DISUSUN OLEH :
NAMA : Winda Sitoresmi Diah K.A
NIM : 1602125
TPPK - D
POLITEKNIK NEGERI ATK
YOGYAKARTA
2016
1
Kata Pengantar
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..............................................................................................
KATA PENGANTAR............................................................................................
DAFTAR ISI...........................................................................................................
PENDAHULUAN..................................................................................................
LATAR BELAKANG............................................................................................
RUMUSAN MASALAH........................................................................................
PENUTUP..............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
BAB IV KESIMPULAN
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Terkait bahan material yang akan kita gunakan untuk membuat suatu
produk, penting bagi kita unuk memilih dan memilah material tersebut. Bukan
hanya memilih, namun juga memilah bahan material tersebut. Dilihat dari segi
manapun, seperti misal : kelebihan dan kekurangan dari masing-masing bahan
material, harga jual di pasaran, estetika keindahan menggunakan mateial tersebut,
maupun Standart Nasional yang di gunakan, apakah sudah memenuhi Standart
tersebut atau belum.
Apakah mutu material kulit maupun sintetis yang dihasilkan oleh
masyarakat dalam negeri sudah memenuhi standart yang sesuai atau paling tidak
telah mendekati standart kualitas yang telah ditetapkan. Hal ini menjadi penting
untuk diketahui sebelum kita menentukan material yang akan kita gunakan. Mulai
dari bagaimana cara menguji mutu dan faktor- faktor apa saja yang perlu
diperhatikan dalam pengujian material tersebut. Hal inilah yang melatarbelakangi
dilakukannya pembahasan tentang mutu dan cara uji material.
B. Rumusan masalah
Sesuai dengan latar belakang diatas maka rumusan masalah yang akan dibahas
dalam makalah ini adalah antara lain :
Mahasiswa mampu memahami fungsi dilakukan pengujian mutu pada setiap material
yang akan digunakan pada suatu produk
Mahasiswa mampu memilih dan memilah material yang akan digunakan dalam
memproduksi sebuah produk
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kulit merupakan salah satu jenis hasil ternak yang sekarang ini
telah dijadikan sebagai suatu komoditi perdagangan dengan harga yang
cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat dari data statistik nilai ekspor kulit
indonesia. Nilai ekspor yang tinggi ini dapat memberi keuntungan yang
cukup baik bagi industri kulit yang ada di Indonesia. Pada umumnya kulit
dimanfaatkan sebagai bahan pembuat sepatu, jaket, tas, dompet, ikat
pinggang serta masih ada beberapa produk-produk lain yang
memanfaatkan kulit sebagai bahan bakunya, seperti kerupuk kulit dan
gelatin sebagai bahan pangan.
5
BAB III
PEMBAHASAN
6
SNI 12-1848-1990, Sepatu bot dari PVC.
3.1
sepatu pengaman (safety shoes) sepatu kerja yang dilengkapi pengeras depan dari
baja
sebagai pelindung jari-jari kaki dari pukulan dan benturan serta bahaya lain yang
berhubungan dengan lingkungan kerja
3.2
sistem goodyear welt (pita goodyear) perakitan bagian atas sepatu (shoe upper)
dengan sol luar (outer sole) dengan atau tanpa sol tengah (middle sole) menggunakan
pita (welt) yang dijahit rantai, pita dijahit kunci pada sol luar atau sol tengah
3.3
pita (welt) komponen bagian bawah yang berbentuk panjang dan tipis seperti pita
terbuat dari kulit atau bahan sintetis
3.4
bagian atas (upper)
bagian sepatu yang terletak disebelah atas, merupakan bagian sepatu yang melindungi
dan
menutupi sebelah atas dan samping kaki, bagian atas umumnya terdiri dari beberapa
komponen yang dijahit menjadi satu
3.5
bagian depan (vamp)
komponen bagian atas sepatu terletak dibagian depan, dimulai dari tumpuan lidah ke
muka sampai pada ujung, menyebar kesamping berbatasan dengan kedua ujung
sebelah samping
3.6
bagian samping (quarter)
komponen bagian atas yang terletak disebelah samping dimulai dari ujung yang
berbatasan dengan bagian depan (vamp) sampai dengan bagian belakang, yang terdiri
dari samping luar dan samping dalam
3.7
lidah (tongue)
komponen bagian atas sepatu yang disambungkan pada lengkung tengah bagian depan
atau menjadi satu secara utuh dengan bagian depan
3.8
bis belakang (back stay)
komponen bagian atas berbentuk pita yang dipasangkan pada bagian sambungan
antara kedua samping belakang
3.9
bis atas (top quarter)
penguat yang dipasang di bagian samping atas, berfungsi memperkuat bagian
samping
3.10
bis mata ayam (eyelets stay)
komponen bagian atas yang dipasang pada sebelah depan quarter, untuk memperkuat
kedudukan mata ayam
3.11
mata ayam (eyelets)
7
komponen pelengkap sepatu berbentuk pipa pipih, dibuat dari logam tidak berkarat
atau bahan sintetis, tempat untuk memasang tali sepatu
3.12
lapis bagian depan (vamp lining)
komponen bagian atas sepatu yang melapisi bagian depan sebelah dalam
3.13
lapis bagian samping (quarter lining)
komponen bagian atas sepatu yang melapisi bagian samping sebelah dalam
3.14
pengeras depan baja (steel toe cap)
pengeras depan dari baja yang dipasang pada bagian depan sepatu, berfungsi
memperkuat bagian depan dan melindungi jari-jari kaki
3.15
pengeras belakang (counter)
komponen bagian atas yang terletak di quarter belakang, dipasang diantara quarter
dan lapis samping, untuk menjaga bentuk bagian belakang sepatu selalu tetap
3.16
penyangga pengeras depan
pelunak yang dipasang pada sisi ujung belakang pengeras depan baja agar tidak
melukai punggung kaki
3.17
tali sepatu (lace)
komponen pelengkap sepatu berbentuk tali yang dipasang pada mata ayam, untuk
mengikat ujung kedua quarter
3.18
elastik (elastic)
komponen bagian atas yang terletak antara bagian samping depan yang berfungsi
sebagai penguat (pengikat)
3.19
katup sleret (zipper)
komponen bagian atas yang terletak pada kedua bagian samping depan yang berfungsi
sebagai alat pengikat
3.20
sol luar (outer sole)
komponen bagian bawah sepatu yang letaknya paling luar dan langsung berhubungan
dengan lantai/tanah, yang berfungsi sebagai alas sepatu
3.21
sol dalam (insole)
komponen bagian bawah yang menjadi fondasi sepatu, tempat untuk melekatkan
bagian atas, melalui proses pengopenan
3.22
tatakan (sock lining)
pelapis sepatu yang melapisi bagian telapak kaki
3.23
hak (heel)
komponen bagian bawah yang dipasang menempel pada sol luar sebelah belakang
(tumit),untuk memberi dukungan pada bagian tumit agar kedudukan sepatu menjadi
kuat, serasi dan seimbang
8
Persyaratan mutu
Tabel 1 persyaratan mutu
No. Jenis uji Satuan persyarata Metode uji
n
1. Desain Diuji berdasarkan tinngi
1.1 Tinggi bagian atas sepatu mm Sesuai tabel bagian atas sepatu
2
2. Mutu bahan :
2.1 Bagian atas sepatu kulit
Tebal Diuji sesuai
Kekuatan sobek mm Min 1,5 SNI 06-0234-1989
N Min 120 Diuji sesuai
Kekuatan tarik SNI 06-1794-1990
2.2 N/mm2 Min 15 Diuji sesuai
pH SNI 06-1795-1990
- Min 3,5 Diuji sesuai
benang jahit SNI 06-0646-1989
kuat tarik N Min 20 Diuji sesuai
SNI 08-1508-1989
3 Lapisan bagian depan dan
samping :
3.1 Kekuatan sobek Diuji sesuai
bahan kulit N Min. 30 SNI 06-1794-1990
9
kembangan
tebal kembangan Mm Min. 2,5
6.3 tegangan putus Diuji berdasarkan
2
bahan karet N /m m Min.14 SNI 12-0778-1989
bahan poliuretan N /m m2 Min. 6
6.4 kekuatan sobek Diuji berdasarkan
bahan karet N /m m Min.6 SNI-12-0778-1989
bahan poliuretan N /m m Min.6
6.5 berat jenis Diuji berdasrkan
bahan karet g/cm3 Maks.1,2 SNI 12-0778-1989
bahan poliuretan g/cm3 Maks.1,0
6.6 ketahanan kikis Diuji berdasarkan
graseli (vol. Terkikis) SNI 12-0778-1989
berat jenis ≤ 0,9 g/cm3 mm3 Maks. 250
berat jenis ≥0,9 g/cm3 mm3 Maks. 150
6.7 ketahanan terhadap mm Maks. 4 Diuji berdasarkan
perluasan sobekan 30.000 SNI 12-1848-1990
bengkulan
6.8 pengembangan dalam - Maks 12% Diuji berdasarkan
minyak pelumas pengembangan dalam
(perubahan volume) minyak pelumas
6.9 ketahanan hidrolis Mm Maks. 6 Diuji berdasarkan
poliuretan (perluasan ketahanan hidrolis
sobekan 1500.000 poliuretan
bengkukan)
sepatu secara
keseluruhan :
7.1 kontruksi - Sepatu Diuji secara organoleptis
harus
mempunyai
sol yang
kuat. Sol
dalam harus
terletak
sedemikian
rupa
sehingga
tidak dapat
diambil
tanpa
merusak
sepatu.
