Anda di halaman 1dari 14

Dasar Falsafah Penjas

Penjas merupakan suatu bagian yang tidak terpisahkan dari pendidikan


umum. Lewat program penjas dapat diupayakan peranan pendidikan untuk
mengembangkan kepribadian individu. Tanpa penjas proses pendidikan di sekolah
akan pincang. Sumbangan nyata penjas adalah untuk mengembangkan
keterampilan (psikomotor). Karena itu posisi penjas menjadi unik sebab
berpeluang lebih banyak dari mata pelajaran lainnya untuk membina
keterampilan.
Ada tiga hal penting yang bisa menjadi sumbangan unik dari pendidikan
penjas, yaitu:
1.        Meningkatkan kebugaran jasmani dan kesehatan.
2.        Meningkatkan terkuasainya keterampilan fisik yang kaya.
3.        Meningkatkan pengertian siswa dalam prinsip-prinsip gerak serta bagaimana
menerapkannya dalam praktik.  
Untuk meneliti aspek penting dari Penjas, dasar-dasar pemikiran seperti
berikut perlu dipertimbangkan:
1.        Kebugaran dan Kesehatan
Kebugaran dan kesehatan akan dicapai melalui program penjas yang
terencana, teratur dan berkesinambungan. Dengan beban kerja yang cukup berat
serta dilakukan dalam jangka waktu yang cukup serta teratur. Penjas juga dapat
membentuk gaya hidup yang sehat. Dengan kesadarannya anak akan mampu
menentukan sikap baha kegiatan fisik merupakan kebutuhan pokok dalam
hidupnya, dan akan tetap dilakukan di sepanjang hayat.
Konsep sehat dan sejahtera secara menyeluruh berbeda dengan pengertian
sehat secara fisik. Kebiasaan hidup sehat bukan hanya kesehatan fisik, tetapi juga
mencakup kesejahteraan mental, moral, dan spiritual.
2.        Keterampilan Fisik
Keterlibatan anak dalam asuhan permainan, senam, kegiatan bersama, dan
lain-lain merangsang perkembangan gerakan yang efisien yang berguna untuk
menguasai berbagai keterampilan. Pada akhirnya keterampilan ini bisa mengarah
kepada keterampilan yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
3.        Terkuasainya Prinsip-Prinsip Gerak
Penjas yang baik harus mampu meningkatkan pengetahuan anak tentang
prinsip-prinsip gerak. Pengetahuan tersebut akan membuat anak mampu
memahami bagaimana suatu keterampilan dipelajari hingga tingkatannya yang
lebih tinggi. Dengan demikian, seluruh gerakannya bisa lebih bermakna. Penjas
pun bukan hanya bersifat fisik semata, melainkan merambah pada peningkatan
kemampuan olah pikir, seperti kemampuan membuat keputusan dan olah rasa
seperti kemampuan memahami perasaan orang lain (empati).
4.        Kemampuan Berfikir
Memang sulit diamati secara langsung bahwa kegiatan yang diikuti oleh
anak dalam Penjas dapat meningkatkan kemampuan berfikir anak. Namun
demikian dapat ditegaskan di sini bahwa Penjas yang efektif mampu merangsang
kemampuan berfikir dan daya analisis anak ketika terlibat dalam kegiatan-
kegiatan fisiknya. Dalam kegiatan Penjas banyak sekali adegan pembelajaran
yang memerlukan diskusi terbuka yang menantang penalaran anak. Teknik
gerakan dan prinsip-prinsip yang mendasarinya merupakan topik-topik yang
mearik untuk didiskusikan. Peraturan permainan dan variasi-variasi gerak juga
bisa dijadkan rangsangan bagi anak untuk memikirkan pemecahannya.

