Anda di halaman 1dari 48

MUTU DAN CARA UJI MATERIAL SNI

MATA KULIAH : PENGETAHUAN MATERIAL


DOSEN PENGAMPU : JOKO SAMIYO

DISUSUN OLEH :
NAMA : Winda Sitoresmi Diah K.A
NIM : 1602125

TPPK - D
POLITEKNIK NEGERI ATK
YOGYAKARTA
2016
1
Kata Pengantar

Dengan mengucapkan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha


Esa yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayahnya kepada
kami, sehingga berhasil menyelesaikan makalah tentang Pengetahuan
Material yang berjudul “Mutu dan Cara Uji Material SNI”.
Makalah ini berisi tentang rumusan masalah, latar belakang,
maksud dan tujuan tentang pentingnya menguji bahan material yang
akan kita gunakan dalam memproduksi suatu produksi. Terlepas dari
semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penyusunan makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang mutu dan
cara uji bahan material ini dapat memberikan manfaat, solusi maupun
inspirasi bagi pembaca.

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..............................................................................................

KATA PENGANTAR............................................................................................

DAFTAR ISI...........................................................................................................

PENDAHULUAN..................................................................................................

LATAR BELAKANG............................................................................................

RUMUSAN MASALAH........................................................................................

TUJUAN DAN KEGUNAAN................................................................................

PENUTUP..............................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang .......................................................................................


2. Rumusan masalah ..................................................................................
3. Tujuan dan kegunaan..............................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III PEMBAHASAN

BAB IV KESIMPULAN

BAB V DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Terkait bahan material yang akan kita gunakan untuk membuat suatu
produk, penting bagi kita unuk memilih dan memilah material tersebut. Bukan
hanya memilih, namun juga memilah bahan material tersebut. Dilihat dari segi
manapun, seperti misal : kelebihan dan kekurangan dari masing-masing bahan
material, harga jual di pasaran, estetika keindahan menggunakan mateial tersebut,
maupun Standart Nasional yang di gunakan, apakah sudah memenuhi Standart
tersebut atau belum.
Apakah mutu material kulit maupun sintetis yang dihasilkan oleh
masyarakat dalam negeri sudah memenuhi standart yang sesuai atau paling tidak
telah mendekati standart kualitas yang telah ditetapkan. Hal ini menjadi penting
untuk diketahui sebelum kita menentukan material yang akan kita gunakan. Mulai
dari bagaimana cara menguji mutu dan faktor- faktor apa saja yang perlu
diperhatikan dalam pengujian material tersebut. Hal inilah yang melatarbelakangi
dilakukannya pembahasan tentang mutu dan cara uji material.

B. Rumusan masalah
Sesuai dengan latar belakang diatas maka rumusan masalah yang akan dibahas
dalam makalah ini adalah antara lain :

1. Apa pengertian dari Standart Nasional Indonesi (SNI) ?


2. Apa yang dimaksud dengan Quality Control (pengendalian mutu) ?
3. Bagaimana dan faktor apa saja yang perlu diperhatikan dalam cara uji
mutu material untuk upper shoe ?
4. Bagaimana dan faktor apa saja yang perlu diperhatikan dalam cara uji
mutu material garmen ?
5. Bagaimana dan faktor apa saja yang perlu diperhatikan dalam cara uji
mutu material untuk sarung tangan ?
6. Bagaimana dan faktor apa saja yang perlu diperhatikan dalam cara uji
mutu material nabati ?
7. Bagaimana dan faktor apa saja yang perlu diperhatikan dalam cara uji
mutu material abosteri ?
C. Tujuan dan Kegunaan Pembahasan
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan kegunaan yang akan dicapai dalam
makalah ini antara lain :

 Mahasiswa mampu memahami fungsi dilakukan pengujian mutu pada setiap material
yang akan digunakan pada suatu produk
 Mahasiswa mampu memilih dan memilah material yang akan digunakan dalam
memproduksi sebuah produk

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Kulit merupakan salah satu jenis hasil ternak yang sekarang ini
telah dijadikan sebagai suatu komoditi perdagangan dengan harga yang
cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat dari data statistik nilai ekspor kulit
indonesia. Nilai ekspor yang tinggi ini dapat memberi keuntungan yang
cukup baik bagi industri kulit yang ada di Indonesia. Pada umumnya kulit
dimanfaatkan sebagai bahan pembuat sepatu, jaket, tas, dompet, ikat
pinggang serta masih ada beberapa produk-produk lain yang
memanfaatkan kulit sebagai bahan bakunya, seperti kerupuk kulit dan
gelatin sebagai bahan pangan.

5
BAB III
PEMBAHASAN

1. Pengertian Standar Nasional Indonesia (SNI)


Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah satu-satunya standar yang berlaku secara
nasional di Indonesia. SNI dirumuskan oleh Panitia Teknis dan ditetapkan oleh Badan
Standardisasi Nasional (BSN). BSN adalah Badan yang membantu kinerja Presiden dalam
menyelenggarakan pengembangan dan pembinaan dibidang standarisasi sesuai dengan
peraturan perundangan-undangan yang berlaku.
Standar Nasional Indonesia berlaku di seluruh wilayah Republik Indonesia. Standar
Nasional Indonesia bersifat sukarela untuk ditetapkan oleh pelaku usaha. (PP nomor 102
tahun 2000).
Standardisasi dimaksud untuk meningkatkan perlindungan kepada konsumen, pelaku
usaha, tenaga kerja, dan masyarakat lainnya baik untuk keselamatan, keamanan maupun
pelestarian fungsi lingkungan hidup, serta untuk membantu kelancaran perdagangan dan
mewujudkan persaingan usah yang sehat dalam perdagangan.

2. Pengertian Quality Control ( pengendalian mutu)


Definisi Quality Control (pengendalian mutu) adalah semua usaha untuk menjamin
(assurance) agar hasil dari pelaksanaan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dan
memuaskan konsumen (pelanggan).
Tujuann quality control adalah agar tidak terjadi barang yang tidak sesuai dengan
standar mutu yang diinginkan (second quality) terus-menerus dan bisa mengendalikan,
menyeleksi, menilai kualitas, sehingga konsumen merasa puas dan perusahaan tidak rugi.
Tujuan perusahaan menjalankan QC adalah untuk memperoleh keuntungan dengan
cara yang fleksibel dan untuk menjamin agar pelanggan merasa puas, investasi bisa kembali,
serta perusahaan mendapat keuntungan untuk jangka panjang.

3. Mutu dan Cara Uji Material untuk Shoe Upper


Mutu dan cara uji sepatu pengaman dari kulit dengan sistem goodyear welt
1 Ruang lingkup Standar ini menetapkan syarat mutu dan cara uji sepatu pengaman dari
kulit dengan sistem goodyear welt (pita goodyear).
2 Acuan normatif
3 SNI12-0111-1987, Mutu sepatu pengaman dari kulit dengan sol karet
sistim cetak vulkanisasi.
SNI 06-0234-1989, Mutu dan cara uji kulit boks.
SNI 12-0392-1989, Istilah dan definisi bagian-bagian sepatu serta cara pembuatan
sepatu.
SNI 06-0462-1989, Mutu dan cara uji Karton kulit (Leather Board).
SNI 06-0642-1989, Cara pengambilan contoh kulit.
SNI 06-0646-1989, Cara uji pH Kulit tersamak.
SNI 12-0778-1989, Sol karet cetak.
SNI 08-1508-1989, Cara uji benang jahit untuk barang kulit.
SNI 06-1794-1990, Cara uji kekuatan sobek dan kekuatan sobek lapisan kulit.
SNI 06-1795-1990, Cara uji kekuatan tarik dan kemuluran kulit.

6
SNI 12-1848-1990, Sepatu bot dari PVC.

3. Istilah dan definisi

3.1
sepatu pengaman (safety shoes) sepatu kerja yang dilengkapi pengeras depan dari
baja
sebagai pelindung jari-jari kaki dari pukulan dan benturan serta bahaya lain yang
berhubungan dengan lingkungan kerja
3.2
sistem goodyear welt (pita goodyear) perakitan bagian atas sepatu (shoe upper)
dengan sol luar (outer sole) dengan atau tanpa sol tengah (middle sole) menggunakan
pita (welt) yang dijahit rantai, pita dijahit kunci pada sol luar atau sol tengah
3.3
pita (welt) komponen bagian bawah yang berbentuk panjang dan tipis seperti pita
terbuat dari kulit atau bahan sintetis
3.4
bagian atas (upper)
bagian sepatu yang terletak disebelah atas, merupakan bagian sepatu yang melindungi
dan
menutupi sebelah atas dan samping kaki, bagian atas umumnya terdiri dari beberapa
komponen yang dijahit menjadi satu
3.5
bagian depan (vamp)
komponen bagian atas sepatu terletak dibagian depan, dimulai dari tumpuan lidah ke
muka sampai pada ujung, menyebar kesamping berbatasan dengan kedua ujung
sebelah samping
3.6
bagian samping (quarter)
komponen bagian atas yang terletak disebelah samping dimulai dari ujung yang
berbatasan dengan bagian depan (vamp) sampai dengan bagian belakang, yang terdiri
dari samping luar dan samping dalam
3.7
lidah (tongue)
komponen bagian atas sepatu yang disambungkan pada lengkung tengah bagian depan
atau menjadi satu secara utuh dengan bagian depan
3.8
bis belakang (back stay)
komponen bagian atas berbentuk pita yang dipasangkan pada bagian sambungan
antara kedua samping belakang
3.9
bis atas (top quarter)
penguat yang dipasang di bagian samping atas, berfungsi memperkuat bagian
samping
3.10
bis mata ayam (eyelets stay)
komponen bagian atas yang dipasang pada sebelah depan quarter, untuk memperkuat
kedudukan mata ayam
3.11
mata ayam (eyelets)

7
komponen pelengkap sepatu berbentuk pipa pipih, dibuat dari logam tidak berkarat
atau bahan sintetis, tempat untuk memasang tali sepatu
3.12
lapis bagian depan (vamp lining)
komponen bagian atas sepatu yang melapisi bagian depan sebelah dalam
3.13
lapis bagian samping (quarter lining)
komponen bagian atas sepatu yang melapisi bagian samping sebelah dalam
3.14
pengeras depan baja (steel toe cap)
pengeras depan dari baja yang dipasang pada bagian depan sepatu, berfungsi
memperkuat bagian depan dan melindungi jari-jari kaki
3.15
pengeras belakang (counter)
komponen bagian atas yang terletak di quarter belakang, dipasang diantara quarter
dan lapis samping, untuk menjaga bentuk bagian belakang sepatu selalu tetap
3.16
penyangga pengeras depan
pelunak yang dipasang pada sisi ujung belakang pengeras depan baja agar tidak
melukai punggung kaki
3.17
tali sepatu (lace)
komponen pelengkap sepatu berbentuk tali yang dipasang pada mata ayam, untuk
mengikat ujung kedua quarter
3.18
elastik (elastic)
komponen bagian atas yang terletak antara bagian samping depan yang berfungsi
sebagai penguat (pengikat)
3.19
katup sleret (zipper)
komponen bagian atas yang terletak pada kedua bagian samping depan yang berfungsi
sebagai alat pengikat
3.20
sol luar (outer sole)
komponen bagian bawah sepatu yang letaknya paling luar dan langsung berhubungan
dengan lantai/tanah, yang berfungsi sebagai alas sepatu
3.21
sol dalam (insole)
komponen bagian bawah yang menjadi fondasi sepatu, tempat untuk melekatkan
bagian atas, melalui proses pengopenan
3.22
tatakan (sock lining)
pelapis sepatu yang melapisi bagian telapak kaki
3.23
hak (heel)
komponen bagian bawah yang dipasang menempel pada sol luar sebelah belakang
(tumit),untuk memberi dukungan pada bagian tumit agar kedudukan sepatu menjadi
kuat, serasi dan seimbang