7.2 Jahitan - Dijahit kuat Diuji secara organoleptis
dan rapi,
jarak jahitan
2-3 tusukan
per cm
7.2.1 Benang jahit rantai dan
kunci :
jumlah lilitan - Min 5 Diuji sesuai
10
kekutan tarik N Min 75 SNI 08-1508-1989
7.2.2 kuat rekat :
sol tengah dan sol luar N/mm Min 4 Apabila ada, diuji
(interlayer) berdasarkan Kuat rekat
sol tengah dan sol luar
jika terjadi sobekan pada
salah satu lapisan, maka
7.3 daya rekat min. 3,0 N/mm
7.3.1 Pengeras depan konstruksi - Pengeras
depan harus Diuji sesuai secara
dipasang organoleptis
sedemikian
rupa
sehingga
tidak dapat
dilepas
tanpa
merusak
sepatu
7.3.2 Panjang sisi dalam Mm Sesuai tabel Diuji berdasarkan
pengeras depan 3 Panjang sisi dalam
pengeras depan (internal
toe cap length)
7.3.3 Ketahanan pukul dengan Mm Jarak ruang Diuji berdasarkan
energi 200 J di bawah Ketahanan terhadap
pengeras pukulan
depan
setelah diuji
sesuai tabel
4. Pengeras
depan tidak
boleh
menunjukan
tanda
keretakan
7.3.4 Ketahanan terhadap - Jarak ruang Diuji sesuai Ketahanan
tekanan dengan beban 15 di bawah terhadap tekanan
kN pengeras
depan
setelah diuji
sesuai tabel
4
7.3.5 Ketahanan terhadap - Maks. 5 Diuji berdasarkan
korosi (lima) Ketahanan terhadap
bercak korosi
korosi tiap
bercak
maks. 2,5
mm2
11
Tabel 2 Tinggi bagian atas sepatu (upper)
Ukuran sepatu Tinggi bagian atas sepatu (mm)
Sistem Sistem Sistem Desain Desain B Desain C Desain D
Indonesia Perancis Inggris A min min min
≤ 240 ≤ 36 ≤3 < 103 103 162 255
247 dan 253 37 dan 38 4dan 5 <105 105 165 260
260 dan 267 39 dan 40 6 < 109 109 172 270
273 dan 280 41 dan 42 7 dan 8 < 113 113 178 280
287 dan 293 43 dan 44 9 dan 10 < 117 117 185 290
≥300 ≥45 ≤11 < 121 121 192 300
Tabel 4 jarak minimum ruang antara pengeras depan dengan sol dalam
12
2501 – 3000 300 150 30 18
Dst.
CATATAN 1 Jumlah contoh minimal 3 adalah sesuai dengan prinsip umum statika.
CATATAN 2
Contoh primer adalah kumpulan contoh yang diambil secara acak dalam tanding
Contoh campuran adalah kumpulam contoh yang diambil secara acak dalam contoh primer
Contoh sekunder adalah contoh yang diambil secara acak dalam contoh campuran
Contoh laboratoris adalah contoh yang diambil secara acak dalam kumpulan contoh
sekunder yang mewakili tanding untuk laboratoris meliputi uji fisika, kimia dan
organoleptis.
Untuk uji bagian atas sepatu dan bagian bawah sepatu, contoh sedpat mungkin diambil
dari contoh sepatu. Apabila tidak memungkinkan, contoh dapat diambil dari bahan yang
diproses sesuai dengan pembuatan barang jadinya.
4. Cara uji
13
Keterangan :
o F adalah beban yang diperlukan untuk memisahkan bagian atas sepatu dengan sol
luar, dinyatakan dalam Newton (N);
o W adalah lebar cuplikan, dinyatakan dalam milimeter (mm).
Pengeras depan
Panjang sisi dalam pengeras depan (internal toe cap length)
a) Ambil pengeras depan dari dalam sepatu. Letakkan pengeras depan pada bidang
datar dan rata, dengan bagian terbuka terletak di bawah. Tentukan sumbu uji (garis
yang letaknya ditengah-tengah pengeras depan), seperti pada Gambar 4.
b) Ukur panjang sisi dalam pengeras depan dengan alat pengukur panjang yang
mempunyai ketelitian 0,5 mm. Lakukan pengukuran sepanjang sumbu uji mulai dari
jari depan ke belakang, dengan jarak 3-10 mm di atas bidang datar tempat pengeras
depan diletakkan
Ketahanan terhadap pukulan
a) Lakukan pengujian dengan alat uji ketahanan terhadap pukulan yang dilengkapi
Pemukul baja (striker) dengan massa (20 ± 0,2) kg yang dapat jatuh bebas dari
ketinggian tertentu.
b) Potong cuplikan dari bagian atas sepatu berjarak 30 mm dari tepi belakang
pengeras depan
c) Pasang cuplikan pada alat uji dan kencangkan penjepit sehingga cuplikan tidak
Dapat bergeser sewaktu alat pemukul jatuh di atas sumbu uji sepatu. Atur dan
kencangkan penjepit agar cuplikan sejajar dengan bidang datar dari sol dalam.
d) Masukkan wax atau oil clay yang berdiameter 20 mm di atas sol dalam dan bagian
atas pengeras depan sedemikian rupa sehingga tepi atas oil clay menyentuh bagian
atas pengeras depan. Sisipkan aluminium foil diatas oil clay agar oil clay tidak
melekat pada pengeras depan apabila dilakukan pengujian.
e) Jatuhkan pemukul baja dari ketinggian ± 100 cm sehingga memberikan tenaga
pukulan
sebesar 200 J.
f) Ambil oil clay dan ukur tingginya dibagian titik terendah. Nilai tersebut
merupakan
jarakminimal ruang antara pengeras depan dengan sol dalam.
Ketahanan terhadap tekanan
a) Lakukan pengujian dengan alat uji ketahanan terhadap tekanan. Alat terdiri dari
dua plat penekan baja yang permukaannya halus dan rata serta tetap dalam posisi
sejajar selama pengujian dilakukan. Kepala plat penekan mempunyai diameter 75
mm.
b) Potong cuplikan sepanjang ± 30 mm dari pengeras depan sepatu, dengan bagian
depan (vamp) dan pelapisnya (lining) masih tersisa
c) Tatakan bila ada, dibiarkan tetap ditempatnya. Letakkan bagian jari pada ujung
Cuplikan diatas plat dasar sedemikian rupa sehingga bagian tertinggi dari
pengeras depan terletak pada sumbu beban dari plat penekan
d) Sisipkan oil clay (wax) yang berbentuk silinder dengan diameter 25 mm diantara
Sol dalam dan bagian tertinggi dari bagian belakang pengeras depan sehingga
tinggi oil clay sama dengan tinggi bagian belakang pengeras depan. Lapisi oil
clay dengan aluminium foil agar oil clay tidak melekat pada pengeras depan
apabila dilakukan pengujian.
e) Tekan cuplikan dengan tenaga kompresi sebesar 15 kN. Ambil oil clay dan ukur
tingginya di bagian titik terendah. Nilai tersebut merupakan jarak minimal antara
14
pengeras depan dengan sol dalam.
Ketahanan terhadap korosi
a) Ambil pengeras depan dari dalam sepatu atau pengeras depan baru sebagai
cuplikan. Masukkan cuplikan kedalam bejana dan tuangkan larutan NaCl 1% (b/b)
sampai terendam dengan kedalaman 150 mm. Tutup bejana dengan lembaran
plastik untuk mengurangi penguapan.
b) Diamkan cuplikan terendam selama 7 (tujuh) hari. Buang larutan NaCl dan amati
cuplikan terhadap adanya tanda korosi. Apabila cuplikan menunjukkan tanda
korosi,ukur jumlah tanda korosi dan luasnya dalam mm2.
Bagian atas sepatu
Kekuatan sobek
Sesuai SNI 06-1794-1990, Cara uji kekuatan sobek dan kekuatan sobek lapisan kulit.
