Anda di halaman 1dari 9

DIFERENSIASI DAN VARIANS KELEMBAGAAN LOKAL di Indonesia

Disusun oleh
1. Prendi al-hafidz (1730505038)
2. Raflyansyah (1730505040)

Dosen pengampu:
Komaruddin, M.Si

PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UIN RADEN FATAH PALEMBANG
2020

1
Pendahuluan
A. Latar belakang
Membahas tentang definisi kelembagaan tergolong sangat membingungkan bahkan
beberapa ilmuan sosial masih memperdebatkan istilah tersebut. Dalam banyak literatur
teoritis, baik berbahasa Inggris maupun Indonesia, istilah “kelembagaan” (social
institution) selalu disilangkan dengan “organisasi” (social organization). Kedua kata ini
sering sekali menimbulkan perdebatan diantara para ahli.
Menurut Koentjaraningrat, (1997, h. 15)  kata kelembagaan menunjuk kepada sesuatu
yang bersifat mantap (established) yang hidup (constitued) di dalam masyarakat. Lebih
lajut Koentjaraningrat (1997, h. 16) menjelaskan bahwa suatu kelembagaan adalah suatu
pemantapan perilaku (ways) yang hidup pada suatu kelompok orang, sehingga
kelembagaan merupakan sesuatu yang stabil, mantab, dan berpola, berfungsi untuk
tujuan-tujuan tertentu dalam masyarakat; ditentukan dalam sistem sosial tradisional dan
modern, atau bisa berbentuk tradisional dan modern; dan berfungsi untuk
mengefisiensikan kehidupan sosial.
Terdapat banyak jenis, macam dan karakteristik dari kelembagaan lokal maka perlu
untuk membahas deferensiasi dan varians dari kelembagaan lokal itu sendiri.

B. Rumusan masalah
1. Apa yang di maksud dengan diferensiasi kelembagaan lokal?
2. Apa yang di maksud dengan varians kelembagaan lokal?

2
Pembahasan

A. Diferensiasi kelembagaan lokal


1. Pengertian diferensiasi kelembagaan lokal

Menurut kamus besar bahasa indonesia diferensiasi adalah  proses


pembedaan hak dan kewajiban warga masyarakat berdasarkan perbedaan usia,
jenis kelamin, dan pekerjaan. Sedangkan pengertian kelembagaan lokal adalah
sekumpulan jaringan dari relasi sosial yang melibatkan orang-orang tertentu,
memiliki tujuan tertentu, memiliki aturan dan norma, serta memiliki struktur.

Jadi dari pengertian diferensiasi dan pengertian di kelembagaan lokal di


atas dapat di tarik dari pengertian dari diferensiasi kelembagaan lokal adalah
pembedaan anggota kelembagaan secara horizontal, artinya pembedaan ini masih
memiliki derajat atau tingkatan yang sama. Sebagai contoh, pembedaan
masyarakat yang didasarkan pada perbedaan ras, etnis suku bangsa, agama,
pekerjaan, dan jenis kelamin tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah antara
satu dengan lainnya. Seperti kita ketahui bahwa pengertian diferensiasi
kelembagaan dan diferensiasi sosial memiliki pengertian yang sama hanya saja
ruang lingkup dari keduanya yang berbeda. Diferensiasi kelembagaan lokal ruang
lingkupnya terdapat pada lembaga itu sendiri sedangkan diferensiasi sosial ruang
lingkupnya meliputi seluruh anggota masyarakat.

2. Ciri-ciri dari diferensiasi kelembagaan lokal


Adapun ciri-ciri diferensiasi kelembagaan lokal adalah sebagai berikut:
a. Ciri-ciri fisik berhubungan dengan sifat yang dibawa oleh ras seperti bentuk
dan warna rambut, postur tubuh, warna mata, dan lain sebagainya.
b. Ciri-ciri sosial ialah ciri yang berkaitan dengan fungsi individu dalam
bermasyarakat. Kita semua pasti tahu bahwa setiap individu dalam masyarakat
memiliki tugas yang berbeda berkaitan dengan profesi, pekerjaan, atau mata
pencaharian
c. Ciri-ciri budaya berhubungan dengan adat-istiadat maupun kebudayaan yang
berkembang dalam lembaga. Di Indonesia ada banyak sistem budaya yang
menjadi ciri khasnya masing-masing seperti yang terdapat pada masyarakat
Jawa, Bali, Sunda, Madura, Batak, Dayak, dan lain sebagainya.

