Anda di halaman 1dari 49

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS)

DAN
RANCANGAN BAHAN AJAR

GI-4306
PROYEKSI PETA

S
AM

Disusun Oleh:
Adib Muhammad Shodiq, S.T., M.Eng.

JURUSAN TEKNIK SIPIL


PROGRAM STUDI DIII TEKNIK GEODESI
POLITEKNIK NEGERI BANJARMASIN
2019
PETA KOMPETENSI
MATA KULIAH: PROYEKSI PETA

1. Menguasai konsep teoritis secara umum matematika terapan yang diperlukan


dalam pemetaan,
2. Mampu menerapkan matematika ke dalam prosedur dan praktek pengukuran B
topografi dan konstruksi dalam kegiatan pemetaan

8. Mahasiswa mampu
9. Mahasiswa mampu menjelaskan proyeksi TM3˚ BPN
A
A menjelaskan penerapan proyeksi B
peta di bidang Geodesi
7. Mahasiswa mampu

S
menjelaskan proyeksi azimuthal
3. Mahasiswa mampu menghitung

AM
transformasi antar system koordinat

6. Mahasiswa mampu
menghitung proyeksi silinder
2. Mahasiswa mampu menggambar
system koordinat 2D dan 3D

5. Mahasiswa mampu
menghitung proyeksi kerucut
1. Mahasiswa mampu menjelaskan
jenis-jenis system transformasi
koordinat di Geodesi
4. Mahasiswa mampu
menjelaskan jenis-jenis system
proyeksi peta

i
RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER
(RPS)

PROGRAM STUDI : DIII TEKNIK GEODESI


MATA KULIAH Proyeksi Peta
KODE GI - 4306
SEMESTER 4 (empat)
SKS 3 (tiga)
DOSEN 1. Adib Muhammad Shodiq, S.T., M.Eng.
PENGAMPU 2. Henyningtyas Suhel, S.Pd., M.T.

S
DESKRIPSI MATA Mata Kuliah Proyeksi Peta membekali mahasiswa dengan pengetahuan
KULIAH mengenai sistem transformasi koordinat, proyeksi peta dan transformasi antar

AM
sistem proyeksi peta.
CAPAIAN 1. Menguasai konsep teoritis secara umum matematika terapan yang diperlukan
PEMBELAJARAN dalam pemetaan,
PROGRAM STUDI 2. Mampu menerapkan matematika ke dalam prosedur dan praktek pengukuran
topografi dan konstruksi dalam kegiatan pemetaan
CAPAIAN 1. Mampu melakukan transformasi antar sistem koordinat,
PEMBELAJARAN 2. Mampu melakukan hitungan proyeksi peta dan transformasi antar sistem
MK proyeksi peta.
KEMAMPUAN 1. Mahasiswa mampu menjelaskan jenis-jenis system transformasi koordinat di
AKHIR YANG Geodesi (1x)
DIHARAPKAN 2. Mahasiswa mampu menggambar system koordinat 2D dan 3D (2x)
3. Mahasiswa mampu menghitung transformasi antar system koordinat (2x)

ii
4. Mahasiswa mampu menjelaskan jenis-jenis system proyeksi peta (1x)
5. Mahasiswa mampu menghitung proyeksi kerucut (2x)
6. Mahasiswa mampu menghitung proyeksi silinder (4x)
7. Mahasiswa mampu menjelaskan proyeksi azimuthal (1x)
8. Mahasiswa mampu menjelaskan proyeksi TM3˚ BPN (1x)
9. Mahasiswa mampu menjelaskan penerapan proyeksi peta di bidang Geodesi
(1x)
METODE 1. UAS (penguasaan pengetahuan) Test (30 %)
PENILAIAN DAN 2. UTS test (20%)
PEMBOBOTAN 3. Penyelesaian Tugas (pengetahuan dan kedisiplinan) (20 %)
4. Kehadiran (berdasarkan hasil presensi mata kuliah) (15 %)
5. Perilaku (berdasarkan hasil penilaian diri dan teman sejawat) (15%)
DAFTAR 1. Bugayevskiy, L.M. dan Snyder, J.P. 1995. “Map Projections – A Reference
REFERENSI Manual“.Taylor and Francis Inc., Bristol, PA.

S
2. Iliffe, J., Lott, R. 2008. “Datums and Map Projections for Remote Sensing, GIS and
Surveying”. Whittles Publishing. United Kingdom.

AM
3. Maling, D.H. 1992. “Coordinate Systems and Map Projections”. Pergamon Press plc,
Headington Hill Hall, Oxford 0X3 OBW, England.
4. Muryamto, R. 1999. “Hitungan Proyeksi Peta”. Jurusan Teknik Geodesi, Fakultas
Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
5. Snyder, J.P. 1987. “Map Projections – A Working Manual”. U.S.G.S. Professional Paper
1395. Washington D.C.

iii
JADWAL PEMBELAJARAN

KEMAMPUAN BAHAN
METODE INDIKATOR/KRITE
MINGGU WAK AKHIR YANG KAJIAN PENGALAMAN BOBOT
PEMBELAJA RIA
KE TU DIHARAPKAN (pokok BELAJAR PENILAIAN
RAN PENILAIAN
bahasan)
1 3x50 Mahasiswa 1. Pengenalan 1. Ceramah, Mahasiswa Menjelaskan bentuk 5%
’ mampu Silabus 2. Diskusi. menerima bumi dan system
menjelaskan 2. Kontrak informasi transformasi
jenis-jenis Kuliah mengenai koordinat.
system 3. Bentuk bumi, bentuk bumi dan
transformasi 4. Jenis-jenis jenis-jenis
koordinat di system system
Geodesi transformasi transformasi

S
koordinat. koordinat

AM
2 3x50 Mahasiswa Menggambar 1. Ceramah, 1. Menggambar 1. Hasil gambar 10%
’ mampu system 2. Diskusi, secara kelompok dan
menggambar koordinat 2D 3. Pembelaja individu dan individu system
system seperti system ran kelompok koordinat 2D.
koordinat 2D koordinat kooperatif system 2. Ketepatan waktu
dan 3D kutub dan , koordinat 2D, penyelesaian tugas
system 4. Tugas 2. Diskusi dan
koordinat mandiri 1 Tugas.
kartesian 2D,

iv
3 3x50 Mahasiswa Menggambar 1. Ceramah, 1. Menggambar 1. Hasil gambar 5%
’ mampu system 2. Diskusi, secara kelompok dan
menggambar koordinat 3D 3. Pembelaja individu dan individu system
system seperti system ran kelompok koordinat 3D,
koordinat 2D koordinat bola kooperatif system 2. Ketepatan waktu
dan 3D dan system 4. Tugas koordinat 3D, penyelesaian
koordinat Mandiri 2 2. Diskusi dan tugas.
ellipsoid. tugas.

4 3x50 Mahasiswa 1. Menghitung 1. Ceramah, 1. Menghitung 1. Ketepatan 5%


’ mampu transformasi 2. Diskusi, secara menjawab soal
menghitung sistem 3. Pembelaja individu dan (test tulis),
transformasi koordinat 2D ran kelompok 2. Ketepatan waktu
antar system yaitu: kooperatif transformasi penyelesaian

S
koordinat a. Sistem , antar system tugas.

AM
koordinat 4. Tugas koordinat 2D
kutub ke mandiri 3 dan system
sistem koordinat
koordinat raster ke
kartesian system
2D, koordinat
b. Sistem kartesian 2D
koordinat 2. Diskusi dan
kartesian menyelesaika
2D ke n Tugas
sistem
koordinat
kutub.

v
2. Menghitung
transformasi
sistem
koordinat
raster ke
sistem
koordinat
kartesian 2D
dan
sebaliknya
5 3x50 Mahasiswa Menghitung 1. Ceramah, 1. Menghitung 1. Ketepatan 5%
’ mampu transformasi 2. Diskusi secara menjawab soal
menghitung sistem 3. Pembelaja individu dan (test tulis)
transformasi koordinat 3D ran kelompok 2. Ketepatan waktu

S
antar system yaitu: kooperatif transformasi penyelesaian

AM
koordinat a. Sistem 4. Tugas antar system tugas.
koordinat mandiri 4 koordinat 3D,
bola ke 2. Diskusi dan
sistem tugas.
koordinat
kartesian 3D,
b. Sistem
koordinat
geodetik ke
sistem
koordinat
kartesian 3D.

vi
6 3x50 Mahasiswa 1. Proyeksi 1. Ceramah 1. Menerima 1. Menjelaskan jenis- 10%
’ mampu kerucut, 2. Diskusi informasi jenis sistem
menjelaskan 2. Proyeksi 3. Discovery jenis-jenis proyeksi peta,
jenis-jenis silinder, learning system 2. Penyelesaian tugas
system proyeksi 3. Proyeksi proyeksi peta, kelompok
peta azimuthal. 2. Diskusi dan
menyelesaika
n Tugas