8
 Persyaratan mutu
Tabel 1 persyaratan mutu
No. Jenis uji Satuan persyarata Metode uji
n
1. Desain Diuji berdasarkan tinngi
1.1 Tinggi bagian atas sepatu mm Sesuai tabel bagian atas sepatu
2
2. Mutu bahan :
2.1 Bagian atas sepatu kulit
 Tebal Diuji sesuai
 Kekuatan sobek mm Min 1,5 SNI 06-0234-1989
N Min 120 Diuji sesuai
 Kekuatan tarik SNI 06-1794-1990
2.2 N/mm2 Min 15 Diuji sesuai
 pH SNI 06-1795-1990
- Min 3,5 Diuji sesuai
benang jahit SNI 06-0646-1989
 kuat tarik N Min 20 Diuji sesuai
SNI 08-1508-1989
3 Lapisan bagian depan dan
samping :
3.1 Kekuatan sobek Diuji sesuai
 bahan kulit N Min. 30 SNI 06-1794-1990

 bahan tekstil dan kulit N Min. 15


imitasi
4 Lidah
4.1 Kekuatan sobek Bila bahan lidah berbeda
 bahan kulit N Min 30 dengan bahan dari bagian
 bahan tekstil dan kulit N Min 18 atas sepatu, kekuatan
imitasi sobek, diuji berdasarkan
SNI 06-1794-1990
4.2 pH - Min 3,5 Bila lidah dibuat dari
5 Sol dalam kulit, dilkukan uji pH
 tebal Mm Min 2,0 berdasarkan SNI 06-
 pH - Min 3,5 0646-1986

 penyerapan air dan


penguapan air
a. penyerapan air %fraksi Min. 35
Massa
b. penguapan air %fraksi Min. 40
massa
6.1 Sol ular
Area kembangan sol Diuji berdasarkan area
 bagian depan Mm Min. 0,45 x perkembangan sol
panjang sol
 bagian belakang Mm Min. 0,25 x
6.2 tebal sol panjang sol Diuji berdasarkan tebal
 tebal tanpa Mm Min. 4 sol

9
kembangan
 tebal kembangan Mm Min. 2,5
6.3 tegangan putus Diuji berdasarkan
2
 bahan karet N /m m Min.14 SNI 12-0778-1989
 bahan poliuretan N /m m2 Min. 6
6.4 kekuatan sobek Diuji berdasarkan
 bahan karet N /m m Min.6 SNI-12-0778-1989
 bahan poliuretan N /m m Min.6
6.5 berat jenis Diuji berdasrkan
 bahan karet g/cm3 Maks.1,2 SNI 12-0778-1989
 bahan poliuretan g/cm3 Maks.1,0
6.6 ketahanan kikis Diuji berdasarkan
graseli (vol. Terkikis) SNI 12-0778-1989
 berat jenis ≤ 0,9 g/cm3 mm3 Maks. 250
 berat jenis ≥0,9 g/cm3 mm3 Maks. 150
6.7 ketahanan terhadap mm Maks. 4 Diuji berdasarkan
perluasan sobekan 30.000 SNI 12-1848-1990
bengkulan
6.8 pengembangan dalam - Maks 12% Diuji berdasarkan
minyak pelumas pengembangan dalam
(perubahan volume) minyak pelumas
6.9 ketahanan hidrolis Mm Maks. 6 Diuji berdasarkan
poliuretan (perluasan ketahanan hidrolis
sobekan 1500.000 poliuretan
bengkukan)
sepatu secara
keseluruhan :
7.1 kontruksi - Sepatu Diuji secara organoleptis
harus
mempunyai
sol yang
kuat. Sol
dalam harus
terletak
sedemikian
rupa
sehingga
tidak dapat
diambil
tanpa
merusak
sepatu.
7.2 Jahitan - Dijahit kuat Diuji secara organoleptis
dan rapi,
jarak jahitan
2-3 tusukan
per cm
7.2.1 Benang jahit rantai dan
kunci :
 jumlah lilitan - Min 5 Diuji sesuai

10
 kekutan tarik N Min 75 SNI 08-1508-1989
7.2.2 kuat rekat :
sol tengah dan sol luar N/mm Min 4 Apabila ada, diuji
(interlayer) berdasarkan Kuat rekat
sol tengah dan sol luar
jika terjadi sobekan pada
salah satu lapisan, maka
7.3 daya rekat min. 3,0 N/mm
7.3.1 Pengeras depan konstruksi - Pengeras
depan harus Diuji sesuai secara
dipasang organoleptis
sedemikian
rupa
sehingga
tidak dapat
dilepas
tanpa
merusak
sepatu
7.3.2 Panjang sisi dalam Mm Sesuai tabel Diuji berdasarkan
pengeras depan 3 Panjang sisi dalam
pengeras depan (internal
toe cap length)
7.3.3 Ketahanan pukul dengan Mm Jarak ruang Diuji berdasarkan
energi 200 J di bawah Ketahanan terhadap
pengeras pukulan
depan
setelah diuji
sesuai tabel
4. Pengeras
depan tidak
boleh
menunjukan
tanda
keretakan
7.3.4 Ketahanan terhadap - Jarak ruang Diuji sesuai Ketahanan
tekanan dengan beban 15 di bawah terhadap tekanan
kN pengeras
depan
setelah diuji
sesuai tabel
4
7.3.5 Ketahanan terhadap - Maks. 5 Diuji berdasarkan
korosi (lima) Ketahanan terhadap
bercak korosi
korosi tiap
bercak
maks. 2,5
mm2

11
Tabel 2 Tinggi bagian atas sepatu (upper)
Ukuran sepatu Tinggi bagian atas sepatu (mm)
Sistem Sistem Sistem Desain Desain B Desain C Desain D
Indonesia Perancis Inggris A min min min
≤ 240 ≤ 36 ≤3 < 103 103 162 255
247 dan 253 37 dan 38 4dan 5 <105 105 165 260
260 dan 267 39 dan 40 6 < 109 109 172 270
273 dan 280 41 dan 42 7 dan 8 < 113 113 178 280
287 dan 293 43 dan 44 9 dan 10 < 117 117 185 290
≥300 ≥45 ≤11 < 121 121 192 300

Tabel 3 Panjang sisi- dalam pengeras depan


Ukuran sepatu Panjang minimum (mm)
Sistem Indonesia Sistem Perancis Sistem Inggris
≤ 240 ≤ 36 ≤3 34
247 dan 253 37 dan 38 4dan 5 36
260 dan 267 39 dan 40 6 38
273 dan 280 41 dan 42 7 dan 8 39
287 dan 293 43 dan 44 9 dan 10 40
≥ 300 ≥45 ≥11 42

Tabel 4 jarak minimum ruang antara pengeras depan dengan sol dalam

Ukuran sepatu Jarak minimum (mm)


Sistem Indonesia Sistem Perancis Sistem Inggris
≤240 ≤36 ≥3 12.5
247 dan 253 37 dan 38 4dan5 13.0
260 dan 267 39 dan 40 6 13.5
273 dan 280 41 dan 42 7 dan 8 14.0
287 dan 293 43 dan 44 9 dan 10 14.5
≥300 ≥45 ≥11 15.0

Cara pengambilan contoh


 jumlah contoh sepatu atau alas kaki yang harus diambil tertuang dalam Tabel 5.

Tabel 5 Jumlah pengambilan contoh sepatu atau alas kaki


Jumlah Contoh primer Contoh Contoh Contoh
tanding 10% dari jumlah campuran sekunder 50% laboratoris
20% dari dari campuran
primer
Sampai 50 10 5 3
dengan 500
501 – 1000 100 20 10 6
1001 – 1500 150 30 15 9
1501 – 2000 200 40 20 12
2001- 2500 250 50 25 15

12
2501 – 3000 300 150 30 18
Dst.
CATATAN 1 Jumlah contoh minimal 3 adalah sesuai dengan prinsip umum statika.

CATATAN 2
Contoh primer adalah kumpulan contoh yang diambil secara acak dalam tanding
Contoh campuran adalah kumpulam contoh yang diambil secara acak dalam contoh primer
Contoh sekunder adalah contoh yang diambil secara acak dalam contoh campuran
Contoh laboratoris adalah contoh yang diambil secara acak dalam kumpulan contoh
sekunder yang mewakili tanding untuk laboratoris meliputi uji fisika, kimia dan
organoleptis.

 Untuk uji bagian atas sepatu dan bagian bawah sepatu, contoh sedpat mungkin diambil
dari contoh sepatu. Apabila tidak memungkinkan, contoh dapat diambil dari bahan yang
diproses sesuai dengan pembuatan barang jadinya.

4. Cara uji

5.1 Persiapan contoh


Sebelum dilakukan pengujian contoh uji dikondisikan terlebih dahulu pada suhu (23 ±
2)°C dengan kelembaban relatif (50 - 65) % selama minimum 24 jam.
5.2 Desain sepatu
 Tinggi bagian atas sepatu
Letakkan contoh sepatu pada bidang datar dan keras. Lakukan pengukuran pada
bagian belakang sepatu diatas hak. Ukur tinggi bagian atas sepatu mulai dari titik
pertemuan bagian atas sepatu dengan hak sampai titik tertinggi dari bagian atas
sepatu.
5.3 Sepatu secara keseluruhan
 Jahitan
Amati jahitan antara pita dengan sol luar (outer sole) atau sol tengah (middle sole),
ukur jumlah tusukan setiap cm dengan bantuan alat jangka sorong.
 Benang jahit
Hitung jumlah lilitan dari benang, kekuatan tarik diuji sesuai SNI 08-1508-1989,
Benang jahit untuk barang kulit.
 Kuat rekat sol tengah dan sol luar
a) Pengujian dilakukan dengan alat uji kuat tarik (tensile strength tester).
b) Ambil bagian atas sepatu dengan memotong pada garis tepi (feather line), lepaskan
sol dalam. Potong lapisan sol tengah dan sol luar secara paralel dengan ukuran lebar
15 mm, panjang minimal 50 mm. Pisahkan lapisan sol tengah dengan sol luar
(interlayer) sepanjang 10 mm dengan memasukan pisau panas kedalam perekat
lapisan, seperti pada
c) Ukur lebar cuplikan dibeberapa tempat dengan penggaris logam (jangka sorong),
hitung rata-rata lebar, dinyatakan dalam milimeter.
d) Pasang cuplikan pada alat uji, penarikan dilakukan dengan kecepatan (100 ± 20)
mm/menit. Catat beban rata-rata yang diperlukan untuk memisahkan bagian sol
tengah dengan sol luar atau sampai salah satu bagian lapisan menjadi rusak. Kuat
rekat dinyatakan dalam N/mm.
Perhitungan:
Kuat rekat =F N/mm
W

13
Keterangan :
o F adalah beban yang diperlukan untuk memisahkan bagian atas sepatu dengan sol
luar, dinyatakan dalam Newton (N);
o W adalah lebar cuplikan, dinyatakan dalam milimeter (mm).

 Pengeras depan
 Panjang sisi dalam pengeras depan (internal toe cap length)
a) Ambil pengeras depan dari dalam sepatu. Letakkan pengeras depan pada bidang
datar dan rata, dengan bagian terbuka terletak di bawah. Tentukan sumbu uji (garis
yang letaknya ditengah-tengah pengeras depan), seperti pada Gambar 4.
b) Ukur panjang sisi dalam pengeras depan dengan alat pengukur panjang yang
mempunyai ketelitian 0,5 mm. Lakukan pengukuran sepanjang sumbu uji mulai dari
jari depan ke belakang, dengan jarak 3-10 mm di atas bidang datar tempat pengeras
depan diletakkan
 Ketahanan terhadap pukulan
a) Lakukan pengujian dengan alat uji ketahanan terhadap pukulan yang dilengkapi
Pemukul baja (striker) dengan massa (20 ± 0,2) kg yang dapat jatuh bebas dari
ketinggian tertentu.
b) Potong cuplikan dari bagian atas sepatu berjarak 30 mm dari tepi belakang
pengeras depan
c) Pasang cuplikan pada alat uji dan kencangkan penjepit sehingga cuplikan tidak
Dapat bergeser sewaktu alat pemukul jatuh di atas sumbu uji sepatu. Atur dan
kencangkan penjepit agar cuplikan sejajar dengan bidang datar dari sol dalam.
d) Masukkan wax atau oil clay yang berdiameter 20 mm di atas sol dalam dan bagian
atas pengeras depan sedemikian rupa sehingga tepi atas oil clay menyentuh bagian
atas pengeras depan. Sisipkan aluminium foil diatas oil clay agar oil clay tidak
melekat pada pengeras depan apabila dilakukan pengujian.
e) Jatuhkan pemukul baja dari ketinggian ± 100 cm sehingga memberikan tenaga
pukulan
sebesar 200 J.
f) Ambil oil clay dan ukur tingginya dibagian titik terendah. Nilai tersebut
merupakan
jarakminimal ruang antara pengeras depan dengan sol dalam.
 Ketahanan terhadap tekanan
a) Lakukan pengujian dengan alat uji ketahanan terhadap tekanan. Alat terdiri dari
dua plat penekan baja yang permukaannya halus dan rata serta tetap dalam posisi
sejajar selama pengujian dilakukan. Kepala plat penekan mempunyai diameter 75
mm.
b) Potong cuplikan sepanjang ± 30 mm dari pengeras depan sepatu, dengan bagian
depan (vamp) dan pelapisnya (lining) masih tersisa
c) Tatakan bila ada, dibiarkan tetap ditempatnya. Letakkan bagian jari pada ujung
Cuplikan diatas plat dasar sedemikian rupa sehingga bagian tertinggi dari
pengeras depan terletak pada sumbu beban dari plat penekan
d) Sisipkan oil clay (wax) yang berbentuk silinder dengan diameter 25 mm diantara
Sol dalam dan bagian tertinggi dari bagian belakang pengeras depan sehingga
tinggi oil clay sama dengan tinggi bagian belakang pengeras depan. Lapisi oil
clay dengan aluminium foil agar oil clay tidak melekat pada pengeras depan
apabila dilakukan pengujian.
e) Tekan cuplikan dengan tenaga kompresi sebesar 15 kN. Ambil oil clay dan ukur
tingginya di bagian titik terendah. Nilai tersebut merupakan jarak minimal antara