Kekuatan tarik
Sesuai SNI 06-1795-1990, Cara uji kekuatan tarik dan kemuluran kulit.
Lapis
Kekuatan sobek lapis bagian depan dan bagian samping dilakukan sesuai SNI. 06-
1794-1990, Cara uji kekuatan sobek dan sobek lapisan kulit.
Lidah
Kekuatan sobek
Sesuai SNI 06-1794-1990, Cara uji kekuatan sobek dan sobek lapisan kulit.
pH
Sesuai SNI 06-0646-1989, Cara uji pH kulit tersamak.
Sol dalam
Tebal dilakukan sesuai SNI 06-0642-1989, Mutu dan cara uji karton kulit (leather
board).
Penyerapan air dan penguapan air
Persiapan cuplikan
Potong cuplikan sol dalam dengan ukuran (50 ± 1) mm x (50 ± 1) mm, dan
kondisikan pada suhu (25 ± 2) °C dengan kelembaban relatif (50 – 65) % selama 24
jam.
Penyerapan air
a) Timbang cuplikan dengan timbangan yang mempunyai ketelitian 0,01 g dan catat
beratnya (mo). Masukkan cuplikan kedalam air suling pada suhu (25 ± 2)°C
selama 8 jam. Kemudian angkat, keringkan dari tetesan air menggunakan kertas
saring, timbang dan catat beratnya (m1).
b) Perhitungan penyerapan air dilaporkan dengan ketelitian 1%. Perhitungan
penyerapan
air sebagai prosentase berat menggunakan persamaan sebagai berikut:
Penyerapan air = m1 – m0 x100%
m0
Keterangan :
mo adalah berat awal cuplikan dalam keadaan kering, (g);
m1 adalah berat akhir cuplikan dalam keadaan basah,(g).
Penguapan air
a) Setelah diuji penyerapan air, kondisikan cuplikan pada suhu (25 ± 2)°C dan
Kelembaban relatif (50 - 65) %, selama 16 jam. Timbang dan catat beratnya (m2).
b) Hitung penguapan air sebagai prosentase berat dengan menggunakan persamaan :
15
Keterangan:
m0 adalah berat awal cuplikan pada keadaan kering, (g);
m1 adalah berat akhir cuplikan pada keadaan basah, (g);
m2 adalah berat cuplikan setelah dikondisikan kembali, (g).
Sol luar
Area kembangan sol
Ukur panjang sol mulai dari ujung depan sampai belakang hak. Tentukan area
kembangan sol dengan mengukur panjang kembangan sol di bagian telapak sol dan
bagian hak
Tebal
Ukur tebal sol tanpa kembangan (d1) dan tebal kembangan sol (d2) diberbagai titik
dengan alat ukur tebal yang mempunyai ketelitian 0,1 mm seperti Gambar 11.
Lakukan 3 (tiga) kali pengukuran dan hasilnya dirata-rata.
Tegangan putus
Sesuai dengan SNI 12-0778-1989, Sol karet cetak, sub pasal 5.1.1.
Kekuatan sobek
Sesuai dengan SNI 12-0778-1989, Sol karet cetak, sub pasal 5.1.3.
Berat jenis
Sesuai dengan SNI 12-0778-1989, Sol karet cetak, sub pasal 5.1.5.
Ketahanan kikis Graselli
Sesuai dengan SNI 12-0778-1989, Sol karet cetak, sub pasal 5.1.6.
Ketahanan terhadap perluasan sobekan
Sesuai dengan SNI 12-1848-1990, Sepatu bot dari PVC, sub pasal 5.1.2.8.
Pengembangan dalam minyak pelumas
a) Potong cuplikan dari bagian sol luar dengan ukuran diameter 16 mm ± 1 mm dantebal
4 mm ± 0,5 mm. Untuk sol dua lapis (two layer) potong cuplikan termasuk lapisan
kedua yang tidak terpisahkan.
b) Timbang di udara berat cuplikan mula-mula (m1), timbang pula didalam air cuplikann
mula-mula (m2) dengan menggunakan alat densimeter dengan ketelitian 0,01 g.
c) Rendam cuplikan dalam minyak pelumas (2,2,4 trimetilpentan/iso oktan) pada suhu
25°C ± 2°C selama 22 jam ± 0,25 jam. Pada akhir pengujian, ambil cuplikan dan
keringkan dengan kertas saring.
d) Timbang di udara berat cuplikan setelah perendaman (m3), timbang di dalam air berat
cuplikan setelah perendaman (m4). Ukur perubahan volumenya dengan rumus sebagai
berikut :
16
Terbentuk uap jenuh. Atur kran pengatur air sehingga air menetes kedalam
waterbath guna menjaga permukaan air dalam waterbath tetap.
d) Tetesan air kran sedemikian rupa sehingga suhu waterbath konstan. Jumlah
Cuplikan dalam waterbath maksimum 10 % dari kapasitas waterbath. Pada akhir
hidrolisis ambil cuplikan dan kondisikan dalam desikator selama 24 jam.
e) Lakukan pengujian ketahanan terhadap perluasan sobekan sesuai dengan SNI
12-1848-1990, Sepatu bot dari PVC.
8 Syarat lulus uji
Contoh dinyatakan lulus uji apabila memenuhi persyaratan pada butir 5.
9 Syarat penandaan
Dalam setiap sepatu minimal harus dicantumkan :
a. merk ;
b. ukuran ;
c. identitas perusahaan ;
d. label pengaman (safety label)
e. logo kulit .
17
Mempunyai sistem kontinyu audit untuk operator yang mempunyai
masalah
Mempunyai sistem menyimpan record untuk operator bermasalah
18
keperluan pengisi jaket, biasanya padding ini sekalian dijahit pada kain vuring/lining-
nya.
19
Urutan/Prosedur pemeriksaan pada cutting (QC Cutting) :
Periksa lembar kain bagian atas sampai pada lembar kain bagian bawah dengan
posisi kertas marker
Periksa dan cocokkan komponen pola dengan komponen pola yang terdapat
pada kertas marker apakah komponen pola sudah lengkap atau belum. Petugas
QC harus mencatat semua temuan pada lembar laporan pemeriksaan.
Periksa apakah terdapat kesalahan potong pada setiap garis komponen pola
ataukah tidak
Cek interling dengan pola (bila komponen garmen menggunakan interlining dan
bordir)
Kesalahan potong pada bagian yang seharusnya dipotong ulang pada kain
cadangan, dilakukan pencatatan dan pemotongan.
20
Melakukan pemeriksaan dari hasil gosokan apakah sudah halus sesuai dengan
yang diinginkan atau tidak
Melakukan pemeriksaan folding method/ cara lipat sudah sesuai dengan
permintaan buyer atau tidak
Melakukan pemeriksaan terhadap meterial penunjang (card board, paper collar
stripe, plastic collar support, tissue paper, hang tag, price tiket) apakah sudah
sesuai yang dengan permintaan dari buyer atau tidak
Melakukan pemeriksaan terhadap kualitas, ukuran dari export carton
Melakukan pemeriksaan terhadap total jumlah per carton, dan methode packing
FINAL AUDIT PROCEDURE/ PROSEDUR FINAL AUDIT
Final audit akan dilakukan pada posisi garmen dengan status produksi tertentu.
Melakukan pemeriksaan kesesuain pada jumlah pemesanan, warna dan model
Melakukan pemilihan/pengambilan garmen secara random sesuai dengan
statistical sample plan
Melakukan pemeriksaan secara visual dari hasil apakah kualitas jahit sudah
sesuai atau tidak dengan standart
Melakukan pemeriksaan terhadap ukuran, apakah sudah selesai dengan
pemesanan atau tidak. Minimum pengukuran 5 pieces untuk setiap warna dan
ukuran
Melakukan pemeriksaan secara menyeluruh terhadap : model, kain, warna,
jahitan, material penunjang, konstruksi material, price ticket, folding
method/cara lipat, carton marking dan carton labeling.
Persyaratan kulit sarung tangan samak krom menurut Acceptable Quality Levels in
Leather, 1976 adalah sebagai berikut :
21
Menurut SII. 0943-84, persyaratan mutu kulit sarung tangan golf samak krom
ditetapkan :
Uji kimiawi :
Kadar air maksimal 20%
Kadar minyak (8,0-20,0)%
Kadar abu maksimal 2,0% diatas kadar Cr2O3
Kadar Cr2O3 minimal 3,0%
pH (3,5-7,0)
Uji fisis :
Tebal (0,3-0,7)mm
Penyamakan masak
Kekuatan zwick nerf dan cat tidak ratak.
