NIM : 21090117140059
Dia mengatakan perbaikan hanya sebatas pada kesalahan ketik atau pengulangan kata. "Kami
sudah sampaikan, kami minta waktu bahwa Baleg dikasih kesempatan untuk me-review lagi,
takut-takut ada yang salah titik, salah huruf, salah kata, atau salah koma. Kalau substansi tidak
bisa kami ubah karena sudah keputusan," ujar Awi saat dihubungi, Kamis (8/10/2020). Pada
Senin (12/10/2020) pagi, beredar draf RUU dengan jumlah 1035 halaman. Di halaman terakhir
draf tersebut ada tanda tangan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin. Sekjen DPR, Indra Iskandar,
menyatakan draf tersebut hasil perbaikan Baleg DPR pada Minggu (11/10/2020) malam.
Menurutnya, ada perbaikan redaksional dalam draf RUU Cipta Kerja. Namun, pada malam
harinya, kembali beredar draf RUU Cipta Kerja setebal 812 halaman. Indra menyatakan draf
berjumlah 812 halaman itu merupakan hasil perbaikan terkini. Berubah Jadi 812 Halaman
Dokumen berjumlah 1035 halaman itu menyusut menjadi 812 halaman setelah diubah dengan
pengaturan kertas legal.
Itu kan pakai format legal. Kan tadi (yang 1035 halaman) pakai format A4, sekarang pakai
format legal jadi 812 halaman," ujar Indra. Ia menyebut draf belum dikirim ke presiden.
Menurutnya, DPR memiliki waktu setidaknya hingga Rabu (14/10/2020) untuk mengirimkan
draf ke presiden jika merujuk kepada UU Nomor 12/2011. Cacat prosedur Forum Masyarakat
Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) khawatir akan ada pasal-pasal tambahan dalam perbaikan
draf RUU Cipta Kerja. Sebab, segala proses yang dilakukan DPR serba tertutup. "Kuatnya
kepentingan elite atas RUU ini bisa menjelaskan kecurigaan akan potensi merubah substansi
RUU Cipta Kerja dengan berkilah bahwa yang dilakukan hanya perbaikan typo," kata peneliti
Formappi Lucius Karus, Senin (12/10/2020).
Sementara itu, Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas,
Feri Amsari, mengaku curiga draf final RUU Cipta Kerja sengaja disembunyikan DPR dan
pemerintah. Ia mengatakan, sejak awal proses pembentukan RUU Cipta Kerja sudah cacat
prosedur. Sebab, DPR dan pemerintah dinilai menabrak ketentuan peraturan pembentukan
perundangan-undangan, salah satunya soal pelibatan publik. "Memang dari awal kan tidak sehat.
Seharusnya, sejak awal naskah akademik itu termasuk draf RUU. Dari perancangan hingga
pengesahan sudah ada draf itu. Bayangkan, dari hulu hingga hilir tapi tidak ada RUU-nya,"
tuturnya
"Ini mungkin proses pembentukan perundang-undangan paling gila di era reformasi dan betul-
betul terbuka pelanggarannya dan diabaikan pula," kata Feri. Feri menegaskan bahwa Pusako
mendorong agar pemerintah segera membatalkan UU Cipta Kerja. Menurut dia, presiden dapat
menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) untuk mencabut UU Cipta
Kerja. "Memang ini cacat prosedurnya. Bukan berarti begitu buka draf lalu selesai. Kami
menganggap seluruhnya cacat dan desakannya adalah segera cabut UU ini. Karena yang
bermasalah adalah pembuat UU, yaitu presiden dan DPR. Yang paling mudah bisa lewat
perppu," tuturnya.
Sumber :
https://nasional.kompas.com/read/2020/10/13/07540931/draf-ruu-cipta-kerja-yang-berubah-ubah
Seiring berjalannya waktu, kemajuan zaman semakin terlihat secara signifikan, terutama dalam
hal teknologi, informasi, dan komunikasi. Hal ini dapat kita lihat dari mudahnya masyarakat
mengakses informasi, penggunaan teknologi yang canggih, dan mudah serta cepatnya
komunikasi. Dalam mengakses informasi contohnya, pada dekade yang lalu, masyarakat
Indonesia hanya bisa mengakses informasi melalui media cetak ( koran, majalah, bulletin ) dan
radio. Seiring perkembangan, masyarakat kita kini lebih dimudahkan untuk menangkap
informasi. Karena informasi tersebut dapat diakses dimana saja, dan kapan saja dengan adanya
media informasi di dunia maya. Salah satunya adalah situs berita Kompas.com, dan hal inilah
yang melatarbelakangi saya untuk menjadikan Kompas.com sebagai objek analisis.
Kemudian terdapat kesalahan pada artikel pada Kompas.com yang saya ambil berdasarkan
kaidah penulisan Ejaan yang Disempurnakan. Seperti penulisan singkatan nama resmi lembaga
pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama dokumen resmi maupun di
dalam akronim yang sudah diterima oleh masyarakat tidak memakai tanda titik setelahnya.
Kesalahan Pembetulan
UU Undang-undang
Final Final