3
3. Jenis diferensiasi kelembagaan lokal
Berdasarkan jenisnya, terbagi menjadi diferensiasi tingkatan (rank
differentiation), diferensiasi fungsional (functional differentiation), dan
diferensiasi adat (custom differentiation)
a. Diferensiasi tingkatan terjadi pada penyaluran barang atau jasa yang
dibutuhkan di suatu daerah. Hal ini menyebabkan barang atau jasa tersebut
memiliki perbedaan harga. Perbedaan harga tersebut terjadi karena
penyalurannya melalui berbagai tangan untuk sampai ditujuan.
b. Diferensiasi fungsional dapat dilihat di suatu lembaga sosial. Adanya
pembagian kerja yang berbeda-beda yang menyebabkan setiap orang harus
melaksanakan kewajiban sesuai dengan fungsinya.
c. Diferensiasi adat merupakan aturan atau norma yang mengikat di suatu
masyarakat. Adanya norma ini bertujuan untuk mengatur ketertiban
masyarakat. Perbedaan-perbedaan sosial di masyarakat bukan menjadi
sebuah konflik, tapi akan memenuhi kedudukan yang ada sesuai dengan hak
masing-masing di masyarakat tersebut.
B. Jenis atau Varian lembaga lokal di Indonesia

Kelembagaan Lokal di Indonesia Pengertian dari kata kelembagaan adalah


suatu sistem badan sosial atau organisasi yang melakukan suatu usaha untuk
mencapai tujuan tertentu. Aspek kata kelembagaan memiliki inti kajian kepada
prilaku dengan nilai, norma dan aturan yang mengikuti dibelakangnya. Lembaga
dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu lembaga formal dan lembaga non-formal.
Kelembagaan lokal dan area aktivitasnya terbagi menjadi tiga kategori, yaitu kategori
sektor publik (administrasi lokal dan pemerintah lokal); kategori sektor sukarela
(organisasi keanggotaan dan koperasi); kategori sektor swasta (organisasi jasa dan
bisnis swasta). Bentuk resmi suatu lembaga yaitu lembaga garis (line organization,
military organization); lembaga garis dan staf (line and staff organization); lembaga
fungsi (functional organization).

Jadi pengertian dari kelembagaan adalah suatu sistem sosial yang melakukan
usaha untuk mencapai tujuan tertentu yang memfokuskan pada perilaku dengan nilai,
norma dan aturan yang mengikutinya, serta memiliki bentuk dan area aktivitas tempat
berlangsungnya. Kelembagaan dalam masyarakat pedesaan di Indonesia telah tumbuh
dan berkembang sejak zaman dahulu kala, dengan fungsi utamanya sebagai

4
kelembagaan gotong royong (kerjasama) terutama dalam menghadapi berbagai
masalah yang terjadi dalam masyarakat yang bersangkutan. Anggota kelembagaan-
kelembagaan masyarakat non formal tersebut secara sadar saling terikat dan saling
memerlukan, bahkan mereka akan merasa terasingkan ketika mereka tidak mengikuti
aturan atau kegiatan yang diselenggarakannya.

Kelembagaan tradisional senantiasa berevolusi menyesuaikan diri ke bentuk


dan tingkat yang sejalan dengan proses dan tingkat evolusi sosial masyarakat dan
lingkungannya. Kelmbagaan yang tidak mampu beradaptasi terhadap perubahan
lingkungannya akan kehilangan perannya dan akhirnya mati digantikan oleh
kelembagaan baru yang lebih sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat. 4
Kelembagaan masyarakat memiliki nama khas untuk masing-masing daerah, beberapa
contoh kelembagaan masyarakat lokal antara lain sbb:

1) Candoli; lembaga ini bersifat lokal terdapat di wilayah Priangan Timur


Jawa Barat (Ciamis, Tasikmalaya, Garut, dan Sumedang). Lembaga ini diakui
eksistensinya sebagai penentu waktu panen komunal dan dibutuhkan karena
penguasaan akan informasi terkait perkembangan fisik padi (fenomena pertumbuhan)
di lahan sawah.