Kekuatan tarik minimal 75 kgf/cm²
Kemuluran minimal 40,0 %
Kekuatan sobek minimal 20 kgf/cm
Kekuatan jahit minimal 50 kgf/cm
Kekuatan gosok cat :
- Kering : tidak luntur
- Basah : sedikit luntur
Uji Organoleptis :
Kelemasan kulit cukup lama
Cat rata
Keadaan nerf tidak lepas
Materi yang digunakan dalam penelitian ii adalah 32 sampel kulit sarung tangan
golf yang diambil dari berbagai perusahaan di Jawa Timur, Jawa Tengah dan
Daerah Istimewa Yogyakarta. Pengujian sample dilakukan di laboratorium
Pengujian Mutu dan Normalisasi Kulit, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Industri Barang Kulit, Karet dan Plastik yang meliputi uji organoleptis fisis dan
kimiawi. Penyiapan contoh uji fisis dan kimiawi dilaksanakan sesuai Standar
Nasional Indonesia (SNI). Analisa data dengan menggunakan standar deviasi
dalam Descriptive Statistic.
PEMBAHASAN
Menurut Palmer dan kawaan-kawan, sifat yang dikehendaki untuk kulit sarung
tangan disamping mulur tetapi tidak elastis, juga mempunyaikekuatan tarik yang
tarik. Kekuatan tarik yang rendah menyebabkan akan menjadi mudah pecah/retak
22
dan tidak luntur sehingga akan mempengaruhi mutu kulitnya. Padahal yang
dikehendaki untuk kulit sarung tangan adalah kulit harus lentur.
Hasil yang diperoleh dari uji kekuatan tarik pada penelitian ini adalah cukup
tinggi, sehingga kulit sarung tangan perlu ditinggikan mutunya yaitu pada
persyaratan kekuatan tarik yang tinggi, sehingga kulit sarung tangan perlu
ditingkatkan mutunya yaitu pada persyaratan kekuatan tarik. Persyaratan
kekuatan tarik menurut SII. 0943 – 84 adalah minimal 75 kgf/cm. Sedangkan
menurut Acceptable minimal 100 kgf/cm.
Dari hasil penelitian bila dibandingkan dengan Acceptable maka 90,6% maka
memenuhi persyaratan (106,07 – 199,73) kgf/cm.
Kemuluran ada hubungannya dengan kekuatan tarik. Menurut SII. 1403 – 84
yang dimaksud dengan :
- Kekuatan tarik adalah besarnya gaya maksimal yang diperlukan untuk
menarik kulit sampai putus.
- Kemuluran adalah pertambahan panjang kulit pada saat ditarik sampai
putus dibagi dengan panjang semula dinyatakan dalam persen.
Menurut Sri Pertiwi, dkk setiap kenaikan/penurunan nilai kekuatan tarik akan
terjadi bersama-sama dengan kenaikan/penurunan nilai kemuluran kulitnya (untuk kulit
emas). Sehingga pada persyaratan kemuluran juga perli ditingkatkan guna peningkatan mutu
kulit sarung tangan golf samak.
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian maka untuk sifat-sifat spesifik dari kulit sarung tangan
seperti antara lain mulur tetapi tidak elastis, mempunyai kekuatan tarik yang
tinggi telah terpenuhi.
Kulit merupakan salah satu bagian dari makhluk hidup yang dapat dimanfaatkan. Di
zaman modern sekarang ini kulit hewan banyak dimanfaatkan sebagai produk kerajinan yang
memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Produk-produk yang menggunakan bahan kulit
diantaranya adalah sepatu, ikat pinggang, tas, sarung tangan golf, dsb.
Tentunya bahan kulit yang berasal dari hewan tersebut tidak bisa begitu saja kita manfaatkan,
karena hal ini harus melalui proses pengolahan terlebih dahulu,proses ini yang dinamakan
penyamakan kulit. Penyamakan kulit pada dasarnya adalah proses pengubahan struktur kulit
mentah yang mudah rusak oleh aktifitas mikro organisme, kimiawi atau fisik menjadi kulit
tersamak yang lebih tahan lama. Mekanisme ini pada prinsipnya adalah pemasukan bahan-
bahan tertentu kedalam jalinan serat kulit sehingga terjadi ikatan kimia antara bahan
penyamak dengan serat kulit.
23
Apabila bahan kulit hewan tersebut sudah stabil atau sudah disamak, maka barulah bahan
kulit tersebut dapat dimanfaatkan. Proses penyamakan bahan kulit hewan tersebut
memerlukan 3 tahapan, yaitu :
Harus diingat bahwa kulit merupakan bahan organik yang akan disamak, dan mempunyai
sifat-sifat yang masih amat sensitif terhadap beberapa jenis kemikalia serta mikroorganisme,
selam berlangsungnya proses penyamakan.
Untuk memperoleh hasil kulit tersemak yang sesuai, seperti yang diharapakan, maka
pengontrolan selama proses berjalan harus dilakukan secara teliti dan terus menerus, agar
dapat selalu disesuaikan dengan kondisi dan ketentuan yang diwajibakan untuk masing-
masing penyamakan, seperti yang akan diuraikan dibawah ini, misalnya pengontrolan pH,
kepekatan cairan, uji setelah proses berlangsung (tiap-tiap proses mengalami caran uji yang
berbeda dengan proses lainnya, selama proses berlangsung). Dan dengan pengontrolan yang
terus-menerus, kerusakan karena kelalaian dan kecerobohan dapat dihindarkan.
Tannin adalah subtansi pahit yang terdapat dalam babakan, buah kacang-kacanga, daun, akar
atau biji. Dipakai untuk mengubah kulit hewan mentah menjadi kulit samak. Karena hal
tersebut dari tumbuh-tumbuhan, maka dinamakan bahan penyamak nabati. Sumber bahan
penyamak ini bermacam-macam sehingga akan berbeda-beda pula dalam kekuatan dan sifat,
warna konsentrasi dan kualitasnya. Jadi hasil kulitnya pun sangat berbeda, bahkan
diperuntukan penyamak berbagai macam kulit, antara lain kulit yang keras empuk, warna
tetap atau terang, berat dan ringan. Tannin tersebut dapat digunakan sendiri-sendiri atau
secara berbagai kombinasi untuk memperoleh berbagai efek.
Kulit yang disamak nabati umumnya berwarna coklat muda atau kemerahan sesuai dengan
warna bahan penyamaknya. Ketahanan fisiknya terhadap panas kurang baik dibandingkan
dengan kulit yang disamak khrom walaupun lebih baik dibandingkan dengan kulit yang
disamak dengan minyak atau formaldehid. Kulitnya agak kaku, tetapi empuk, cocok untuk
digunakan sebagai bahan dasar ikat pinggang, tas terutama yang pengerjaannya dengan
tangan.
Bahan penyamak nabati ialah bahan penyamak yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang
mengandung bahan penyamak dapat diketahui:
1. Babakan (kulit) : akasia, sagawe, tungguli, bako2, mahoni, pilang dll
2. Kayu : Quebraco,eiken, mahoni,dll
3. Daun : sumoch,gambir,the, dll
4. Buah : pinang, manggis, sabut kelapa, valonea, divi2, dll
24
Kulit Sol
Kulit sol adalah kulit yang diperoleh dari penyamakan kulit sapi dengan menggunakan bahan
penyamak nabati. Kulit sol digunakan sebagai lapisan bawah pada sepatu sehingga kulit
tersebut harus keras. Dalam pengujian kulit sol perlu dilakukan pengujian secara
organoleptis, fisis dan kimiawi untuk mengetahui kualitas dari kulit sol tersebut.
Kulit Sol adalah kulit jadi, matang dari bahan baku kulit sapi yang disamak nabati, atau
dikombinasikan krom nabati, umumnya digunakan sebagai bawahan sepatu, insole, maupun
Out sole. Penggunaannya dalam sepau antara lain untuk : pengeras muka dan belakang,
penguat tengah, sol luar, pengisi telapak kaki muka, pita, sol dalam, sol tengah, lapis hak.
Dalam penyamakan kulit sol, bahan baku yang kita gunakan akan mempengaruhu kulitasi
kulit hasil samakan kita. Untuk itu kita perlu membahas tentang bahan baku dan bahan
pewnyamak yang digunakan dalam proses penyamakan kulit sol.
Suda kita ketahui sebelumnya bahwa kulit sol merupakan kulit yang berasa dari penyamakan
kulit sapi. Pada hewan sapi faktor jenis bangsa lebih besar pengaruhnya terhadap kulit
dibandingkan dengan umurnya. Kulit sapi perah umumnya mempunyai rajah lebih halus dari
pada kulit sapi tipe daging pada umur yang sama. Kulit sapi Brahmana mempunyai kelas
yang sangat menonjol, hal ini menurunkan nilai kulitnya dibandingkan dengan jenis bangsa
yang tidak berkelas.
