Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM GEOTEKNIK PERTAMBANGAN

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Praktikum Geoteknik


Pertambangan Pada Jurusan Teknik Pertambangan Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidaytullah Jakarta

Disusun Oleh :
Nama : Zulfikri Hakim Akbar
NIM : 11180980000029
Kelompok : 4 (empat)
Nama Asisten Dosen :
Rendy Adrista Farrand S.T
Muhammad Iqbal Asada (11170980000006)
Algifar Fadil Putra Dharma (11170980000008)
Aulia Rahmawati (11170980000015)
Rizqi Yudistira Wahyu (11170980000036)
Perdana
Adi Suhardi (11170980000040)

Program Studi Teknik Pertambangan


Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2021
BAB III

Metode Kesetimbangan Batas (Limit Equilibrium Method)


Bagian 2

2.1 Hari dan Tanggal Praktikum


Praktikum dilakukan pada hari Kamis, 25 Maret 2020.

2.2 Tujuan Praktikum


Mampu melakukan analisis kestabilan lereng dengan menggunakan
muka air tanah pada kestabilan lereng.

2.3 Abstrak
Pada praktikum kali ini, praktikan menggunakan software slide untuk metode
kesetimbangan batas (limit equilibrium method) yang bertujuan untuk melakukan
analisis kestabilan lereng dengan menentukan nilai Faktor Keamanan dari sebuah
lereng. Terdapat tiga buah problema lereng dan 4 metode kesetimbangan,
diantaranya metode Ordinary Fellenius, Morgenstern-prince, Bishop Simplified
dan Janbu simplified. Dengan parameter yang di gunakan yaitu sudut geser dalam
, Kohesi c, dan berat jenis tanah  . Dari hasil percobaan ketiga problema
tersebut dapat dikatakan hanya lereng problem “B” yang sangat aman,
dikarenakan nilai FK > 1.25 menurut Bowles (19884). Adapun faktor – faktor
yang mempengaruhi besar nya nilai FK suatu lereng antara lain : geometri lereng,
sifat fisik lapisan material, kondisi lereng, dan karakteristik.

2.4 Dasar Teori


Lereng adalah suatu bidang di permukaan tanah yang menghubungkan antara
permukaan yang lebih tinggi dengan permukaan yang lebih rendah. Untuk lereng
sendiri dalam hal pembuatannya dapat terbentuk secara alami maupun dengan dibuat
oleh manusia. Setiap lereng alami maupun lereng buatan, kemungkinan besar dapat
terjadi kelongsoran, karena dalam setiap kasus tanah yang tidak rata akan
menyebabkan komponen gravitasi dari berat mempunyai kecenderungan untuk
menggerakkan massa tanah dari elevasi lebih tinggi ke elevasi yang lebih rendah.
Salah satu metode yang dikembangkan dalam menganalisa kestabilan suatu lereng
adalah metode kesetimbangan batas. (Riski, 2019)

Metode kesetimbangan batas (Limit Equilibrum Method) adalah suatu metode


kesetimbangan antara gaya yang menahan longsor terhadap gaya yang menyebabkan
longsoran untuk longsoran tipe gelinciran. Metode kesetimbangan batas untuk
kestabilan lereng membagi massa bidang longsor menjadi irisan-irisan kecil
(Handika, 2016).
Air tanah merupakan bagian air di alam yang terdapat di bawah permukaan tanah.
Pembentukan air tanah mengikuti siklus peredaran air di bumi yang disebut daur
hidrologi, yaitu proses alamiah yang berlangsung pada air di alam yang mengalami
perpindahan tempat secara berurutan dan terus menerus (Kodoatie, 2012).
Air tanah merupakan bagian dari siklus hidrologi yang berlangsung di alam, serta
terdapat dalam batuan yang berada di bawah permukaan tanah meliputi keterdapatan,
penyebaran dan pergerakan air tanah dengan penekanan pada hubungannya terhadap
kondisi geologi suatu daerah (Danaryanto, dkk. 2005).
Berdasarkan atas sikap batuan terhadap air, dikenal adanya beberapa karakteristik
batuan sebagai berikut :
a. Akuifer (lapisan pembawa air) adalah lapisan batuan jenuh air di bawah
permukaan tanah yang dapat menyimpan dan meneruskan air dalam jumlah
yang cukup dan ekonomis misalnya pasir.
b. Akuiklud (lapisan batuan kedap air) adalah suatu lapisan batuan jenuh air
yang mengandung air tetapi tidak mampu melepaskannya dalam jumlah
berarti misalnya lempung.
c. Akuitard (lapisan batuan lambat air) adalah suatu lapisan batuan yang sedikit
lulus air dan tidak mampu melepaskan air dalam arah mendatar, tetapi
mampu melepaskan air cukup berarti kea rah vertikal, misalnya lempung
pasiran.
d. Akuiflug (lapisan kedap air) adalah suatu lapisan batuan kedap air yang tidak
mampu mengandung dan meneruskan air, misalnya granit.
Menurut Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan, cekungan air
tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat semua
kejadian hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air
tanah berlangsung. Kedudukan tentang tipe akuifer disajikan pada

