Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH FILSAFAT PENDIDIKAN JASMANI DAN OLAHRAGA

ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN JASMANI DAN OLAHRAGA


(PRAGMATISME, NATURALISME, DAN EKSISTENSIALISME)
SEMESTER GENAP 2020/2021

Disusun Oleh : Kelompok 2


1. Mas’ullah Andriyani (A1H020017)
2. Renaldy Alexander (A1H020012)
3. Fhonda Bastian (A1H020014)
4. Marex Yonata (A1H020021)
5. Wahyu Trio Wanda (A1H020026)
Dosen Pengampu : Yahya Eko Nopiyanto, M.Pd

PROGRAM STUDY PENDIDIKAN JASMANI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmatnya sehingga makalah ini
dapat terselesaikan. Penulis juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang
telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi pikiran maupun waktunya. Dan
penulis mengharapkan semoga makalah ini dapat menambah pengalaman dan pengetahuan bagi
para pembaca, Agar ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah
agar menjadi lebih baik lagi.
Karena minimnya pengetahuan maupun pengalaman, penulis yakin masih banyak
kekurangan dalam pembuatan makalah ini, Oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan saran
dan kritik yang membangun dari pembaca demi menyempurnakan makalah ini.

Bengkulu, 03 Maret 2021

Penulis
Daftar Isi

KATA PENGANTAR .................................................................................................................


DAFTAR ISI ................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................................................
B. Rumusan Masalah .............................................................................................................
C. Tujuan.................................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Pragmatisme .....................................................................................................................
1. Pengertian Pramatisme ...............................................................................................
2. Pragmatisme Dalam Pendidikan ................................................................................
B. Naturalisme.......................................................................................................................
1. Pengertian Naturalisme ..............................................................................................
2. Naturalisme Dalam Pendidikan ..................................................................................
C. Eksistensialisme ...............................................................................................................
1. Pengertian Eksistensialisme .......................................................................................
2. Eksistensialisme Dalam Pendidikan ..........................................................................

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan......................................................................................................................
B. Saran .................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sukintaka dalam Harsuki (2003) menyebutkan dari sejarah pendidikan jasmani dan
olahraga di Indonesia telah dikenal dengan istilah Lichamelijke Opvoeding atau Physical
Education yang berarti bahwa pendidikan melalui jasmani dan olahraga. Hal ini bermakna
bahwa pendidikan jasmani dan olahraga merupakan kegiatan pendidikan dengan
menggunakan jasmani sehingga menuntut peserta didik untuk aktif bergerak dan olahraga
sebagai cara untuk bergerak serta mengambil nilai-nilai dari olahraga tersebut.
Pendidikan jasmani dan olahraga terbagi menjadi pendidikan jasmani dan pendidikan
olahraga untuk menciptakan gaya hidup yang sehat dan bugar. Sehingga pendidikan jasmani
dan olahraga tidak hanya membuat peserta didik bergerak sesuai instruksi atau tugas gerak
yang diberikan oleh guru, namun lebih ke arah penciptaan gaya hidup sehat dan bugar yang
bisa diaplikasikan dalam kehidupan peserta didik (Mashuri dan Pratama, 2019).
Pengertian pendidikan jasmani dan olahraga berkembang sesuai dengan kebutuhan
manusia akan kesehatan dan tantangan masa depan peserta didik. Perkembangan tersebut
bukan seharusnya mereduksi tujuan dan harapan pendidikan jasmani dan olahraga. Maka
daripada itu perlu kajian tentang dasar pendidikan jasmani dan olahraga yaitu filsafat
pendidikan jasmani dan olahraga.
Filsafat pendidikan merupakan cabang khusus filsafat yang berusaha menemukan
hakikat dan esensi dari pendidikan. Ilmu pendidikan atau pedagogik merupakan ilmu yang
mempelajari dan memecahkan masalahmalah pendidikan secara umum, menyeluruh, dan
abstrak serta mengandung jiwa yang teoritis dan praktis. Jiwa teoritis terkandung hal-hal
normatif, sedangkan praktis menunjukkan bagaimana cara melakukan tersebut. Filsafat
sebagai landasan dapat melahirkan pemikiran-pemikiran yang teoritis mengenai pendidikan.
Pendidikan merupakan bagian dari segi kehidupan yang dipengaruhi oleh ideologi,
pandangan dunia, atau filsafat tertentu. Perbedaan aliran yang dianut maka akan
mempengaruhi corak dan pendekatan pendidikan yang dipakai. Dalam hal ini penulis akan
mengedepankan satu diantara banyak aliran filsafat, yaitu aliran pragmatisme, naturalisme,
dan ekstensialisme yang cukup mempengaruhi pola pendidikan, khususnya pendidikan
jasmani dan olahraga.
Bidang komunikasi dan transformasi memiliki kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi informasi sekarang ini telah mampu memperpendek jarak berbagai bagian dan
belahan dunia. Arus informasi telah mampu menjangkau pelosok pelosok dunia, sehingga
saat sekarang dunia hanya memiliki batas territorial saja tetapi tidak lagi memiliki dinding
pembatas yang menghalangi manusia untuk mengetahui perkembangan yang terjadi di
belahan dunia yang lain dan telah mampu menerobos secara cepat menjadi pemisah berbagai
kehidupan manusia. Sehingga hal tersebut dapat mempengaruhi dunia pendidikan secara
umum, maupun pendidikan jasmani dan olahraga pada khususnya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana aliran Pragmatisme Filsafat Pendidikan Jasmani dan Olahraga ?
2. Bagaimana aliran Naturalisme Filsafat Pendidikan Jasmani dan Olahraga ?
3. Bagaimana aliran Eksistensialisme Filsafat Pendidikan Jasmani dan Olahraga ?