Kulit "Pedet" (anak sapi) mempunyai ciri-ciri yang sama dengan sapi dewasa tetapi sruktur
kulitnya dalam keadaan lebih halus. Pada hewan sapi faktor umur lebih besar pengaruhnya
terhadap kulit dibandingkan dengan jenis bangsanya. Pengaruh jenis bangsa tidak tampak
pada saat "Pedet" sampai umurnya mencapai dewasa.
Semakin tua hewan , akan semakin banyak bekas-bekas luka karena pukulan, guratan cap
bakar, parasit. Hewan betina mempunyai rajah yang lebih halus dibandingkan hewan jantan.
Hewan jantan pada umumnya mempunyai bobot rata-rata lebih berat dan daya tahan
renggang yang lebih besar.
Pada kulit sapi goresan pada rajah yang tidak terlalu dapat diperbaiki dengan penanganan
secara mekanik, umumnya Buffing (pengamplasan) kulit disebut "corrected grain"
(Purnomo,1984).
Menurut Djoyo Widagdo (1980), pembagian kelas menurut kualitas (mutu) dari kulit sapi
adalah sebagai berikut:
25
Contoh kulit diambil secara acak dari jumlah lembar kulit dalam satu (1) tanding
(bisa dalam side / lembar utuh)
1 s/d 50 5 0 1
2 51 - 150 20 1 2
3 151 - 280 32 2 3
4 281 - 500 50 3 4
5 501 - 1200 80 5 6
1 s/d 50 2
2 51 - 500 3
3 501 - 3200 5
4 3201 - < 8
Satu tanding dinyatakan lulus uji / diterima apabila: hasil uji contoh kulit secara
organoleptis, fisi, dan chemis memenuhi persyaratan yang ditentukan.
26
o Lulus kelas C jika organoleptis kerusakan 25%
Satu tanding dinyatakan tidak lulus uji / ditolak apabila hasil uji, secara
organoleptis, fisis dan chemis tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan.
Setelah kita mendapatkan contoh kulit dari populasi kulit jadi tertentu (satu
tanding), contoh kulit segera dipersiapkan untuk dipotong menjadi contoh uji
(cuplikan), sesuai dengan jenis pengujiannya.
Untuk pengujian kimiawi kulit, diambil dari semua bagian, bagian Krupon (K),
bagian Leher (L), bagian Perut (P), untuk pengujian fisis dari bagian Krupon saja.
Cara Kerja:
Satua
No Uraian Persyaratan
n
27
lemak
5 Derajat penyamakan % 60 – 95
Pada dasarnya analisa kualitas nabati dapat ditentukan melalui 3 jenis analisa yang meliputi:
1. Secara organoleptis
2. Secara kimiawi
3. Secara fisis
1. Secara organoleptis
1. Secara kimiawi
1. Kadar air
Uji kadar air ini dilakukan untuk mengetahui seberapa banyak kandungan
air dari kulit tersebut, sehingga kita dapat mengetahui apakah kulit
tersamak tersebut kering atau tidak, sebab apabila kandungan airnya
berlebihan atau lembab, maka akan mempengaruhi kualitas kulit, sebab
kulit tersebut akan menjadi mudah rusak oleh mikroorganisme
2. Kadar abu
Analisa kadar abu dilakukan untuk mengetahui kadar zat anorganik yang
terkandung dalam kulit samak tersebut. Biasanya zat yang terkandung
28
berupa garam inggris, serta berasal dari bahan-bahan pemberat pada
bagian daging yang berupa tanah liat dan lain-lain.
3. Kadar minyak
4. Ph kulit tersamak
Kadar zat larut perlu dianalisa, sebab untuk menentukan banyaknya tannin
yang tidak terikat, atau diisi terlalu banyak dengan benda-benda yang
muah terlarut dalam air pada kulit tersamak tersebut. Sedangkan terlalu
rendah menandakan bahwa bahan sol tidak diisi dengan bahan ekstrak
penyamak.
Kadar abu tak larut perlu dianalisa sebagai dasar penentuan derajat
penyamakan, dalam kadar abu tak larut terkandung unsur-unsur anorganik
yang ak bisa larut dalam air.
7. Derajat penyamakan
UJI ORGANOLEPTIS
29
Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Alat
Gunting
Mistar
1. Bahan
Adapun prosedur yang dilakukan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Kulit diamati menurut jenis kulit, kemudian dilakukan pengujian organoleptis secara
visual. Meliputi uji kelepasan nerf, keadaan kulit, cat, ketahanan sobek, serta
kelentingn.
2. Kemudian menentukan luas kulit
3. Menentukan tempat dan ukuran luas kulit pada krupon, leher, dan perut pada
lembaran kulit dengan menggunakan penggaris
4. Contoh kulit dipotong dengan menggunakan pisau satinlen steel, kemudian dipotong
menjadi ukuran kecil-kecil
5. Potongan kulit dicampur sehingga homogen
6. Ditimabang dengan menggunakan wadah yang bersih
7. Disimpan dalam tempat dan suhu kamar.
2.1.3 Pengamatan
Nerf kulit : cacat, warna kulit tidak rata, permukaan kulit tidak teratur
Flash kulit : masih banyak sisa daging, Keadaan kulit kaku
1. Pembahasan
Dari hasil analisa yang kami laakukan menggunakan panca indera (organoleptis), terlihat
bahwa nerf kulit sapi tersebut warnannya tidak rata, serta permukaannya juga tidak teratur.
Kulit ini banyak memiliki cacat pada beberapa bagian secara acak. Apabila diklasifikasikan
menurut pembagian jenis kulit yang dilakukan oleh Djoyowidagdo, (1980) kulit ini
merupakan jenis kulit kualitas 4 atau reject, yang dalam hal ini memiliki spesifikasi sebagai
berikut:
Kualitas 4
30
leher. Pemotongannya pun tidak rata, sehingga pada saat mendiferensiasikan bagian-bagian
pada kulit tersebut kami mengalami kesulitan karena sulitnya dibedakan bagian-bagaiannya,
seperti leher, punggung, maupun ekor.
Adapun cacat yang ada pada kulit ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor:
1. Jenis kulitnya memang sudah rusak dari kulit mentahnya, bisa disebabkan karena
proses pengulitan yang tidak benar, maupun cacat pada hsapi tersebut ketika masih
hidup.
2. Karena proses mekanis pada proses penyamakan kulitnya.
3. Karena formulasi ataupun prosedur penyamakan yang tidak benar.
Alat
Gelas arloji
Cawan porselin
Crush porselin
Crush penjepit
Bahan
Diketahui :
31
Ditanyakan : kadar air ...?
5,002 gr
Jadi kadar air dari sampel kulit sol tersebut adalah sebesar 14,108%
3.4 Pembahasan
Cara pengujian yang kami lakukan dalam analisa kadar air ini adalah dengan mengambil
sampel kulit tersebut, kemudian memanaskan dalam oven dengan suhu sekitar 102°C selama
2 jam. Adapun kekurangan dari cara pengujian ini antara lain bahan-bahan organik atau gas
yang mudah menguap akan ikut menguap sehingga mengurangi ketelitian. Sedangkan
ketelitian dipengaruhi oleh ruang pengering., penggerakan udara di dalam pengering, tebal
lapisan dan ukuran contoh konstruksi alat dan jumlah bahan seta posisinya dalam alat
pengering.
Dari hasil perhitungan yang kami lakukan, kami mendapatkan kadar air dalam sampel kulit
sol tersebut adalah sebesar 14,1%. Apabila dibandingkan dengan SNI 06-0235-1989. Kadar
air dalam kulit tersebut belum melebihi ambang batas. Dan termasuk baik. Kadar air dalam
kulit memepengaruhi kelembaban kulit samak tersebut. Semakin lembab atau banyak kadar
airnya, maka kulit tersebut semakin mudah terserang oleh bakteri maupun jamur yang
merusak kulit tersebut.