7 3x50 Mahasiswa 1. System 1. Ceramah 1. Menentukan 1. Ketepatan 5%


’ mampu penomoran 2. Diskusi nomor LBD, menyelesaikan
menghitung LBD di 3. Pembelaja meridian tugas,
proyeksi kerucut Indonesia, ran tengah dan 2. Ketepatan waktu

S
2. Perhitungan kooperatif parallel penyelesaian

AM
konvergensi , tengah, tugas.
meridian, 4. Tugas 2. Menghitung
koreksi dan mandiri 5 konvergensi
factor skala meridian,
pada koreksi dan
proyeksi factor skala,
polieder, 3. Menghitung
3. Transformas transformasi
i koordinat koordinat
geodetic ke geodetic ke
koordinat koordinat
peta. peta,

vii
4. Diskusi dan
menyelesaika
n Tugas

8 UTS
9 3x50’ Mahasiswa 1. Menghitung 1. Ceramah 1.
Menghitung 1. Ketepatan 5%
mampu transformasi 2. Diskusi transformasi menyelesaikan
menghitung koordinat 3. Pembelaja koordinat peta tugas,
proyeksi kerucut peta ke ran ke koordinat 2. Ketepatan waktu
koordinat kooperatifkoordinat penyelesaian
geodetic, , geodetic, tugas.
2. Menghitung 4. Tugas 2.
Menghitung
transformasi mandiri 6 transformasi
antar LBD antar LBD

S
yang yang

AM
berdamping berdampinga
an n,
3. Diskusi dan
menyelesaika
n tugas
10 3x50’ Mahasiswa 1. Menghitung 1. Ceramah 1. Menghitung 1. Ketepatan 5%
mampu konvergensi 2. Diskusi konvergensi menjawab tugas
menghitung meridian, 3. Pembelaja meridian, 2. Ketepatan waktu
proyeksi silinder koreksi dan ran koreksi dan penyelesaian tugas
factor skala kooperatif factor skala,
pada 4. Tugas 2. Menghitung
proyeksi Mandiri 7 transformasi
Mercator, koordinat

viii
2. Menghitung geodetic ke
transformasi koordinat
koordinat peta,
geodetic ke 3. Diskusi dan
peta menyelesaika
Mercator. n tugas
11 3x50’ Mahasiswa 1. Menghitung 1. Ceramah 1. Menghitung 1. Ketepatan
mampu transformasi 2. Diskusi transformasi menjawab tugas
menghitung koordinat 3. Pembelaja koordinat 2. Ketepatan waktu
proyeksi silinder peta ran peta ke penyelesaian
Mercator ke kooperatif koordinat tugas
koordinat 4. Tugas geodetis
geodetic. Mandiri 8 2. Diskusi dan
menyelesaika

S
n tugas

AM
12 3x50’ Mahasiswa 1. System 1. Ceramah 1. Menentukan 1. Ketepatan 5%
mampu penomoran 2. Diskusi nomor lembar menjawab tugas
menghitung nomor 3. Pembelaja peta UTM, 2. Ketepatan waktu
proyeksi silinder lembar peta ran 2. Menghitung penyelesaian tugas
UTM, kooperatif konvergensi
2. Menghitung 4. Tugas meridian,
konvergensi mandiri 9 koreksi dan
meridian, factor skala
koreksi dan pada UTM,
factor skala 3. Menghitung
pada UTM, transformasi
3. Menghitung koordinat
transformasi

ix
koordinat geodetic ke
geodetic ke UTM,
UTM 4. Diskusi dan
menyelesaika
n tugas
13 3x50’ Mahasiswa 1. Menghitung 1. Ceramah 1. Menghitung 1. Ketepatan 5%
mampu koordinat 2. Diskusi koordinat menjawab soal
menghitung UTM ke 3. Pembelaja UTM ke 2. Ketepatan waktu
proyeksi silinder koordinat ran koordinat penyelesaian tugas
geodetic, kooperatif geodetic,
2. Menghitung 4. Tugas 2. Menghitung
transformasi mandiri transformasi
antar zona 10 antar zona
UTM yang UTM yang

S
berdamping berdampingan

AM
an ,
3. Diskusi dan
tugas
14 3x50’ Mahasiswa Proyeksi 1. Ceramah 1. Menerima Menjelaskan 5%
mampu azimuthal. 2. Diskusi informasi proyeksi azimuthal
menjelaskan mengenai
proyeksi proyeksi
azimuthal azimuthal,
2. Diskusi
15 3x50’ Mahasiswa 1. Proyeksi 1. Ceramah 1. Menerima Menjelaskan 5%
mampu TM3 BPN, 2. Diskusi informasi proyeksi TM3 BPN
menjelaskan 2. System mengenai
penomoran TM3 BPN dan

x
proyeksi zona lembar peta menentukan
TM3˚ BPN TM3 BPN nomor lembar
peta TM3 BPN
2. Diskusi dan
tugas
16 3x50’ Mahasiswa Penerapan 1. Ceramah 1. Menerima Menjelaskan 5%
mampu proyeksi peta 2. Diskusi informasi penerapan proyeksi
menjelaskan pada bidang mengenai peta pada bidang
penerapan Geodesi. penerapan Geodesi.
proyeksi peta di proyeksi peta
bidang Geodesi pada bidang
Geodesi
2. Diskusi dan
tugas

S
AM

xi
DAFTAR ISI

PETA KOMPETENSI......................................................................................................................... i
RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER.............................................................................. ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................................................... xii
BAB 4 PROYEKSI PETA ................................................................................................................ 1
4.1. Proyeksi Peta.................................................................................................................. 1
4.2. Distorsi Peta ................................................................................................................... 1
4.3. Grid dan Gratikul .......................................................................................................... 2
4.4. Faktor Skala .................................................................................................................... 3
4.5. Bidang Proyeksi Peta.................................................................................................. 4
RINGKASAN ................................................................................................................................11
SOAL LATIHAN .........................................................................................................................11
BAB 5 PROYEKSI KERUCUT ....................................................................................................12
5.1. Proyeksi Polieder .......................................................................................................12
5.2. Sistem Penomoran Lembar Bagian Derajad di Indonesia ......................14
S

5.3. Konvergensi Meridian, Koreksi Sudut Jurusan Horizontal dan Faktor


Skala Proyeksi Polieder ........................................................................................................18
AM

5.3.1. Konvergensi Meridian ....................................................................................18


5.3.2. Koreksi Sudut Jurusan Horizontal (t-T) (ψ) ........................................20
5.3.3. Faktor Skala (k) .................................................................................................21
5.4. Transformasi Koordinat Geodetik (φ, λ) ke Koordinat Peta (X, Y) ....21
5.5. Transformasi Koordinat Peta (X, Y) ke Koordinat Geodetik (φ, λ) ....25
5.6. Transformasi Antar LBD Proyeksi Polieder ..................................................29
RINGKASAN ................................................................................................................................35
SOAL LATIHAN .........................................................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................36

xii
BAB 4
PROYEKSI PETA

Bagian awal perkuliahan proyeksi peta membahas mengenai bentuk


bumi dan sistem koordinat serta transformasinya. Pembahasan tersebut
menjadi dasar untuk memahami proyeksi peta. Bab 4 membahas mengenai
pengertian proyeksi peta dan macam-macam proyeksi peta. Luaran yang
diharapkan yaitu mahasiswa mampu menjelaskan jenis-jenis system proyeksi
peta. Selain itu mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan fenomena yang
menyertai proyeksi peta.

4.1. Proyeksi Peta


Proyeksi peta merupakan suatu metode matematis untuk
merepresentasikan dan mentransformasikan Bumi yang dianggap bidang
lengkung menjadi bidang datar. Obyek yang ditransformasikan yaitu garis
S

meridian dan parallel. Proses transformasi ini tidak terlepas dari adanya
AM

distorsi akibat pendataran Bumi (Bugayevskiy, dkk, 1995; Iliffe, dkk, 2008;
Maling, 1992; Prihandito, 2010; Snyder, 1987). Proses proyeksi peta ini
menjadikan satu titik di permukaan Bumi tepat memiliki satu titik padanannya
di atas bidang datar, dinamakan juga dengan korespondensi satu-satu
(Bugayevskiy, dkk, 1995; Maling, 1992). Akan tetapi permukaan Bumi
memiliki ukuran tertentu yang dapat dianggap sebagai bidang datar. Ukuran
30x30 km di atas permukaan Bumi masih dapat dianggap datar, sehingga
perhitungan proyeksi peta dapat diabaikan. Tujuan proyeksi peta yaitu untuk
menyajikan titik-titik di permukaan Bumi pada bidang datar agar dapat
ditentukan nilai jarak dan arahnya (Prihandito, 2010).