Gambar 2.1. Kedudukan Tipe Akuifer


(Sumber : Kodoatie, 2012)
Tipe akuifer digolongkan menjadi tiga (Kodoatie, 2012), yaitu :
1) Akuifer bebas (unconfined aquifer), merupakan akuifer jenuh air
dimana lapisan pembatasnya hanya pada bagian bawahnya dan tidak
ada pembatas di lapisan atasnya (batas di lapisan atas berupa muka air
tanah).
2) Akuifer tertekan (confined aquifer), adalah akuifer yang batas lapisan
atas dan lapisan bawah adalah formasi tidak tembus air, muka air
akan muncul diatas formasi tertekan bawah. Akuifer ini terisi penuh
oleh air tanah sehingga pengeboran yang menembus akuifer ini akan
menyebabkan naiknya muka air tanah di dalam sumur bor yang
melebihi kedudukan semula.
3) Akuifer semi tertekan (leaky aquifer), merupakan akuifer jenuh air
yang dibatasi oleh lapisan atas berupa akuitard dan lapisan bawahnya
merupakan akuiklud. Akuifer semi-tertekan atau aquifer bocor adalah
akuifer jenuh yang sempurna, pada bagian atas dibatasi oleh lapisan
semi-lulus air dan bagian bawah merupakan lapisan lulus air ataupun
semi-lulus air.

Gerakan Air Tanah


Perbedaan potensi kelembaban total dan kemiringan antara dua lokasi dalam
lapisan tanah dapat menyebabkan gerakan air dalam tanah. Air bergerak dari tempat
dengan potensi kelembaban tinggi ke tempat dengan potensi kelembaban yang lebih
rendah. Keseimbangan hidrologi dapat terjadi apabila tenaga penggerak air sebanding
dengan jumlah tenaga gravitasi potensial dan tenaga hisap potensial, sehingga
semakin tinggi kedudukan permukaan air tanah maka tenaga hisap potensial menjadi
semakin kecil (Asdak, 2010).
Hal ini berarti bahwa semakin besar tenaga hisap/ pemompaan, air tanah menjadi
semakin kering. Ketika permukaan air tanah menurun sebagai akibat kegiatan
pengambilan air tanah maka akan terbentuk cekungan permukaan air tanah. Menurut
Sosrodarsono dan Takeda (2003), berkurangnya volume air tanah akan kelihatan
melalui perubahan struktur fisik air tanah dalam bentuk penurunan permukaan air
tanah atau penurunan tekanan air tanah secara terus menerus. Selanjutnya
menurunkan fasilitas pemompaan dan jika penurunan itu melampaui suatu limit
tertentu maka fungsi pemompaan akan hilang sehingga sumber air tanah itu akan
menjadi kering.
Air tanah didefinisikan sebagai air yang terdapat di bawah permukaan bumi.
Salah satu sumber utamanya adalah air hujan yang meresap ke bawah lewat lubang
pori di antara butiran tanah. Air yang berkumpul di bawah permukaan bumi ini
disebut aquifer. Aquifer adalah lapisan bawah tanah yang mengandung air dan
mampu mengalirkan air. Hal ini disebabkan karena lapisan tersebut bersifat
permeable yang mampu mengalirkan air baik karena adanya pori-pori pada lapisan
tersebut ataupun memang sifat dari lapisan batuan tertentu.
Sebagai lapisan kulit bumi, maka aquifer membentang sangat luas, menjadi
semacam reservoir bawah tanah. Pengisian aquifer ini dilakukan oleh resapan air
hujan ke dalam tanah. Maka lapisan - lapisan batuan dapat dibedakan menjadi:
Aquifer adalah lapisan yag dapat menyimpan dan mengalirkan air dalam jumlah
besar. Lapisan batuan ini bersifat permeable yang mampu mengalirkan air baik
karena adanya pori-pori pada lapisan tersebut ataupun memang sifat dari lapisan
batuan tertentu, seperti kerikil, pasir dll.
Macam-macam aquifer sebagai berikut :
 Aquifer Bebas (Unconfined Aquifer) yaitu lapisan lolos air yang hanya
sebagian terisi oleh air dan berada di atas lapisan kedap air. Permukaan tanah
pada aquifer ini disebut dengan water table (preatik level), yaitu permukaan
air yang mempunyai tekanan hidrostatik sama dengan atmosfer
 Aquifer Tertekan (Confined Aquifer) yaitu aquifer yang seluruh jumlahnya air
yang dibatasi oleh lapisan kedap air, baik yang di atas maupun di bawah, serta
mempunyai tekanan jenuh lebih besar dari pada tekanan atmosfer
 Aquifer Semi tertekan (Semi Confined Aquifer) yaitu aquifer yang seluruhnya
jenuh air, dimana bagian atasnya dibatasi oleh lapisan semi lolos air dibagian
bawahnya merupakan lapisan kedap air
 Aquifer Semi Bebas (Semi Unconfined Aquifer) yaitu aquifer yang bagian
bawahnya yang merupakan lapisan kedap air, sedangkan bagian atasnya
merupakan material berbutir halus, sehingga pada lapisan penutupnya masih
memungkinkan adanya gerakan air. Dengan demikian aquifer ini merupakan
peralihan antara aquifer bebas dengan aquifer semi tertekan.
 Aquiclude adalah lapisan yang dapat menyimpan air tetapi tidak dapat
mengalirkan air dalam jumlah besar, seperti lempung, tuff halus dan silt.
Untuk keperluan praktis, aquiclude dipandang sebagai lapisan kedap air.
 Aquifuge adalah lapisan yang tidak dapat menyimpan dan mengalirkan air,
contohnya batuan granit dan batuan yang kompak.
 Aquitard adalah lapisan atau formasi batuan yang dapat menyimpan air tetapi
hanya dapat meloloskan air dalam jumlah yang terbatas.