Alat
Gelas arloji
Crush porselin
Crush penjepit
Bahan
1. Prosedur kerja
1. Crus porselin dicuci, kemudian dimasukan kedalam oven selama 30 menit
dengan suhu 1050C
2. Crush porselin didinginkan kedalam eksikator selama 10 menit
3. Sampel ditimbang sebanyak 3 gram
4. Crus porselin ditimbang sebagai berat kosong
32
5. Sampel dimasukan ke dalam crush porselin, kemudian ditimbang kembali
6. Crush porselin yang berisi sampel dimasukan kedalam oven dengan suhu
102 0C selama 2 jam
7. Cawan didinginkan beserta sampel dalam eksikator selama 10 menit,
kemudian ditimbang
8. Dilakukan pemanasan dan penimbangan berulang-ulang hingga mencapai
berat konstan
9. Hasil dan Perhitungan
Diketahui :
Berat sampel
3,003
%abu = 1,76823 %
Jadi kadar abu total dalam sampel kulit sol tersebut adalah sebesar1,76823 %
1. Pembahasan
Dalam praktikum ini, metode yang digunakan dalam penentuan kadar abu, adalah
dengan cara memanaskan sampel didalam furnace dengan suhu 750°C hingga menjadi
abu. Dengan mengetahui kadar abu total dalam sampel, maka dapat diketahui kadar
zat anorganik yang terkandung didalamnya. Dalam pemanasan tersebut, zat-zat
organik habis menguap, sedangkan yang tersisa tinggal zat organik, yang
diindikasikan sebagai bahan-bahan penyamak yang terkandung dalam kulit tersebut.
Dari hasil praktikum yang kami lakukan, kami mendapatkan kadar abu dalam sampel
sekitar 1,76%. Apabila dibandingkan dengan SNI 06-0235-1989 dimana kadar abu
jumlah maksimum yang ada pada kulit sol samak nabati adalah sebesar 2,5%. Dapat
dilihat bahwa kadar abu yang terkandung dalam sampel masih dalam ambang batas,
sehingga untuk kadar abu sampel memenuhi standar SNI 06-0235-1989.
33
Alat
Pengaduk magnet
Ph meter
Neraca analitik
Gelas arloji
Erlenmeyer bersumbat basah
Gelas piala
Bahan
1. Prosedur Kerja
1. Mendidihkan 400 ml air suling, kemudian didinginkan dan ditutup
2. Contoh uji kulit ditimbang sebanyak 5 gram, lalu dimasukan dalam
erlenmeyer bersumbat asa ukuran 125 ml kemudian ditambahkan dengan 100
ml air air suling kemudian larutan diaduk dengan menggunakan pengaduk
magnet frekuensi 50 kali selama 4 jam
3. Larutan di enap tuangkan kedalam gelas beker dan diukur ph nya
4. Larutan diambil 10 ml dan diencerkan menjadi 10 kalinya dengan aquades dan
diukur phnya kembali
1. Hasil pengamatan
1. Warna larutan
2. pH larutan
2. Pembahasan
Dalam praktikum ini metode yang digunakan untuk mengekstraksi kulit agar
diketahui pH nya adalah dengan cara mengaduk kulit sampel yang telah dipotong
kecil-kecil dengan menggunakan alat pengaduk otomatis, selama 4 jam. dalam
pengadukan ini hanya menggunakan tenaga mekanis, tidak menggunakan panas.
Selama pengadukan, cairan yang digunakan untuk melarutkan kulit berangsur-angsur
warnanya berubah menjadi kecoklatan bening. Perubahan warna larutan ini
mengindikasikan bahwa zat-zat penyamak yang terkandung didalam kulit terlarut
dalam air pelarut tersebut. Pengadukan dilakukan selama 4 jam dengan putaran yang
konstan, tujuannya agar pelarutan zat-zatnya menjadi sempurna. Setelah itu air yang
digunakan untuk melarutkan kulit di saring sisa-sisa kulitnya, kemudian dites pH nya
34
menggunakan alat pH tester. Dalam menggunakan alat ini terlebih dahulu alat ini
harus dicelup ke aquades ber pH netral untuk menetralkan pH alat dan membersihkan
kotoran-kotoran yang masih menempel pada alat. Setelah itu alat tersebut digunakan
untuk mengetes pH laruatan kulit. Dalam pengetesan ini dilakukan 2 kali pengetsan
pH. Yang pertama dilakukan dengan menggunakan cairan pelarut kulit yang belum
diencerkan, pada larutan tersebut memeiliki pH sekitar 3,56 sedangkan pada larutan
yang telah diencerkan 10 kali, memiliki pH senilai 4,705.
Apabila dibandingkan dengan SNI 06-0235-1989, dimana pada standar SNI tersebut,
pH kulit sol samak nabati sol untuk pH 3,5 – 4,5 bila diencerkan 10 kali selisish pH
maksimum 0,7. Terlihat selisih pH antara yang belum diencerkan dan yang sudah
diencerkan adalah sebesar 1,145. Nilai ini melebihi ambang batas yang ditetapkan
dalam SNI 06-0235-1989. pH kulit samak nabati ini berada pada suasana asam.
Alat
Satu set alat sokhlet
Oven
Desikator
Timbangan analitik
Gelas arloji
Kertas saring
Bahan
1. Prosedur Kerja
1. Labu sokhlet dipanaskan dalam oven pada suhu 100 0C selama 30 menit,
kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang untuk diketahui
beratnya
2. 10 gram contoh ditimbang kemudian dimasukan selongsong uji lemak dan
ditutup dengan kapas
3. Dimasukan kedalam sokhlet an labu diisi dengan pelarut bezen sebanyak 2/3
volume labu
4. Diekstrasi dengan 20 kali sirkulasi masing-masing sekitar 15 menit
5. Pengamatan dan perhitungan
35
merupakan larutan minyak dengan jumkah yang cukup sedikit. Untuk warna
minyak yang diperoleh adalah kekuning-kuningan. Setelah dioven maka
pelarut yang masih bercampur dengan minyak menguap sehingga larutan yang
tersisa adalah minyak.
Diketahui :
Berat sampel
Ditanya = ....?
Kadar minyak = berat crush kosong + minyak – berat chrus kosong x 100
berat sampel
10,009
= 1,1389 %
Jadi kadar minyak/ lemak dalam kulit tersamak tersebut adalah sebesar 1,1389 %
6. 9 Pembahasan
Apabila hasil tersebut dibandingkan dengan SNI 06-0235-1989, dimana dalam SNI
tersebut ambang batas kadar minyak yang ada dalam kulit samak nabati adalah
maksimal 2 %. Maka sampel kulit yang kami analisa kadar minyaknya tidak melebihi
ambang batas. Adapun minyak-minyak yang terkandung pada kulit tersebut
36
merupakan minyak dari bahan fatliquor kulit, dan sisanya merupakan sisa dari lemak-
lemak yang tak terbuang pada saat proses penyamakan. Terutama proses degreasing.
Alat
Pesawat kooch
Panci
Erlenmeyer 250 ml 1 buah
Labu ukur 100 ml 1 buah
Kompor
Thermometer
Selang
Pipa kecil
Kurs porselin
Neraca analitis
Bahan
1. Prosedur Kerja
1. Kulit bekas pemeriksaan uji lemak dikeringkan di udara agar zat terlarut menguap semua
2. Kulit dimasukan dalam erlenmeyer, lalu dimasukan air suling dengan suhu 45 0c selama 2
jam hingga mendapatkan 1 liter.
3. Dipipet zat 25 ml dimasukan dalam cawan porselin, kemudian ditimbang
4. Larutan diuapkan dalam water bath sehingga air menguap
5. Masukan cawan dalam oven hingga suhu 1000c sampai berat tetap
2. Pengamatan dan perhitungan
(berat cawan kosong + sampel yang direfluks) – berat cawan kosong)= 81,97 gr – 81,91 gr =
0,06gr
37
%zat terlarut =
=
= 24,64%
Jadi kadar zat terlarut dalam sampel kulit samak nabati tersebut adalah sebesar 24,64%.
1. Pembahasan
Dalam praktikum analisa zat terlarut ini menggunakan konsep ekstraksi menggunakan
pesawat kooch, dimana yang diekstraksi adalah zat-zat dalam kulit samak yang bisa larut
dalam air. Prinsip kerja dalam ekstraksi ini adalah berdasarkan tekanan, dimana pesawat
kooch diletakkan ditempat yang lebih tinggi darai tempat pengekstraksian, kemudian diisi air
dan dialirkan melalui selang kecil yang dijaga debit airnya ke dalam erlenmeyer yang tertutup
rapat serta dihubungakan ke labu ukur kosong yang berfungsi untuk menampung hasil
ekstraksi. Pada saat air mengalir dari pesawat kooch, didalam erlenmeyer terjai tekanan,
karena tak ada udara yang bisa keluar atau masuk secara bebas sehingga menyebabkan air
yang mengekstraksi dalam kulit mengalir secara perlahan-lahan melalui selang ke labu ukur
yang berukuran 1 liter.