4.2. Distorsi Peta


Distorsi peta merupakan suatu fenomena yang pasti ada saat bidang
lengkung didatarkan. Hal ini diakibatkan karena tidak fitnya suatu bidang
lengkung ketika didatarkan. Konsekuensinya yaitu peta yang ada pasti

1
mengalami distorsi peta. Meskipun distorsi peta pasti terjadi, akan tetapi
fenomena ini dapat diminimalisir menggunakan dua aturan (Maling, 1992).
1. Garis didefinisikan tidak mengalami distorsi apabila sepanjang garis
tersebut skalanya sudah ditetapkan. Artinya garis tersebut
merupakan garis persinggungan bidang proyeksi dengan permukaan
Bumi. Garis ini bisa sepanjang garis meridian ataupun garis parallel
dan berkaitan dengan lingkaran besar serta lingkaran kecil Bumi.
2. Titik bisa juga didefinisikan tidak mengalami distorsi apabila di titik
tersebut skalanya sudah ditetapkan. Artinya titik tersebut
merupakan persinggungan antara bidang proyeksi dengan
permukaan Bumi.
Kedua aturan tersebut memunculkan tiga bidang proyeksi yang apabila
didatarkan tidak mengalami distorsi (developed surface) (Iliffe, dkk, 2008;
Maling, 1992; Snyder, 1987). Ketiga bidang proyeksi tersebut adalah bidang
S

datar, kerucut dan silinder. Meskipun ketiga bidang proyeksi tersebut


AM

didefinisikan tidak mengalami distorsi, akan tetapi pada kenyataannya masih


mengalami distorsi (Maling, 1992). Menurut Prihandito (2010) metode untuk
meminimalisir nilai distorsi dibagi menjadi dua sebagai berikut.
1. Membagi daerah yang luas menjadi beberapa luasan kecil,
2. Menggunakan bidang datar atau bidang yang dapat didatarkan
dengan nilai distorsi minimum, umumnya menggunakan kerucut dan
silinder.

4.3. Grid dan Gratikul


Grid dan gratikul menunjukkan dua jenis sistem koordinat yang berbeda.
Gratikul menunjukkan koordinat dalam meridian dan parallel. Umumnya
bentuk gratikul tidak tegak lurus seperti halnya grid. Gratikul tidak digunakan
untuk menempatkan suatu fitur pada diatas bidang proyeksi. Pada umumnya
disebuah peta grid lebih ditonjolkan. Grid peta menunjukkan sistem koordinat
peta yang digunakan. Labelnya menggunakan nilai x dan y atau E dan N. Grid
peta ini yang digunakan untuk menempatkan suatu fitur diatas suatu peta

2
(Iliffe, dkk, 2008). Apabila grid dan gratikul ditampalkan maka hasilnya
sebagai berikut.

S
AM

Gambar 4.1. Grid yang tergambarkan di atas gratikul (Iliffe, dkk, 2008)

Berdasarkan Gambar 4.1 grid digambarkan dengan garis warna biru.


Gratikul digambarkan dengan garis melengkung warna hitam.

4.4. Faktor Skala


Proses pendataran dari bidang bola atau ellipsoid menjadi bidang datar
pasti mengalami distorsi peta. Terjadinya distorsi tidak dapat dicegah, akan
tetapi dapat dihitung besarnya distorsi yang ada. Besaran distorsi tersebut
ditunjukkan melalui nilai faktor skala atau yang disimbolkan dengan k. Nilai k
merupakan perbandingan jarak di peta dengan jarak di ellipsoid atau bola.
Nilai k tidaklah sama di seluruh bidang proyeksi. Secara umum rumus faktor
skala ditunjukkan persamaan 4.1 (Iliffe, 2008; Prihandito, 2010).
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑑𝑖 𝑎𝑡𝑎𝑠 𝑒𝑙𝑖𝑝𝑠𝑜𝑖𝑑
𝑘= ………………………………………………………………… (4.1)
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑑𝑖 𝑎𝑡𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑡𝑎

Nilai faktor skala tidak ada kaitannya dengan skala peta yang tercantum
diketerangan peta. Nilai faktor skala peta diperoleh dari proses pendataran

3
bidang lengkung. Idealnya nilai faktor skala peta adalah 1. Nilai ini
menunjukkan bahwa peta tersebut tidak mengalami distorsi. Distorsi bukan
merupakan suatu kesalahan pada peta. Nilai koordinat peta yang
sesungguhnya bisa ditentukan apabila parameter proyeksinya diketahui
(Iliffe, 2008).

4.5. Bidang Proyeksi Peta


Bidang proyeksi peta yang digunakan disebut juga dengan developed
surfaces (Iliffe, dkk, 2008; Maling, 1992; Snyder, 1987). Bidang proyeksi peta
ini terdiri atas tiga macam bidang. Ketiga bidang tersebut yaitu bidang
kerucut, silinder dan datar (Iliffe, dkk, 2008; Maling, 1992; Prihandito, 2010;
Snyder, 1987). Ketika ketiga jenis bidang proyeksi tersebut dihimpitkan pada
Bumi, maka terdapat dua kondisi yang muncul. Kedua kondisi tersebut yaitu
kondisi tangent dan secant (Maling, 1992; Prihandito, 2010; Snyder, 1987).
Kedua kondisi tersebut muncul untuk meminimalisir nilai distorsi di area yang
S

dipetakan (Maling, 1992). Tangent didefinisikan sebagai kondisi bidang


AM

proyeksi bersinggungan dengan bidang lengkung. Kondisi secant didefinisikan


sebagai kondisi bidang proyeksi memotong bidang lengkung di dua garis
berbeda (Maling, 1992; Prihandito, 2010). Menurut Prihandito (2010)
terdapat kondisi ketiga yaitu polysuperficial (polyconic, polycylindric),
kondisi ini terbentuk ketika terdapat lebih dari satu kerucut atau silinder yang
digunakan untuk memproyeksikan permukaan Bumi. Kondisi tangent bidang
proyeksi peta ditunjukkan pada Gambar 4.2.

4
(a) (b)

S
AM

(c)
Gambar 4.2. (a) Kondisi Tangent pada Silinder; (b) Kondisi Tangent pada
Kerucut; (c) Kondisi Tangent pada Bidang Datar (Maling, 1992)

Berdasarkan Gambar 4.2 diketahui bahwa pada kondisi tangent bidang


proyeksi peta hanya menyinggung Bumi di satu garis. Satu garis tersebut bisa
berupa garis parallel maupun garis meridian. Jika memperhatikan Gambar 4.2
maka diketahui bahwa persinggungan bidang proyeksi tepat di satu garis
parallel. Garis parallel tersebut disebut juga dengan garis parallel standar.
Nilai factor skala pada garis parallel standar didefinisikan sama dengan 1, yang
berarti tidak terdapat distorsi sepanjang garis parallel standar. Pada kondisi
tangent silinder, maka garis persinggungannya tepat di ekuator. Pada kondisi
tangent kerucut, garis persinggungannya terdapat di garis parallel yang sejajar
dengan ekuator. Pada kondisi tangent bidang datar, persinggungannya tepat
pada satu titik di daerah kutub (Maling, 1992). Pada Gambar 4.3 disajikan
ilustrasi kondisi secant pada ketiga bidang proyeksi.

5
(a) (b)

S
AM

(c)

Gambar 4.3. (a) Kondisi Secant pada Silinder; (b) Kondisi Secant pada
Kerucut; (c) Kondisi Secant pada Bidang Datar (Maling, 1992)

Berdasarkan Gambar 4.3 ditunjukkan kondisi secant untuk setiap bidang


proyeksi peta. Pada kondisi secant muncul dua garis parallel standar di
proyeksi silinder dan kerucut. Hal ini menandakan bahwa terdapat dua garis
parallel yang didefinisikan nilai factor skalanya sama dengan 1. Nilai factor
skala diantara dua garis parallel standar bernilai kurang dari 1, utamanya pada
proyeksi kerucut (Iliffe, 2008). Kondisi secant pada silinder menghasilkan dua
garis parallel standar, hal ini menunjukkan seolah-olah terdapat dua lingkaran
kecil yang radiusnya sama. Sepanjang dua buah garis lingkaran kecil tersebut
nilai faktor skalanya dipertahankan mendekati 1. Kondisi secant kerucut
memotong bidang lengkung di dua garis berbeda dan menghasilkan dua buah
lingkaran kecil. Keduanya memiliki radius yang berbeda, akan tetapi
sepanjang garis parallel standarnya, panjang bernilai yang sebenarnya.

6
Kondisi secant bidang datar memotong Bumi menjadi suatu bidang lengkung.
Nilai keliling bidang potongnya sama dengan keliling di permukaan bidang
lengkung (Maling, 1992).
Membahas bidang proyeksi peta berkaitan erat dengan klasifikasinya.
Selain klasifikasi berdasarkan bentuk bidang proyeksi peta yang digunakan
dan persinggungannya terdapat juga klasifikasi lainnya. Klasifikasi tersebut
menurut Prihandito (2010) dapat dibagi berdasarkan posisi sumbu simetri
bidang proyeksi dan sifat asli yang dipertahankan. Klasifikasi berdasarkan
posisi sumbu simetri bidang proyeksi memunculkan tiga jenis proyeksi
sebagai berikut (Prihandito, 2010; Snyder, 1987).
1. Proyeksi normal. Proyeksi ini ditunjukkan dengan sumbu simetri
bidang proyeksi yang berhimpit dengan sumbu Bumi.
2. Proyeksi miring (oblique). Proyeksi ini ditunjukkan dengan sumbu
simetri bidang proyeksi membentuk sudut tertentu terhadap sumbu
S

Bumi.
AM

3. Proyeksi tegak lurus (transversal). Proyeksi ini ditunjukkan dengan


sumbu simetri bidang proyeksi tegak lurus terhadap sumbu Bumi.
Ketiga jenis proyeksi tersebut diilustrasikan seperti pada Gambar 4.4.

