Fadli Putranto - 09313 - Kelompok 1
Fadli Putranto - 09313 - Kelompok 1
DISUSUN OLEH:
NIM : 17/412417/KH/09313
KELOMPOK : 12. 1
YOGYAKARTA
2021
I. JUDUL
Urolithiasis pada Anjing Dalmatian
3. Mahasiswa mampu menjelaskan mekanisme perubahan profil urin terkait dengan diet
dan kejadian urolit.
III. PEMBAHASAN
2. Urolith cystine
Berbentuk bulat atau oval, biasanya kecil permukaannya halus, tersusun dari
asam amino cystine, empuk, mudah dihancurkan, berwarna krem kekuningan, kuning
kehijauan sampai coklat. Cystinuria dapat diidentifikasi berdasarkan kristal cystine
yang berbentuk hexagonal. Terdapat pada urin yang asam, kecil, halus, berwarna
kuning kecoklatan sampai kuning kehijauan.Cystinuria bisa terjadi pada anjing jantan
dan betina, namun kalkuli sistin banyak terjadi pada anjing jantan. Tidak semua
anjing yang menderita cystinuria berkembang menjadi urolithiasis. Dachshunds
adalah anjing yang paling banyak menderita urolith sistin(Osborne,1999).
3. Urolith urate
Urolith urat berbentuk bulat atau oval, permukaannya halus, tersusun dari NH4
urat, biasanya kecil, berlapis-lapis konsentris seperti kulit telur, mudah pecah,
berwarna kuning kecoklatan sampai kehijauan. Kurang lebih 70% urolith ini terjadi
pada anjing jantan. Anjing yang sering menderita urolith ini adalah Dalmatian (60%),
Bulldog, dan Yorkshire terrier (Osborne, 1999).
a) Etiologi
Urolithiasis merupakan penyakit yang disebabkan karena adanya batu
(urolith/kalkuli) atau kristal-kristal pada saluran kemih (tractus urinarius). Jenis
mineral beragam diantaranya berupa struvit, kalsium oksalat, kalsium fosfat, asam
urat, dan cystine pada urin. Urolit atau disebut juga bladder stone merupakan batu
yang terbentuk akibat supersaturasi pada urin dengan kandungan mineral-mineral
yakni kalsium, oksalat, dan fosfat yang dapat bergerak turun sepanjang ureter dan
masuk ke dalam vesika urinaria. Kristal yang paling sering ditemukan pada anjing
adalah kalsium oksalat dengan persentase kejadian 46,3% dan magnesium amonium
fosfat sebanyak 42,4%. Batu dan kristal ditemukan di ginjal, uretra, dan kebanyakan
di VU. Setelah terjadi pengendapan, partikel-partikel yang telah mengkristal dapat
bertambah besar ukurannya, memperparah kerusakan dan menimbulkan gejala klinis
pada hewan tersebut (Simatupang dkk., 2018; Men dan Arjentina, 2018)
b) Gejala Klinis
Hewan-hewan yang menderita urolithiasis diketahui gejala klinisnya bervariasi
tergantung pada tempat peletakannya dalam struktur anatomi sistim urinaria dan jenis
kelamin. Terdapatnya batu akan menggangu saluran urinaria dan akan menyebabkan
kesulitan membuang urin, rasa sakit pada ginjal dan saluran urinaria serta distensi pada
abdomen. Kondisi ini akan menyebabkan peradangan pada saluran urinaria, stranguria
atau pengeluaran urin dengan frekuensi lambat, dysuria atau kesakitan atau kesukaran
pada saat urinasi dan anuria atau tidak dapat mengeluarkan urin (Breitschwerdt, 1986).
Terdapatnya batu pada ureter dapat menyebabkan kolik, ini datangnya tiba-tiba tanpa
didahulukan oleh gelaja sebelumnya, penderita biasanya memutar badan untuk
mendapatkan posisi yang dapat mengurangi rasa nyeri. Bila penyumbatan telah
berlangsung lama akan terlihat tanda depresi, lesu, anoreksia atau berkurangnya nafsu
makan, dan diikuti oleh tanda uremia (Sastrowardoyo, 1997).
c) Diagnosa Klinis
Alur pemeriksaan diagnostik dapat diawali dengan registrasi, yaitu pengisian
pengisian nama, berat badan pasien, nama, alamat, dan no. Telp pemilik.
Dilanjutkan dengan mencatat signalment yaitu Breed, sex, age, dan spesific pattern
pasien. Anamnesa dapat dilakukan dengan menanyakan kepada klien pre history yaitu
kronologi kejadian sebelum hewan terserang penyakit contohnya pakan yang diberikan
kepada pasien, sering diberi minum atau tidak,dll (Duguma, 2016). Immediet history
yaitu gejala klinis yang muncul pada saathewan itu sakit (Duguma, 2016) seperti warna
urin. Muntah, Frekuensi urinasi. Pada saat urinasi apakah hewannya itu vokalisasi, dll.