5.        Kepekaan Rasa
Dalam hal olahraga, Penjas menempati posisi yang sungguh unik.
Kegiatannya yang selalu melibatkan anak-anak dalam kelompok kecil maupun
besar merupakan wahana yang tepat untuk berkomunikasi dan bergaul dalam
lingkup sosial. Melalui Penjas, norma dan aturan juga dipelajari, dihayati dan
diamalkan. Sesungguhnya, bahwa kegiatan Penjas disebut sebagai ajang nyata
untuk melatih keterampilan-keterampilan hidup (life skill), agar seseorang dapat
hidup berguna dan tidak hanya menyusahkan masyarakat. Keterampilan yang
dipelajari bukan hanya keterampilan-keterampilan gerak dan fisik semata,
melainkan terkait pula dengan keterampilan sosial, seperti berempati pada orang
lain, menahan sabar, memberikan respek dan penghargaan pada orang lain,
mempunyai motivasi yang tinggi, serta banyak lagi.
6.        Keterampilan Sosial
Kecerdasan emosional atau keterampilan hidup bermasyarakat sangat
mementingkan kemampuan pengendalian diri. Dengan kemampuan ini seseorang
bisa berhasil mengatasi masalah dengan kerugian sekecil mungkin. Penjas
menyediakan pengalaman nyata untuk melatih keterampilan mengendalikan diri,
membina ketekunan dan motivasi diri. Hal ini diperkuat lagi jika proses
pembelajaran direncanakan sebaik-baiknya. Sebagai contoh, jika dalam sebuah
proses penjas terjadi pertengkaran antara dua orang anak, guru bisa segera
menghentikan kegiatan seluruh kelas dan mengundang mereka untuk
membicarakannya. Sebab-sebab pertengkaran diteliti dan guru memandang
pendapat anak-anak tentang apa perlunya mereka bertengkar, selain itu mereka
dirangsang untuk mencari pemecahan yang paling baik untuk kedua belah pihak.
7.        Kepercayaan Diri dan Citra Diri (Self Esteem)
Melalui penjas kepercayaan diri dan citra diri (self esteem) anak akan
berkembang. Secara umum citra diri diartikan sebagai cara kita menilai diri kita
sendiri. Citra diri ini merupakan dasar untuk perkembangan kepribadian anak.
Dengan citra diri yang baik seseorang merasa aman dan berkeinginan untuk
mengeksplorasi dunia. Cara membina citra diri ini tidak cukup hanya dengan
selalu berucap “saya pasti bisa” atau “saya paling bagus”, tetapi perlu dinyatakan
dalam usaha dan pembiasaan prilaku. Disitulah penjas menyediakan pada anak
untuk membuktikannya. Ketika anak-anak berhasil mempelajari berbagai
keterampilan gerak dan kemampuan tubuhnya, perasaan positif akan berkembang
dan ia merasa optimis atau mampu untuk berbuat sesuatu. Kejadian demikian
yang beulang-ulang akan memperkuat kepercayaan bahwa dirinya memang
memiliki kemampuan, sehingga terhentak menjadi kepercayaan diri yang kuat. 
Landasan Ilmiah Pelaksanaan Penjas
Secara ilmiah pelaksanaan penjas mendapat dukungan dari berbagai
disiplin ilmu, dimana pandangan dari setiap disiplin tersebut dapat dijadikan
sebagai landasan bagi berlangsungnya program penjas di sekolah-sekolah. Di
bagian ini, penulis akan menguraikan landasan ilmiah dari minimal tiga disiplin
imu, yaitu dari sudut pandang biologis, sudut pandang psikologis dan yang
terakhir sudut pandang sosiologis.
1.        Landasan Biologis Penjas
Penjas adalah disiplin yang berorientasi pada tubuh, di samping
berorientasi pada disiplin mental dan sosial. Guru Penjas karenanya harus
memiliki penguasaan yang kokoh terhadap fungsi fisikal dari tubuh untuk
memahami secara lebih baik pemanfaatannya dalam kegiatan pendidikan jasmani.
Potensi Manusia dan Prestasi menurut Joseph W. Still telah menghabiskan
waktu bertahun-tahun untuk meneliti prilaku fisikal dan intelektual manusia.
Dalam penelitiannya, Still mengemukakan bahwa keberhasilan manusia dalam
pencapaian prestasi, baik dalam hal prestasi fisikal maupun dalam prestasi
intelektual, berhubungan dengan usia serta dapat digambarkan dalam bentuk
sebuah kurva, dimana kurva itu bisa menaik dan biisa menurun, sesuai dengan
perjalanan usia manusia. Demikian juga dalam hal pertumbuhan dan
perkembangan psikologis, yang menunjukkan kurva kegagalan dalam hal
prestasinya.
 Ciri-ciri perkembangan mental menunjukkan puncak prestasi pada tahap
perkembangan yang berbeda kemampuan mengingat dicapai pada usia muda,
imajinasi kreatif mencapai puncaknya pada usia dua puluhan hingga tiga puluhan,
keterampilan menganalisis dan sintesis suatu persoalan berakhir di usia
pertengahan, sedangkan pada usia-usia berikutnya berkembang kemampuan
berfilsafat. Dalam hal itulah penjas yang baik di sekolah dan di masa-masa berikut
dalam hidupnya dipandang amat penting dalam menjaga kemampuan biologis
manusia. Dipandang dari sudut ini, penjas terikat dekat pada kekuatan mental,
emosional, sosial dan spiritual manusia.
2.        Landasan Psikologi Penjas
Penjas melibatkan interaksi antara guru dengan anak serta anak dengan anak.
Didalam adegan pembelajaran yang melibatkan interaksi tersebut, terletak suatu
keharusan untuk saling mengakui dan menghargai keunikan masing-masing
termasuk kelebihan dan kelemahannya. Program penjas yang baik tentu harus
dilandasi oleh pemahaman guru terhadap karakteristik psikologis anak dan yang
paling penting dalam hal sumbangan apa yang dapat diberikan oleh program
penjas terhadap perkembangan mental dan psikologis anak.
Kata psikologi berasal dari kata-kata Yunani psyche, yang berarti berjiwa
atau roh, dan logos yang berarti ilmu. Diartikan secara populer, psikologi adalah
ilmu jiwa atau ilmu pikiran. Para ahli psikologi mempelajari hakikat manusia
secara ilmiah, dan untuk memahami alam pikiran manusia, termasuk anak,
termasuk cirri-ciri manusia ketika belajar. Penjas lebih menekankan proses
pembelajarannya pada penguasaan gerak manusia. Pemahaman yang lebih
mendalam terhadap kecendurangan dan hakikat gerak. Jika dahulu para guru
Penjas lebih bersandar pada teori belajar behaviorisme, yang lebih melihat proses
pembelajaran dari perubahan prilaku anak, maka dewasa ini sudah diakui adanya
keharusan untuk memahami tentang apa yang terjadi di dalam diri anak
keterampilan gerak yang ditunjang oleh berkembangnya teori belajar
kognitivisme.
Perkembangan teori belajar kognitivisme menguak fakta kekakuan proses
pembelajaran Penjas tersebut. Dalam salah satu teori belajar pengolahan informasi
(information processing theory) diungkap bahwa idealnya, pembelajaran gerak
adalah sebuah proses pengambilan keputusan, yang secara hirarkis akan selalu
melalui tiga tahapan yang tetap, yaitu tahap mengidentifikasi stimulus, tahap
memilih respons dan tahap memprogram respons. Dari pemahaman terhadap
landasan psikologis itulah, maka pembelajaran penjas yang baik tidak cukup
hanya dengan memberikan perintah dan tugas-tugas gerak semata melainkan
harus pula dibarengi dengan upaya memberikan kesempatan pada mereka untuk
menganalisis situasi dan berikan kebebasan untuk mengambil keputusan sendiri.
3.        Landasan Sosiologis Dalam Penjas