7
S
AM

Gambar 4.4. Jenis proyeksi berdasarkan posisi sumbu simetri bidang


proyeksi (Snyder, 1987)

Berdasarkan Gambar 4.4 seluruh ilustrasi yang digunakan dalam kondisi


tangent. Hal ini ditunjukkan dengan hanya adanya satu garis parallel atau
meridian standar yang ditunjukkan. Kondisi secant juga memiliki tiga jenis
proyeksi tersebut. Hal yang membedakan hanya jumlah garis parallel atau
meridian standarnya. Pada kondisi secant maka ditunjukkan dua garis parallel
atau meridian standar.

8
Klasifikasi berdasarkan sifat asli yang dipertahankan menurut
Prihandito (2010) dibagi menjadi tiga jenis sebagai berikut.
1. Proyeksi ekuidistan. Proyeksi ini mempertahankan jarak baik
meridian maupun parallel di atas bidang peta. Akan tetapi umumnya
jarak yang dipertahankan yaitu jarak di garis meridian (Iliffe, dkk,
2008; Snyder, 1987). Akibatnya jarak di garis parallel mengalami
distorsi sehingga ukuran dan luas ikut mengalami distorsi (Iliffe,
2008). Persamaannya secara umum ditunjukkan Persamaan 4.2.
𝑘𝑀 = 1 …………………………………………………………………………………... (4.2)
Gambaran proyeksi ekuidistan ditunjukkan Gambar 4.5.
S
AM

Gambar 4.5. Proyeksi Ekuidistan (Iliffe, dkk, 2008)

Berdasarkan gambar 4.5 diketahui bahwa garis sepanjang meridian


tidak mengalami distorsi, hal ini sesuai dengan persamaan 4.2. Akan
tetapi garis parallel mengalami distorsi. Dikarenakan garis parallel
mengalami distorsi diketahui bahwa bentuk dan luasan area
tersebut di atas bidang peta berbeda saat di atas bidang lengkung.
2. Proyeksi ekuivalen. Proyeksi ini mempertahankan luasan suatu area
di atas bidang lengkung sama dengan luasannya di atas bidang peta
(Iliffe, dkk, 2008; Prihandito, 2010; Snyder, 1987). Apabila
mempertahankan luasan, yang berarti luasan diasumsikan tidak
mengalami distorsi, maka bentuk dan ukuran mengalami distorsi
(Iliffe, dkk, 2008; Snyder, 1987). Persamaan umum proyeksi
ekuivalen ditunjukkan Persamaan 4.3.
𝑘𝑀 𝑘𝑃 = 1 ……………………………………………………………………………….. (4.3)

9
Gambaran proyeksi ekuivalen ditunjukkan Gambar 4.6.

Gambar 4.6. Proyeksi Ekuivalen (Iliffe, dkk, 2008)


Berdasarkan Gambar 4.6 diketahui bahwa bentuk dan ukuran area di
bidang proyeksi mengalami distorsi. Meskipun ukuran dan bentuk
berbeda daripada bentuk dan ukuran di atas bidang lengkung, luasan
area tersebut tidak mengalami distorsi.
3. Proyeksi konform. Proyeksi ini mempertahankan sudut dengan
dipertahankannya sudut maka bentuk dan ukuran tidak mengalami
S
distorsi. Persamaan proyeksi ekuivalen ditunjukkan Persamaan 4.4.
AM

𝑘𝑀 = 𝑘𝑃 ………………………………………………………………………………… (4.4)
Gambaran proyeksi konform ditunjukkan Gambar 4.7.

Gambar 4.7. Proyeksi Konform (Iliffe, dkk, 2008)

Berdasarkan Gambar 4.7 diketahui bahwa panjang garis parallel dan


meridian sama panjangnya. Bentuk dan ukuran tidak mengalami
distorsi. Saat ini proyeksi konformal merupakan proyeksi yang umum
digunakan dalam kegiatan survey. Hal ini dikarenakan sudut yang
diukur di lapangan dapat tergambar langsung di peta menggunakan

10
beberapa perhitungan. Proyeksi ini merupakan basis bagi sebagian
besar pemetaan skala besar.

RINGKASAN

1. Proyeksi peta merupakan suatu langkah untuk mendatarkan bidang


lengkung. Proyeksi peta bertujuan untuk menyajikan titik di permukaan
Bumi pada bidang datar agar dapat ditentukan arah dan jaraknya.
2. Distorsi peta muncul karena proses pendataran bidang lengkung.
3. Bidang proyeksi peta dibagi menjadi tiga, yaitu kerucut, silinder dan
bidang datar. Ketiga bidang proyeksi tersebut berdasarkan
persinggungannya dapat dibedakan menjadi tangent dan secant yang
memiliki karakteristik masing-masing.
4. Bidang proyeksi peta dapat diproyeksikan secara normal, oblique atau
transversal. Ketiga kondisi tersebut masing-masing berkaitan erat
S

dengan sifat yang akan dipertahankan, seperti ekuivalen, ekuidistan dan


AM

konform.

SOAL LATIHAN
1. Jelaskan secara singkat mengenai proyeksi peta dan kegunaannya!
(20%)
2. Distorsi peta merupakan satu fenomena yang tidak dapat dihindarkan,
akan tetapi dapat diminimalisir nilainya. Jelaskan cara untuk
meminimalisir distorsi peta! (25%)
3. Jelaskan yang dimaksud dengan polysuperficial! (15%)
4. Jelaskan dan gambarkan suatu proyeksi peta dengan ciri-ciri proyeksi
silinder normal tangent konformal! (40%)

11
BAB 5
PROYEKSI KERUCUT
Setelah mempelajari penjelasan umum mengenai proyeksi peta,
selanjutnya disajikan penjelasan mengenai proyeksi kerucut. Pembahasan
mengenai proyeksi kerucut menjadi salah satu pokok bahasan proyeksi peta.
Selain dikarenakan salah satu jenis bidang proyeksi peta, proyeksi kerucut
pernah digunakan di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan digunakannya
proyeksi polieder pada zaman kolonialisasi Belanda. Jejak penggunaannya
masih ada terutama yang berkaitan dengan ladang minyak dan gas (migas)
peninggalan Belanda di Indonesia. Pada bahasan ini mahasiswa diharapkan
mampu menghitung proyeksi kerucut dan transformasinya, utamanya
perhitungan transformasi proyeksi polieder.

5.1. Proyeksi Polieder


S

Setiap proyeksi memiliki ciri-ciri tertentu, hal ini berlaku juga pada
AM

proyeksi polieder. Proyeksi polieder memiliki ciri-ciri sebagai berikut


(Muryamto, 1994; Prihandito, 2010).
1. Proyeksi polieder merupakan proyeksi kerucut dengan posisi sumbu
simetri terhadap sumbu Bumi dalam keadaan normal dan konform
yang menandakan sudut tidak mengalami distorsi.
2. Berdasarkan persingungannya proyeksi polieder termasuk proyeksi
tangent pada salah satu garis parallel yang kemudian dinamakan
garis parallel tengah yang diproyeksikan ekuidistan.
3. Bumi dibagi dalam beberapa jalur yang dibatasi oleh dua garis
parallel dengan beda lintang 20’. Hal ini menunjukkan bahwa setiap
jalur dengan beda lintang 20’ diproyeksikan menggunakan kerucut
tersendiri. Setiap kerucut tersebut bersinggungan dengan Bumi di
lintang φ = ± 10’, ± 30’, ± 50’. Ilustrasi proyeksi polieder ditunjukkan
Gambar 5.1.

12
Gambar 5.1. Proyeksi Polieder (Muryamto, 1994)

4. Jalur selebar 20’ dibagi kembali menjadi beberapa bagian derajad


dengan ukuran 20’x20’. Bagian derajad dengan ukuran tersebut
dinamakan dengan Satu Lembar Bagian Derajad (1 LBD).
S
5. Garis meridian tergambarkan sebagai garis lurus ke arah kutub. Garis
AM

parallel tergambarkan sebagai suatu lingkaran konsentris.