Post history yaitu penanganan yang sudah dilakukan klien (Duguma, 2016) seperti
sudah diberi penanganan sebelumnya atau belum, dll.
Selanjutnya dapat dilakukan pemeriksaan umum yang meliputi pemeriksaan
ekspresi muka dan kondisi tubuh serta tingkat kesadaran pasien, pulsus normal anjing
: 76-148x/menit (Fowler, 2008), nafas normal 24- 42x/menit (Fowler, 2008), dan suhu
: normal 37,8 - 39,5oC (Fowler, 2008). Pemeriksaan selaput lendir dapat dilakukan
meliputi mukosa hidung, normal lembab, conjunctiva, ginggiva pink normal, CRT
kurang dari sama dengan 2, vulva normal. Pemeriksaan kulit dan rambut yang ditandai
dengan kerontokan normal serta tidak ada lesi dan pemeriksaan telinga normal bersih,
tidak ada lesi-lesi
V. Bau
Bau urin timbul karena perubahan asam organik volatil. Urin berbau
tajam biasanya dijumpai pada urin kucing, babi, dan kambing. Urin berbabu
ammonia biasanya adalah urin alkalis atau urin yang dibiarkan terlalu lama
sehingga hasil penguraian bakteri dalam urin terbentuk ammonia. Urin berbau
aseton biasanya dijumpai pada hewan- hewan yang menderita diabetes mellitus
atau penyakit kebuntingan (Salasia dan Hariono, 2014).
V. Darah
Reaksi positif urin mengindikasikan adanya sel darah merah (lisis karena
urin yang hipotonis), hemoglobin bebas, atau myoglobin. Apabila urin
mengandung myoglobin maka akan diperkuat dengan naiknya aktivitas serum
kreatinin kinase. Intepretasi hematuria menandakan destruksi sel darah merah
dalam pembuluh dalah (Salasia dan Hariono, 2014).
IV. KESIMPULAN
1. Urolithiasis merupakan penyakit yang diakibatkan oleh adanya sedimentasi
disaluran urinasi
2. Gejala klinis pada gangguan uropoetika akan terlihat adanya hematuria,
poliuria, disuria, dan rasa sakit ketika dipalpasi pada bagian VU atau ginjal
dapat pula disertai muntah, lemah, dan dehidrasi
3. Penanganan Urolithiasis dapat dilakukan dengan cara non-operasi dan
operasi
DAFTAR PUSTAKA
Bartges JW, Osborne CA, Lulich JP. 1999. Methods for evaluating treatment of uroliths.
Vet Clin North Am: Small Anim Pract; 29:45.
Breitschwerdt EB. 1986. Contemporary Issues in Small Animal Practice: Nephrology and
Urology. New York.Churchill Livingstone.pp: 261
Duguma, Ararsa. 2016. Practical Manual on Veterinary Clinical Diagnostic Approach.
JVet Sci Technol 7:337
Fossum, T.W. 2002. Small Animal Surgery, ed 2nd Mosby, St. Lois London.
Toronto. Philandelphia sydney.
Fowler, M. E. 2008. Restrain and Handling of Wild and Domestic Animals. UK: Wiley-
Blackwell Publishing
Parrah, J. D., Moulvi, B. A., Gazi, M. A., Makhdomi, D. M., Athar, Din, M. J., Dar, M.
U., Mir, A. Q. 2013. Importance of Urinalysis in Veterinary Practice.
Veterinary World, EISSN: 2231 – 0916.
Rijnberk, A and Sluijs, S. J.V. 2009. Medical History and Physical Examination in
Companion Animals 2nd edition. China: Elsevier.
Salasia, S. I. O. dan Hariono, Bambang, 2014. Patologi Klinik Veteriner. Yogyakrta:
Sumber Baru.
Sastrowardoyo, S. 1997. Urologi Penuntun Praktis. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta. pp: 72.
Simatupang, G.T.T.O., Sudisma, I.G.N., dan Arjentinia, I.P.G.Y. 2019. Sonogram Ginjal
dan Kantung Kemih Berdasarkan Variasi Bentukan Urolit pada Anjing. Jurnal
Veteriner Jurnal Veteriner, 2(1) : 109 - 118.
Strasinger, S. K. dan Lorenzo, M. S. D. 2014. Urinalysisi and Body Fluids Sixt Edition.
Philadelphia: F. A. Davis Company.
Widodo, S., Sajuthi, D., Choliq, C., Wijaya, A., Wulansari, R., dan Lelana, R.P.A.
2019. Diagnostik Klinik Hewan Kecil. Bogor : IPB Press.