Penjas adalah sebuah wahana yang sangat baik untuk proses sosialisasi.
Perkembangan sosial jelas penting, dan aktivitas penajs mempunyai potensi untuk
menuntaskan tujuan-tujuan tersebut. Seperangkat kualitas dari perkembangan
social yang dapat dikembangkan dan dipengaruhi dalam proses penjas diantaranya
adalah kepemimpinan, karakter moral dan daya juang. Singkatnya, sosiologi
adalah ilmu yang berkepentingan dalam mengembangkan struktur dan status
social yang lebih baik yang dicirikan oleh adanya kebahagiaan, kebaikan,
toleransi dan kesejajaran sosial. Dikaitkan dengan landasan tersebut, seorang guru
penjas sesungguhnya adalah seorang sosiologis yang perlu mengetahui prinsip-
prinsip umum sosiologi agar mampu memanfaatkan proses pembelajarannya
untuk menanamkan nilai-nilai yang dapat dikembangkan melalui penjas.
Sebagaimana dikemukakan Bucher, guru yang mengerti sosiologi dalam konteks
kependidikan akan mampu mengembangkan minimal tiga fungsi: (1) pengaruh
pendidikan pada institusi social dan pengaruh kehidupan kelompok pada individu,
seperti bagaimana sekolah berpengaruh pada kepribadian atau prilaku individu,
(2) hubungan manusia yang beroperasi di sekolah yang melibatkan siswa,
orangtua, dan guru dan bagaimana mereka mempengaruhi kepribadian dan prilaku
individu dan (3) hubungan sekolah pada institusi lain dan elemen lain masyarakat,
misalnya pengaruh dari pendidikan pada kehidupan masyarakat kota.
http://materipenjasdanolahraga.blogspot.com/2016/11/asas-dan-falsafah-
penjas.html

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) nomor 22


tahun 2006, berikut adalah beberapa tujuan dari pendidikan jasmani olahraga dan
kesehatan.