Gambar 5.2. Lembar Bagian Derajad (LBD) untuk LU dan LS


(Muryamto, 1994)

6. Setiap Lembar Bagian Derajad mempunyai sistem koordinat


tersendiri sebagai berikut.
a. Sumbu X : parallel tengah,
b. Sumbu Y : meridian tengah,
c. Titik Nol : perpotongan meridian dan parallel tengah,
disebut juga sebagai pusat Lembar Bagian Derajad (𝜑𝑂 , 𝜆𝑂 ),

13
d. Absis X : bernilai positif jika berada di sebelah Timur
meridian tengah,
e. Absis Y : bernilai positif jika berada di sebelah Utara
parallel tengah.
Proyeksi polieder memiliki keuntungan dan kerugian. Keuntungan dan
kerugian proyeksi polieder sebagai berikut (Prihandito, 2010).
1. Keuntungan proyeksi polieder yaitu:
a. Pada daerah yang terletak di dalam satu bagian derajad (20’x20’),
perubahan jarak dan sudut relatif kecil sehingga dalam
pembuatan peta skala besar sangat cocok,
b. Jarak dan sudut di permukaan Bumi sama dengan sudut dan jarak
di bidang proyeksi sehingga jarak dan sudut bisa diplot di atas
bidang peta tanpa dikoreksi.
2. Kerugian proyeksi polieder yaitu:
S

a. Jika luas daerah yang melebihi satu LBD maka membutuhkan


AM

banyak LBD, sehingga muncul perhitungan transformasi antar


LBD,
b. Garis grid dinyatakan dinyatakan dalam kilometer fiktif,
c. Kurang praktis dalam pembuatan peta skala kecil.
5.2. Sistem Penomoran Lembar Bagian Derajad di Indonesia
Seluruh wilayah Indonesia sudah dipetakan menggunakan proyeksi
polieder. Berdasarkan koordinat geografis, wilayah Indonesia terbentang dari
6˚ LU s.d. 11˚ LS dan 94˚ 40’ BT s.d. 141˚ BT. Berdasarkan pembagian pada
lintang geografis terdapat 51 LBD dan berdasarkan pembagian bujur geografis
terdapat 139 LBD. Jumlah LBD tersebut hanya LBD untuk daratan belum
termasuk LBD wilayah lautan Indonesia. Apabila LBD wilayah lautan dihitung
maka total terdapat 7089 LBD (Muryamto, 1994).
Setiap LBD diberikan dua macam nomor pada skala 1:100.000.
pembagian penomorannya sebagai berikut (Muryamto, 1994).
a. Dari Barat ke Timur diberi nomor angka Arab (1 s.d. 139),

14
b. Dari Utara ke Selatan diberi nomor angka Romawi (I s.d. LI).
Koordinat pusat bagian derajad (𝜑𝑂 , 𝜆𝑂 ), untuk paralelnya didefinisikan di
ekuator (𝜑𝑂 = 0𝑂 ), sedangkan meridiannya ditentukan di Meridian Jakarta
(𝜆𝑂 = 106𝑂 48′ 27", 79 Timur Greenwich). Sistem penomoran LBD di Indonesia
ditunjukkan pada Gambar 5.3 (Muryamto, 1994).

S
AM

Gambar 5.3. Sistem penomoran LBD di Indonesia (Muryamto, 1994)

Sistem penomoran LBD berdasarkan Gambar 5.3 merupakan system


penomoran pada skala 1:100.000. Apabila diperbesar skalanya menjadi
1:50.000 maka satu LBD tersebut terbagi menjadi empat lembar. Apabila
diperbesar kembali menjadi skala 1:25.000 maka satu lembar pada skala
1:50.000 terbagi menjadi 16 lembar peta. Jika skala 1:25.000 diperbesar
menjadi skala 1:5.000, maka satu lembar peta pada skala 1:25.000 terbagi
menjadi 100 lembar peta (Prihandito, 2010). Hubungan sistem penomoran
antar skala pada peta polieder ditunjukkan Gambar 5.4.

15
1LBD
20’x20’ 10’

10’
20’

2’ 20’ 5’

2’ 5’

Gambar 5.4. Pembagian LBD di Indonesia (Prihandito, 2010)

Berdasarkan Gambar 5.4 penomoran LBD pada setiap skala memiliki ciri-ciri
tersendiri. Penomorannya ditunjukkan pada Tabel 5.1.
S

Tabel 5.1. Penomoran LBD untuk setiap skala (Prihandito, 2010)


AM

No Skala Ukuran Jumlah Lembar Nomor Lembar peta


1 1:100.000 20’ x 20’ 1 138/LI
2 1:50.000 10’ x 10’ 4 138/LI-D
3 1:25.000 5’ x 5’ 16 138/LI-e
4 1:5.000 2’ x 2’ 100 138/LI-92

Berdasarkan Tabel 5.1 diketahui bahwa nomor lembar peta pada skala
1:100.000 menjadi acuan penomoran. Penomoran lembar peta skala
1:100.000 terdiri atas angka arabik yang menunjukkan kolom pada LBD
Indonesia dan angka romawi yang menunjukkan baris pada LBD Indonesia.
Sedangkan pada skala perbesarannya mengikuti lokasi lembar petanya. Pada
skala 1:50.000 ditunjukkan dengan huruf kapital. Skala 1:25.000 ditunjukkan
dengan huruf kecil dan pada skala 1:5.000 ditunjukkan dengan angka arabik.
Berdasarkan Gambar 5.3 diketahui bahwa setiap LBD memiliki
koordinat pusat bagian derajad (𝜑𝑂 , 𝜆𝑂 ). Koordinat pusat bagian derajad

16
merupakan informasi penting dalam perhitungan dalam proyeksi polieder.
Informasi tersebut tersaji pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2. Koordinat Pusat Bagian Derajad Peta Polieder (Muryamto, 1994)

S
AM

Ekstraksi informasi berdasarkan Tabel 5.2 dilakukan dengan memperhatikan


nomor LBD sebagai contoh pada Gambar 5.3, diketahui LBD dengan nomor
1/LI. Angka 1 dicari pada kolom 𝜆𝑂 , maka diperoleh nilai argument sebesar

17
11O 50’. Huruf romawi LI dicari pada kolom 𝜑𝑂 , maka diperoleh nilai argument
sebesar 10O 50’. Kedua nilai argument (𝜑𝑂 , 𝜆𝑂 ) merupakan nilai koordinat
pusat bagian derajad peta polieder untuk LBD 1/LI.

5.3. Konvergensi Meridian, Koreksi Sudut Jurusan Horizontal dan


Faktor Skala Proyeksi Polieder
5.3.1. Konvergensi Meridian
Konvergensi meridian (γ) didefinisikan sebagai suatu sudut yang
terbentuk antara garis singgung proyeksi meridian dengan garis utara peta
(Prihandito, 2010). Konvergensi meridian ditunjukkan Gambar 5.5.

γ
S
AM

Gambar 5.5. Konvergensi Meridian (Prihandito, 2010)

Berdasarkan Gambar 5.5 diketahui bahwa konvergensi meridian (γ)


berkaitan dengan nilai azimuth (α) yang diukur dari utara peta, Auk yang
diukur dari proyeksi garis meridian ke arah Kutub Utara dan koreksi azimuth
(ψ) (t-T). Gambar 5.5 sekaligus memberikan contoh, untuk mendapatkan nilai
α titik P maka yang perlu diketahui adalah nilai γ, A uk dan ψ. Secara umum
hubungan matematisnya ditunjukkan Persamaan 5.1 (Prihandito, 2010).
𝛼 = 𝐴𝑢𝑘 ± 𝛾 + 𝜓 ………………………………………………………………………………… (5.1)
Nilai konvergensi meridian diperoleh menggunakan Persamaan 5.2 dan 5.3.
Nilai koreksi azimuth diperoleh menggunakan Persamaan 5.4 dan 5.5. Nilai Auk
diperoleh dari peta.
Perhitungan konvergensi meridian (γ) dapat dihitung menggunakan
data koordinat geodetic (φ, λ) dan koordinat peta (X, Y). Perhitungan

18
menggunakan data koordinat geodetic menggunakan Persamaan 5.2
(Muryamto, 1994; Prihandito, 2010).
𝛾" = Δ𝜆" sin 𝜑𝑂 ………………………………………………………………………… (5.2)
Dalam hal ini:
Δ𝜆 = 𝜆𝑖 − 𝜆𝑜 ; 𝜆𝑖 merupakan nilai meridian titik.
Nilai konvergensi meridian dan nilai selisih meridian dihitung dalam
fraksi detik. Perhitungan menggunakan data koordinat peta menggunakan
persamaan 5.3 (Muryamto, 1994).
𝜌" 𝑋
𝛾" = 𝑁 = [𝐸′] 𝑋 …………………………………………………………….. (5.3)
𝑜 cot 𝜑𝑜

Nilai 𝜌" didefinisikan dengan nilai 206264,8062. Dalam rangka


memudahkan perhitungan, maka nilai 𝛾 sudah dihitung menggunakan rumus
5.3 dan disajikan dalam Tabel 5.3 (Muryamto, 1994).
Tabel 5.3. Nilai 𝛾 pada Proyeksi Polieder dengan ellipsoid Bessel 1841
S
AM

19
Ekstraksi informasi pada Tabel 5.3 menggunakan argument nilai
parallel pusat bagian derajad (𝜑𝑂 ). Misalkan nilai 𝜑𝑂 = 0O 50’, maka nilai E’ =
0,0004704 dan nilai 𝛾 = 0”,5. Perlu diperhatikan apabila menggunakan nilai E’
maka nilai X harus dalam satuan meter. Sedangkan nilai 𝛾 merupakan nilai
untuk harga X sebesar 1 kilometer.