Setelah itu diambil 25 ml air hasil ekstraksi, kemudian di refluks hingga kering. Tujuan
merefluks cairan ini aalah untuk mengetahui berat kering dari zat terlarut yang terkandung
dalam sampel kulit. Dari hasil praktikum tersebut diketahui kadar zat terlarut dalam sampel
kulit samak tersebut adalah sebesar 24,64%. Apabila dibandingkan dengan SNI 06-0235-
1989 dimana dalam SNI tersebut ambang batas kadar zat terlrut dalam kulit samak nabati
adalah sebesar 10%. Dari hal itu terlihat bahwa sampel tersebut terlalu banyak mengandung
zat terlarut, sehingga tidak memenuhi baku mutu SNI yang telah ditetapkan. Zat terlarut yang
terlalu tinggi ini menandakan banyak tannin yang tidak terikat, atau diisi terlalu banyak
dengan benda yang larut dalam air misalnya gula, garam inggris dan sebagainya.
Alat
Furnace
Cawan porselin
Penjepit
Bahan
1. Mengambil sebanyak 3 gram contoh uji dari sisa pengujian kadar minyak dan zat larut
dalam air.
2. Memasukkan alam kurs porselen yang telah diketahui berat keringnya
38
3. Memasukkan kedalam furnace dan dipanaskan hingga 800°C. Selam 2 jam hingga
menjadi abu
4. Menimbang cawan porselen yang berisi abu
Diketahui :
= 1,33%
8.4 Pembahasan
Cara pengujian yang kami lakukan dalam analisa kadar abu tak larut adalah dengan cara
mengambil sampel kulit hasil pengujian kadar minyak dan zat terlarut. Sampel berwarna
hitam pekat, kemudian dimasukkan kedalam furnace dan diabukan dengan suhu 800°C
selama 2 jam. adapun tujuan dari analisa kadar abu tak alrut adalah untuk menentukan
kandungan zat anorganik yang ada dalam kulit yang tak larut dalam air. Nantinya kadar abu
tak larut menjadi dasar penentuan derajat penyamakan.
Alat
Labu kejhdal
Pemanas mentel
Gelas arloji
Pengaduk kaca
Gelas ukur 25 ml
Bahan
1. Prosedur Kerja
1. Menyiapkan contoh kulit sebanyak 0,6 gram kemudian dimasukan dalam labu kejhdal
2. Ditambahkan 10 gram na sulfat, 20 ml h2so4, beberapa butir cu sulfat, dan beberapa
selenium kedalam kejhdal yang berisi kulit
39
3. Dilakukan distruksi, yaitu semua bahan dicampur kedalam labu kejhdal kemudian
dipanaskan kedalam lemari asam, dengan menggunakan pemanas mantel sampai
kelihatan jernih
4. Dilakukan distilasi
5. Larutan yang telah jernih dipindahkan kedalam labu distilasi
6. Kemudian ditambahkan 100 ml aquades dan larutan naoh sampai alkali dan
ditambahkan pula larutan indikator pp berlebih
7. Amoniak ditampung dalam 50 ml h2so4 0,1 n dan ditambahkan indikator mo
8. Kelebihan dari larutan h2so4 dititrasi dengan naoh 0,1 n
Pada saat proses destruksi warna larutan adalah keruh berubah menjadi bening,
kemudian pH dinaikan dengan menggunakan larutan NaOH 10 %, indicator PP
sehingga berwarna kemerah-merahan. Sedangkan pada proses destilasi, amoniak yang
dipanaskan dan ditanggap oleh larutan asam sulfat yang telah ditambahi indicator MO
sehingga berwarna biru kemerah-merahan. Dan pH larutan adalah 6.
Pada proses titarsi, menggunakan larutan titran NaOH 0,1 N, larutan titrat merupakan
sample dititrasi hingga berwarna bening
Perhitungan
diketahui :
ditanyakan :
Jawab
%N = 97,3618%
= 5,62 x % N
= 5,62 x 97,3618
= 547,17%
Tannin terikat
40
= 100% - ( kadar air + kadar minyak + kadar zat terlarut + kadar abu tak
larut + zat kulit mentah )
=-488,38
1. Pembahasan
Dalam praktikum penentuan kadar Nitrogen dalam kulit samak ini dibagi menjadi 3 tahapan,
yaitu:
1) Proses destruksi
Pada tahap ini, sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi penguraian
menjadi unsur-unsurnya yaitu unsur-unsur C, H, O, N, S, dan P. Dalam pemansan ini
menggunakan Katalisator yang berfungsi untuk mempercepat proses destruksi dengan
menaikkan titik didih asam sulfat. Katalisator N terdiri dari campuran NaSO 4 +
CuSO4 dengan perbandingan 20 : 1. Tiap 1 gram NaSO 4dapat menaikan titih didih 3 0C.
Karena titik didih tinggi maka asam sulfat akan membutuhkan waktu yang lama untuk
menguap.
Kontak asam sulfat dengan sampel akan lebih lama sehingga proses destruksi akan berjalan
lebih efektif. Setelah ditambah katalisator N, sampel dimasukkan dalam labu khyedal
kemudian ditambah dengan 35 ml H2SO4 pekat. H2SO4 pekat yang dipergunakan untuk
destruksi diperhitungkan dari adanya N. Asam sulfat yang bersifat oksidator kuat akan
mendestruksi sampel menjadi unsur-unsurnya. Penambahan asam sulfat dilakukan dalam
lemari asam untuk menghindari S yang berada di dalam protein terurai menjadi SO 2 yang
sangat berbahaya. Setelah penambahan asam sulfat larutan menjadi keruh.
Labu khyedal yang berisi sampel kemudian ditutup dan dipanaskan. Pemanasan yang terjadi
mengakibatkan reaksi berjalan lebih cepat. Sampel didestruksi hingga larutan berwarna jernih
yang mengindikasikan bahwa proses destruksi telah selesai. Selama destruksi, akan terjadi
reaksi sebagai berikut :
Proses destruksi dapat dikatakan selesai apabila larutan berwarna jernih. Larutan yang jernih
menunjukkan bahwa semua partikel padat bahan telah terdestruksi menjadi bentuk partikel
yang larut tanpa ada partikel padat yang tersisa. Larutan jernih yang telah mengandung
senyawa (NH4)2SO4 ini kemudian didinginkan supaya suhu sampel sama dengan suhu luar
sehingga penambahan perlakuan lain pada proses berikutnya dapat memperoleh hasil yang
diinginkan karena reaksi yang sebelumnya sudah usai.
2) Proses Destilasi
Larutan sampel jernih yang telah dingin kemudian ditambah dengan aquadest untuk
melarutkan sampel hasil destruksi agar hasil destruksi dapat didestilasi dengan sempurna
41
serta untuk lebih memudahkan proses analisa karena hasil destruksi melekat pada tabung
reaksi besar. Kemudian larutan sampel didestilasi dengan alat destilator. Pada dasarnya
tujuan destilasi adalah memisahkan zat yang diinginkan, yaitu dengan memecah amonium
sulfat menjadi amonia (NH3) dengan menambah 20 ml NaOH kemudian dipanaskan. Prinsip
destilasi adalah memisahkan cairan atau larutan berdasarkan perbedaan titik didih. Fungsi
penambahan NaOH adalah untuk memberikan suasana basa karena reaksi tidak dapat
berlangsung dalam keadaan asam.
Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3) dengan penambahan
NaOH sampai alkalis dan dipanaskan oleh pemanas dalam labu kjehdal. Selain itu sifat
NaOH yang apabila ditambah dengan aquadest menghasilkan panas, meski energinya tidak
terlalu besar jika dibandingkan pemanasan dari alat destilator, ikut memberikan masukan
energi pada proses destilasi. Panas tinggi yang ada dalam labu kjehdal juga berasal dari reaksi
antara NaOH dengan (NH4)2SO4 yang merupakan reaksi yang sangat eksoterm sehingga
energinya sangat tinggi. Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh larutan
asam standar. Asam standar yang dipakai dalam percobaan ini adalah asam klorida. Asam
standar yang dapat dipakai adalah HCl 0,1N dalam jumlah yang berlebihan.
Larutan sampel yang telah terdestruksi dalam labu khyedal, kemudian alat destilasi berupa
pipa kecil panjang dimasukkan ke dalamnya hingga hampir mencapai dasar tabung reaksi
sehingga diharapkan proses destilasi akan berjalan maksimal (sempurna). Gelas beker yang
berisi 75 ml asam klorida + metil oren ditempatkan di bagian kanan alat destilasi. Metil oren
merupakan indikator yang hanya bisa bereaksi pada suasana asam. Indikator ini digunakan
untuk mengetahui asam dalam keadaan berlebih. Selain itu alasan pemilihan indikator ini
adalah karena memiliki trayek pH 3,1 – 4,4. Pada suasana asam indikator akan berwarna
merah muda, Asam klorida (HCl) berfungsi sebagai penangkap NH 3 sebagai destilat berupa
gas yang bersifat basa. Supaya ammonia dapat ditangkap secara maksimal, maka sebaiknya
ujung alat destilasi ini tercelup semua ke dalam larutan asam standar sehingga dapat
ditentukan jumlah protein kandungan N. Selama proses destilasi lama-kelamaan volume
larutan HCl akan bertamabah, ini dikarenakan larutan HCl menangkap NH3 dari proses
distilasi
2NH4OH 2NH3 + 2H2O
Reaksi destilasi akan berakhir bila ammonia yang telah terdestilasi sudah habis, yang ditandai
dengan larutan yang didistilat memercik atu meletup didalam labu khyedal. Setelah destilasi
selesai larutan sampel berwarna keruh dan terdapat endapan di dasar tabung ) dan larutan
asam dalam erlenmeyer bertambah volumenya. Ammonia yang terbentuk selama destilasi
dapat ditangkap sebagai destilat setelah diembunkan (kondensasi) oleh pendingin balik di
bagian belakang alat Kjeltec dan dialirkan ke dalam gelas beker yang berisi larutan asam
standar.