14
pengeras depan dengan sol dalam.
 Ketahanan terhadap korosi
a) Ambil pengeras depan dari dalam sepatu atau pengeras depan baru sebagai
cuplikan. Masukkan cuplikan kedalam bejana dan tuangkan larutan NaCl 1% (b/b)
sampai terendam dengan kedalaman 150 mm. Tutup bejana dengan lembaran
plastik untuk mengurangi penguapan.
b) Diamkan cuplikan terendam selama 7 (tujuh) hari. Buang larutan NaCl dan amati
cuplikan terhadap adanya tanda korosi. Apabila cuplikan menunjukkan tanda
korosi,ukur jumlah tanda korosi dan luasnya dalam mm2.
 Bagian atas sepatu
 Kekuatan sobek
Sesuai SNI 06-1794-1990, Cara uji kekuatan sobek dan kekuatan sobek lapisan kulit.
 Kekuatan tarik
Sesuai SNI 06-1795-1990, Cara uji kekuatan tarik dan kemuluran kulit.
 Lapis
Kekuatan sobek lapis bagian depan dan bagian samping dilakukan sesuai SNI. 06-
1794-1990, Cara uji kekuatan sobek dan sobek lapisan kulit.
 Lidah
 Kekuatan sobek
Sesuai SNI 06-1794-1990, Cara uji kekuatan sobek dan sobek lapisan kulit.
 pH
Sesuai SNI 06-0646-1989, Cara uji pH kulit tersamak.
 Sol dalam
Tebal dilakukan sesuai SNI 06-0642-1989, Mutu dan cara uji karton kulit (leather
board).
 Penyerapan air dan penguapan air
 Persiapan cuplikan
Potong cuplikan sol dalam dengan ukuran (50 ± 1) mm x (50 ± 1) mm, dan
kondisikan pada suhu (25 ± 2) °C dengan kelembaban relatif (50 – 65) % selama 24
jam.
 Penyerapan air
a) Timbang cuplikan dengan timbangan yang mempunyai ketelitian 0,01 g dan catat
beratnya (mo). Masukkan cuplikan kedalam air suling pada suhu (25 ± 2)°C
selama 8 jam. Kemudian angkat, keringkan dari tetesan air menggunakan kertas
saring, timbang dan catat beratnya (m1).
b) Perhitungan penyerapan air dilaporkan dengan ketelitian 1%. Perhitungan
penyerapan
air sebagai prosentase berat menggunakan persamaan sebagai berikut:
Penyerapan air = m1 – m0 x100%
m0
Keterangan :
mo adalah berat awal cuplikan dalam keadaan kering, (g);
m1 adalah berat akhir cuplikan dalam keadaan basah,(g).
 Penguapan air
a) Setelah diuji penyerapan air, kondisikan cuplikan pada suhu (25 ± 2)°C dan
Kelembaban relatif (50 - 65) %, selama 16 jam. Timbang dan catat beratnya (m2).
b) Hitung penguapan air sebagai prosentase berat dengan menggunakan persamaan :

Penguapan air = m1-m2 x 100%


m1-m0

15
Keterangan:
m0 adalah berat awal cuplikan pada keadaan kering, (g);
m1 adalah berat akhir cuplikan pada keadaan basah, (g);
m2 adalah berat cuplikan setelah dikondisikan kembali, (g).
 Sol luar
 Area kembangan sol
Ukur panjang sol mulai dari ujung depan sampai belakang hak. Tentukan area
kembangan sol dengan mengukur panjang kembangan sol di bagian telapak sol dan
bagian hak
 Tebal
Ukur tebal sol tanpa kembangan (d1) dan tebal kembangan sol (d2) diberbagai titik
dengan alat ukur tebal yang mempunyai ketelitian 0,1 mm seperti Gambar 11.
Lakukan 3 (tiga) kali pengukuran dan hasilnya dirata-rata.
 Tegangan putus
Sesuai dengan SNI 12-0778-1989, Sol karet cetak, sub pasal 5.1.1.
 Kekuatan sobek
Sesuai dengan SNI 12-0778-1989, Sol karet cetak, sub pasal 5.1.3.
 Berat jenis
Sesuai dengan SNI 12-0778-1989, Sol karet cetak, sub pasal 5.1.5.
 Ketahanan kikis Graselli
Sesuai dengan SNI 12-0778-1989, Sol karet cetak, sub pasal 5.1.6.
 Ketahanan terhadap perluasan sobekan
Sesuai dengan SNI 12-1848-1990, Sepatu bot dari PVC, sub pasal 5.1.2.8.
 Pengembangan dalam minyak pelumas
a) Potong cuplikan dari bagian sol luar dengan ukuran diameter 16 mm ± 1 mm dantebal
4 mm ± 0,5 mm. Untuk sol dua lapis (two layer) potong cuplikan termasuk lapisan
kedua yang tidak terpisahkan.
b) Timbang di udara berat cuplikan mula-mula (m1), timbang pula didalam air cuplikann
mula-mula (m2) dengan menggunakan alat densimeter dengan ketelitian 0,01 g.
c) Rendam cuplikan dalam minyak pelumas (2,2,4 trimetilpentan/iso oktan) pada suhu
25°C ± 2°C selama 22 jam ± 0,25 jam. Pada akhir pengujian, ambil cuplikan dan
keringkan dengan kertas saring.
d) Timbang di udara berat cuplikan setelah perendaman (m3), timbang di dalam air berat
cuplikan setelah perendaman (m4). Ukur perubahan volumenya dengan rumus sebagai
berikut :

Perubahan Volume = (m4-m3) – (m2-m1) x 100%


M2-m1
Keterangan:
m1 adalah berat cuplikan mula-mula (g), penimbangan di udara;
m2 adalah berat cuplikan mula-mula (g), penimbangan didalam air;
m3 adalah berat cuplikan setelah perendaman (g), penimbangan di udara;
m4 adalah berat cuplikan setelah perendaman (g), penimbangan didalam air.
 Ketahanan sol luar terhadap hidrolisis
a) Lakukan hidrolisis dengan alat waterbath bertutup yang dilengkapi kran pengatur
air.
b) Potong cuplikan dengan ukuran panjang 150 mm, lebar 25 mm dan tebal 6 mm.
Pasang cuplikan diatas permukaan air dalam waterbath sehingga seluruh
permukaan cuplikan terkena uap.
c) Atur waterbath pada suhu (70 ± 1) °C selama tujuh hari (7 x 24 jam) sehingga

16
Terbentuk uap jenuh. Atur kran pengatur air sehingga air menetes kedalam
waterbath guna menjaga permukaan air dalam waterbath tetap.
d) Tetesan air kran sedemikian rupa sehingga suhu waterbath konstan. Jumlah
Cuplikan dalam waterbath maksimum 10 % dari kapasitas waterbath. Pada akhir
hidrolisis ambil cuplikan dan kondisikan dalam desikator selama 24 jam.
e) Lakukan pengujian ketahanan terhadap perluasan sobekan sesuai dengan SNI
12-1848-1990, Sepatu bot dari PVC.
8 Syarat lulus uji
Contoh dinyatakan lulus uji apabila memenuhi persyaratan pada butir 5.
9 Syarat penandaan
Dalam setiap sepatu minimal harus dicantumkan :
a. merk ;
b. ukuran ;
c. identitas perusahaan ;
d. label pengaman (safety label)
e. logo kulit .

4. Mutu dan Cara Uji Material Garmen


Ada beberapa jenis quality control pada garmen, yaitu :

1. Piece Goods quality control / pemeriksaan bahan baku


 Adanya inspetor pada saat staffing (bongkar muat)
 Melakukan pengecekan sejumlah 10% kain dari total kain yang
diterima
 Melakukan dan mengevaluasi adanya fabric defect/ cacat kain
 Melakukan perbaikan apabila diperlukan

2. Cutting Departemen Quality Control

 Melakukan persiapan terhadap kebutuhan manpower


 Mempunyai sistem pengecekan pada setiap step proses
cutting ( misalnya pada proses : marker, spreading, cutting dan
cutting pieces/ komponen)
 Mempuyai sistem perbaikan apabila diperlukan

1. In process Quality Control


 Melakukan persiapan terhadap manpower, alat yang diperlukan
mempunyai tempat dengan penerangan yang baik sebagai tempat
pengecekan.
 Mempunyai sistem sampling plan
 Mempunyai prosedur dalam menangani masalah rejection dalam bundeling
sistem
 Mempunyai sistem audit minimum per hari untuk setiap operator baru
pengecekan minimum 3 x per hari
 Mempunyai sistem audit untuk setiap tahapan proses
 Mempunyai sistem inspect untuk setiap bundle, dengan cara 7 pcs per
bundle dan akan dinyatakan reject apabila ditmukan 1 pcs

17
 Mempunyai sistem kontinyu audit untuk operator yang mempunyai
masalah
 Mempunyai sistem menyimpan record untuk operator bermasalah

2. Final Statistical Audit


 Menentukan pada step mana kita melakukan sistem audit dengan
menentukan dari status produksi
 Menentukan berapa warna atau beberapa model yang akan di audit
 Mempersiapkan manpower, alat dan tempat
 Melakukan pemilihan pada garmen sesuai dengan statistical sampling plan
 Melakukan pemeriksaan terhadap jumlah contract dan melakukan
pemeriksaan terhadap akurasi labelling dan model
 Melakukan pemeriksaan secara visual untuk setiap jenis quality defect
 Melakukan pemeriksaan terhadap jumlah garmen yang bermasalah
PEMERIKSAAN BAHAN DASAR ( RAW MATERIAL INSPECTION)

 Sistem Pemeriksaan Kain


Pemeriksaan kain dilakukan untuk menentukan kualitas kain yang akan digunakan
untuk garmen. Pemeriksaaan kain ini dilakukan dengan menggunakan mesin pemeriksa
kain (The Fabric Inspection Machines)

 Sistem Pemeriksaan Benang Jahit (Sewing Thread)


Benang jahit akan diperiksa dan diuji sesuai dengan karakteristik berikut : yarn count,
yam ply, number of twists, twist balance, yarn strength (tenacity), dan yarn eleongation.
Hal-hal berikut yang harus diperhatikan untuk benang jahit, yaitu :
 Imperfections (ketidaksempurnaan/ cacat) : benang sebaiknya bebas dari
slubs dan knots (simpul-simpul)
 Finish : adanya minyak akan menyebabkan benang mudah slip/ tergelincir
dan licin untuk masuk melalui lubang jarum
 Colour : warnanya harus disesuaikan dengan standar
 Package density
 Winding : lilitan harus seragam
 Yardage : mempunyai panjang yang cukup

 Sistem Pemeriksaan Pengancing (Fastenings : Zippers, Velcro, Hook and Eye,


Buttons, Buckles, Snap Fasteners, etc.)

 Sistem Pemeriksaan Lapisan dan bahan Pengisi (Interling and Padding) :


Kualitas interlining/bahan pelapis diuji dalam kualitas kain yang sebenarnya dalam
temperatur/suhu standar dan prosesnya didalam mesin fusing (Fusing Machine).
Sedangkan untuk padding/bahan pengisi dikontrol dalam berat per meter persegi
(gram/square meter or oz/square yard), thickness (In MM), dan bulkiness. Untuk

18
keperluan pengisi jaket, biasanya padding ini sekalian dijahit pada kain vuring/lining-
nya.

SISTEM PEMERIKSAAN DALAM PROSES PRODUKSI

 Pemeriksaan Sample (Sample Inspection)


Sample adalah contoh bahan atau material, contoh model atau style, atau contoh
garmen. Sample ini dapat berupa sample dari pihak pembeli atau pun yang dibuat oleh
pihak pabrik.
Tujuan pemeriksaan adalah agar seluruh sample yang dibuat oleh pihak pabrik (bagian
sample) bebas dari cacat, kerusakan, penyimpangan/ketidaksesuaian baik model, mutu
jahitan/finishing, ukuran, warna, dan lain sebagainya.
Mutu produk adalah kesesuaian ciri dan karater produk yang dibuat, dengan ciri dan
karakter produk yang diminta, dan kemampuan suatu produk untuk memenuhi
kebutuhan pemakai dalam kondisi tertentu.
Setelah menerima sample, selanjutnya sample di-copy komplit size, cek style dan
ukuran, kemudian dilanjutkan dengan membuat top sample pre production sebanyak 4
pcs atau lebih per style dan size.