5.3.2. Koreksi Sudut Jurusan Horizontal (t-T) (ψ)


Perhitungan koreksi sudut jurusan horizontal (ψ) antara titik 1 dan 2
menggunakan Persamaan 5.4 dan 5.5 (Muryamto, 1994; Prihandito, 2010).
𝜌"
(𝑡 − 𝑇)1−2 = 2 (𝑋2 − 𝑋1 )(2𝑌1 + 𝑌2 ) ……………………………………… (5.4)
6𝑅 𝑜

𝜌"
(𝑡 − 𝑇)2−1 = (𝑋2 − 𝑋1 )(𝑌1 + 2𝑌2 ) ………………………………...……. (5.5)
6 𝑅𝑜 2

Nilai 𝑅𝑜 = √𝑀𝑜 𝑁𝑜 yang dihitung menggunakan nilai 𝜑𝑂 .


Nilai 𝑅𝑜 merupakan nilai jari-jari kelengkungan rata-rata ellipsoid yang
menggunakan nilai 𝜑𝑂 . Persamaan 𝑅𝑜 merupakan fungsi dari jari-jari
S

kelengkungan meridian (M) yang menggunakan nilai 𝜑𝑂 dan jari-jari


AM

kelengkungan vertical utama (N) yang menggunakan nilai 𝜑𝑂 . Persamaan 𝑀𝑜


ditunjukkan pada Persamaan 5.6 dan persamaan 𝑁𝑜 ditunjukkan pada
Persamaan 5.7 (Muryamto, 1994; Prihandito, 2010).
𝑎(1−𝑒 2 )
𝑀𝑜 = 3 ……………………………………………………………...…... (5.6)
(1−𝑒 2 sin2 𝜑𝑜 ) ⁄2
𝑎
𝑁𝑜 = 1 …………………………………………………………………... (5.7)
(1−𝑒 2 sin2 𝜑𝑜 ) ⁄2

Nilai sumbu Panjang ellipsoid (a), sumbu pendek ellipsoid (b) dan nilai
penggepengan/flattening (f) umumnya diinformasikan sebagai parameter
ellipsoid. Apabila nilai f tidak diinformasikan maka dapat dihitung
menggunakan Persamaan 5.8. Nilai eksentrisitas pertama (e) dihitung
menggunakan persamaan 5.9 (Muryamto, 1994; Prihandito, 2010).
𝑎−𝑏
𝑓= ……………………………………………………………………………………. (5.8)
𝑎
𝑎2 −𝑏 2
𝑒2 = ………………………………………………………………………………... (5.9)
𝑎2

20
5.3.3. Faktor Skala (k)
Perhitungan nilai factor skala (k) dapat menggunakan data koordinat
geodetic maupun data koordinat peta. Perhitungan factor skala menggunakan
data koordinat geodetic ditunjukkan Persamaan 5.10. Perhitungan
menggunakan data koordinat peta ditunjukkan persamaan 5.11 (Muryamto,
1994; Prihandito, 2010).
𝑅 sin 𝜑𝑜
𝑘 =1+ ……………………………………………………………………….. (5.10)
𝑁 cos 𝜑

𝑌1 2 +𝑌1 𝑌2 +𝑌2 2
𝑘 =1+ ………………………………………………………………… (5.11)
6𝑅𝑜 2

5.4. Transformasi Koordinat Geodetik (φ, λ) ke Koordinat Peta (X, Y)


Proses transformasi dari koordinat geodetic ke koordinat peta harus
memperhatikan beberapa indikator. Indikator tersebut sebagai berikut
(Muryamto, 1994).
1. Memperhatikan letak titik yang akan ditransformasikan. Hal ini
S

menjadi penting untuk menentukan nomor LBD berapa titik tersebut


AM

berada. Selain hal tersebut, dengan diketahuinya nomor LBD maka


dapat ditentukan nomor pusat bagian derajadnya ( 𝜑𝑂 , 𝜆𝑂 ),
2. Memperhatikan nilai koordinat geodetik (𝜑, 𝜆) titik yang akan
ditransformasikan. Hal ini untuk menentukan letak koordinat
tersebut apakah nilai 𝜑 berada di Utara Ekuator atau di Selatan
Ekuator. Selain itu nilai 𝜆 apakah terletak di Barat atau Timur
Meridian Jakarta,
3. Menentukan ellipsoid referensi yang digunakan,
4. Menentukan metode perhitungan yang digunakan apakah
menggunakan rumus atau menggunakan tabel. Penggunaan metode
perhitungan tabel pada proyeksi polieder apabila ellipsoid yang
digunakan adalah Bessel 1841.
Perhitungan transformasinya menggunakan Persamaan 5.12 s.d. 5.15
(Muryamto, 1994; Prihandito, 2010). Memperhatikan indikator yang

21
sebelumnya dibahas maka rumus transformasinya terbagi menjadi
perhitungan di sebelah Utara ekuator dan Selatan ekuator (Muryamto, 1994).
1. Perhitungan jika titik nol bagian derajad berada di sebelah Utara
ekuator (Muryamto, 1994):
𝑋 = [𝐴]Δ𝜆 − [𝐶 ]Δ𝜑 ……………………………………………………………... (5.12)
𝑌 = [𝐵]Δ𝜑 + [𝐷 ]Δ𝜆2 + [1][𝐷 ]Δ𝜑2 + [2]Δ𝜑 3 ………………………… (5.13)
2. Perhitungan jika titik nol bagian derajad berada di sebelah Selatan
ekuator (Muryamto, 1994):
𝑋 = [𝐴]Δ𝜆 − [𝐶 ]Δ𝜆 Δ𝜑 ………………………………………………………... (5.14)
𝑌 = −[𝐵]Δ𝜑 − [𝐷 ]Δ𝜆2 − [1][𝐷 ]Δ𝜑2 − [2]Δ𝜑 3 ……………………… (5.15)
Dalam hal ini (Muryamto, 1994):
[𝐴] = 𝑁𝑜 cos 𝜑𝑜 sin 1" [1] = 3𝑒 2 (1 − 𝑒 2 )
[𝐵] = 𝑀𝑜 sin 1" 𝑎 (1+𝑒 2 −2𝑒 4 ) sin3 1"
[2] =
6
[𝐶 ] = 𝑀𝑜 sin 𝜑𝑜 sin2 1"
Δ𝜑 = (𝜑 − 𝜑𝑜 )"
S

𝑁𝑜 sin 2𝜑𝑜 sin2 1"


[𝐷 ] = Δ𝜆 = (𝜆 − 𝜆𝑜 )"
AM

Proses perhitungannya memperhatikan juga beberapa hal sebagai


berikut (Muryamto, 1994).
a. Tanda untuk nilai 𝜑 dan 𝜑𝑂 selalu positif, baik di posisi Utara ekuator
maupun di Selatan ekuator,
b. Tanda untuk 𝜆 dan 𝜆𝑂 Positif apabila di sebelah Timur Meridian
Jakarta dan bertanda Negatif apabila di sebelah Barat Meridian
Jakarta (𝜆𝐽𝑎𝑘𝑎𝑟𝑡𝑎 = 106° 48′ 27", 79 Timur Greenwich),
c. Selain menggunakan perhitungan, nilai [A], [B], [C], [D], [1] dan [2]
pada proyeksi polieder di atas ellipsoid Bessel 1841 dapat juga
menggunakan nilai yang sudah disajikan pada Tabel 5.4 (Muryamto,
1994).