C. Tujuan
1. Unrtuk mengetahui bagaimana aliran Pragmatisme Filsafat Pendidikan Jasmani dan
Olahraga
2. Untuk mengetahui bagaimana aliran Naturalisme Filsafat Pendidikan Jasmani dan
Olahraga
3. Untuk mengetahui bagaimana aliran Eksistensialisme Filsafat Pendidikan Jasmani dan
Olahraga
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pragmatisme
1. Pengertian Pragmatisme
Pragmatisme berasal dari bahasa yunani yaitu kata pragma berarti tindakan, perbuatan.
Pragmatisme merupakan aliran filsafat yang berpandangan jika kriteria kebenaran sesuatu
adalah, apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata. Oleh karena itu
kebenaran sifatnya menjadi relatif tidak mutlak (tetap). Sebuah konsep dan peraturan sama
sekali tidak memberikan kegunaan bagi masyarakat tertentu, tetapi terbukti berguna bagi
masyarakat.
Aliran filsafat Pragmatisme yang mengajarkan jika yang benar adalah segala sesuatu
yang dapat membuktikan dirinya benar dengan melihat akibat atau hasilnya yang bermanfaat
secara praktis. Dengan demikian, bukan kebenaran objektif dari pengetahuan yang penting
melainkan bagaimana kegunaan praktis itu dari pengetahuan kepada individu-individu. Dasar
pragmatisme adalah logika pengamatan, berarti apa yang ditampilkan pada manusia dalam
dunia nyata adalah fakta individual, konkret, serta terpisah satu sama lain. Representasi
realitas yang muncul pada pikiran manusia selalu bersifat pribadi dan bukan merupakan fakta
umum. Ide akan menjadi benar jika memiliki fungsi pelayanan dan kegunaan. Dengan
demikian, filsafat pragmatisme tidak ingin direpotkan dengan pertanyaan-pertanyaan seputar
kebenaran, terlebih yang bersifat metafisik, sebagaimana yang dilakukan oleh kebanyakan
filsafat Barat di dalam sejarah.
Aliran ini berkembang di Amerika Serikat, aliran ini juga sempat berkembang ke Inggris,
Perancis, dan Jerman . Orang yang memperkenalkan gagasan dari aliran ini ke seluruh dunia
adalah William James. Dalam bidang psikologi William James dikenal secara luas. Tokoh
lain dari aliran pragmatisme adalah John Dewey. Dewey dikenal sebagai filsuf, selain itu
juga dikenal sebagai kritikus sosial dan pemikir. Adapun tokoh kunci yang menakan aliaran
pragmatisme adalah Charles Peirce pada bulan Januari 1878 dalam artikelnya yang berjudul
How to Make Our Ideas Clear.
Nama lain aliran pragmatisme adalah instrumentalisme dan eksperimentalisme. Mengapa
instrumentalisme, karena aliran ini beranggapan bahwa potensi intelegensi manusia sebagai
kekuatan utama manusia harus dianggap sebagai alat (instrumen) untuk menghadapi semua
tantangan dan masalah dalam pendidikan.Intelegensi bukanlah tujuan, tetapi alat untuk hidup,
alat untuk kesejahteraan, serta untuk mengembangkan kepribadian manusia. Selain itu
instrumentalisme menganggap bahwa dalam hidup ini tidak dikenal tujuan akhir, melainkan
hanya tujuan antara dan sementara merupakan alat untuk mencapai tujuan berikutnya,
termasuk dalam pendidikan tidak mengenal tujuan akhir. jika suatu kegiatan telah mencapai
tujuan, maka tujuan tersebut dapat dijadikan alat untuk mencapai tujuan berikutnya.
Mengapa eksperimentalisme, karena filsafat ini menggunakan metode eksperimen dan
berdasarkan atas pengalaman dalam menentukan kebenarannya. Eksperimentalisme
menyadari dan mempraktekkan bahwa eksperimen dalam percobaan ilmiah merupakan alat
utama untuk menguji kebenaran suatu teori. Percobaan tersebut dapat membuktikan apakah
suatu ide, teori, pandangan, benar atau tidak. Dengan percobaan itulah subjek memiliki
pengalaman nyata untuk mengerti suatu teori, dalam ilmu pengetahuan.