2.5 Langkah Kerja


2.5.1 Alat dan Bahan
Alat : Bahan :
- Laptop - Data Lereng
- Modul Praktikum Geoteknik
- Aplikasi Snip & Sketch
- Software Slide 6.009

2.5.2 Diagram Alir Praktikum

Menyiapkan alat dan bahan.

Jalankan atau buka software slide.

Titik koordinat dihitung terlebih dahulu berdasarkan


Geometri lereng : tinggi lereng (H) dan kemiringan
lereng (α).
Setelah didapatkan 6 titik koordinat klik Boundaries
– Add external boundary – ketik “t” di pojok kanan
bawah – masukkan koordinat X dan Y.

Membuat boundary material lainnya (Boundaries>Add material


boundary)

Project dibuat dengan failure direction diubah sesuai bentuk


desain, klik Analysis – Project setting – general.

Tentukan metode yang akan digunakan klik Analysis


– Project setting

Sifat fisik dan mekanik dimasukkan, klik Properties –


Define materials.

Plot water table (boundaries>add water


table), untuk kondisi airtanah

Nilai grid dimasukkan klik Surfaces – Auto Grid. Didapat


X (20) dan Y(20) sesuai defaultnya.

Nilai factor keamanan diproses dengan, klik Analysis –


Compute – save, file diberi nama.

Nilai Faktor keamanan hasil desain pilihan dengan klik


Analysis – Interpret.

2.6 Temuan dan Hasil Praktikum


2.6.1 Temuan
A. Perhitungan faktor keamanan dari suatu lereng bermaterial lunak,
heterogen, dan sebagian jenuh
Suatu lereng dengan geometri seperti di bawah ini dengan batuan penyusun batu
lempung dan talk yang heterogen dan berlapis.

Geometri lereng:

 Tinggi lereng (H) : 12,47 meter


 Kemiringan Lereng (α) : 20o

Kondisi lereng : Sebagian jenuh

Material properties batuan (fisik dan mekanik), sebagai berikut:

Tabel 3.1 Material Properties Problem “A”

No Karakteristik Talk Batu Lempung


1 Kohesi (C) 32,04 kN/m2 40,26 kN/m2
2 Sudut geser dalam 3,25° 2,37°
3 Bobot isi kering (ɣ dry) 42,02 kN/m3 43,17 kN/m3
4 Bobot isi basah (ɣ 69,87 kN/m3 70,46 kN/m3
saturated)

B. Perhitungan faktor keamanan dari suatu lereng bermaterial keras,


heterogen, dan jenuh
Suatu lereng dengan geometri seperti di bawah merupakan lereng batu
konglomerat dan andesit yang heterogen dan berlapis.

Geometri lereng :

 Tinggi lereng (H) : 43,16 meter


 Kemiringan Lereng(α) : 45o

Kondisi lereng: jenuh


Material properties batuan (fisik dan mekanik), sebagai berikut:

Tabel 3.2. Material Properties Problem “B”


No Karakteristik Konglomerat Andesit
1 Kohesi (C) 200 kN/m2 310 kN/m2
2 Sudut geser dalam 29,08° 18,26°
3 Bobot isi kering (ɣ dry) 14,05 kN/m3 15,25 kN/m3
4 Bobot isi basah (ɣ 17,48 kN/m3 21,01 kN/m3
saturated)

C. Perhitungan faktor keamanan dari suatu lereng bermaterial campuran


yang heterogen, berlapis, dan jenuh
Suatu lereng dengan geometri seperti di bawah merupakan lereng batu pasir,
batu lanau, batu kapur, batu gamping, dan serpentinit yang heterogen dan
berlapis.

