatan belajar menurut Brown (2008) harus dipecahkan, mereka harus memahami
adalah salah satu proses untuk mengetahui terlebih dahulu konsep-konsep yang terkait
(mendapatkan pengetahuan), dengan kata (Schmidt, 1997).
lain hambatan ini tidak dapat dihindari karena Sering kali terjadi konsep matematis
hambatan tersebut merupakan bagian penting
dalam memperoleh pengetahuan baru.
pada siswa didasari pada definisi yang
Banyak faktor yang mengakibatkan mereka katahui dari sudut pandang mereka
hambatan belajar pada siswa. Salah satunya sendiri, hal yang kemudian menjadi salah
adalah pola pembelajaran yang disampaikan satu hambatan siswa dalam berpikir
oleh guru. Penggunaan konteks biasanya matematis untuk memecahkan persoalan
dipandang perlu untuk digunakan guru dan (Vinner, 2014). Pendapat ini juga
bersinergi dalam menanamkan suatu konsep dikemukan oleh Schmidt (1997) bahwa
kepada siswa. Namun penggunaan konteks kesulitan sering muncul ketika ide-ide siswa
berbeda dari definisi yang diterima oleh Seminar internasional mengenai
para ahli. Konsep awal yang dimiliki oleh Miskonsepsi dan Strategi Pendidikan Sains
siswa kadang-kadang tidak sesuai dengan dan Matematika diadakan pertama kali di
konsep para ilmuwan. Perbedaan konsep antara Cornell University, Ithaca, NY, pada tahun
apa yang dipahami siswa dalam proses 1983, para peneliti dari seluruh
pembelajarannya dengan ilmu pengetahuan ini dunia berkumpul untuk menyajikan
mengakibatkan miskonsepsi atau makalah penelitian di bidang ini - meskipun
kesalahpahaman (Li & Li, 2008). Konsepsi-
mayoritas makalah penelitian berasal dari
konsepsi yang lain yang tidak sesuai dengan
konsepsi ilmuwan secara umum disebut bidang ilmu pendidikan.
miskonsepsi. Pendapat ini sejalan dengan apa Falkner, Levi, dan Carpenter (dalam
yang dikemukakan oleh Schneider (2014:214) Li & Li, 2008) memaparkan mengenai
bahwa hambatan belajar memiliki beberapa miskonsepsi pada siswa. Mereka
keterkaitan dengan, tidak hanya, konflik menemukan bahwa banyak siswa kelas
kognitif atau sosial-kognitif, tetapi juga enam salah mengisi kotak pada "8 + 4 = 
konsepsi atau lebih tepatnya miskonsepsi + 5" dengan 12 atau 17. Hasil 12 atau 17
(kesalahpahaman). dapat dianggap sebagai kesalahan karena
Miskonsepsi dipahami sebagai algoritma yang benar untuk masalah ini
hambatan siswa dalam memahami biasanya melibatkan penjumlahan 8 dan 4,
hubungan antar konsep. Hal ini berkaitan kemudian mengurangkan 5 dari 12; Oleh
dengan konsep prasyarat siswa. karena itu algoritma yang salah dapat terjadi
Pembelajaran matematika tanpa ketika siswa hanya melakukan algoritma
mengajarkan konsep membuat siswa langkah pertama dan mendapatkan nilai
cenderung banyak belajar dengan cara "12" sebagai hasil yang pasti. Hal ini
menghafal, sehingga siswa tidak mampu kemudian diperparah dengan algoritma
mengembangkan kemampuannya. berikutnya yaitu menambahkan semua
Akibatnya siswa akan banyak menghadapi angka dan mendapat "17." Algoritma yang
kesulitan apabila dihadapkan pada persoalan salah ini mungkin terjadi akibat
matematika yang lebih kompleks. Namun kesalahpahaman siswa dengan tanda sama
apakah miskonsepsi merupakan kesalahan dengan, yaitu, menafsirkan "=" sebagai
siswa semata? "melakukan sesuatu." Kesalahpahaman lain
Fujii (2014:453) menentang istilah mungkin adalah bahwa siswa hanya