2. Pragmatisme dalam Pendidikan

Dalam perkembangannya aliran filsafat pragmatisme telah mempengaruhi pemikiran


dalam kegiatan pendidikan jasmani dan olahraga yang meliputi unsur berikut:
a. Kesenjangan antara Teori dan Praktek
Para pakar olahraga pada dasarnya mengadaptasi pengalaman berbagai penelitian
ilmu alan dan ilmu sosial dalam mengembangkan teori atau memecahkan masalah
praktis, mereka cenderung memanfaatkan pengalaman empirik sebagai bahan baku
penyusunan teori dan untuk mencapai kebenaran. Sejauh data empirik yang cukup
terkumpul secara obyektif untuk memperkuat suatu pendapat atau teori, sejauh itu
pulalah kebenaran dapat diterima oleh penganut pragmatisme. Keabsahan teori yang
baru, tergantung pada keajegan kesimpulan yang diperoleh sehingga pengujian yang
berulang-ulang terhadap kebenaran dan pengungkapan suatu masalah oleh sejumlah
peneliti, merupakan kunci dapat diterima atau tidaknya sutu teori. Saat ini untuk
mengumpulkan data yang teliti, cermat, dan sedikit mungkin adanya kesalahan, maka
beberapa instrumen untuk melakukan tes dan pengukuran diciptakan. Beberapa alat
pengukuran tersebut antara lain treadmill dan ergo cycle yang digunakan sebagai alat
untuk mengukur kemampuan fisiologis. Berdasarkan pengalaman terdahulu dan
transformasi berbagai bidang ilmu pengetahuan diharapkan dapat diperoleh manfaat yang
besar dan dapat digunakan secara praktis serta cocok untuk kemajuan dan perkembangan
pendidikan jasmani dan olahraga.
b. Tujuan
Tujuan pendidikan jasmani adalah pendidikan menyeluruh pada anak didik.
Latihan berpusat pada anak didik, yaitu anak didik diberikan suatu masalah atau bentuk
latihan yang menarik agar dapat dipecahkan oleh setiap individu. Guru pendidikan
jasmani yang pragmatis pada proses pembelajarannya akan berusaha untuk menciptakan
program yang bervariasi atau berbeda, sehingga anak akan berkembang sesuai dengan
kemampuannya. Aktivitas olahraga bertujuan agar dapat berprestasi, sehingga setiap anak
dituntut untuk menampilkan kerja motorik yang tinggi agar dapat memenangkan
pertandingan. Bahan ajar atau latihan merupakan target yang harus dikuasai atlet.
c. Pemanduan Bakat
Pemanduan bakat pada pendidikan jasmani dipakai agar mengetahui “entry
behavior” untuk menyusun program pembelajaran sehingga dapat berguna dan cocok
jika diterapkan di lingkungan tempat siswa untuk belajar. Pemanduan bakat olahraga
bertujuan untuk “memilih atlet yang unggul dan profesional”, sehingga bisa mencapaian
prestasi yang pesat. Atlet yang tidak berbakat atau yang perkembangannya kurang cepat
akan ditinggalkan oleh pelatih karena tidak berguna, dan bisa digantikan yang lainnya.
d. Bentuk Latihan
Pada pendidikan jasmani, meskipun motif bertanding ada kalanya dapat
dimanfaatkan tetapi bentuk latihan tidak harus berbentuk pertandingan. Jadi bentuk
latihannya dibuat secara berbeda-beda, walaupun ukuran dan bentuk permainannya
dimodifikasi atau dibuat berbeda dengan pertandingan yang sesungguhnya. Bentuk
latihan dalam olahraga, selalu berbentuk pertandingan dan latihan latihan yang dilakukan
mengacu kepada pertandingan yang akan datang dan harus dimenangkan.
e. Motivasi
Pada pendidikan jasmani, pengalaman olahragawan dapat digunakan untuk
memotivasi anak didik, dan mengenalkan dunia olahraga yang kemungkinannya sebagai
dunia mereka nanti. Dalam olahraga, sekolah dipandang sebagai gudang bibit atlet yang
memberi harapan untuk berkembang menjadi olahragawan yang tangguh, diharapkan
dapat berguna mengharumkan nama bangsa pada event olahraga internasional.