1. Tahap titrasi
42
Titrasi merupakan tahap akhir dari seluruh metode Kjeldahl pada penentuan kadar N
pada sampekl kulit. Dengan melakukan titrasi, dapat diketahui banyaknya asam
klorida yang bereaksi dengan ammonia.
Untuk tahap titrasi, destilat dititrasi dengan NaOH yang telah distandarisasi (telah
disiapkan) sebelumnya. Normalitas yang diperoleh dari hasil standarisasi adalah 0,1N.
Ambil larutan HCl yang mengandung NH3 10ml ditambah indikator PP kemudian
dititrasi dengan NaOH, hingga titik ekuivalen yang ditandai dengan berubahnya
warna larutan merah bening menjadi bening tak berwarna karena adanya NaOH
berlebih yang menyebabkan suasana netral atau asam. Melalui titrasi ini, dapat
diketahui kandungan N dalam bentuk NH4 sehingga kandungan N pada sampel dapat
diketahui melalui perhitungan.
Sebagai
pembanding, maka kami membuat blanko, dimana proses pembuatan blanko ini sama
dengan proses anaisa sampel, hanya saja tidak memakai sampel kulit, hanya memakai
aquades saja. Pada penentuan blanko, terutama pada saat titrasi, terjadi kesalahan
prosedur, sehingga mengakibatkan hasil error. Hasil titrasi blanko terlalu besar
bandingkan dengan hasil titrasi pada sampel sehingga hasilnya terlalu besar, yaitu
mencapai 97%.
Karena kesalahan itulah, terjadi pula kesalahan dalam penentuan derajat penyamakan,
sehingga menyebabkan derajat penyamakan untuk sampel kulit yang kami analisa
menjadi minus, yaitu sebesar -488,38. Derajat penyamakan ini tidak bisa
dibandingkan dengan SNI kulit tersebut, karena hasilnya tidak valid.
KESIMPULAN
Dari hasil praktikum dan analisa yang kami lakukan terhadap sampel kulit sol, kami
berkesimpulasn sebagai berikut:
1. Tabel Hasil analisa sampel kulit sol sapi samak nabati dan perbandingan
dengan SNI 06-0235-1989:
pH sebelum diencerkan:
3,56
Tidak memenuhi standar
3 Analisa pH pH sesudah diencerkan:
SNI
4,705
43
terlarut SNI
Analisa derajat
8 -488,38 Error
penyamak
Nerf rusak
9 Organleptis Sesuai standar SNI kulit
Potongan tidak rata
2. Secara garis besar sampel kulit sol sapi samak yang kami analisa, tidak
memenuhi kriteria SNI 06-0235-1989.
a. DEFINISI
Kulitmebel/jokmerupakankulitjadi (matang) yang dibuatdarikulitsapiataukerbau yang
lazimdisamakkhromataukombinasi (khrom-nabati/sintetis) yang
biasadigunakanuntukjokmobil, mebel, dan lain-lain.
b. SYARAT MUTU
Tabel
SyaratMutuKulitMebel
44
0,7
II FISIS
1. Tebal mm Min. 1,0
2. Penyamakan Masak
3. Kekuatantarik N/cm2 Min. 1500
4. Kemuluran % Maks. 50
5. Kekuatanjahit N/cm Min. 1100
6. Ketahananbengkok - Rajah dan cat 20.000 kali minimum
tidakretak
III ORGANOLEPTIS
1. Keadaankulit Rata danpadat
2. Bagiandaging Bersihdan rata
3. Bau Tidakbaubusuk
c. CARA UJI
1. KIMIAWI
1.1 Kadar air
Kadar air sesuaidengan SNI 06-0644-1989, caraujikadar air dalamkulit.
1.2 Kadar zatlarutdalam air
Kadar zatlarutdalam air sesuaidengan SNI 06-0335-1989,
mutudancaraujikulitsapiuntuktak/koper.
1.3 Kadar abujumlah
Kadar abujumlahsesuai SNI 06-0563-1989, caraujikadarabudalamkulittersamak.
1.4 Kadar kromoksida (Cr2O3)
Kadar kromoksidasesuai SNI 06-0645-1989,
caraujikadarkromoksidakulittersamak.
1.5 Kadar minyak/lemak
Kadar minyak/lemaksesuai SNI 06-0564-1989, caraujikadarminyak /
lemakkulittersamak.
1.6 Derajatpenyamakan
Derajatpenyamakansesuai SNI 06-0994-1989, caraujiderajatpenyamakan
(DP)kulittersamak.
1.7 pH
pHsesuai SNI 06-0646-1989, carauji pH kulittersamak.
2. FISIS
2.1 Tebal
Tebalsesuai SNI 06-0234-1989, mutudancaraujikulitboks.
2.2 Penyamakan
Penyamakansesuai SNI 06-0234-1989, mutudancaraujikulitboks.
2.3 Kekuatantarik
Kekuatantariksesuai SNI 06-1795-1990, caraujikekuatantarikdankemulurankulit.
2.4 Kemulurankulit
Kemulurankulitsesuai SNI 06-1795-1989, caraujikekuatantarikdankemulurankulit.
45
2.5 Kekuatanjahit
Kekuatanjahitsesuai SNI 06-1117-1989, caraujikekuatanjahitkulit.
2.6 Ketahananbengkok
Ketahananbengkoksesuai SNI 06-0995-1989, caraujikuatbengkokkulittersamak.
3. ORGANOLEPTIS
3.1 Keadaankulit
Diamatidengancaradipegang, dandilihatpadabagianrajah
tentangkeadaanpermukaan.
3.2 Bagiandaging
Bagiandagingsesuai SNI 06-0335-1989, mutudancaraujikulitsapiuntuktas/ koper.
3.3 Bau
Pegangkulitdandibau.
46
BAB IV
KESIMPULAN
1. Kesimpulan
Dari Paparan atau penjelasan di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa sesuai
dengan makalah “Mutu dan Cara Uji Material ” penulis menyimpulkan bahwa dala
pembuatan sebuah produk kita harus mempertimbangkan, memperhatikan dan memilah
bahan atau material yang akan kita gunakan dan kita produksi sebagai barang jadi yang
menggunakan kulit sebagai bahan dasarnya, karena sebagian kulit ada baik dan ada juga
yang cacat sehingga kita harus benar-benar teliti.
2. Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan
lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber –
sumber yang lebih banyak lagi dan dapat di pertanggung jawabkan.
Demikianlah makalah yang kami buat ini, semoga bermanfaat dan menambah
pengetahuan para pembaca. Kami mohon maaf apabila ada kesalahan ejaan dalam
penulisan kata dan kalimat yang kurang jelas, dimengerti, dan lugas.Karena kami
hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan Dan kami juga sangat
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Sekian penutup dari kami semoga dapat diterima di hati dan kami ucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya.
47
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
Sudardjo, Ir.Sumarmi dan Sumarni, Sri. 1984. Analisa Kulit dan Bahan Bagian I tahun 1984.
Akademi Trknologi Kulit: Yogyakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 1989. Kulit Sapi atau Kerbau Samak Kombinasi Krom Nabati,
Mutu dan Cara Uji. SNI 06-0484-1989. Jakarta : LIPI
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Standar_Nasional_Indonesia
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Badan_Standardisasi_Nasional
https://batikyogya.wordpress.com/2008/11/04/quality-control-di-industri-
garmen-olehnoor-fitrihana/
https://tsapps.nist.gov
https://www.google.com/search?client=ms-opera-
mobile&channel=new&espv=1&biw=360&bih=295&ei=zJAyWPjxloqBvQSZ
1Ja4DQ&q=mutu+dan+cara+uji+garmen&oq=mutu+dan+cara+uji+garmen&gs
_l=mobile-gws-serp
https://www.isjd.pdii.lipi.go.id
www.bsn.go.id
48