1.Mengembangkan keterampilan pengelolaan diri dalam upaya


pengembangan dan pemeliharaan kebugaran jasmani serta pola hidup sehat
melalui berbagai aktivitas jasmani dan olahraga yang terpilih.
Anak kecil biasanya cenderung tidak peduli akan pola hidup sehat dan akan
mengabaikannya apabila tidak dibimbing menggunakan cara yang tepat.
Pendidikan mengenai olahraga dan kesehatan memang sebaiknya diberikan sejak
siswa sekolah dasar supaya siswa lebih paham akan manfaat hidup sehat dan
olahraga. Dengan menerapkan hal ini, diharapkan semua materi yang diajarkan
akan menjadi kebiasaan yang baik. Sebagai hasilnya maka masyarakat Indonesia
menjadi masyarakat yang sehat dan gemar berolahraga.

2. Meningkatkan pertumbuhan fisik dan pengembangan psikis yang lebih


baik
Salah satu ciri dari makhluk hidup yaitu bertumbuh dan berkembang. Sebagai
makhluk hidup, manusia juga tentu dapat tumbuh dan berkembang. Tumbuh dan
kembang setiap manusia tentu berbeda-beda, dipengaruhi oleh faktor genetik,
asupan nutrisi atau gizi, dan kebiasaan. Pendidikan jasmani olahraga dan
kesehatan mengajarkan kebiasaan baik bagi para siswa supaya dapat tumbuh dan
berkembang dengan baik.

Dengan belajar mengenai olahraga, siswa akan menjadi lebih sehat sehingga akan
tumbuh menjadi manusia dengan fisik yang sehat, bugar, dan kuat. Selain itu,
perkembangan psikis anak juga akan menjadi lebih baik karena siswa tidak hanya
belajar secara pasif di ruang kelas, namun juga belajar mempraktekkkan ilmu
jasmani, olahraga, dan kesehatan yang didapat.

3. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan gerak dasar


Dengan belajar mengenai olahraga dan kesehatan, siswa akan sering melakukan
aktivitas fisik. Aktivitas ini memerlukan gerakan tertentu yang sesuai agar dapat
dilakukan dengan baik dan meningkatkan kesehatan secara efektif.

4. Meletakkan landasan karakter moral yang kuat melalui internalisasi nilai-


nilai yang terkandung di dalam pendidikan jasmani, olahraga dan
kesehatan.
Penanaman karakter moral yang kuat tidak cukup diberikan hanya dengan
memaparkan materi secara lisan. Penanaman karakter memerlukan usaha yang
terus menerus, baik secara sadar maupun secara tidak sadar. Pemberian materi
karakter moral secara implisit biasanya akan memberikan hasil yang lebih baik
dan kemungkinan untuk terus diterapkan akan lebih besar.

Dalam pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan terdapat internalisasi nilai


yang dapat membentuk karakter moral yang kuat. Misalnya, saat mempelajari
permainan sepak bola, siswa juga belajar untuk menjadi lebih jujur, disiplin,
bertanggung jawab, dan percaya diri.

5. Mengembangkan sikap sportif, jujur, disiplin, bertanggung jawab, kerja


sama, percaya diri dan demokratis.
Tidak diragukan lagi bahwa salah satu tujuan dari berolahraga yaitu membentuk
sifat-sifat yang baik bagi manusia. Umumnya, orang yang gemar berolahraga dan
bertanding akan memiliki sifat yang sportif, jujur, disiplin, bertanggung jawab,
senang bekerja sama, percaya diri, dan demokratis. Untuk menghindari sifat buruk
yang dapat muncul saat berolahraga dan beraktivitas bersama orang lain,
pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan tentu dibutuhkan.

Siswa perlu pendampingan mengenai apa yang harus ia lakukan saat


memenangkan kompetisi, saat kalah kompetisi, ataupun mengenai bagaimana
harus bersikap selama kompetisi berlangsung.