"miskonsepsi" sebagai hambatan belajar siswa.
mengerti "8 + 4" sebagai proses komputasi
Menurutnya miskonsepsi menyiratkan
ketidaktepatan atau kesalahan karena awalan tanpa memahami "8 + 4" sebagai ungkapan
"mis", namun konotasinya tidak pernah yang juga dapat digunakan untuk mewakili
menyiratkan kesalahan dari sudut pandang anak. jumlah tertentu dan sebagai sebuah obyek
Dari sudut pandang seorang anak, hal ini adalah berpikir matematis pada tingkat yang lebih
konsepsi yang wajar dan layak berdasarkan tinggi.
pengalaman mereka dalam konteks yang Penulis mencoba menelusuri dengan
berbeda atau dalam aktivitas kehidupan mereka memberikan beberapa soal kepada beberapa
sehari-hari. Ketika konsepsi anak-anak yang orang siswa kelas VII yang telah mempelajari
dianggap bertentangan dengan makna yang bilangan bulat. Beberapa epistemological
diterima dalam matematika, istilah obstacles yang mengarah pada miskonsepsi
kesalahpahaman cenderung digunakan. siswa dalam materi bilangan bulat juga pernah
Brousseau (2002:25) pun menyatakan bahwa diuraikan penulis sebelumnya (Fuadiah, 2015).
kesalahapahaman ini merupakan akibat dari Contoh berikut memperlihatkan miskonsepsi
kesalahan guru dalam ‘melegalkan’ konsep- pada salah satu siswa kelas VII:
konsep yang muncul dari suatu situasi
pembelajaran yang diciptakan oleh guru sendiri
baik disadari atau tidak yang disebutnya sebagai
Jourdan Effect. Oleh karena itu beberapa
peneliti atau pendidik lebih suka menggunakan
istilah "alternative conception (konsep Gambar 1. Konsep bilangan bulat pada salah
alternatif)" daripada "misconception satu siswa
(kesalahpahaman)”.
Pada Gambar 1 terlihat siswa tersebut menjelaskan bahwa istilah 'nama positif' dan
mengalami kendala dalam menentukan bilangan 'nama negatif' tidak berarti bilangan positif
mana yang nilainya lebih besar jika berkaitan dan negatif tapi 'apa yang ditambahkan' dan
dengan bilangan negatif. Siswa menjawab benar 'apa yang dikurangi'. Dengan demikian
pada (a) dan (c) namun keliru dalam (b) dan (d). sifat-sifat operasi bilangan positif
Tampak ia memahami konsep urutan bilangan
sebenarnya juga berlaku pada bilangan
bilangan dengan baik apabila berhadapan
dengan dua bilangan positif (a) serta negatif.
memahami dengan baik bahwa bilangan positif Secara khusus, Sfard (1991)
lebih besar daripada bilangan negatif (c). menganalisis konsep-konsep matematika
Namun ia keliru saat berhadapan dengan dua dalam dua aspek mendasar: struktural dan
bilangan negatif (c) dengan menyatakan bahwa - operasional, yang masing-masing
18 lebih besar dari -7 dan 0 lebih kecil dari -5 menghasilkan dua entitas yang terpisah:
(d). Dugaan penulis ia memiliki pandangan "objek" dan "proses". Sfard menunjukkan
konsep yang sama yang berlaku pada bilangan bahwa ada dua tahap dalam pengembangan
positif kepada bilangan negatif. pembelajaran pada anak dalam memahami
Siswa juga keliru dalam konsep operasi bilangan. Ketika anak-anak mempelajari
hitung bilangan bulat, seperti yang temui pada
konsep bilangan mereka mulai dari
seorang siswa berikut:
menghitung terlebih dahulu. Ini adalah
tahap "proses," yang alami dan relative
mudah bagi anak. Bagaimanapun akhirnya
anak harus mengubah proses penghitungan
menuju konsep abstrak dari bilangan. Inilah
yang disebut tahap "objek." Sfard