Urutan/Prosedur Pemeriksaan Sampel (QC Sampel) :


 Petugas bagian quality control akan menerima sample dan lembar pemeriksaan
sample dari petugas bagian sample
 Lembar rencana kerja dan contoh produkgarmen yang akan diproduksi dibuat
oleh petugas bagian sample dan Merchandiser diserahkan ke bagian QC
 Petugas QC akan memeriksa dan memberi komentar/koreksi terhadap sample
pada lembar pemeriksaan dan menyerahkan kembali kepada merchandiser
 Merchandiser mempelajari catatan QC dan memutuskan untuk dikirim ke
bagian produksi atau ditolak dan dikembalikan ke bagian pembuatan sample
untuk dibuat ulang contoh atau sample
 Petugas QC akan menerima salinan atau copy laporan pemeriksaan sample dari
merchandiser
 Sampel yang telah disetujui pihak pembeli (approval sample) dikembalikan ke
bagian produksi untuk diproduksik secara massal.

PEMERIKSAAN PADA BAGIAN POTONG/CUTTING


Cutting adalah proses pemotongan kain sesuai pola marker yang ada dan sudah
dicek kebenarannya oleh bagian marker dan QC cutting. Secara singkat yang
dilakukan oleh bagian QC cutting adalah mengecek gelaran kain, kain tidak
gelombang, tidak melipat, kain bawah sampai atas harus sama, dan penyusutan
kain. Kemudian mengecek hasil potongan, potongan harus sesuai dengan
sample dan toleransi ukuran.

19
Urutan/Prosedur pemeriksaan pada cutting (QC Cutting) :
 Periksa lembar kain bagian atas sampai pada lembar kain bagian bawah dengan
posisi kertas marker
 Periksa dan cocokkan komponen pola dengan komponen pola yang terdapat
pada kertas marker apakah komponen pola sudah lengkap atau belum. Petugas
QC harus mencatat semua temuan pada lembar laporan pemeriksaan.
 Periksa apakah terdapat kesalahan potong pada setiap garis komponen pola
ataukah tidak
 Cek interling dengan pola (bila komponen garmen menggunakan interlining dan
bordir)
 Kesalahan potong pada bagian yang seharusnya dipotong ulang pada kain
cadangan, dilakukan pencatatan dan pemotongan.

PEMERIKSAAN PADA BAGIAN FUSING


 Melakukan pemeeriksaan terhadap hasil fusing sebelum dan sesudah pencucian.
Apakah mengalami perubahan warna dan ukuran.
 Melakukan pemeriksaan terhadap kualitas fusing yang dihasilkan, terdapat
delamination dan strike trough atau tidak. Apakah bond strength sudah
memenuhi standar atau tidak.
 Melakukan pemeriksaan khusus untuk kain stripe/kotak hasil fuse benar benar
lurus dan balance
 Melakukan pemeriksaan apakah interlining yang digunakan sudaah sesuai
dengan yang ditentukan oleh buyer dan tidak

PEMERIKSAAN PADA BAGIAN JAHIT


Urutan/prosedur pemeriksaan pada proses Sewing :
 Bekerja sesuai dengan pedoman produksi atau work sheet
 Mengikuti proses sesuai dengan layout sampai baju jadi
 Periksa hasil cutting per komponen sesuai dengan sample dan toleransi
 Memeriksa jumlah stikan dalam 1 inch (stich/inch)
 Periksa hasil jahitan dan ukuran tiap proses, jahitan harus baik, rapi, tidak loncat
 Periksa hasil jadi sesuai dengan work sheet
 Periksa hasil jadi setelah dilakukan trimming
 Semua data dicatat pada blangko yang sudah disediakan

PEMERIKSAAN PADA BAGIAN GOSOK-LIPAT-PENGEPAKAN


 Melakukan pemeriksaan secara teknis apakah suhu yang digunakan sudah sesuai
dengan jenis kain yang akan digosok atau tidak
 Melakukan pemeriksaan dari hasil gosok, apakah ada perubahan warna, bentuk
dan ukuran setelah penggosokan

20
 Melakukan pemeriksaan dari hasil gosokan apakah sudah halus sesuai dengan
yang diinginkan atau tidak
 Melakukan pemeriksaan folding method/ cara lipat sudah sesuai dengan
permintaan buyer atau tidak
 Melakukan pemeriksaan terhadap meterial penunjang (card board, paper collar
stripe, plastic collar support, tissue paper, hang tag, price tiket) apakah sudah
sesuai yang dengan permintaan dari buyer atau tidak
 Melakukan pemeriksaan terhadap kualitas, ukuran dari export carton
 Melakukan pemeriksaan terhadap total jumlah per carton, dan methode packing
FINAL AUDIT PROCEDURE/ PROSEDUR FINAL AUDIT
Final audit akan dilakukan pada posisi garmen dengan status produksi tertentu.
 Melakukan pemeriksaan kesesuain pada jumlah pemesanan, warna dan model
 Melakukan pemilihan/pengambilan garmen secara random sesuai dengan
statistical sample plan
 Melakukan pemeriksaan secara visual dari hasil apakah kualitas jahit sudah
sesuai atau tidak dengan standart
 Melakukan pemeriksaan terhadap ukuran, apakah sudah selesai dengan
pemesanan atau tidak. Minimum pengukuran 5 pieces untuk setiap warna dan
ukuran
 Melakukan pemeriksaan secara menyeluruh terhadap : model, kain, warna,
jahitan, material penunjang, konstruksi material, price ticket, folding
method/cara lipat, carton marking dan carton labeling.

5. Mutu dan Cara Uji Material untuk Sarung Tangan

SARUNG TANGAN GOLF SAMAK KROM

Persyaratan kulit sarung tangan samak krom menurut Acceptable Quality Levels in
Leather, 1976 adalah sebagai berikut :

Kadar abu maksimal 2,0%


Kadar Cr2O3 minimal 2,5%
Kadar minyak (4-10)%
pH (3,5-7)
Kekuatan tarik minimal 100 kgf/cm²
Kemuluran minimal 50%
Kekuatan jahit minimal 60 kgf/cm
Kekuatan sobek minimal 25 kgf/cm

21
Menurut SII. 0943-84, persyaratan mutu kulit sarung tangan golf samak krom
ditetapkan :

Uji kimiawi :
Kadar air maksimal 20%
Kadar minyak (8,0-20,0)%
Kadar abu maksimal 2,0% diatas kadar Cr2O3
Kadar Cr2O3 minimal 3,0%
pH (3,5-7,0)

Uji fisis :
Tebal (0,3-0,7)mm
Penyamakan masak
Kekuatan zwick nerf dan cat tidak ratak.
Kekuatan tarik minimal 75 kgf/cm²
Kemuluran minimal 40,0 %
Kekuatan sobek minimal 20 kgf/cm
Kekuatan jahit minimal 50 kgf/cm
Kekuatan gosok cat :
- Kering : tidak luntur
- Basah : sedikit luntur

Uji Organoleptis :
Kelemasan kulit cukup lama
Cat rata
Keadaan nerf tidak lepas

MATERI DAN METODE PENELITIAN

Materi yang digunakan dalam penelitian ii adalah 32 sampel kulit sarung tangan
golf yang diambil dari berbagai perusahaan di Jawa Timur, Jawa Tengah dan
Daerah Istimewa Yogyakarta. Pengujian sample dilakukan di laboratorium
Pengujian Mutu dan Normalisasi Kulit, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Industri Barang Kulit, Karet dan Plastik yang meliputi uji organoleptis fisis dan
kimiawi. Penyiapan contoh uji fisis dan kimiawi dilaksanakan sesuai Standar
Nasional Indonesia (SNI). Analisa data dengan menggunakan standar deviasi
dalam Descriptive Statistic.

PEMBAHASAN

Menurut Palmer dan kawaan-kawan, sifat yang dikehendaki untuk kulit sarung
tangan disamping mulur tetapi tidak elastis, juga mempunyaikekuatan tarik yang
tarik. Kekuatan tarik yang rendah menyebabkan akan menjadi mudah pecah/retak

22
dan tidak luntur sehingga akan mempengaruhi mutu kulitnya. Padahal yang
dikehendaki untuk kulit sarung tangan adalah kulit harus lentur.
Hasil yang diperoleh dari uji kekuatan tarik pada penelitian ini adalah cukup
tinggi, sehingga kulit sarung tangan perlu ditinggikan mutunya yaitu pada
persyaratan kekuatan tarik yang tinggi, sehingga kulit sarung tangan perlu
ditingkatkan mutunya yaitu pada persyaratan kekuatan tarik. Persyaratan
kekuatan tarik menurut SII. 0943 – 84 adalah minimal 75 kgf/cm. Sedangkan
menurut Acceptable minimal 100 kgf/cm.
Dari hasil penelitian bila dibandingkan dengan Acceptable maka 90,6% maka
memenuhi persyaratan (106,07 – 199,73) kgf/cm.
Kemuluran ada hubungannya dengan kekuatan tarik. Menurut SII. 1403 – 84
yang dimaksud dengan :
- Kekuatan tarik adalah besarnya gaya maksimal yang diperlukan untuk
menarik kulit sampai putus.
- Kemuluran adalah pertambahan panjang kulit pada saat ditarik sampai
putus dibagi dengan panjang semula dinyatakan dalam persen.

Menurut Sri Pertiwi, dkk setiap kenaikan/penurunan nilai kekuatan tarik akan
terjadi bersama-sama dengan kenaikan/penurunan nilai kemuluran kulitnya (untuk kulit
emas). Sehingga pada persyaratan kemuluran juga perli ditingkatkan guna peningkatan mutu
kulit sarung tangan golf samak.

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian maka untuk sifat-sifat spesifik dari kulit sarung tangan
seperti antara lain mulur tetapi tidak elastis, mempunyai kekuatan tarik yang
tinggi telah terpenuhi.

6. Mutu dan Cara Uji Material Nabati

  a. Sekilas tentang penyamakan Nabati

        Kulit merupakan salah satu bagian dari makhluk hidup yang dapat dimanfaatkan. Di
zaman modern sekarang ini kulit hewan banyak dimanfaatkan sebagai produk kerajinan yang
memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Produk-produk yang menggunakan bahan kulit
diantaranya adalah sepatu, ikat pinggang, tas, sarung tangan golf, dsb.

Tentunya bahan kulit yang berasal dari hewan tersebut tidak bisa begitu saja kita manfaatkan,
karena hal ini harus melalui proses pengolahan terlebih dahulu,proses ini yang dinamakan
penyamakan kulit. Penyamakan kulit pada dasarnya adalah proses pengubahan struktur kulit
mentah yang mudah rusak oleh aktifitas mikro organisme, kimiawi atau fisik menjadi kulit
tersamak yang lebih tahan lama. Mekanisme ini pada prinsipnya adalah pemasukan bahan-
bahan tertentu kedalam jalinan serat kulit sehingga terjadi ikatan kimia antara bahan
penyamak dengan serat kulit. 

23
Apabila bahan kulit hewan tersebut sudah stabil atau sudah disamak, maka barulah bahan
kulit tersebut dapat dimanfaatkan. Proses penyamakan bahan kulit hewan tersebut
memerlukan 3 tahapan, yaitu :

1. Beam house operation


2. Tanning operation
3. Finishing operation

Harus diingat bahwa kulit merupakan bahan organik yang akan disamak, dan mempunyai
sifat-sifat yang masih amat sensitif terhadap beberapa jenis kemikalia serta mikroorganisme,
selam berlangsungnya proses penyamakan.

Untuk memperoleh hasil kulit tersemak yang sesuai, seperti yang diharapakan, maka
pengontrolan selama proses berjalan harus dilakukan secara teliti dan terus menerus, agar
dapat selalu disesuaikan dengan kondisi dan ketentuan yang diwajibakan untuk masing-
masing penyamakan, seperti yang akan diuraikan dibawah ini, misalnya pengontrolan pH,
kepekatan cairan, uji setelah proses berlangsung (tiap-tiap proses mengalami caran uji yang
berbeda dengan proses lainnya, selama proses berlangsung). Dan dengan pengontrolan yang
terus-menerus, kerusakan karena kelalaian dan kecerobohan dapat dihindarkan.

Bahan Penyamak Nabati

Tannin adalah subtansi pahit yang terdapat dalam babakan, buah kacang-kacanga, daun, akar
atau biji. Dipakai untuk mengubah kulit hewan mentah menjadi kulit samak. Karena hal
tersebut dari tumbuh-tumbuhan, maka dinamakan bahan penyamak nabati. Sumber bahan
penyamak ini bermacam-macam sehingga akan berbeda-beda pula dalam kekuatan dan sifat,
warna konsentrasi dan kualitasnya. Jadi hasil kulitnya pun sangat berbeda, bahkan
diperuntukan penyamak berbagai macam kulit, antara lain kulit yang keras empuk, warna
tetap atau terang, berat dan ringan. Tannin tersebut dapat digunakan sendiri-sendiri atau
secara berbagai kombinasi untuk memperoleh berbagai efek.