22
Tabel 5.4. Nilai Koefisien [A], [B], [C], [D], [1] dan [2] (Muryamto, 1994)

S
AM

23
Berdasarkan Tabel 5.4 menentukan nilai koefisien [A], [B], [C], [D] dan
konstanta [1] dan [2] menggunakan nilai parallel standar LBD. Selanjutnya
menggunakan nilai tersebut dicari nilai koefisiennya. Dalam rangka
mempermudah memahami transformasinya diberikan contoh soal sebagai
berikut.
Titik P (5O 26’ 02”,096 ; 1O 35’ 45”,383) terletak di atas ellipsoid Bessel
1841. Tentukan koordinat titik P di atas peta polieder!
Tahapan perhitungan (Muryamto, 1994):
1. Menentukan letak titik P:
a. Titik P terletak di Utara ekuator dan di sebelah Timur Jakarta
(nilai 𝜆𝑃 ditentukan dari Meridian Jakarta),
b. Menggunakan Tabel 5.1 diketahui bahwa titik P berada di LBD
42/II dengan nilai pusat LBD 𝜑𝑂 = 5° 30′ ; 𝜆𝑂 = 1° 30′.
2. Menentukan parameter ellipsoid Bessel 1841. Diperoleh parameter
S

ellipsoid Bessel 1841 dengan a = 6377397,155 m dan nilai 1/f =


AM

299,1528.
3. Menghitung nilai ∆𝜑" = 𝜑𝑃 − 𝜑𝑂 dan ∆𝜆" = 𝜆𝑃 − 𝜆𝑂 ,
4. Menggunakan argument 𝜑𝑂 , menghitung nilai MO dan NO dengan
Persamaan 5.6 dan 5.7:
MO = 6335414,518 m NO = 6377592,6732 m
5. Menghitung nilai [A], [B], [C], [D], [1] dan [2],
6. Menghitung nilai koordinat peta X dan Y menggunakan persamaan
5.12 dan 5.13. Perhitungan tersebut bisa juga disajikan seperti pada
Tabel 5.5.

24
Tabel 5.5. Perhitungan Koordinat Geodetik ke Koordinat Peta pada Proyeksi
Polieder (Muryamto, 1994)

Titik: P (𝜑𝑃 = 5O 26’ 02’,096 ; 𝜆𝑃 = 1O 35’ 45”,383)


No LBD : 41/II (𝜑𝑂 = 5° 30′ ; 𝜆𝑂 = 1° 30′)
Elipsoid Bessel 1841
[A] = 30,777095 [B] = 30,714956
[C] = 1,42724 x 10-5 [D] = 7,15064 x 10-6
∆𝜆 = 345”,383 [1] = 0,0198895
∆𝜑 = -237”,904 [2] = 1,21917 x 10-10
[A] ∆𝜆 = 10629,8854 m [B] ∆𝜑 = -7307,2109 m
[C] ∆𝜆 ∆𝜑 = -1,1727 m [D] ∆𝜆2 = 0,8529 m
[1] [D] ∆𝜑2 = 0,0080 m
[2] ∆𝜑3 = -0,0016 m
XP = 10631,058 m YP = -7306,351 m
S
AM

5.5. Transformasi Koordinat Peta (X, Y) ke Koordinat Geodetik (φ, λ)


Proses transformasi dari koordinat peta ke koordinat geodetic harus
memperhatikan beberapa indikator. Indikator tersebut sebagai berikut
(Muryamto, 1994).
1. Memperhatikan letak titik yang akan ditransformasikan. Hal ini
menjadi penting untuk menentukan nomor LBD berapa titik tersebut
berada. Selain hal tersebut, dengan diketahuinya nomor LBD maka
dapat ditentukan nomor pusat bagian derajadnya ( 𝜑𝑂 , 𝜆𝑂 ),
2. Memperhatikan nilai 𝜑𝑂 apakah di Utara ekuator atau di Selatan
ekuator,
3. Menentukan ellipsoid referensi yang digunakan,
4. Menentukan metode perhitungan yang digunakan apakah
menggunakan rumus atau menggunakan tabel. Penggunaan metode
perhitungan tabel pada proyeksi polieder apabila ellipsoid yang
digunakan adalah Bessel 1841.

25
Perhitungan transformasinya menggunakan Persamaan 5.16 s.d. 5.19
(Muryamto, 1994; Prihandito, 2010). Memperhatikan indikator yang
sebelumnya dibahas maka rumus transformasinya terbagi menjadi
perhitungan di sebelah Utara ekuator dan Selatan ekuator (Muryamto, 1994).
1. Perhitungan jika titik nol bagian derajad berada di sebelah Utara
ekuator (Muryamto, 1994):
Δ𝜆 = [𝐴′] X + [𝐶′] X Y …………...……………………………………………... (5.16)
Δ𝜑 = [𝐵′] Y − [𝐷 ] 𝑋 2 …………………………………………………………... (5.17)
2. Perhitungan jika titik nol bagian derajad berada di sebelah Selatan
ekuator (Muryamto, 1994):
Δ𝜆 = [𝐴′] X + [𝐶′] X Y ……………………………………………………...…... (5.18)
Δ𝜑 = −[𝐵′] Y − [𝐷 ] 𝑋 2 …………..……………………………………….…… (5.19)
Dalam hal ini (Muryamto, 1994):
1 1
[𝐴′] = =𝑁
S
[𝐴] 𝑜 cos 𝜑𝑜 sin 1"

1 1
AM

[𝐵′] = =𝑀
[𝐵] 𝑜 sin 1"

[𝐶] tan 𝜑𝑜
[𝐶′] = =
[𝐴2 ][𝐵] 𝑁𝑜 2 cos 𝜑𝑜 sin 1"
[𝐷] tan 𝜑𝑜
[𝐷′] = =
[𝐴2 ][𝐵] 2 𝑁𝑜 𝑀𝑜 sin 1"

Proses perhitungannya memperhatikan juga beberapa hal sebagai


berikut (Muryamto, 1994).
a. Nilai Δ𝜑 dan Δ𝜆 diperoleh dalam satuan detik, hasilnya bisa positif
atau negatif,
b. Nilai koordinat geodetiknya diperoleh dari persamaan:
- 𝜑𝑖 = 𝜑𝑂 + Δ𝜑
- 𝜆𝑖 = 𝜆𝑂 + Δ𝜆
c. Selain menggunakan perhitungan, nilai [A’], [B’], [C’], [D’] pada
proyeksi polieder di atas ellipsoid Bessel 1841 dapat juga
menggunakan nilai yang sudah disajikan pada Tabel 5.6 (Muryamto,
1994).

26
Tabel 5.6. Nilai Koefisien [A’], [B’], [C’], [D’] (Muryamto, 1994)

S
AM

27
Berdasarkan Tabel 5.6 menentukan nilai koefisien [A’], [B’], [C’], [D’]
menggunakan nilai parallel standar LBD. Selanjutnya menggunakan nilai
tersebut dicari nilai koefisiennya. Dalam rangka mempermudah memahami
transformasinya diberikan contoh soal sebagai berikut.
Diketahui koordinat peta polieder titik P (10631, 058 m ; -7306,351 m)
yang terletak di LBD nomor 41/II. Hitunglah koordinat geodetic titik P di atas
ellipsoid Bessel 1841!
Penyelesaian (Muryamto, 1994):
1. Menentukan nilai pusat bagian derajadnya. Nilai bagian derajad
diperoleh dari Tabel 5.2. Berdasarkan Tabel 5.2 diketahui bahwa LBD
41/II memiliki pusat bagian derajad yaitu 𝜑𝑂 = 5° 30′ ; 𝜆𝑂 = 1° 30′.
2. Menentukan parameter ellipsoid Bessel 1841. Diperoleh parameter
ellipsoid Bessel 1841 dengan a = 6377397,155 m dan nilai 1/f =
299,1528.
S

3. Menggunakan nilai argument 𝜑𝑂 , menghitung harga [A’], [B’], [C’] dan


AM

[D’] atau menggunakan Tabel 5.6 untuk mengetahui nilai


konstantanya.
4. Karena 𝜑𝑂 di Utara ekuator, maka persamaan 5.16 dan 5.17 yang
digunakan untuk menghitung nilai koordinat geodetic.
Perhitungannya ditunjukkan pada Tabel 5.7.
Tabel 5.7. Perhitungan Koordinat Peta ke Koordinat Geodetik pada Proyeksi
Polieder (Muryamto, 1994)

Titik: P (𝑋𝑃 = 10631,058 m ; 𝑌𝑃 = -7306,351 m)


No LBD : 41/II (𝜑𝑂 = 5° 30′ ; 𝜆𝑂 = 1° 30′)
Elipsoid Bessel 1841
[A’] = 0,0324917 [B’] = 0,0325574
[C’] = 4,9056 x 10-10 [D’] = 2,45776 x 10-10
[A’] 𝑋 = 345”,4211 [B’] 𝑌= -237”,8758
[C’] 𝑋. 𝑌 = -0”,0381 -[D’] 𝑋2 = -0”,0278
Δ𝜆 = 345”,4211 Δ𝜑 = -237”,8758

28
𝜆𝑂 = 1° 30′ 𝜑𝑂 = 5° 30′
𝜆𝑃 = 1o 35’ 45”,38 T 𝜑𝑃 = 5o 26’ 02”,1 U

5.6. Transformasi Antar LBD Proyeksi Polieder


Transformasi antar LBD digunakan untuk mentransformasikan suatu
titik yang lokasinya di pinggir LBD dan dekat dengan LBD lainnya.
Transformasi ini hanya dapat dilakukan apabila terdapat dua LBD yang
bersebelahan. Terdapat dua hal yang perlu diperhatikan dengan cermat. Hal
yang perlu diketahui yaitu koordinat peta polieder (X, Y) pada bagian derajad
pertama (𝜑𝑂 , 𝜆𝑂 ). Hal yang perlu dipertimbangkan yaitu koordinat peta
polieder (X’, Y’) pada bagian derajad kedua (𝜑′𝑂 , 𝜆′𝑂 ) (Muryamto, 1994).
Persamaan transformasinya memperhatikan letak pusat bagian derajad
kedua. Apabila terletak di sebelah Utara ekuator maka menggunakan
persamaan 5.20 dan 5.21. Apabila terletak di sebelah Selatan ekuator maka
S

menggunakan persamaan 5.22 dan 5.23 (Muryamto, 1994).