6. Mengembangkan keterampilan untuk menjaga keselamatan diri sendiri,


orang lain dan lingkungan.
Secara langsung, keterampilan untuk menjaga keselamatan dapat dilihat apabila
seseorang belajar mengenai olahraga bela diri. Namun, rupanya secara umum,
pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan juga dapat membuat siswa memiliki
kemampuan dasar yang dibutuhkan. Dengan berolahraga dan hidup sehat,
manusia akan memiliki tubuh yang lebih bugar dan jauh dari penyakit. Manusia
yang bugar akan memiliki kemampuan untuk menjaga keselamatan diri sendiri,
orang lain, dan lingkungan secara lebih baik.

7. Memahami konsep aktivitas jasmani dan olahraga di lingkungan yang


bersih sebagai informasi untuk mencapai pertumbuhan fisik yang sempurna,
pola hidup sehat dan kebugaran, terampil serta memiliki sikap yang positif.
Dengan mempelajari pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan diharapkan
siswa dapat paham bahwa apa yang ia pelajari itu merupakan hal yang penting.
Manfaatnya dapat dilihat dari pertumbuhan fisik, pola hidupnya yang menjadi
lebih baik, dan perkembangan psikisnya sehingga ia memiliki sifat-sifat yang
positif.

https://olahragapedia.com/tujuan-pendidikan-jasmani-olahraga-dan-kesehatan

Manfaat Pendidikan Jasmani 

Menurut KTSP (Depdiknas, 2006), manfaat pendidikan jasmani, olahraga dan


kesehatan adalah sebagai berikut:

1. Memenuhi kebutuhan ruang gerak anak


Pendidikan jasmani merupakan dunia anak-anak dan sesuai dengan kebutuhan
mereka. Di dalamnya, anak-anak dapat belajar sambil bergembira melalui
penyaluran hasratnya untuk bergerak, apalagi ditunjang dengan penggunaan
peralatan. Semakin terpenuhi kebutuhan akan gerak dalam masa pertumbuhannya,
makin besar dampaknya bagi kualitas pertumbuhan itu sendiri.

Selain itu, pada dasarnya anak-anak sedang mengalami masa kelebihan energi.
Kelebihan energi ini perlu disalurkan agar tidak mengganggu perilaku dan mental
anak. Segera setelah kelebihan energi ini tersalurkan, anak akan kembali
memperoleh keseimbangan dirinya, karena setelah istirahat anak akan kembali
memperbarui dan memulihkan energinya secara optimal.

2. Memiliki otot dan tulang yang lebih kuat

Pendidikan jasmani mendukung anak untuk memilih aktivitas fisik yang


disukainya dan melakukannya secara rutin. Membiasakan anak untuk berolahraga
dapat membantu pembentukan otot dan tulang anak akan menjadi lebih maksimal.
Hal ini dapat menunjang pertumbuhan dan perkembangan si Kecil.

3. Mencegah terjadinya obesitas

Melakukan pendidikan jasmani dan berolahraga dapat membantu menjaga agar


berat badan anak tetap ideal, sesuai dengan tahapan pertumbuhannya. Hal ini
dapat mencegah terjadinya berat badan berlebih pada anak, yang paling sering
disebabkan oleh rendahnya aktivitas fisik. Dengan memastikan bahwa berat badan
tetap ideal dan proporsional dengan tinggi badan, anak akan terhindar dari
obesitas.

4. Menurunkan risiko terjadinya diabetes tipe 2 dan hipertensi

Mengajak si Kecil untuk menjalani pendidikan jasmani tidak hanya bermanfaat


baginya untuk saat itu saja, namun juga merupakan bekal baginya di masa depan.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak yang dididik untuk berolahraga
sejak dini memiliki kemungkinan yang lebih rendah untuk mengalami diabetes
tipe 2 dan hipertensi ketika tumbuh dewasa.
5. Meningkatkan mood dan kreativitas

Menjalani pendidikan jasmani dan beraktivitas fisik juga dapat sangat bermanfaat
bagi kesehatan jiwa si Kecil. Hal ini tidak hanya membuatnya menjadi lebih
semangat dan bahagia, namun juga dapat menunjang kreativitas dan performanya
dalam kegiatan sehari-hari.

6. Pembinaan nalar anak

Pembinaan nalar anak melalui pemecahan masalah menjadi sangat penting untuk
meningkatkan pencapaian domain kognitif dan afektif yang selama ini dirasa
kurang dominan dalam pendidikan jasmani. Adegan atau simulasi pergaulan,
kesetaraan kesempatan siswa laki-laki maupun perempuan, serta pengembangan
sikap sosial merupakan sumbangan penting dalam pendidikan jasmani, kejujuran,
sportifitas, dan berbuat adil (fair). Semua hal tersebut yang merupakan napas inti
dalam olahraga merupakan investasi penting dalam pengembangan sosial mereka.