B. Naturalisme
1. Pengertian Naturalisme
Aliran naturalisme percaya bahwa hidup diatur oleh hukum alam semesta.
Naturalisme mencakup konsep-konsep umum seperti; setiap realitas yang ada hanya
ditemukan di dalam alam semesta. Alam semesta sendiri adalah sumber dari nilai.
Individu lebih penting daripada masyarakat tetapi masyarakat dibutuhkan untuk
mencegah kekacauan.
Ketika aliran naturalisme diterapkan dalam pendidikan maka akan mengakibatkan
konsep pendidikan harus memenuhi kebutuhan bawaan individu. Pendidikan harus
mengembangkan apek fisik, kognitif dan afektif setiap individu. Guru harus mengetahui
hukum alam dan berfungsi sebagai pemandu dalam proses pendidikan. Peserta didik
harus mandiri dan belajar melalui penalaran. Perkembangan tubuh dan pikiran
merupakan hal yang sangat penting.
Ketika aliran naturalisme diterapkan dalam pendidikan jasmani dan olahraga
maka akan mengakibatkan konsep pendidikan seperti aktivitas jasmani yang sangat
penting untuk mengembangkan nilai keseluruhan seseorang dan sebagai sarana untuk
mengembangkan fisik, mental, sosial, emosional, dan keterampilan moral. Cara guru
memberikan instruksi harus berdasarkan kebutuhan individu. Peserta didik harus mandiri
dan pembelajaran setiap individu harus mengarah pada pencapaian tujuan setiap individu.
Tidak disarankan menggunakan aktivitas yang bersifat kompetitif. Bermain merupakan
bagian dari proses pembelajaran.
2. Naturalisme dalam filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan Naturalisme mengajarkan bahwa guru yang paling alamiah
dari seorang anak adalah kedua orang tuanya sendiri. Oleh sebab itu, pendidikan bagi
naturalis sudah dimulai jauh hari sebelum anak lahir, yaitu sejak kedua orang tuanya
memilih jodohnya. Spencer menjelaskan delapan prinsip dalam proses pendidikan
beraliran naturalisme yaitu: (1) Pendidikan harus menyesuaikan diri dengan alam, (2)
Proses pendidikan harus menyenangkan bagi anak didik, (3) Pendidikan harus
berdasarkan spontanitas dari aktivitas anak, (4) Memperbanyak ilmu pengetahuan
merupakan bagian penting dalam pendidikan, (5) Pendidikan dimaksudkan untuk
membantu perkembangan fisik, sekaligus otak, (6) Praktik mengajar adalah seni
menunda, (7) Metode instruksi dalam mendidik menggunakan cara induktif, (8)
Hukuman dijatuhkan sebagai konsekuensi alam akibat melakukan kesalahan. Jikapun
dilakukan hukuman, hal itu harus dilakukan secara simpatik. (J. Donald Butler :tt)
Tokoh filsafat pendidikan naturalisme adalah John Dewey, disusul oleh Morgan
Cohen yang banyak mengkritik karya Dewey. Baru kemudian muncul tokoh seperti
Herman Harrell Horne, dan Herbert Spencer yang menulis sebuah buku berjudul
Education: Intelectual, Moral, and Physical. Herbert mengatakan bahwa sekolah
merupakan dasar dalam keberadaan naturalisme. Karena, belajar merupakan sesuatu yang
natural, oleh sebab itu fakta bahwa hal itu memerlukan pengajaran dan juga merupakan
sesuatu yang natural juga.
Paham naturalisme berpandangan guru tidak mengajar subjek, melainkan
mengajar murid. Berdasarkan pendapat berbagai aliran-aliran filsafat pendidikan di atas,
secara ontologi mengetengahkan kajian bahwa manusia sebagai objek pendidikan.
Walaupun dari berbagai aliran-aliran tersebut berbeda-beda dalam memberikan
pandangan tentang pendidikan tersebut. Namun esensi pendidikannya pun diarahkan
pada kajian manusia sebagai objek. Dengan perbedaan tersebut dapat dinyatakan bahwa
esesnsi pendidikan itu adalah Menuntun dan membangun kemampuan-kemampuan
jiwa/nafsu, akal dan kemauan dengan menggunakan prinsip umum atau nilai (baik dan
benar) yang memfokuskan pada guru dan anak agar menjadi aktif dalam upaya
mewujudkan masyarakat baru, masyarakat yang pantas dan adil pada situasi zamannya.
Berdasarkan konsep esensi pendidikan di atas yang merupakan hasil analisis dari aliran-
aliran filsafat pendidikan, dinyatakan bahwa karakter pendidikan itu baik, aktif, pantas
dan adil.