AM

1. Jika pusat bagian derajad kedua (𝜑′𝑂 , 𝜆′𝑂 ) terletak di sebelah Utara
ekuator (Muryamto, 1994):
𝑋 ′ = 𝑋 + 𝑃 − [𝛼 ] 𝑌 + [𝛽] 𝑋 + [ә] 𝑋 𝑌 …………………………………… (5.20)
𝑌 ′ = 𝑌 + 𝑄 − [𝛼 ] 𝑋 + [𝛽] 𝑌 − [𝛿] 𝑋 2 + [𝛿] 𝑌 2 ………………………. (5.21)
2. Jika pusat bagian derajad kedua (𝜑′𝑂 , 𝜆′𝑂 ) terletak di sebelah Selatan
ekuator (Muryamto, 1994):
𝑋 ′ = 𝑋 + 𝑃 + [𝛼 ] 𝑌 + [𝛽] 𝑋 − [ә] 𝑋 𝑌 …………………………………… (5.22)
𝑌 ′ = 𝑌 + 𝑄 − [𝛼 ] 𝑋 + [𝛽] 𝑌 − [𝛿] 𝑋 2 − [𝛿] 𝑌 2 ………………………. (5.23)
Nilai P dan Q merupakan koordinat polieder yang diperoleh dari pusat
lembar bagian derajad pertama (𝜑𝑂 , 𝜆𝑂 ) terhadap pusat lembar bagian derajad
kedua (𝜑′𝑂 , 𝜆′𝑂 ) yang dihitung menggunakan persamaan 5.12 s.d. 5.15
(Muryamto, 1994).
[𝛼 ] = Δ𝜆 sin 𝜑𝑜 ′ sin 1" 1
[𝛿] = [ә ]
2
1
[𝛽] = (1 − 𝑒 2 ) Δ𝜑 2 sin2 1" Δ𝜑 = 𝜑𝑜 − 𝜑𝑜 ′
2
Δ𝜑 sin 1" Δ𝜆 = 𝜆𝑜 − 𝜆𝑜 ′
[ә] =
𝑎

29
Nilai Δ𝜑 dan Δ𝜆 adalah -20’, 0’ dan +20’. Nilai konstanta P, Q, [𝛼 ], [𝛽], [ә]
dan [𝛿] dapat juga diperoleh dari Tabel 5.8 apabila menggunakan ellipsoid
Bessel 1841.
Tabel 5.8. Nilai Konstanta P, Q, [𝛼 ], [𝛽], [ә] dan [𝛿] (Muryamto, 1994)

S
AM

30
Lanjutan Tabel 5.8.

S
AM

31
Lanjutan Tabel 5.8.

S
AM

32
Lanjutan Tabel 5.8.

S
AM

Berdasarkan Tabel 5.8 nilai konstanta P, Q, [𝛼 ], [𝛽], [ә] dan [𝛿] diperoleh
dari nilai argument 𝜑𝑂 ′ dan Δ𝜑 serta Δ𝜆. Selanjutnya menggunakan nilai
konstanta tersebut ditentukan nilai X’ dan Y’. Untuk mempermudah
pemahaman diberikan contoh soal sebagai berikut.
Diketahui koordinat polieder titik P (6422,90 m ; 16429,30 m) yang
terletak di LBD 47/XXXIX. Hitunglah koordinat titik P di LBD 48/XL di atas
ellipsoid Bessel 1841!
Penyelesaian (Muryamto, 1994):
1. Menentukan nilai pusat bagian derajad (𝜑𝑂 , 𝜆𝑂 ) dan (𝜑′𝑂 , 𝜆′𝑂 ).
LBD 47/XXXIX: LBD 48/XL:
𝜑𝑂 = 6o 50’ S 𝜑′𝑂 = 7o 10’ S
𝜆𝑂 = 3o 30’ T 𝜆′𝑂 = 3o 50’ T
2. Menghitung nilai Δ𝜑 dan Δ𝜆:
Δ𝜆 = 𝜆𝑜 − 𝜆𝑜 ′ = 3° 30′ − 3° 50′ = −20′
Δ𝜑 = 𝜑𝑜 − 𝜑𝑜 ′ = 6° 50′ − 7° 1 = −20′

33
3. Menghitung nilai P dan Q menggunakan persamaan 5.12 s.d. 5.15 dan
menghitung nilai [𝛼], [𝛽], [ә] [𝛿] dengan menggunakan argument
𝜑′𝑂 = 7o 10’ S, Δ𝜆 = -20’, Δ𝜑 = -20’. Selain menggunakan persamaan,
nilai konstanta dapat juga diperoleh dari Tabel 5.8 apabila
menggunakan ellipsoid Bessel 1841.
P = -36840,99 [𝛽] = 0,0000168
Q = 36846,89 [ә] = -9,1 x 10-10
[𝛼] = -0,0007258 [𝛿] = -4,6 x 10-10
4. Dikarenakan letak pusat bagian derajad kedua berada di sebelah
Selatan ekuator, maka perhitungannya menggunakan persamaan
5.22 dan 5.23. Perhitungannya dalam bentuk tabel ditunjukkan pada
Tabel 5.9.
Tabel 5.9. Transformasi antar LBD Peta Polieder (Muryamto, 1994)
Titik: P (6422,90 m ; 16429,30 m)
S

Elipsoid Bessel 1841


AM

Transformasi Bagian Derajad Peta Polieder:


LBD No. 47/XXXIX → LBD No. 48/XL
XP = 6422,90 m YP = 16429,30 m
+ P = -36840,994 m + Q = 36846,89 m
+ [𝛼] Y = -11,924 m - [α] X = 4,662 m
+ [𝛽] X = 0,108 m + [β] Y = 0,276 m
- [ә] X.Y = 0,096 m + [δ] X2 = -0,019 m
- [δ] Y2 = 0,124 m
XP’ = -30429,814 m YP’ = 53281,233 m

34
RINGKASAN
1. Proyeksi Polieder salah satu jenis proyeksi kerucut yang pernah
digunakan di Indonesia, utamanya zaman kolonialisasi Belanda.
2. Ciri-ciri proyeksi polieder yaitu kerucut tangent normal konformal dan
dibatasi dua garis parallel dengan lebar 20’. Sehingga satu LBD
berukuran 20’x20’.
3. Jumlah LBD di Indonesia berdasarkan pembagian lintang geografis
berjumlah 51 LBD dan berdasarkan pembagian bujur geografis
berjumlah 139 LBD.
4. Perhitungan transformasi di peta polieder bisa menggunakan
persamaan yang tersedia atau menggunakan tabel yang disediakan.
Tabel digunakan apabila ellipsoid dalam proyeksi polieder yaitu Bessel
1841. Apabila bukan Bessel 1841 maka menggunakan persamaan yang
sudah disediakan.
S

SOAL LATIHAN
AM

1. Jelaskan secara singkat mengenai proyeksi polieder! (10%)


2. Tentukan nilai 𝜑𝑂 , 𝜆𝑂 pada LBD No. 5/XX, LBD No. 15/V, LBD No. 40/XXX
dan LBD No. 38/LI! (10%)
3. Berdasarkan soal nomor 2, tentukan nilai konvergensi meridian setiap
LBD apabila menggunakan ellipsoid Bessel 1841! (20%)
4. Hitunglah koordinat peta polieder titik P yang memiliki koordinat
geodetic (φP = 4o 25’ dan λP = 7o) apabila elipsoidnya ellipsoid Bessel
1841! (30%)
5. Hitunglah koordinat geodetic titik A yang memiliki koordinat peta
polieder (X = 10500 m ; Y = -7300 m) yang terletak pada LBD No. 5/XX
menggunakan ellipsoid Bessel 1841! (30%)

35
DAFTAR PUSTAKA

Bugayevskiy, L, M., Snyder, J, P. 1995. “Map Projections: A Reference Manual”.


Taylor and Francis. United Kingdom.
Iliffe, J., Lott, R. 2008. “Datums and Map Projections for Remote Sensing, GIS
and Surveying”. Whittles Publishing. United Kingdom.
Maling, D.H. 1992. “Coordinate Systems and Map Projections; Second Edition”.
Pergamon Press. Oxford.
Muryamto, R. 1994. “Hitungan Proyeksi Peta”. Jurusan Teknik Geodesi,
Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Prihandito, A. 2010. “Proyeksi Peta”. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Snyder, J, P. 1987. “Map Projections – A Working Manual”. USGS Bulletin.
United States of America.
S
AM

36

Anda mungkin juga menyukai