Kulit yang disamak nabati umumnya berwarna coklat muda atau kemerahan sesuai dengan
warna bahan penyamaknya. Ketahanan fisiknya terhadap panas kurang baik dibandingkan
dengan kulit yang disamak khrom walaupun lebih baik dibandingkan dengan kulit yang
disamak dengan minyak atau formaldehid. Kulitnya agak kaku, tetapi empuk, cocok untuk
digunakan sebagai bahan dasar ikat pinggang, tas terutama yang pengerjaannya dengan
tangan. 

Bahan penyamak nabati ialah bahan penyamak yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang
mengandung bahan penyamak dapat diketahui:

 Rasanya sepet,bila dirasakan dengan lidah


 Warnanya akan menjadi hitam bila bersinggungan dengan besi

 Bahan penyamak ini dapat dihasilkan dari :

1. Babakan (kulit)     : akasia, sagawe, tungguli, bako2, mahoni, pilang dll
2. Kayu            : Quebraco,eiken, mahoni,dll
3. Daun            : sumoch,gambir,the, dll
4. Buah            : pinang, manggis, sabut kelapa, valonea, divi2, dll 

24
 Kulit Sol

Kulit sol adalah kulit yang diperoleh dari penyamakan kulit sapi dengan menggunakan bahan
penyamak nabati. Kulit sol digunakan sebagai lapisan bawah pada sepatu sehingga kulit
tersebut harus keras. Dalam pengujian kulit sol perlu dilakukan pengujian secara
organoleptis, fisis dan kimiawi untuk mengetahui kualitas dari kulit sol tersebut.

    Kulit Sol adalah kulit jadi, matang dari bahan baku kulit sapi yang disamak nabati, atau
dikombinasikan krom nabati, umumnya digunakan sebagai bawahan sepatu, insole, maupun
Out sole. Penggunaannya dalam sepau antara lain untuk : pengeras muka dan belakang,
penguat tengah, sol luar, pengisi telapak kaki muka, pita, sol dalam, sol tengah, lapis hak.

Dalam penyamakan kulit sol, bahan baku yang kita gunakan akan mempengaruhu kulitasi
kulit hasil samakan kita. Untuk itu kita perlu membahas tentang bahan baku dan bahan
pewnyamak yang digunakan dalam proses penyamakan kulit sol.

Suda kita ketahui sebelumnya bahwa kulit sol merupakan kulit yang berasa dari penyamakan
kulit sapi. Pada hewan sapi faktor jenis bangsa lebih besar pengaruhnya terhadap kulit
dibandingkan dengan umurnya. Kulit sapi perah umumnya mempunyai rajah lebih halus dari
pada kulit sapi tipe daging pada umur yang sama. Kulit sapi Brahmana mempunyai kelas
yang sangat menonjol, hal ini menurunkan nilai kulitnya dibandingkan dengan jenis bangsa
yang tidak berkelas.

    Kulit "Pedet" (anak sapi) mempunyai ciri-ciri yang sama dengan sapi dewasa tetapi sruktur
kulitnya dalam keadaan lebih halus. Pada hewan sapi faktor umur lebih besar pengaruhnya
terhadap kulit dibandingkan dengan jenis bangsanya. Pengaruh jenis bangsa tidak tampak
pada saat "Pedet" sampai umurnya mencapai dewasa.

    Semakin tua hewan , akan semakin banyak bekas-bekas luka karena pukulan, guratan cap
bakar, parasit. Hewan betina mempunyai rajah yang lebih halus dibandingkan hewan jantan.
Hewan jantan pada umumnya mempunyai bobot rata-rata lebih berat dan daya tahan
renggang yang lebih besar.

Pada kulit sapi goresan pada rajah yang tidak terlalu dapat diperbaiki dengan penanganan
secara mekanik, umumnya Buffing (pengamplasan) kulit disebut "corrected grain"
(Purnomo,1984).

Menurut Djoyo Widagdo (1980), pembagian kelas menurut kualitas (mutu) dari kulit sapi
adalah sebagai berikut:

1. Kualitas 1 atau prime


2. Kualitas 2 atau Intermediet
3. Kualitas 3 atau Second
4. Kualitas 4 atau Third
5. Kualitas akhir atau Rejek

Analisa Kulit tersamak

 Cara pengambilan contoh kulit

25
Contoh kulit diambil secara acak dari jumlah lembar kulit dalam satu (1) tanding
(bisa dalam side / lembar utuh)

Tabel 6. Jumlah contoh kulit dan syarat lulus uji organoleptis

Jml yang memenuhi


Jml kulit dalam satu Contoh kulit yang syarat
No
tanding diambil
Lulus uji Tidak lulus uji

1 s/d 50 5 0 1

2 51 - 150 20 1 2

3 151 - 280 32 2 3

4 281 - 500 50 3 4

5 501 - 1200 80 5 6

6 1201 - 3200 125 7 8

7 3201 - 10.000 200 10 11

8 10.001 - 35.000 315 14 15

9 35.001 - < 500 21 22

Kelas A, B, C kerusakan = 10%, 15%, 25%

Tabel 7. Jumlah contoh kulit untuk uji kimiawi dan fisis

No. Jml kulit dala satu


Contoh kulit yang diambil
Urut tanding

1 s/d 50 2

2 51 - 500 3

3 501 - 3200 5

4 3201 - < 8

 Syarat Lulus Uji (SNI-0642-1989)

Satu tanding dinyatakan lulus uji / diterima apabila: hasil uji contoh kulit secara
organoleptis, fisi, dan chemis memenuhi persyaratan yang ditentukan.

o Lulus kelas A jika organoleptis kerusakan 10%


o Lulus kelas B jika organoleptis kerusakan 15%

26
o Lulus kelas C jika organoleptis kerusakan 25%

Satu tanding dinyatakan tidak lulus uji / ditolak apabila hasil uji, secara
organoleptis, fisis dan chemis tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan.

 Cara pengambilan contoh kulit (SNI-0642-1980)

Setelah kita mendapatkan contoh kulit dari populasi kulit jadi tertentu (satu
tanding), contoh kulit segera dipersiapkan untuk dipotong menjadi contoh uji
(cuplikan), sesuai dengan jenis pengujiannya.

Untuk pengujian kimiawi kulit, diambil dari semua bagian, bagian Krupon (K),
bagian Leher (L), bagian Perut (P), untuk pengujian fisis dari bagian Krupon saja.

Cara Kerja:

o Gambarlah satu side dari kulit besar.


o Tentukan bagian K, P dan L seperti gambar.
 Bagian Krupon (K) dari pangkal ekor kearah leher dengan jarak
12,5 cm, dari garis punggung ke bawah dengan jarak 5 cm.

    Luas bagian krupon = 20 cm X 20 cm

 Bagian perut diambil dari tengah-tengah bagian perut.

    L:uas bagian perut = 7,5 cm X 5 cm

 Bagian leher diambil dari tengah-tengah bagian leher.

Luas bagian leher = 7,5 cm X 5 cm

Jika dianggap perlu, maka contoh dapat diperluas.

Menurut SII-0019-70 / SNI 06-0235-1989, kulit sol sapi adalahkulit matang


berasal dari kulit sapi yang disamak dengan zat penyamak nabati dan umumnya
digunakan untuk sol pada pembuatan sepatu.

Tabel 5. Syarat Mutu Kimiawi Kulit Sol Sapi

Satua
No Uraian Persyaratan
n

1 Kadar air % Maksimum 18

Kadar abu jumlah


2 Maksimum 2,5
%
Kadar zat larut dalam %
3 Maksimum 10
air

4 Kadar minyak / % Maksimum 2,0

27
lemak

5 Derajat penyamakan % 60 – 95

untuk pH 3,5 – 4,5 bila diencerkan 10 kali selisish pH


6 pH %
maksimum 0,7

b. Jenis-Jenis Analisa Kulit Samak Nabati    

Pada dasarnya analisa kualitas nabati dapat ditentukan melalui 3 jenis analisa yang meliputi:

1. Secara organoleptis
2. Secara kimiawi
3. Secara fisis

1. Secara organoleptis

Pemeriksaan secara oragnoleptis merupakan jenis pemeriksaan kulit samak


dengan menggunakan panca indera. Pemeriksaan ini hanya dapat menentukan
kualitas kulit secara sepintas, sehingga pemeriksaan ini kurang sempurna. Adapun
alat pancaindera yang biasa digunakan dalam pemeriksaan kualitas kulit secara
organoleptis adalah mata, perasa, pengecap, dan pencium. Biasanya pemeriksaan
ini dilakukan di pabrik-pabrik kulit pada penyortiran kulit, sebelum dianalisa lebih
lanjut.

1. Secara kimiawi

Pemeriksaan secara kimiawi biasanya dilakukan di laboratorium dan


menggunakan alat-alat serta bahan-bahan kimia. Pemeriksaan ini dilakukan untuk
menganalisa kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam proses penyamakan kulit
yang dianalisa, sehingga bisa diketahui kandungan-kandungan kimiawi dari kulit
tersebut secara spesifik, tergantung analisa yang dilakukan. Pemeriksaan yang
dilakukan meliputi:

1. Kadar air

Uji kadar air ini dilakukan untuk mengetahui seberapa banyak kandungan
air dari kulit tersebut, sehingga kita dapat mengetahui apakah kulit
tersamak tersebut kering atau tidak, sebab apabila kandungan airnya
berlebihan atau lembab, maka akan mempengaruhi kualitas kulit, sebab
kulit tersebut akan menjadi mudah rusak oleh mikroorganisme

2. Kadar abu

Analisa kadar abu dilakukan untuk mengetahui kadar zat anorganik yang
terkandung dalam kulit samak tersebut. Biasanya zat yang terkandung

28
berupa garam inggris, serta berasal dari bahan-bahan pemberat pada
bagian daging yang berupa tanah liat dan lain-lain.

3. Kadar minyak

Analisa kadar minyak dilakukan untuk mengetahui kandungan minyak


yang ada pada kulit samak. Biasanya minyak yang terkandung dalam kulit
tersamak tersebut merupakan minyak yang berasal dari fatliquor. Terlalu
banyak kandungan minyaknya menandakan kulit terlalu lemas, dan dapat
mudah bercendawan dan mengadakan noda pada nerf, sedangkan apabila
terlalu rendah menandakan kulit cepat mengering dan mudah retak dan
pecah kalu terkena panas.

4. Ph kulit tersamak

Analisa ph kulit tersamak penting dilakukan sebab dalam analisa ini


digunakan untuk mengetahui besarnya pH kulit samak tersebut. Jika pH
terlalu tinggi biasanya menandakan bahwa dalam proses penyamakan,
terutama pada proses netralisasi tiak sempurna.

Sedangkan jika terlalu rendah menandakan bahwa dalam kulit tersebut


terkandung asam-asam bebas organik/ anorganik yang dapat meresap pada
kulit pada waktu penyimpanan.

5. Kadar zat terlarut

Kadar zat larut perlu dianalisa, sebab untuk menentukan banyaknya tannin
yang tidak terikat, atau diisi terlalu banyak dengan benda-benda yang
muah terlarut dalam air pada kulit tersamak tersebut. Sedangkan terlalu
rendah menandakan bahwa bahan sol tidak diisi dengan bahan ekstrak
penyamak.

6. Kadar abu tak larut

Kadar abu tak larut perlu dianalisa sebagai dasar penentuan derajat
penyamakan, dalam kadar abu tak larut terkandung unsur-unsur anorganik
yang ak bisa larut dalam air. 

7. Derajat penyamakan

Derajat penyamakan perlu dianalisa, sebab untuk menetukana seberapa


masaknya kulit tersebut. Jika derajat penyamak terlalu tinggi menandakan
bahwa bahan penyamaknya terlalu tinggi dan menyebabkan kulit masak
sempurna, serta baik fiksasinya. Sedangkan terlalu rendah menandakan
bahwa kulit belum masak.

UJI ORGANOLEPTIS
 

2.1. Alat dan Bahan

29
Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:

1. Alat

 Gunting
 Mistar

1. Bahan

 Kulit sol sapi samak nabati

2.2 Langkah kerja

Adapun prosedur yang dilakukan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:

1. Kulit diamati menurut jenis kulit, kemudian dilakukan pengujian organoleptis secara
visual. Meliputi uji kelepasan nerf, keadaan kulit, cat, ketahanan sobek, serta
kelentingn.
2. Kemudian menentukan luas kulit
3. Menentukan tempat dan ukuran luas kulit pada krupon, leher, dan perut pada
lembaran kulit dengan menggunakan penggaris
4. Contoh kulit dipotong dengan menggunakan pisau satinlen steel, kemudian dipotong
menjadi ukuran kecil-kecil
5. Potongan kulit dicampur sehingga homogen
6. Ditimabang dengan menggunakan wadah yang bersih
7. Disimpan dalam tempat dan suhu kamar.