C. Eksistensialisme
1. Pengertian Eksistensialisme
Eksistensialisme berasal dari kata eksistensi yang memiliki kata dasar exist. Kata
exist itu sendiri berasal dari bahasa ex yang berarti keluar, dan sister yang berarti berdiri.
Jadi, eksistensi berdiri dengan keluar dari diri sendiri. Filsafat eksistensi tidak sama
persis dengan filsafat eksistensialisme. Filsafat eksistensialisme lebih sulit ketimbang
eksistensi.
Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang menekankan eksistensia. Namun, para
pengamat eksistensialisme tidak mempersoalkan esensia dari segala yang ada. Karena
memang sudah ada dan tak ada persoalan. Kursi adalah kursi. Pohon mangga adalah
pohon mangga. Harimau adalah harimau. Manusia adalah manusia. Tetapi, mereka
mempersoalkan bagaimana segala yang ada berada dan untuk apa berada. Oleh sebab itu,
mereka menyibukkan diri dengan pemikiran tentang eksistensia. Dengan cara berada dan
eksis agar ikut terpengaruhi.

2. Eksistensialisme Dalam Filsafat Peendidikan


Filsafat eksistensialisme memandang bahwa pendidikan terdiri dari beberapa
aspek, berikut uraian aspek-aspek pendidikan perspektif filsafat eksistensialisme yaitu
1. Tujuan pendidikan, mendorong setiap individu agar mampu mengembangkan
semua potensinya untuk pemenuhan diri, serta memberikan bekal pengalaman
yang luas dan komprehensif dalam semua bentuk kehidupan;
2. Sekolah dan pendidikan, Sekolah bertugas mendidik anak agar menentukan
pilihan dan keputusan sendiri dengan menolak otoritas orang lain dan pendidikan
berfungsi sebagai upaya memelihara, mengawetkan dan meneruskan warisan
budaya
3. Peranan pendidik/guru, guru berperan melindungi dan memelihara kebebasan
akademik, guru tidak memaksakan interpretasi atau mengabaikan pengetahuan
lama siswa, dalam menyampaikan materi guru mengemukakannya dengan
pandangan beragam, guru harus membaca secara mendalam dan menyusun materi
secara tepat sebelum pembelajaran dimulai sebagai bahan diskusi, guru harus
jujur, guru menjadikan materi pelajaran sebagai bagian dari pengalamannya,
sehingga guru akan dapat menyajikannya sebagai bagian yang muncul dari dalam.
4. Tugas anak didik, siswa bebas memilih apa yang mereka pelajari dan bagaimana
mempelajarinya serta siswa harus bebas berpikir dan mengambil keputusan
sendiri secara bertanggung jawab;
5. Kurikulum, menekankan pada individu sebagai sumber pengetahuan tentang
hidup dan makna serta untuk memahami kehidupan seseorang mesti memahami
dirinya sendiri;
6. Materi pembelajaran, terdiri dari teori, konsep, generalisasi, prinsip, prosedur,