Geometri lereng:

 Tinggi lereng (H) : 47,98 meter


 Kemiringan Lereng (α) : 60o

Kondisi lereng : jenuh

Material properties batuan (fisik dan mekanik), sebagai berikut:

Tabel 3.3. Material Properties Problem “C”

N Batu Batu Batu


Karakteristik Batu Pasir Serpentinit
o Lanau Kapur Gamping
2
1 Kohesi (C) 11,26 10,78 kN/m 13,65 12,48 kN/m2 117,69
kN/m2 kN/m2 kN/m2
2 Sudut geser 20,14° 19,65° 23,47° 30,16° 29,02°
dalam
3 Bobot isi kering 32,02
30,2 kN/m3 24,58 kN/m3 3
41,99 kN/m3 7,20 kN/m3
(ɣ dry) kN/m
4 Bobot isi basah 45,65 38,30
38,47 kN/m3 70,69 kN/m3 10,29 kN/m3
(ɣ saturated) kN/m3 kN/m3
N Batu Batu
Karakteristik Batu Pasir Batu Lanau Serpentinit
o Kapur Gamping
5 Tinggi Lapisan 7,5 m 14,95 m ………. 20,3 m 1,97 m

2.6.2 Hasil Praktikum


1.6.2.1. Problema A
Sebagian Jenuh Bebas
Tabel 3.4. Hubungan MAT Pada No.1 & 2a
N Keterangan Keterangan Keterangan
MAT BS JS MP
o
Tidak Tidak Tidak
1 S.Jenuh + Benching 0.572 aman 0.509 aman 0.572 aman
Tidak Tidak Tidak
2 S.jenuh (Tanpa Benching) 0.554 aman 0.498 aman 0.553 aman

Hubungan MAT Pada No.1 & 2a


0.58

0.56

0.54

0.52

0.5

0.48

0.46
Bishop Simplified Morgenstern-Price Janbu Simplified

Safety Factor Single Slope Safety Factor Multi Slope

Grafik 3.1 Hubungan MAT Pada No.1 & 2a


Sebagian Jenuh diatas Lapisan Lempung
Tabel 3.5. Hubungan MAT Pada No. 2a & 2b
N Keterangan Keterangan Keterangan
MAT BS JS MP
o
Tidak Tidak Tidak
1 S.Jenuh (Tanpa Benching) 0.587 aman 0.532 aman 0.585 aman
Tidak Tidak Tidak
2 S.jenuh + Benching 0.609 aman 0.549 aman 0.608 aman

Hubungan MAT Pada No. 2a & 2b


0.62

0.6

0.58

0.56

0.54

0.52

0.5

0.48
Bishop Simplified Morgenstern-Price Janbu Simplified

Safety Factor Single Slope Safety Factor Multi Slope

Grafik 3.2 Hubungan MAT Pada No. 2a & 2b

Jenuh Total
N Keterangan Keterangan Keterangan
MAT BS JS MP
o
Tidak Tidak Tidak
1 S.Jenuh (Tanpa Benching) 0.473 aman 0.423 aman 0.471 aman
Tidak Tidak Tidak
2 S.jenuh + Benching 0.492 aman 0.438 aman 0.491 aman
Tabel 3.6. Hubungan MAT Pada No. 3a & 3b

Hubungan MAT Pada No. 3a & 3b


0.5

0.48

0.46

0.44

0.42

0.4

0.38
Bishop Simplified Morgenstern-Price Janbu Simplified

Safety Factor Single Slope Safety Factor Multi Slope

Grafik 3.3 Hubungan MAT Pada No. 3a & 3b


Problema B
No. MAT FK BS keterangan

1 Jenuh 2.459 Aman


2a. Sebagian Jenuh 3.147 Aman
2b. Andesit 3.107 Aman
FK JS keterangan FK MP keterangan
1 Jenuh 2.329 Aman 2.454 Aman
2a. Sebagian 3.081 Aman 3.146 Aman
jenuh
2b. Andesit 3.044 Aman 3.107 Aman
Tabel 3.7. Hasil Praktikum Problema B
Perbandingan MAT – FK “B”
3.5 3.15 3.15
3.11 3.08
3.04 3.11
3
2.46 2.45
2.5 2.33

1.5

0.5

0
FK BS FK JS FK MP

Jenuh Sebagian Jenuh Andesit

Grafik 3.4. Perbandingan MAT – FK “B”

Problema C

No MAT BS Keterangan JS Keterangan MP Keterangan


Tidak Tidak Tidak
1 Jenuh 0.208 Aman 0.169 Aman 0.215 Aman
Tidak Tidak Tidak
2 Batu Gamping 0.447 Aman 0.431 Aman 0.447 Aman
Tabel 3.8. Hasil Praktikum Problema C
Hubungan Derajat Kejenuhan – FK “C”
0.5
0.45
0.4
0.35
0.3
0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0
BS JS MP

Jenuh Batu Gamping

Grafik 3.5. Hubungan Derajat Kejenuhan – FK “C”