Gambar 2. Jawaban salah satu siswa pada berpendapat bahwa siswa harus “transit”
operasi hitung bilangan bulat
dari proses ke objek dalam upaya
Melalui wawancara dengan siswa memahami konsep secara menyeluruh.
tersebut terungkap alasan mengapa ia Dalam kasus bilangan negatif, menurut
memberikan jawaban seperti Gambar 2. Sfard, kemampuan anak berpikir tentang
Dalam definisi yang ia pahami sebagai suatu proses secara keseluruhan dapat
prosedur operasi hitung bilangan bulat dinilai melalui kemampuan siswa dalam
adalah ‘jika bilangan positif dioperasikan menggabungkan proses yang mendasari
dengan bilangan negatif, maka hasilnya dengan operasi perhitungan lainnya, dengan
adalah bilangan negatif’. Inilah yang kata lain, kemampuannya untuk melakukan
mengakibatkan mengapa 19 + (-6) = 25 manipulasi aritmatika seperti menambahkan
bukan 13. Dugaan penulis, hal ini sebagai atau mengalikan bilangan negatif dan
dampak konsep yang ditanamkan oleh guru positif.
sebelumnya bahwa jika a + (-b) sama Resnick (dalam Li & Li, 2008))
dengan a – b dimana tanda + (-) diartikan mengaitkan kesulitan belajar siswa dengan
sebagai (–). Hal inilah yang kemudian belajar konseptual: "Kesulitan dalam belajar
terjadi pada hasil berikutnya, siswa tersebut sering terjadi akibat kegagalan untuk
menganggap -31 + (-18) = 49. memahami konsep-konsep yang didasarkan
Menurut Thomaidis (1993) bilangan pada prosedur.” Jika seorang siswa
negatif selalu menjadi topik yang menarik mengalami kesalahan pemahaman saat
khusus, dari sudut pandang matematika menerima suatu konsep pembelajaran
didaktis. Konsep yang ditanamkan pada pertama kali, akan berdampak tidak hanya
siswa selama ini adalah bahwa bilangan pada saat siswa itu belajar konsep tersebut
negatif memiliki sifat yang berbeda dengan namun akan berakibat pula pada
bilangan positif yang akhirnya menjadi pembelajaran selanjutnya yang merupakan
hambatan dalam homogenisasi dari (N,+)  pengembangan dari konsep tersebut.
(N,-). Dua konsep yang berbeda mengenai
bilangan positif dan negatif nantinya akan C. Simpulan dan Saran
membawa kepada kutub yang berlawanan Miskonsepsi dapat didefinisikan
dengan domain yang berbeda. Thomaidis sebagai suatu pemahaman yang salah atau
tidak sesuai terhadap konsep tertentu. Atau yang efektif, dan dengan demikian
dengan kata lain dapat dinyatakan sebagai menciptakan banyak harapan untuk
konsepsi yang tidak sesuai dengan perbaikan pengajaran dan pembelajaran
pengertian ilmiah atau pengertian yang matematika sekolah dan juga bagi
diterima oleh para ilmuwan. Dari sudut pengembangan ilmu pengetahuan (Li & Li,
pandang seorang anak, hal ini adalah konsepsi 2008).
yang wajar dan layak berdasarkan pengalaman
mereka dalam konteks yang berbeda atau dalam DAFTAR PUSTAKA
aktivitas kehidupan mereka sehari-hari. Ketika Brown, S.A. (2008). Exploring
konsepsi anak-anak yang dianggap bertentangan epistemological obstacles to the
dengan makna yang diterima dalam matematika,
development of mathematics
istilah kesalahpahaman cenderung digunakan.
Oleh karena itu beberapa ahli menggunkan
induction. Proceedings of the 11th
istilah "alternative conception (konsep Conference for Research on
alternatif)." Undergraduate Mathematics
Miskonsepsi merupakan salah satu Education (pp. 1 – 19). San Diego
hambatan siswa dalam memahami