2.1.3 Pengamatan 

 Nerf kulit : cacat, warna kulit tidak rata, permukaan kulit tidak teratur
 Flash kulit : masih banyak sisa daging, Keadaan kulit kaku 

1. Pembahasan

Dari hasil analisa yang kami laakukan menggunakan panca indera (organoleptis), terlihat
bahwa nerf kulit sapi tersebut warnannya tidak rata, serta permukaannya juga tidak teratur.
Kulit ini banyak memiliki cacat pada beberapa bagian secara acak. Apabila diklasifikasikan
menurut pembagian jenis kulit yang dilakukan oleh Djoyowidagdo, (1980) kulit ini
merupakan jenis kulit kualitas 4 atau reject, yang dalam hal ini memiliki spesifikasi sebagai
berikut:

Kualitas 4    

1. Kulitnya kosong, strukturnya jelek, kulit lemas, warna layu.


2. Cacat cukup banyak

Sedangkan apabila dibandingkan dengan (SNI-0642-1989) yang merupakan standar mutu


produk kulit sol dari kulit sapi samak nabati, kulit ini merupakan jenis kulit kelas C,
alasannya karena kulit ini memiliki cacat ± 25%, seperti yang telah disebutkan sebelumnya
bahwa cacat yang ada pada kulit ini menyebar secara acak, terutama pada bagian nerf dekat

30
leher. Pemotongannya pun tidak rata, sehingga pada saat mendiferensiasikan bagian-bagian
pada kulit tersebut kami mengalami kesulitan karena sulitnya dibedakan bagian-bagaiannya,
seperti leher, punggung, maupun ekor.

Adapun cacat yang ada pada kulit ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor:

1. Jenis kulitnya memang sudah rusak dari kulit mentahnya, bisa disebabkan karena
proses pengulitan yang tidak benar, maupun cacat pada hsapi tersebut ketika masih
hidup.
2. Karena proses mekanis pada proses penyamakan kulitnya.
3. Karena formulasi ataupun prosedur penyamakan yang tidak benar.

UJI KADAR AIR 

3.1 Alat dan bahan 

Alat 

 Gelas arloji
 Cawan porselin
 Crush porselin
 Crush penjepit

Bahan

Sampel kulit nabati 5 gr

3.2 Prosedur Kerja

1. Cawan porselin dibersihkan, kemudian cawan dimasukan kedalam oven untuk


dikringkan selama 30 menit dengan suhu 105 0c, kemudian didinginkan dalam
eksikator selam 10 menit.
2. Sampel disiapkan dengan cara sampel ditimbang sebanyak 5 gram
3. Sampel dimasukan kedalam cawan porselin, kemudian ditimbang
4. Cawan porselin yang berisi sampel dimasukan kedalam oven dengan suhu 102 0 c
selama 2 jam
5. Cawan didinginkan dalam eksikator selama 10 menit, kemudian cawan yang berisi
sampel ditimbang
6. Dilakukan pemanasan berulang hingga diperoleh berat tetap

3.3 Hasil dan Perhitungan

Diketahui :

    Berat cawan kering    = 35,9979 gr

    Berat sampel        = 5,0034 gr

    Berat cawan + kulit    = 40, 9813 gr

    Berat kulit akhir     = 40 , 2756 gr 

31
Ditanyakan : kadar air ...?

    % air = berat kulit awal – berat kulit akhir x 100

berat kulit awal    

= 40,9813 gr – 40,2756 x 100

5,002 gr

         = 14, 10835 %

Jadi kadar air dari sampel kulit sol tersebut adalah sebesar 14,108%

3.4 Pembahasan

Cara pengujian yang kami lakukan dalam analisa kadar air ini adalah dengan mengambil
sampel kulit tersebut, kemudian memanaskan dalam oven dengan suhu sekitar 102°C selama
2 jam. Adapun kekurangan dari cara pengujian ini antara lain bahan-bahan organik atau gas
yang mudah menguap akan ikut menguap sehingga mengurangi ketelitian. Sedangkan
ketelitian dipengaruhi oleh ruang pengering., penggerakan udara di dalam pengering, tebal
lapisan dan ukuran contoh konstruksi alat dan jumlah bahan seta posisinya dalam alat
pengering.

Dari hasil perhitungan yang kami lakukan, kami mendapatkan kadar air dalam sampel kulit
sol tersebut adalah sebesar 14,1%. Apabila dibandingkan dengan SNI 06-0235-1989. Kadar
air dalam kulit tersebut belum melebihi ambang batas. Dan termasuk baik. Kadar air dalam
kulit memepengaruhi kelembaban kulit samak tersebut. Semakin lembab atau banyak kadar
airnya, maka kulit tersebut semakin mudah terserang oleh bakteri maupun jamur yang
merusak kulit tersebut.

ANALISA KADAR ABU

1. Alat dan bahan

Alat

 Gelas arloji
 Crush porselin
 Crush penjepit 

Bahan

Sampel kulit nabati 3 garam

1. Prosedur kerja
1. Crus porselin dicuci, kemudian dimasukan kedalam oven selama 30 menit
dengan suhu 1050C
2. Crush porselin didinginkan kedalam eksikator selama 10 menit
3. Sampel ditimbang sebanyak 3 gram
4. Crus porselin ditimbang sebagai berat kosong

32
5. Sampel dimasukan ke dalam crush porselin, kemudian ditimbang kembali
6. Crush porselin yang berisi sampel dimasukan kedalam oven dengan suhu
102 0C selama 2 jam
7. Cawan didinginkan beserta sampel dalam eksikator selama 10 menit,
kemudian ditimbang
8. Dilakukan pemanasan dan penimbangan berulang-ulang hingga mencapai
berat konstan
9. Hasil dan Perhitungan

Diketahui :

        Berat cawan kosong    = 11,0012

        Berat sampel        = 3,003

        Berat cawan + sampel    = 14,0042

        Berat kulit akhir        = 11,0543

Ditanyakan : kadar abu ....?

        Kadar abu = berat cawan + sampel – berat cawan kosong x 100

Berat sampel

            % abu = 14,0042 – 11,0012 x 100

3,003

             %abu    = 1,76823 %

Jadi kadar abu total dalam sampel kulit sol tersebut adalah sebesar1,76823 %

1. Pembahasan

Dalam praktikum ini, metode yang digunakan dalam penentuan kadar abu, adalah
dengan cara memanaskan sampel didalam furnace dengan suhu 750°C hingga menjadi
abu. Dengan mengetahui kadar abu total dalam sampel, maka dapat diketahui kadar
zat anorganik yang terkandung didalamnya. Dalam pemanasan tersebut, zat-zat
organik habis menguap, sedangkan yang tersisa tinggal zat organik, yang
diindikasikan sebagai bahan-bahan penyamak yang terkandung dalam kulit tersebut.

Dari hasil praktikum yang kami lakukan, kami mendapatkan kadar abu dalam sampel
sekitar 1,76%. Apabila dibandingkan dengan SNI 06-0235-1989 dimana kadar abu
jumlah maksimum yang ada pada kulit sol samak nabati adalah sebesar 2,5%. Dapat
dilihat bahwa kadar abu yang terkandung dalam sampel masih dalam ambang batas,
sehingga untuk kadar abu sampel memenuhi standar SNI 06-0235-1989.

ANALISA PH KULIT TERSAMAK

1. Alat Dan Bahan

33
Alat

 Pengaduk magnet
 Ph meter
 Neraca analitik
 Gelas arloji
 Erlenmeyer bersumbat basah
 Gelas piala

Bahan 

 Kulit sapi samak nabati

1. Prosedur Kerja
1. Mendidihkan 400 ml air suling, kemudian didinginkan dan ditutup
2. Contoh uji kulit ditimbang sebanyak 5 gram, lalu dimasukan dalam
erlenmeyer bersumbat asa ukuran 125 ml kemudian ditambahkan dengan 100
ml air air suling kemudian larutan diaduk dengan menggunakan pengaduk
magnet frekuensi 50 kali selama 4 jam
3. Larutan di enap tuangkan kedalam gelas beker dan diukur ph nya
4. Larutan diambil 10 ml dan diencerkan menjadi 10 kalinya dengan aquades dan
diukur phnya kembali

1. Hasil pengamatan
1. Warna larutan 

Warna cairan: Coklat muda

Setelah diencerkan: bening kekuningan

2. pH larutan

pH cairan kulit samak nabati

cairan encer 1 : 10= 4,705

cairan yang pekat= 3,56

2. Pembahasan

Dalam praktikum ini metode yang digunakan untuk mengekstraksi kulit agar
diketahui pH nya adalah dengan cara mengaduk kulit sampel yang telah dipotong
kecil-kecil dengan menggunakan alat pengaduk otomatis, selama 4 jam. dalam
pengadukan ini hanya menggunakan tenaga mekanis, tidak menggunakan panas.
Selama pengadukan, cairan yang digunakan untuk melarutkan kulit berangsur-angsur
warnanya berubah menjadi kecoklatan bening. Perubahan warna larutan ini
mengindikasikan bahwa zat-zat penyamak yang terkandung didalam kulit terlarut
dalam air pelarut tersebut. Pengadukan dilakukan selama 4 jam dengan putaran yang
konstan, tujuannya agar pelarutan zat-zatnya menjadi sempurna. Setelah itu air yang
digunakan untuk melarutkan kulit di saring sisa-sisa kulitnya, kemudian dites pH nya

34
menggunakan alat pH tester. Dalam menggunakan alat ini terlebih dahulu alat ini
harus dicelup ke aquades ber pH netral untuk menetralkan pH alat dan membersihkan
kotoran-kotoran yang masih menempel pada alat. Setelah itu alat tersebut digunakan
untuk mengetes pH laruatan kulit. Dalam pengetesan ini dilakukan 2 kali pengetsan
pH. Yang pertama dilakukan dengan menggunakan cairan pelarut kulit yang belum
diencerkan, pada larutan tersebut memeiliki pH sekitar 3,56 sedangkan pada larutan
yang telah diencerkan 10 kali, memiliki pH senilai 4,705.

Apabila dibandingkan dengan SNI 06-0235-1989, dimana pada standar SNI tersebut,
pH kulit sol samak nabati sol untuk pH 3,5 – 4,5 bila diencerkan 10 kali selisish pH
maksimum 0,7. Terlihat selisih pH antara yang belum diencerkan dan yang sudah
diencerkan adalah sebesar 1,145. Nilai ini melebihi ambang batas yang ditetapkan
dalam SNI 06-0235-1989. pH kulit samak nabati ini berada pada suasana asam.

ANALISA KADAR MINYAK/ LEMAK DALAM KULIT SAMAK NABATI 

1. Alat Dan Bahan

Alat


 Satu set alat sokhlet
 Oven 
 Desikator
 Timbangan analitik
 Gelas arloji
 Kertas saring

Bahan 

 Kulit sapi samak nabati


 Bahan pelarut organik

1. Prosedur Kerja
1. Labu sokhlet dipanaskan dalam oven pada suhu 100 0C selama 30 menit,
kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang untuk diketahui
beratnya
2. 10 gram contoh ditimbang kemudian dimasukan selongsong uji lemak dan
ditutup dengan kapas
3. Dimasukan kedalam sokhlet an labu diisi dengan pelarut bezen sebanyak 2/3
volume labu
4. Diekstrasi dengan 20 kali sirkulasi masing-masing sekitar 15 menit
5. Pengamatan dan perhitungan

Pada paraktikum pengujian kadar minyak yaitu menggunakan pelarut


petrolium eter, petrolium eter adalah pelarut organik dengan titik didih 40-
60 0C, berwarna bening,dingin, mudah terbakar serta bau menyengat. Pada
kegiatan destilasi, kecepatan untuk satu sirkulasi membutuhkan waktu kurang
lebih lima menit, setelah kegiatan ekstrasi selesai, pada labu terbentuk 2 fase
yaitu untuk fase atas merupakan pelarut sedangkan untuk fase bawah

35
merupakan larutan minyak dengan jumkah yang cukup sedikit. Untuk warna
minyak yang diperoleh adalah kekuning-kuningan. Setelah dioven maka
pelarut yang masih bercampur dengan minyak menguap sehingga larutan yang
tersisa adalah minyak.

Hasil Dan Perhitungan 

Diketahui :

     Berat crush kosong         = 42, 193 gram

Berat crush kosong + minyak

Berat sampel

Ditanya = ....?