2.7 Bahasan Pertanyaan pada Modul


1. Apa perbedaan antara air tanah dan air bawah tanah?
Jawab :
Air tanah adalah air yang terdapat pada solum tanah di daerah aerasi atau zona
tidak jenuh. Ketersediaan Air Tanah sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan tanaman, hal ini sangat dipengaruhi oleh beberapa sifat tanah al:
tekstur tanah, pori tanah, bahan organik dll.
Air bawah tanah adalah air yang mengisi pori tanah dan/atau batuan serta
bertekanan sama dengan atmosfer atau dapat dikatakan semua air yang terdpt
di bawah permukaan air bawah tanah (groundwater table) dan pada zona
jenuh. Perbedaannya adalah Air tanah ditemukan hampir di semua tempat di
bumi, walaupun di daerah paling kering seperti padang pasir ataupun di
bawah tanah yang membeku karena tertutup lapisan salju atau es sedangkan
air bawah tanah berasal dari air hujan, air tersekap (connate water) dan air
magma.
2. Jelaskan cara menurunkan muka air tanah dengan biaya yang
ekonomis!
Jawab :
Metode open pumping dilakukan dengan mengumpulkan air permukaan
dan rembesan dari bagian tepi galian dengan menggunakan kolektor.
Kolektor berfungsi membuang air keluar dari galian dengan posisi
kolektor yang terus mengikuti elevasi galian. Dari segi biaya, metode open
pumping ini lebih murah jika dibandingkan dengan metode predrainage.
Dalam metode ini pula, tidak perlu dilakukan pengeboran sehingga efek
dewatering pada sumur-sumur warga yang berada di sekitar area proyek
terbilang kecil. Waktu pengerjaan metode open pumping juga terbilang
singkat karena pekerjaan penempatan pipa hanya perlu dilakukan di satu
tempat yakni di lubang penampungan air saja.

3. Apakah pengaruh permeabilitas dan porositas material terhadap


kejenuhan suatu lereng?
Jawab :
Porositas tanah adalah proporsi ruang pori tanah (ruang kosong) yang
terdapat dalam suatu volume tanah yang dapat ditempati oleh air dan
udara , sehingga merupakan indikator kondisi drainase dan aerasi tanah.
Porositas tanah ini berbanding lurus dengan kejenuhan lereng, semakin
besar porositas lereng maka tingkat kejenuhan lereng semakin besar begitu
pula sebaliknya, semakin kecil porositas lereng maka semakin kecil
kejenuhan lereng.

Permeabilitas tanah adalah tingkat kemampuan tanah meloloskan air yang


melaluinya. Tanah dengan permabilitas yang tinggi, mampu meningkatkan
laju infiltrasi sehingga menurunkan laju air larian yang terjadi di dalam
tanah. Pada hukum Darcy disebutkan bahwa permeabilitas tanah
ditentukan oleh koefisien permeabilitasnya yang mana salah satu faktor
yang mempengaruhinya adalah kejenuhan tanah, semakin besar nilai
permebilitasnya maka tingkat kejenuhannya semakin besar.

2.8 Pembahasan

Pada praktikum ini dilakukan analisis kestabilan lereng menggunakan metode


kesetimbangan batas melalui proses pemodelan lereng heterogen, dengan asumsi
lereng dalam kondisi sebagian jenuh dan jenuh menggunakan softwere slide. Terdapat
tiga problem yaitu problem A, B, dan C. Problem A adalah perhitungan faktor
keamanan dari suatu lereng bermaterial lunak, heterogen, dan sebagian jenuh.
Problem B adalah perhitungan faktor keamanan dari suatu lereng bermaterial keras,
heterogen, dan jenuh. Sedangkan problem C adalah perhitungan faktor keamanan dari
suatu lereng bermaterial campuran yang heterogen, berlapis, dan jenuh.

 Problem A

Pada percobaan problem A dimana suatu lereng dengan material batuan penyusun
batu lempung dan talk yang heterogen dan berlapis dengan ketinggian 12,47 meter,
kemiringan sebesar 20°, dan kondisi lereng sebagian jenuh, menghasilkan
perhitungan angka faktor keamanan dari tiap-tiap metode seperti yang ditunjukkan
pada tabel 3.4. dan 3.5, dimana tiap-tiap poin pada problem A dapat dijabarkan
sebagai berikut:

1. a). Muka air tanah sebagian jenuh modifikasi. Kohesi (C) = Talk 32,04 kN/m2;
Batu lempung 20,26 kN/m2; sudut geser dalam (ɸ) = Talk 3,25°; Batu lempung
2,37°; Berat isi kering (ɣ dry) = Talk 42,02 kN/m3; Batu lempung 43,17 kN/m3 dan
Berat isi basah (ɣ sat) = Talk 69,87 kN/m3; Batu lempung 70,46 kN/m3. (material
properties lereng belum diubah)
Muka air tanah sebagian jenuh pada lapisan permukaan batu lempung dengan tanpa
benching. Menghasilkan FK untuk metode Morgenstern-Price sebesar 0,554; metode
Bishop Simplified sebesar 0,498; dan metode Janbu Simplified sebesar 0,553. Dari
hasil tersebut dapat dikatakan bahwa metode Janbu memberikan hasil perhitungan
nilai angka keamanan yang lebih kecil. Nilai FK pada setiap metode dalam percobaan
ini kurang dari 1,25 sehingga lereng dikatakan tidak aman.