matematika. Untuk mengatasi hambatan Brouseau, G. (2002) Theory of Didactical
belajar yang mungkin muncul dikemudian Situation in Mathematics. Dordrecht:
hari diperlukan suatu proses pembelajaran Kluwer Academic Publishers
dapat mendorong terjadinya situasi belajar
yang lebih optimal, yang harus dimulai Cornu, B. (2002). Limits. In Tall (Ed),
sebelum pembelajaran. Tugas dan aktivitas Advanced mathematical thinking (pp.
yang disusun guru dalam suatu situasi 153-166). Dordrecht: Kluwer
didaktis bertujuan membantu siswa belajar Academic Publishers
tentang ide-ide dan kemampuan- Fuadiah, N.F. (2015). Epistemological
kemampuan yang dibutuhkan untuk obstacles on mathematics learning in
mencapai suatu tingkatan berpikir. Seorang junior high school student.
guru dapat menggunakan aktivitas tersebut Proceeding of International
untuk mendorong perkembangan berpikir Conference On Research,
siswa dari satu tingkat ke tingkat Implementation And Education Of
berikutnya. Mathematics And Sciences 2015
Sangatlah penting bagi guru tidak (ICRIEMS 2015), Yogyakarta State
hanya untuk mengatasi miskonsepsi yang University, 17-19 May 2015. ISSN
sama pentingnya dengan konsep-konsep 978-979-96880-8-8
matematika, tetapi juga untuk
mengidentifikasi apa sebenarnya Fujii, T. (2014). Misconception and
miskonsepsi dalam konteks belajar dan alternative conceptions in mathematics
untuk memperjelas hubungan antara education. In: Lerman, S (ed),
miskonsepsi dan konsep matematika. (Fujii, Encyclopedia of mathematics
2014). Oleh karena itu diperlukan suatu education (pp. 453 – 455). Springer.
proses pembelajaran dapat mendorong
terjadinya situasi belajar yang lebih optimal, Godino, J.D., & Batanero, C. (1998).
yang harus dilakukan sebelum Clarifying the Meaning of
pembelajaran. Pengajaran efektif, sebagai Mathematical Objects as a Priority Area
aspek pedagogis yang menjembatani antara for Research in Mathematics Education.
apa yang diinginkan guru dengan apa yang In Sierpinska, A., & Kilpatrick, J.
harus dipelajari oleh siswa, menuntut (Eds.). Mathematics Education as a
penggunaan banyak strategi dalam Research Domain: A search for identy
mengatasi hambatan pencapaian (Vol. 1, pp. 177-196). Dordrecht:
pengetahuan siswa. Kluwer Academic Publishers.
Penelitian tentang kesulitan belajar
siswa akan memberikan gambaran Li, X, & Li, Y. (2008). Research on
mendasar dalam mengembangkan intervensi students’ misconceptions to improve
teaching and Learning in school
mathematics and science. School
Science and Mathematics, 108 (1): 4 –
7.

Schmidt, HJ. (1997). Students’


misconceptions - looking for a pattern.
Science Education, 81 (2): 123 – 135.

Schneider, M. (2014). Epistemological


obstacles in mathematics education. In:
Lerman, S (ed), Encyclopedia of
Mathematics Education (pp. 214 –
217). Springer.

Suryadi, D. (2013). Didactical Design


Research (DDR) dalam pengem-bangan
pembelajaran matematika. Prosiding
Seminar Nasional Mate-matika dan
Pendidikan Matematika. Bandung:
STKIP Siliwangi.

Thomaidis, Y. (1993). Aspects of negative


numbers in the early 17th century: an
approach for didactic reasons. Journal
Science & Edu-cation, 2, 69-86.

Vinner, S. (2014). Concept development in


mathematics education. In Lerman, S
(ed), Encyclopedia of Mathematics
Education (pp. 91 – 95). Springer.

Anda mungkin juga menyukai