2) Kepunduhan di Jawa Barat; yang merupakan suatu lingkup kehidupan


bertetangga (neighborhood) yang meliputi areal fisik dan populasi di bawah desa.
Kepunduhan diketuai oleh seorang punduh yang berfungsi sebagai penyalur informasi
dan mediator dengan punduh-punduh lain dan dengan kepala desa setempat.

3) Otini-tabenak atau dewan adat di wilayah pegunungan tengah Papua, yang


berfungsi sebagai penyaring dan penyalur informasi dari dunia luar.

4) Subak di Bali; Kelembagaan/organisasi petani pengguna air. Kelembagaan


ini sebagai contoh yang mampu beradaptasi dan berintegrasi dengan lembaga
eksternal. Subak merupakan kelembagaan tradisional unik yang berbentuk organisasii
formal di hierarki pemerintah daerah tingkat kabupaten, namun di tingkat lapang
(daerah aliran sungai) tetap berbentuk organisasi non-formal. Struktur organisasi
subak terdiri atas: Sedahan Agung yang merupakan posisi kepemimpinan formal
(official position) tingkat pemerintah daerah kabupaten, yang dikepalai oleh pejabat
yang mendapat gaji sebagai pegawai negeri. Sedahan Agung membawahi seluruh
pekaseh (ketua) subak gde yang berada di wilayah kabupaten tersebut. Subak gde

5
berupa organisasi non-formal dengan seorang seorang pekaseh sebagai ketua yang
tidak mendapat gaji atau imbalan dari pemerintah. Subak merupakan contoh
terlengkap kelembagaan petani yang memiliki keterkaitan lintas sektor. Kegiatan
produksi pertanian dalam konteks subak merupakan suatu kegiatan sosio-tekno-
religius daripada sebagai kegiatan tekno-ekonom.

5) Mayorat di Jawa Barat; merupakan organisasi nonformal yang bertugas


mengelola dan mengatur pembagian air guna memenuhi kebutuhan 5 kelompok petani
setempat. Mayorat diketuai oleh seorang mayor atau ulu- ulu dan bertugas mengatur
penggunaan air dari sumber air komunal di lokasi desa atau kampung. Eksistensi
mayorat kini telah dievolusikan menjadi organisasi formal Kelompok Petani
Pengguna Air (KPPA).

6) Plong dan Sonor di Sumatera Selatan. Oragnisasi ini bersifat temporer di


lokasi pemukiman transmigrasi pasang surut. Plong adalah kelembagaan normatif
gotong royong yang menyediakan pelayanan pengolahan lahan secara bergilir antar
anggota, Sonor adalah organisasi gotong royong penanaman padi pada lahan kosong
yang dikuasai keluarga petani transmigran dan hanya dilakukan saat kemarau panjang
yang terjadi 5 tahun sekali.

7) Sasi. Salah satu cara untuk memelihara lingkungan darat dan laut oleh
masyarakat Kei Maluku adalah dengan mengenalkan suatu lembaga yang diberi nama
sasi5 .

8) Mapalus merupakan lembaga ketenagakerjaan baik untuk pembangunan di


daerah Minahasa. Karena sistem ini dilahir oleh masyarakat sendiri inilebih cocok
sebagai program-program pembangunan daripada program yang dibawa darinegara
luar. Kegiatannya berupa pengolahan ladang secara bersama ataupun bergiliran,
membangun rumah maupun pindah rumah

6
Penutup

Kesimpulan

pengertian dari diferensiasi kelembagaan lokal adalah pembedaan anggota


kelembagaan secara horizontal, artinya pembedaan ini masih memiliki derajat
atau tingkatan yang sama. Sebagai contoh, pembedaan masyarakat yang
didasarkan pada perbedaan ras, etnis suku bangsa, agama, pekerjaan, dan jenis
kelamin tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah antara satu dengan lainnya.
Seperti kita ketahui bahwa pengertian diferensiasi kelembagaan dan diferensiasi
sosial memiliki pengertian yang sama hanya saja ruang lingkup dari keduanya
yang berbeda. Diferensiasi kelembagaan lokal ruang lingkupnya terdapat pada
lembaga itu sendiri sedangkan diferensiasi sosial ruang lingkupnya meliputi
seluruh anggota masyarakat.