1. b). Muka air tanah sebagian jenuh pada lapisan permukaan batu lempung dengan
benching. Menghasilkan FK untuk metode Morgenstern-Price sebesar 0,572; metode
Bishop Simplified sebesar 0,572; dan metode Janbu Simplified sebesar 0,509. Dari
hasil tersebut dapat dikatakan bahwa metode Janbu memberikan hasil perhitungan
nilai angka keamanan yang lebih kecil. Nilai FK pada setiap metode dalam percobaan
ini kurang dari 1,25 sehingga lereng dikatakan tidak aman.

2.a) Muka air tanah sebagian jenuh pada lapisan permukaan batu lempung dengan
tanpa benching. Menghasilkan FK untuk metode Morgenstern-Price sebesar 0,585;
metode Bishop Simplified sebesar 0,587; dan metode Janbu Simplified sebesar 0,532.
Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa pada muka air tanah sebagian jenuh pada
lapisan permukaan batu lempung dengan tanpa benching, nilai FK yang dihasilkan
pada setiap metode menjadi lebih besar nilainya dan lebih besar dibanding nilai FK
pada poin 1. Nilai FK pada setiap metode dalam percobaan ini kurang dari 1,25
sehingga lereng dikatakan tidak aman.

2.b) Muka air tanah sebagian jenuh pada lapisan permukaan batu lempung dengan
benching. Menghasilkan FK untuk metode Morgenstern-Price sebesar 0,608; metode
Bishop Simplified sebesar 0,609; dan metode Janbu Simplified sebesar 0,549. Dari
hasil tersebut dapat dikatakan bahwa apabila muka air tanah sebagian jenuh pada
lapisan permukaan batu lempung dengan benching, maka akan berdampak pada nilai
FK yang dihasilkan, yaitu menjadi lebih besar dibanding nilai FK pada poin 1 dan
2.a. Nilai FK pada setiap metode dalam percobaan ini kurang dari 1,25 sehingga
lereng dikatakan tidak aman.

3.a) Muka air tanah jenuh total dengan tanpa benching. Menghasilkan FK untuk
metode Morgenstern-Price sebesar 0,471; metode Bishop Simplified sebesar 0,473;
dan metode Janbu Simplified sebesar 0,423. Dari hasil tersebut dapat dikatakan
bahwa pada muka air tanah sebagian jenuh pada lapisan permukaan batu lempung
dengan tanpa benching, nilai FK yang dihasilkan pada setiap metode menjadi lebih
kecil nilainya dan lebih kecil dibanding nilai FK pada poin 1 dan 2a dan b. Nilai FK
pada setiap metode dalam percobaan ini kurang dari 1,25 sehingga lereng dikatakan
tidak aman.

3.b) Muka air tanah jenuh total dengan benching. Menghasilkan FK untuk metode
Morgenstern-Price sebesar 0,491; metode Bishop Simplified sebesar 0,492; dan
metode Janbu Simplified sebesar 0,438. Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa
apabila muka air tanah sebagian jenuh pada lapisan permukaan batu lempung dengan
benching, maka akan berdampak pada nilai FK yang dihasilkan, yaitu menjadi lebih
kecil dibanding nilai FK pada poin 1 dan 2.a dan b. Nilai FK pada setiap metode
dalam percobaan ini kurang dari 1,25 sehingga lereng dikatakan tidak aman.

 Problem B

Pada percobaan problem B dimana suatu lereng dengan material berupa batu
konglomerat dan andesit yang heterogen dan berlapis. dengan ketinggian 43,16 meter,
kemiringan sebesar 45°, dan kondisi lereng jenuh, menghasilkan perhitungan angka
faktor keamanan dari tiap-tiap metode seperti yang ditunjukkan pada tabel 3.6,
dimana tiap-tiap poin pada problem B dapat dijabarkan sebagai berikut:

1). Batu konglomerat dengan Kohesi (C) = 200 kN/m2; sudut geser dalam (ɸ) =
29,08°; berat isi kering (ɣ dry) = 14,05 kN/m3 dan berat isi basah (ɣ saturated) =
17,48 kN/m3. Batu andesit dengan Kohesi (C) = 310 kN/m2; sudut geser dalam (ɸ) =
18,26°; berat isi kering (ɣ dry) = 15,25 kN/m3 dan berat isi basah (ɣ saturated) =
21,01 kN/m3 (material properties lereng belum diubah).