fakta, istilah, contoh/ilustrasi definisi, dan preposisi.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Filsafat pendidikan merupakan cabang khusus filsafat yang berusaha menemukan
hakikat dan esensi dari pendidikan. Ilmu pendidikan atau pedagogik merupakan ilmu yang
mempelajari dan memecahkan masalah-masalah pendidikan secara umum, menyeluruh, dan
abstrak serta mengandung jiwa yang teoritis dan praktis. Jiwa teoritis terkandung hal-hal
normatif, sedangkan praktis menunjukkan bagaimana cara melakukan tersebut. Filsafat
sebagai landasan dapat melahirkan pemikiran-pemikiran yang teoritis mengenai pendidikan.
Ketika aliran pragmatisme diterapkan dalam dunia pendidikan jasmani dan olahraga
maka akan mengakibatkan konsep pendidikan bahwa kurikulum harus berdasarkan pada
kebutuhan dan kepentingan peserta didik. Kurikulum harus bervariasi untuk memberikan
keragaman pengalaman belajar. Pembelajaran dapat dicapai melalui metode pemecahan
masalah dan guru berfungsi sebagai fasilitator.
Ketika aliran naturalisme diterapkan dalam pendidikan jasmani dan olahraga maka akan
mengakibatkan konsep pendidikan seperti: aktivitas jasmani sangat penting untuk
mengembangkan nilai keseluruhan seseorang dan sebagai sarana untuk mengembangkan fisik,
mental, sosial, emosional, dan keterampilan moral.
Ketika aliran eksistensialisme diterapkan dalam pendidikan jasmani dan olahraga maka
akan memberikan konsep pendidikan bahwa setiap peserta didik bebas untuk memilih aktivitas
yang disediakan dalam kurikulum

B. Saran
Setelah membaca dan mempelajari makalah filsafat pendidikan jasmani dan olahraga
mengenai aliran pragmatisme, naturalisme dan eksistensialisme penulis berharap. Kita bisa lebih
mengerti dan memahami mengenai aliran filsafat pendidikan jasmani serta bisa membedakan
dari setiap aliran tersebut untuk bekal kita ketika mengajar nanti.
DAFTAR PUSTAKA

Thaib, R. M. T. R. M. (2018). Pragmatisme: Konsep Utilitas Dalam


Pendidikan. Intelektualita, 4(1).
PRAGMATISME, I. A. F. Prodi Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi Jurusan
Pendidikan Olahraga Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan Universitas Pendidikan
Indonesia Bandung, Desember 2009.
Mesiono, M. (2018). ESENSI PENDIDIKAN PRESFEKTIF ANALISIS FILSAFAT
PENDIDIKAN. ITTIHAD, 2(2).
Nopiyanto, Y. E., & Raibowo, S. (2019). Filsafat Pendidikan Jasmani & Olahraga. Zara Abadi.
Sya’bani, M. A. Y. (2017). Konseptualisasi Pendidikan dalam Pandangan Aliran Filsafat
Eksistensialisme. TAMADDUN: Jurnal Pendidikan dan Pemikiran Keagamaan, 18(2), 1-23.

Anda mungkin juga menyukai