Varian atau jenis kelembagan lokal di indonesia :

1) Candoli; lembaga ini bersifat lokal terdapat di wilayah Priangan


Timur Jawa Barat (Ciamis, Tasikmalaya, Garut, dan Sumedang). Lembaga ini diakui
eksistensinya sebagai penentu waktu panen komunal dan dibutuhkan karena
penguasaan akan informasi terkait perkembangan fisik padi (fenomena pertumbuhan)
di lahan sawah.

2) Kepunduhan di Jawa Barat; yang merupakan suatu lingkup kehidupan


bertetangga (neighborhood) yang meliputi areal fisik dan populasi di bawah desa.
Kepunduhan diketuai oleh seorang punduh yang berfungsi sebagai penyalur informasi
dan mediator dengan punduh-punduh lain dan dengan kepala desa setempat.

3) Otini-tabenak atau dewan adat di wilayah pegunungan tengah Papua, yang


berfungsi sebagai penyaring dan penyalur informasi dari dunia luar.

4) Subak di Bali; Kelembagaan/organisasi petani pengguna air. Kelembagaan


ini sebagai contoh yang mampu beradaptasi dan berintegrasi dengan lembaga
eksternal. Subak merupakan kelembagaan tradisional unik yang berbentuk organisasii
formal di hierarki pemerintah daerah tingkat kabupaten, namun di tingkat lapang
(daerah aliran sungai) tetap berbentuk organisasi non-formal. Struktur organisasi

7
subak terdiri atas: Sedahan Agung yang merupakan posisi kepemimpinan formal
(official position) tingkat pemerintah daerah kabupaten, yang dikepalai oleh pejabat
yang mendapat gaji sebagai pegawai negeri. Sedahan Agung membawahi seluruh
pekaseh (ketua) subak gde yang berada di wilayah kabupaten tersebut. Subak gde
berupa organisasi non-formal dengan seorang seorang pekaseh sebagai ketua yang
tidak mendapat gaji atau imbalan dari pemerintah. Subak merupakan contoh
terlengkap kelembagaan petani yang memiliki keterkaitan lintas sektor. Kegiatan
produksi pertanian dalam konteks subak merupakan suatu kegiatan sosio-tekno-
religius daripada sebagai kegiatan tekno-ekonom.

5) Mayorat di Jawa Barat; merupakan organisasi nonformal yang bertugas


mengelola dan mengatur pembagian air guna memenuhi kebutuhan 5 kelompok petani
setempat. Mayorat diketuai oleh seorang mayor atau ulu- ulu dan bertugas mengatur
penggunaan air dari sumber air komunal di lokasi desa atau kampung. Eksistensi
mayorat kini telah dievolusikan menjadi organisasi formal Kelompok Petani
Pengguna Air (KPPA).

6) Plong dan Sonor di Sumatera Selatan. Oragnisasi ini bersifat temporer di


lokasi pemukiman transmigrasi pasang surut. Plong adalah kelembagaan normatif
gotong royong yang menyediakan pelayanan pengolahan lahan secara bergilir antar
anggota, Sonor adalah organisasi gotong royong penanaman padi pada lahan kosong
yang dikuasai keluarga petani transmigran dan hanya dilakukan saat kemarau panjang
yang terjadi 5 tahun sekali.

7) Sasi. Salah satu cara untuk memelihara lingkungan darat dan laut oleh
masyarakat Kei Maluku adalah dengan mengenalkan suatu lembaga yang diberi nama
sasi5 .

8) Mapalus merupakan lembaga ketenagakerjaan baik untuk pembangunan di


daerah Minahasa. Karena sistem ini dilahir oleh masyarakat sendiri inilebih cocok
sebagai program-program pembangunan daripada program yang dibawa darinegara
luar. Kegiatannya berupa pengolahan ladang secara bersama ataupun bergiliran,
membangun rumah maupun pindah rumah

8
Daftar pustaka

Waluya, Bagja. 2009. Sosiologi Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat. Jakarta:


Departemen Pendidikan Nasional.

Muljana S, 1979, negara kertagama dan tafsir sejarahnya. Jakarta : bharata

Anda mungkin juga menyukai