Menghasilkan FK untuk metode Morgenstern-Price sebesar 2.454; metode Bishop


Simplified sebesar 2.459; dan metode Janbu Simplified sebesar 2.329. Dari hasil
tersebut dapat dikatakan bahwa metode Bishop Simplified memberikan hasil
perhitungan nilai angka keamanan yang lebih besar. Nilai FK pada setiap metode
dalam percobaan ini lebih dari 1,25 sehingga lereng dikatakan aman.

2.a) Muka air tanah setengah jenuh, Menghasilkan FK untuk metode Morgenstern-
Price sebesar 3.146 ; metode Bishop Simplified sebesar 3.147 ; dan metode Janbu
Simplified sebesar 3.081. Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa apabila muka air
tanah setengah jenuh, maka akan berdampak pada nilai FK yang dihasilkan, yaitu
menjadi lebih besar dibanding nilai FK pada poin 1. Nilai FK pada setiap metode
dalam percobaan ini lebih dari 1,25 sehingga lereng dikatakan aman.

2.b) Muka air tanah berada pada lapisan permukaan andesit (lapisan konglomerat di
atas lapisan andesit). Menghasilkan FK untuk metode Morgenstern-Price sebesar
3.107 ; metode Bishop Simplified sebesar 3.107; dan metode Janbu Simplified
sebesar 3.044. Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa apabila muka air tanah
berada pada lapisan permukaan andesit (lapisan konglomerat di atas lapisan andesit),
maka akan berdampak pada nilai FK yang dihasilkan, yaitu menjadi lebih kecil
dibanding nilai FK pada poin 2.a. Nilai FK pada setiap metode dalam percobaan ini
lebih dari 1,25 sehingga lereng dikatakan aman.

 Problem C

Pada percobaan problem C dimana suatu lereng bermaterial campuran, lereng


batu pasir, batu lanau, batu kapur, batu gamping, dan serpentinit yang heterogen dan
berlapis dengan ketinggian 47,98 meter, kemiringan sebesar 60°, dan kondisi lereng
jenuh, menghasilkan perhitungan angka faktor keamanan dari tiap-tiap metode seperti
yang ditunjukkan pada tabel 3.7, dimana tiap-tiap poin pada problem C dapat
dijabarkan sebagai berikut:

1). Kohesi (C) = Batu Pasir 11,26 kN/m2; Batu Lanau 10,78 kN/m2; Batu Kapur
13,65 kN/m2; Batu Gamping 122,48 kN/m2 dan Sepentinit 117,69 kN/m2. Sudut
geser dalam (ɸ) = Batu Pasir 20,14°; Batu Lanau 19,65°; Batu Kapur 23,47°; Batu
Gamping 30,16° dan Serpentinit 29,02°. Berat isi kering (ɣ dry) = Batu Pasir 30,2
kN/m3; Batu Lanau 24,58 kN/m3; Batu Kapur 32,02 kN/m3; Batu Gamping 42,99
kN/m3 dan Sepentinit 720 kN/m3. Dan Berat isi basah (ɣ sat) = Batu Pasir 45,65
kN/m3; Batu Lanau 38,47 kN/m3; Batu Kapur 38,30 kN/m3; Batu Gamping 70,69
kN/m3 dan Sepentinit 10,29 kN/m3. Tinggi Lapisan = Batu Pasir 7,5 m; Batu Lanau
14,95 m; Batu Kapur tidak diketahui; Batu Gamping 20,3 m dan Serpentinit 1,97 m.
(material properties lereng belum diubah).

Menghasilkan FK untuk metode Morgenstern-Price sebesar 0.215 ; metode Bishop


Simplified sebesar 0,208; dan metode Janbu Simplified sebesar 0,215. Dari hasil
tersebut dapat dikatakan bahwa metode Janbu memberikan hasil perhitungan nilai
angka keamanan yang paling kecil. Nilai FK pada setiap metode dalam percobaan ini
kurang dari 1,25 sehingga lereng dikatakan tidak aman.
2). Muka air tanah berada pada lapisan permukaan batu gamping, menghasilkan FK
untuk metode Morgenstern-Price sebesar 0,447; metode Bishop Simplified sebesar
0,447; dan metode Janbu Simplified sebesar 0,431. Dari hasil tersebut dapat
dikatakan bahwa apabila muka air tanah berada pada lapisan permukaan batu
gamping, maka akan berdampak pada nilai FK yang dihasilkan, yaitu menjadi lebih
besar dibanding nilai FK pada poin 1. Nilai FK pada setiap metode dalam percobaan
ini kurang dari 1,25 sehingga lereng dikatakan tidak aman.

Dari hasil yang telah didapatkan, menunjukkan bahwa lereng problem A dalam
kondisi tidak aman dari setiap kondisi, lereng problem B dalam kondisi aman dari
setiap kondisi, dan lereng problem C dalam kondisi tidak aman dari setiap kondisi.
Berdasarkan stadar keamanan nilai FK yang baik harus berada pada range FK > 1,25.
Untuk nilai FK < 1,25 berarti lereng berada pada kondisi tidak aman. Untuk nilai FK
diantara 1,07 dan 1,25 dianggap kritis sehingga kemungkinan akan terjadi longsoran.