Kadar minyak = berat crush kosong + minyak – berat chrus kosong x 100

berat sampel

= 42,307 – 42,193 x 100

                10,009

= 1,1389 %

Jadi kadar minyak/ lemak dalam kulit tersamak tersebut adalah sebesar 1,1389 %

6. 9 Pembahasan

Dalam praktikum ini menggunakaan konsep ekstraksi minyak dengan menggunakan


pelarut organik. Adapun bahan pelarut yang digunakan adalah benzene. Alasan
penggunaan pelarut ini karena pelarut ini merupakan jenis pelarut non polar yang bisa
melarutkan minyak yang ada dalam kulit. Selain itu titik didih benzene sangat rendah
dibandingkan dengan air ataupun minyak, sehingga memudahkan nantinya dalam
pemisahan antara benzene dengan minyak yang dilarutkannya. Selongsong yang
berisi kulit dimasukkan dalam sokhlet yang telah dsambungan dengan pendingin balik
an labu godog yang berisi pelarut organik, kemudian dilakukan pemanasan, hingga
terjadi 20 kali sirkulasi aliran pelarut. Setelah itu dipisahkan antara pelarut dan
minyaknya. Sisa dari pemisahan yang mengandung minyak tersebut kemudian
dimasukkan ke dalam oven dan dipanaskan pada suhu 100°C hingga beratnya tetap.
Tujuan pemanasan ini adalah untuk menghilangkan sisa-sisa zat pelaruta yang masih
terkandung dalam minyak, sehingga nantinya didaptkan berat minyak murni. Adapun
dari hasil analisa yang terhadap sampel yang kami lakukan, kadar minyak yang
terkandung dalam sampel adalah sebesar 1,1389. 

Apabila hasil tersebut dibandingkan dengan SNI 06-0235-1989, dimana dalam SNI
tersebut ambang batas kadar minyak yang ada dalam kulit samak nabati adalah
maksimal 2 %. Maka sampel kulit yang kami analisa kadar minyaknya tidak melebihi
ambang batas. Adapun minyak-minyak yang terkandung pada kulit tersebut

36
merupakan minyak dari bahan fatliquor kulit, dan sisanya merupakan sisa dari lemak-
lemak yang tak terbuang pada saat proses penyamakan. Terutama proses degreasing. 

KADAR ZAT TERLARUT

6. Alat dan Bahan

Alat 

 Pesawat kooch
 Panci
 Erlenmeyer 250 ml 1 buah
 Labu ukur 100 ml 1 buah
 Kompor
 Thermometer
 Selang
 Pipa kecil
 Kurs porselin
 Neraca analitis

Bahan

 Sample kulit samak nabati 9,741 gr

1. Prosedur Kerja
1. Kulit bekas pemeriksaan uji lemak dikeringkan di udara agar zat terlarut menguap semua
2. Kulit dimasukan dalam erlenmeyer, lalu dimasukan air suling dengan suhu 45 0c selama 2
jam hingga mendapatkan 1 liter.
3. Dipipet zat 25 ml dimasukan dalam cawan porselin, kemudian ditimbang
4. Larutan diuapkan dalam water bath sehingga air menguap
5. Masukan cawan dalam oven hingga suhu 1000c sampai berat tetap
2. Pengamatan dan perhitungan

 Pada saat sebelum dimasukkan kedalam erlenmeyer yang tehubung dengan


pesawat kooch, kulit berwarna coklat dan cairan/ larutan dalam erelnmeyer
dinaikkan suhunya sehingga larutan menjai semakin keruh dan air mengalir
melalui pipa yang dihubungkan mellalui selang ke labu ukur. Larutan dalam labu
ukur berwarna kuning bening yang menandakan bahwa zat terlarutnya telah larut
dalam air dan terekstraksi kedalam labu ukur. 
 Kemudian diambil sebanyak 25 ml dari larutan hasil ekstrakasi yang berasal dari
samak nabati tersebut dan direfluks, hingga airnya habis dan berat cawan tetap.
 Adapun berat cawannya adalah:
o Cawan kosong= 81,91 gr
o Cawan kosong + sampel yang telah direfluks= 81,97 gr

Jadi berat kadar zatterlarutnya adalah 

(berat cawan kosong + sampel yang direfluks) – berat cawan kosong)= 81,97 gr – 81,91 gr =
0,06gr

37
%zat terlarut = 

    = 

    = 24,64%

Jadi kadar zat terlarut dalam sampel kulit samak nabati tersebut adalah sebesar 24,64%.

1. Pembahasan

Dalam praktikum analisa zat terlarut ini menggunakan konsep ekstraksi menggunakan
pesawat kooch, dimana yang diekstraksi adalah zat-zat dalam kulit samak yang bisa larut
dalam air. Prinsip kerja dalam ekstraksi ini adalah berdasarkan tekanan, dimana pesawat
kooch diletakkan ditempat yang lebih tinggi darai tempat pengekstraksian, kemudian diisi air
dan dialirkan melalui selang kecil yang dijaga debit airnya ke dalam erlenmeyer yang tertutup
rapat serta dihubungakan ke labu ukur kosong yang berfungsi untuk menampung hasil
ekstraksi. Pada saat air mengalir dari pesawat kooch, didalam erlenmeyer terjai tekanan,
karena tak ada udara yang bisa keluar atau masuk secara bebas sehingga menyebabkan air
yang mengekstraksi dalam kulit mengalir secara perlahan-lahan melalui selang ke labu ukur
yang berukuran 1 liter.

Setelah itu diambil 25 ml air hasil ekstraksi, kemudian di refluks hingga kering. Tujuan
merefluks cairan ini aalah untuk mengetahui berat kering dari zat terlarut yang terkandung
dalam sampel kulit. Dari hasil praktikum tersebut diketahui kadar zat terlarut dalam sampel
kulit samak tersebut adalah sebesar 24,64%. Apabila dibandingkan dengan SNI 06-0235-
1989 dimana dalam SNI tersebut ambang batas kadar zat terlrut dalam kulit samak nabati
adalah sebesar 10%. Dari hal itu terlihat bahwa sampel tersebut terlalu banyak mengandung
zat terlarut, sehingga tidak memenuhi baku mutu SNI yang telah ditetapkan. Zat terlarut yang
terlalu tinggi ini menandakan banyak tannin yang tidak terikat, atau diisi terlalu banyak
dengan benda yang larut dalam air misalnya gula, garam inggris dan sebagainya.

UJI KADAR ABU TAK LARUT 

8.1 Alat dan bahan 

Alat 

 Furnace
 Cawan porselin
 Penjepit

Bahan

Sampel kulit nabati 3 gr

8.2 Prosedur Kerja

1. Mengambil sebanyak 3 gram contoh uji dari sisa pengujian kadar minyak dan zat larut
dalam air.
2. Memasukkan alam kurs porselen yang telah diketahui berat keringnya

38
3. Memasukkan kedalam furnace dan dipanaskan hingga 800°C. Selam 2 jam hingga
menjadi abu
4. Menimbang cawan porselen yang berisi abu

8.3 Hasil dan Perhitungan

Diketahui :

    Berat cawan kering    = 35,9979 gr

    Berat sampel        = 3 gram

Ditanyakan : kadar abu tak larut ...?

Kadar abu tak larut = 

    = 1,33%

8.4 Pembahasan

Cara pengujian yang kami lakukan dalam analisa kadar abu tak larut adalah dengan cara
mengambil sampel kulit hasil pengujian kadar minyak dan zat terlarut. Sampel berwarna
hitam pekat, kemudian dimasukkan kedalam furnace dan diabukan dengan suhu 800°C
selama 2 jam. adapun tujuan dari analisa kadar abu tak alrut adalah untuk menentukan
kandungan zat anorganik yang ada dalam kulit yang tak larut dalam air. Nantinya kadar abu
tak larut menjadi dasar penentuan derajat penyamakan. 

ANALISA KADAR NITROGEN

1. Alat dan Bahan

Alat 


 Labu kejhdal
 Pemanas mentel
 Gelas arloji
 Pengaduk kaca
 Gelas ukur 25 ml

Bahan

 Sample kulit samak nabati 9,741 gr

1. Prosedur Kerja

1. Menyiapkan contoh kulit sebanyak 0,6 gram kemudian dimasukan dalam labu kejhdal
2. Ditambahkan 10 gram na sulfat, 20 ml h2so4, beberapa butir cu sulfat, dan beberapa
selenium kedalam kejhdal yang berisi kulit

39
3. Dilakukan distruksi, yaitu semua bahan dicampur kedalam labu kejhdal kemudian
dipanaskan kedalam lemari asam, dengan menggunakan pemanas mantel sampai
kelihatan jernih
4. Dilakukan distilasi
5. Larutan yang telah jernih dipindahkan kedalam labu distilasi
6. Kemudian ditambahkan 100 ml aquades dan larutan naoh sampai alkali dan
ditambahkan pula larutan indikator pp berlebih
7. Amoniak ditampung dalam 50 ml h2so4 0,1 n dan ditambahkan indikator mo
8. Kelebihan dari larutan h2so4 dititrasi dengan naoh 0,1 n

1. Pengamatan dan perhitungan

Pada saat proses destruksi warna larutan adalah keruh berubah menjadi bening,
kemudian pH dinaikan dengan menggunakan larutan NaOH 10 %, indicator PP
sehingga berwarna kemerah-merahan. Sedangkan pada proses destilasi, amoniak yang
dipanaskan dan ditanggap oleh larutan asam sulfat yang telah ditambahi indicator MO
sehingga berwarna biru kemerah-merahan. Dan pH larutan adalah 6.

Pada proses titarsi, menggunakan larutan titran NaOH 0,1 N, larutan titrat merupakan
sample dititrasi hingga berwarna bening

Perhitungan

diketahui    :

volume titeran sample    : 157,5 ml

volume titran blanko    : 385,7 ml

ditanyakan    : 

kadar tanin terikat ….?

Jawab

 % N = ( volume blanko – V sample )NaOH x N NaOH x 14 x 100% / berat


sample

% N = ( 228,2 ) x 0,183 x 14 / 600,49 x 100%

%N = 97,3618%

 Kadar zat kulit mentah

= 5,62 x % N

= 5,62 x 97,3618

= 547,17%

 Tannin terikat

40
= 100% - ( kadar air + kadar minyak + kadar zat terlarut + kadar abu tak
larut + zat kulit mentah )

= 100% - ( 14,10835 + 1,1389 + 24,64 + 1,33% + 547,17 )

=-488,38

1. Pembahasan

Dalam praktikum penentuan kadar Nitrogen dalam kulit samak ini dibagi menjadi 3 tahapan,
yaitu:

1) Proses destruksi

Pada tahap ini, sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi penguraian
menjadi unsur-unsurnya yaitu unsur-unsur C, H, O, N, S, dan P. Dalam pemansan ini
menggunakan Katalisator yang berfungsi untuk mempercepat proses destruksi dengan
menaikkan titik didih asam sulfat. Katalisator N terdiri dari campuran NaSO 4 +
CuSO4 dengan perbandingan 20 : 1. Tiap 1 gram NaSO 4dapat menaikan titih didih 3 0C.
Karena titik didih tinggi maka asam sulfat akan membutuhkan waktu yang lama untuk
menguap. 

Kontak asam sulfat dengan sampel akan lebih lama sehingga proses destruksi akan berjalan
lebih efektif. Setelah ditambah katalisator N, sampel dimasukkan dalam labu khyedal
kemudian ditambah dengan 35 ml H2SO4 pekat. H2SO4 pekat yang dipergunakan untuk
destruksi diperhitungkan dari adanya N. Asam sulfat yang bersifat oksidator kuat akan
mendestruksi sampel menjadi unsur-unsurnya. Penambahan asam sulfat dilakukan dalam
lemari asam untuk menghindari S yang berada di dalam protein terurai menjadi SO 2 yang
sangat berbahaya. Setelah penambahan asam sulfat larutan menjadi keruh.

Labu khyedal yang berisi sampel kemudian ditutup dan dipanaskan. Pemanasan yang terjadi
mengakibatkan reaksi berjalan lebih cepat. Sampel didestruksi hingga larutan berwarna jernih
yang mengindikasikan bahwa proses destruksi telah selesai. Selama destruksi, akan terjadi
reaksi sebagai berikut :

(CHON) + On + H2SO4     CO2 + H2O + (NH4)2SO4 

                    (Rr. Wirastuti. dkk . 2006)

Proses destruksi dapat dikatakan selesai apabila larutan berwarna jernih. Larutan yang jernih
menunjukkan bahwa semua partikel padat bahan telah terdestruksi menjadi bentuk partikel
yang larut tanpa ada partikel padat yang tersisa. Larutan jernih yang telah mengandung
senyawa (NH4)2SO4 ini kemudian didinginkan supaya suhu sampel sama dengan suhu luar
sehingga penambahan perlakuan lain pada proses berikutnya dapat memperoleh hasil yang
diinginkan karena reaksi yang sebelumnya sudah usai. 