2.9 Kesimpulan

Berdasarkan hasil percobaan dengan menggunakan Analis kesetimbangan batas


(limit equilibrium analysis), dapat disimpulkan bahwa hasil analisis kestabilan lereng
dengan menggunakan software slide menunjukkan bahwa pada lereng problem A
dimana suatu lereng sebagian jenuh dalam keadaan tidak aman, problem B dimana
suatu lereng keseluruhan jenuh dalam keadaan aman, problem C dimana suatu lereng
bermaterial campuran dalam keadaan tidak aman. Sedangkan hasil lereng secara
keseluruhan menggunakan software slide menunjukan bahwa lereng dalam keadaan
tidak aman.

Pada praktikum kali ini terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi nilai


kestabilan lereng adalah tinggi lereng, kemiringan lereng material penyusun lereng,
kohesi, bobot isi kering dan sudut geser dalam sangat berpengaruh dalam menentukan
nilai faktor keamanan dari suatu lereng. Selain itu kondisi lereng juga sangat
mempengaruhi nilai factor keamanan. Pada problem diatas A, B, dan c menunjukkan
bahwa lereng yang semakin jenuh maka semakin rendah nilai FK yang didapat. Sebab
ini dipengaruhi oleh lapisan material pada lereng memiliki lapisan material yang
mempunyai nilai kohesi dan sudut geser rendah dengan bobot isi yang tinggi maka
dari itu didapatkan FK yang rendah yang dikatakan tidak aman. Namun dapat
disimpulkan dari praktikum ini bahwa FK dapat dinaikkan jika dilakukan benching
pada kondisi lereng jenuh sebagian maupun jenuh total.
2.10 Daftar Pustaka
Asdak, Chay. 2010. Hidrologi dan Pengolahan Daerah Aliran Air Sungai :
Edisi Revisi Kelima. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Yogyakarta
Andriani, Tati dkk. 2017. Analisis Stabilitas Lereng Area Timbunan Menggunakan
Metoda Kesetimbangan Batas pada Tambang Terbuka Daerah Purwajaya,
Kecamatan Loa Janan, Kabupaten Kutai Kartanegara. Bandung : Universitas
Padjadjaran.
Kodoatie, J.K, 2013, Tata Ruang Air Tanah, Andy, Yogyakarta.
Pane, Riski Adelina dan Yoszi M. Anaperta. 2019. Karakterisasi Massa Batuan dan
Analisis Kestabilan Lereng Untuk Evaluasi Geometri Lereng di Pit Barat
Tambang Terbuka PT. AICJ (Allied Indo Coal Jaya) Kota Sawahlunto Provinsi
Sumatera Barat. Padang: Universitas Negeri Padang.
Sosrodarsono, S dan Takeda. 2003. Hidrologi untuk Pengairan. Pradnya Paramita,
Jakarta
Zabier, Moehammad Zoelfikar, dan Dewi Ayu Kusumaningsih. 2020. Modul
Praktikum Geoteknik Pertambangan. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.11 Lampiran
A. Problema A
1. Koordinat 1. Geometri MAT tanpa benching (slope angle)

2.b. Koordinat sebagian 2.b. Geometri MAT dgn benching (slopenya ada 4)
jenuh dgn benching
(slopenya ada 4)
1. a. Muka Air Tanah Sebagian Jenuh bebas Single Slope
Metode JS

Metode BS Metode MP
1. b. Muka Air Tanah sebagian jenuh Bebas dengan benching (4 slope)
Metode JS

Metode BS Metode MP
2.a. Muka Air Tanah sebagian jenuh diata lapisan clay tanpa benching
(slopenya cuma 1)
Metode JS

Metode BS Metode MP
2.b. Muka Air Tanah sebagian jenuh diatas lapisan clay dgn benching
(slopenya ada 2)
Metode JS

Metode BS Metode MP
3.a. Muka Air Tanah jenuh total tanpa benching (slopenya cuma 1)
Metode JS

Metode BS Metode MP
3.b. Muka Air Tanah jenuh total dgn benching (slopenya ada 4)
Metode JS
Metode BS Metode MP

B. Problema B
Koordinat 2. Geometri MAT Jenuh
2.a. Geometri MAT 2.b. Geometri MAT

1. Muka Air Tanah Jenuh


Metode JS

Metode BS Metode MP

2.a. Muka Air Tanah Setengah Jenuh


Metode JS

Metode BS Metode MP
2.b. Muka Air Tanah berada pada lapisan permukaan andesit (lapisan
konglomerat di atas lapisan andesit)
Metode JS

Metode BS Metode MP

C. Problema C
Kordinat
1. Muka Air Tanah Jenuh
Metode JS

Metode BS Metode MP
2. Muka Air Tanah Sebagian Jenuh
Metode JS

Metode BS Metode MP

Anda mungkin juga menyukai