2) Proses Destilasi

Larutan sampel jernih yang telah dingin kemudian ditambah dengan aquadest untuk
melarutkan sampel hasil destruksi agar hasil destruksi dapat didestilasi dengan sempurna

41
serta untuk lebih memudahkan proses analisa karena hasil destruksi melekat pada tabung
reaksi besar. Kemudian larutan sampel didestilasi dengan alat destilator. Pada dasarnya
tujuan destilasi adalah memisahkan zat yang diinginkan, yaitu dengan memecah amonium
sulfat menjadi amonia (NH3) dengan menambah 20 ml NaOH kemudian dipanaskan. Prinsip
destilasi adalah memisahkan cairan atau larutan berdasarkan perbedaan titik didih. Fungsi
penambahan NaOH adalah untuk memberikan suasana basa karena reaksi tidak dapat
berlangsung dalam keadaan asam. 

Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3) dengan penambahan
NaOH sampai alkalis dan dipanaskan oleh pemanas dalam labu kjehdal. Selain itu sifat
NaOH yang apabila ditambah dengan aquadest menghasilkan panas, meski energinya tidak
terlalu besar jika dibandingkan pemanasan dari alat destilator, ikut memberikan masukan
energi pada proses destilasi. Panas tinggi yang ada dalam labu kjehdal juga berasal dari reaksi
antara NaOH dengan (NH4)2SO4 yang merupakan reaksi yang sangat eksoterm sehingga
energinya sangat tinggi. Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh larutan
asam standar. Asam standar yang dipakai dalam percobaan ini adalah asam klorida. Asam
standar yang dapat dipakai adalah HCl 0,1N dalam jumlah yang berlebihan.

Larutan sampel yang telah terdestruksi dalam labu khyedal, kemudian alat destilasi berupa
pipa kecil panjang dimasukkan ke dalamnya hingga hampir mencapai dasar tabung reaksi
sehingga diharapkan proses destilasi akan berjalan maksimal (sempurna). Gelas beker yang
berisi 75 ml asam klorida + metil oren ditempatkan di bagian kanan alat destilasi. Metil oren
merupakan indikator yang hanya bisa bereaksi pada suasana asam. Indikator ini digunakan
untuk mengetahui asam dalam keadaan berlebih. Selain itu alasan pemilihan indikator ini
adalah karena memiliki trayek pH 3,1 – 4,4. Pada suasana asam indikator akan berwarna
merah muda, Asam klorida (HCl) berfungsi sebagai penangkap NH 3 sebagai destilat berupa
gas yang bersifat basa. Supaya ammonia dapat ditangkap secara maksimal, maka sebaiknya
ujung alat destilasi ini tercelup semua ke dalam larutan asam standar sehingga dapat
ditentukan jumlah protein kandungan N. Selama proses destilasi lama-kelamaan volume
larutan HCl akan bertamabah, ini dikarenakan larutan HCl menangkap NH3 dari proses
distilasi

Reaksi yang terjadi :

(NH4)SO4 + NaOH        Na2SO4 + 2 NH4OH

2NH4OH        2NH3 + 2H2O

4NH3 + 2HCl 2(NH4)2Cl +H2

                  (Rr. Wirastuti. dkk . 2006)

Reaksi destilasi akan berakhir bila ammonia yang telah terdestilasi sudah habis, yang ditandai
dengan larutan yang didistilat memercik atu meletup didalam labu khyedal. Setelah destilasi
selesai larutan sampel berwarna keruh dan terdapat endapan di dasar tabung ) dan larutan
asam dalam erlenmeyer bertambah volumenya. Ammonia yang terbentuk selama destilasi
dapat ditangkap sebagai destilat setelah diembunkan (kondensasi) oleh pendingin balik di
bagian belakang alat Kjeltec dan dialirkan ke dalam gelas beker yang berisi larutan asam
standar.

1. Tahap titrasi 

42
Titrasi merupakan tahap akhir dari seluruh metode Kjeldahl pada penentuan kadar N
pada sampekl kulit. Dengan melakukan titrasi, dapat diketahui banyaknya asam
klorida yang bereaksi dengan ammonia.

Untuk tahap titrasi, destilat dititrasi dengan NaOH yang telah distandarisasi (telah
disiapkan) sebelumnya. Normalitas yang diperoleh dari hasil standarisasi adalah 0,1N.
Ambil larutan HCl yang mengandung NH3 10ml ditambah indikator PP kemudian
dititrasi dengan NaOH, hingga titik ekuivalen yang ditandai dengan berubahnya
warna larutan merah bening menjadi bening tak berwarna karena adanya NaOH
berlebih yang menyebabkan suasana netral atau asam. Melalui titrasi ini, dapat
diketahui kandungan N dalam bentuk NH4 sehingga kandungan N pada sampel dapat
diketahui melalui perhitungan.

Sebagai
pembanding, maka kami membuat blanko, dimana proses pembuatan blanko ini sama
dengan proses anaisa sampel, hanya saja tidak memakai sampel kulit, hanya memakai
aquades saja. Pada penentuan blanko, terutama pada saat titrasi, terjadi kesalahan
prosedur, sehingga mengakibatkan hasil error. Hasil titrasi blanko terlalu besar
bandingkan dengan hasil titrasi pada sampel sehingga hasilnya terlalu besar, yaitu
mencapai 97%. 

Karena kesalahan itulah, terjadi pula kesalahan dalam penentuan derajat penyamakan,
sehingga menyebabkan derajat penyamakan untuk sampel kulit yang kami analisa
menjadi minus, yaitu sebesar -488,38. Derajat penyamakan ini tidak bisa
dibandingkan dengan SNI kulit tersebut, karena hasilnya tidak valid.

KESIMPULAN 

Dari hasil praktikum dan analisa yang kami lakukan terhadap sampel kulit sol, kami
berkesimpulasn sebagai berikut:

1. Tabel Hasil analisa sampel kulit sol sapi samak nabati dan perbandingan
dengan SNI 06-0235-1989:

NO JENIS ANALISA HASIL KETERANGAN

1 Kadar air 14,10 % Memenuhi SNI

2 Kadar abu 1,7683 % Memenuhi SNI

pH sebelum diencerkan:
3,56
Tidak memenuhi standar
3 Analisa pH pH sesudah diencerkan:
SNI
4,705

Selisih pH: 1,145

4 Analisa kadar minyak 1,1389 % Memenuhi SNI

5 Analisa kadar zat 24,64% Tidak memenuhi standar

43
terlarut SNI

Analisa kadar abu tak


6 1,33 -
larut

7 Analisa kadar nitrogen 97,361 % -

Analisa derajat
8 -488,38 Error
penyamak

Nerf rusak
9 Organleptis Sesuai standar SNI kulit
Potongan tidak rata

2. Secara garis besar sampel kulit sol sapi samak yang kami analisa, tidak
memenuhi kriteria SNI 06-0235-1989. 

7. Mutu dan Cara Uji Abosteri


- MUTU DAN CARA UJI KULIT MEBEL (UPHOLSTERY)

a. DEFINISI
Kulitmebel/jokmerupakankulitjadi (matang) yang dibuatdarikulitsapiataukerbau yang
lazimdisamakkhromataukombinasi (khrom-nabati/sintetis) yang
biasadigunakanuntukjokmobil, mebel, dan lain-lain.

b. SYARAT MUTU

Tabel

SyaratMutuKulitMebel

No Jenisuji Satua Syaratmutu Keterangan


. n
I KIMIAWI
1. Kadar air % Maks. 20
2. Kadar zatlarutdalam % Maks. 4
air
3. Kadar abujumlah % Maks. 3 Di ataskadar Cr2O3
4. Kadar Cr2O3 % 0,5-1
5. Kadar minyak/lemak % Maks. 6
6. Derajatpenyamakan % Min. 40
7. pH 3,5-7 Untuk pH 3,5-4,5
apabilalarutandiencerkan 10 kali
selisih pH
sebelumdansesudahdiencerkanmaks.

44
0,7
II FISIS
1. Tebal mm Min. 1,0
2. Penyamakan Masak
3. Kekuatantarik N/cm2 Min. 1500
4. Kemuluran % Maks. 50
5. Kekuatanjahit N/cm Min. 1100
6. Ketahananbengkok - Rajah dan cat 20.000 kali minimum
tidakretak
III ORGANOLEPTIS
1. Keadaankulit Rata danpadat
2. Bagiandaging Bersihdan rata
3. Bau Tidakbaubusuk

c. CARA UJI

1. KIMIAWI
1.1 Kadar air
Kadar air sesuaidengan SNI 06-0644-1989, caraujikadar air dalamkulit.
1.2 Kadar zatlarutdalam air
Kadar zatlarutdalam air sesuaidengan SNI 06-0335-1989,
mutudancaraujikulitsapiuntuktak/koper.
1.3 Kadar abujumlah
Kadar abujumlahsesuai SNI 06-0563-1989, caraujikadarabudalamkulittersamak.
1.4 Kadar kromoksida (Cr2O3)
Kadar kromoksidasesuai SNI 06-0645-1989,
caraujikadarkromoksidakulittersamak.
1.5 Kadar minyak/lemak
Kadar minyak/lemaksesuai SNI 06-0564-1989, caraujikadarminyak /
lemakkulittersamak.
1.6 Derajatpenyamakan
Derajatpenyamakansesuai SNI 06-0994-1989, caraujiderajatpenyamakan
(DP)kulittersamak.
1.7 pH
pHsesuai SNI 06-0646-1989, carauji pH kulittersamak.

2. FISIS
2.1 Tebal
Tebalsesuai SNI 06-0234-1989, mutudancaraujikulitboks.
2.2 Penyamakan
Penyamakansesuai SNI 06-0234-1989, mutudancaraujikulitboks.
2.3 Kekuatantarik
Kekuatantariksesuai SNI 06-1795-1990, caraujikekuatantarikdankemulurankulit.
2.4 Kemulurankulit
Kemulurankulitsesuai SNI 06-1795-1989, caraujikekuatantarikdankemulurankulit.

45
2.5 Kekuatanjahit
Kekuatanjahitsesuai SNI 06-1117-1989, caraujikekuatanjahitkulit.
2.6 Ketahananbengkok
Ketahananbengkoksesuai SNI 06-0995-1989, caraujikuatbengkokkulittersamak.

3. ORGANOLEPTIS
3.1 Keadaankulit
Diamatidengancaradipegang, dandilihatpadabagianrajah
tentangkeadaanpermukaan.
3.2 Bagiandaging
Bagiandagingsesuai SNI 06-0335-1989, mutudancaraujikulitsapiuntuktas/ koper.
3.3 Bau
Pegangkulitdandibau.

46
BAB IV

KESIMPULAN
1. Kesimpulan

Dari Paparan atau penjelasan di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa sesuai
dengan makalah “Mutu dan Cara Uji Material ” penulis menyimpulkan bahwa dala
pembuatan sebuah produk kita harus mempertimbangkan, memperhatikan dan memilah
bahan atau material yang akan kita gunakan dan kita produksi sebagai barang jadi yang
menggunakan kulit sebagai bahan dasarnya, karena sebagian kulit ada baik dan ada juga
yang cacat sehingga kita harus benar-benar teliti.

2. Saran

Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan
lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber –
sumber yang lebih banyak lagi dan dapat di pertanggung jawabkan.

Demikianlah makalah yang kami buat ini, semoga bermanfaat dan menambah
pengetahuan para pembaca. Kami mohon maaf apabila ada kesalahan ejaan dalam
penulisan kata dan kalimat yang kurang jelas, dimengerti, dan lugas.Karena kami
hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan Dan kami juga sangat
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Sekian penutup dari kami semoga dapat diterima di hati dan kami ucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya.

47
BAB V

DAFTAR PUSTAKA

Hermiyati, Indri, 2009. Petunjuk Praktikum Analisa Kulit Tersamak. Akademi Teknologi


Kulit: Yogyakarta.

Sudardjo, Ir.Sumarmi dan Sumarni, Sri. 1984. Analisa Kulit dan Bahan Bagian I tahun 1984.
Akademi Trknologi Kulit: Yogyakarta.

Badan Standarisasi Nasional. 1989. Kulit Sapi atau Kerbau Samak Kombinasi Krom Nabati,
Mutu dan Cara Uji. SNI 06-0484-1989. Jakarta : LIPI

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Standar_Nasional_Indonesia

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Badan_Standardisasi_Nasional

https://batikyogya.wordpress.com/2008/11/04/quality-control-di-industri-
garmen-olehnoor-fitrihana/

https://tsapps.nist.gov

https://www.google.com/search?client=ms-opera-
mobile&channel=new&espv=1&biw=360&bih=295&ei=zJAyWPjxloqBvQSZ
1Ja4DQ&q=mutu+dan+cara+uji+garmen&oq=mutu+dan+cara+uji+garmen&gs
_l=mobile-gws-serp

https://www.isjd.pdii.lipi.go.id

www.bsn.go.id

48

Anda mungkin juga menyukai