Pengajaran pendidikan jasmani di sekolah punya banyak sekali manfaat untuk


anak. Dengan adanya berbagai pilihan olahraga, permainan, serta metode
pengajaran yang tepat, anak-anak diharapkan akan mampu tumbuh dan
berkembang secara optimal baik secara fisik, motorik, mental, dan sosial. Sebuah
paket lengkap yang akan membawa manfaat besar untuk anak!

https://www.klikdokter.com/info-sehat/read/3250699/manfaat-pendidikan-
jasmani-di-sekolah-untuk-anak

1.        Memahami sifat yang dimiliki siswa


Pada dasarnya anak memiliki imajinasi dan sifat ingin tahu. Semua anak terlahir
dengan membawa dua potensi ini. Keduanya merupakan modal dasar bagi
berkembangnya sikap/pikiran kritis dan kreatif. Oleh karenanya, kegiatan
pembelajaran perlu dijadikan lahan yang kita olah agar menjadi tempat yang subur
bagi perkembangan kedua potensi anugerah Tuhan itu. Suasana pembelajaran
yang diiringi dengan pujian guru terhadap hasil karya siswa, yang disertai
pertanyaan guru yang menantang dan dorongan agar siswa melakukan percobaan,
misalnya, merupakan pembelajaran yang baik untuk mengembangkan potensi
siswa.
2.        Memahami perkembangan kecerdasan siswa
Menurut Jean Piaget dalam Syah (2008: 29-33), perkembangan kecerdasan
akal/perkembangan kognitif manusia berlangsung dalam empat tahap,
yakni: Sensory-motor (Sensori-motor/0-2 tahun) Pre-operational (Pra-
operasional/2-7 tahun) Concrete-operational (Konkret-operasional/7-
11tahun) Formal-operational (Formal-operasional/11 tahun ke atas). Selama
kurun waktu pendidikan dasar dan menengah, siswa mengalami tahap Concrete-
operational dan Formal-operational.
Dalam periode konkret-operasional yang berlangsung hingga usia menjelang
remaja, anak memeroleh tambahan kemampuan yang disebut system of
operations (satuan langkah berpikir). Kemampuan satuan langkah berpikir ini
berfaedah bagi anak untuk mengkoordinasikan pemikiran dan idenya dengan
peristiwa tertentu ke dalam sistem pemikirannya sendiri. Selanjutnya, dalam
perkembangan kognitif tahap Formal-operational seorang remaja telah memiliki
kemampuan mengkoordinasikan baik secara serentak maupun berurutan dua
ragam kemampuan kognitif, yakni: 1) kapasitas menggunakan hipotesis;
2) kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak. Dengan kapasitas
menggunakan hipotesis (anggapan dasar), seorang remaja akan mampu berpikir
hipotetis, yakni berpikir mengenai sesuatu khususnya dalam hal pemecahan
masalah dengan menggunakan anggapan dasar yang relevan dengan lingkungan
yang ia respons. Selanjutnya, dengan kapasitas menggunakan prinsip-prinsip
abstrak, remaja tersebut akan mampu mempelajari materi-materi pelajaran yang
abstrak, misalnya ilmu tauhid, ilmu matematika dan ilmu-ilmu abstrak lainnya
dengan luas dan mendalam.
Sebagai bukti bahwa seorang remaja pelajar telah memiliki kedewasaan berpikir,
dapat dicontohkan ketika ia menggunakan pikiran hipotesisnya sewaktu
mendengar pernyataan seorang kawannya, seperti: "Kemarin seorang penggali
peninggalan purbakala menemukan kerangka manusia berkepala domba dan
berkaki empat yang telah berusia sejuta tahun". Apa yang salah dalam pernyataan
ini? Remaja pelajar tadi, setelah berpikir sejenak dengan serta-merta berkomentar:
"Omong kosong!" Ungkapan "omong kosong" ini merupakan hasil berpikir
hipotetis remaja pelajar tersebut, karena mustahil ada manusia berkepala domba
dan berkaki empat betapapun tuanya umur kerangka yang ditemukan penggali
benda purbakala itu (Syah, 2008: 33).
3.        Mengenal siswa secara perorangan
Para siswa berasal dari lingkungan keluarga yang bervariasi dan memiliki
kemampuan yang berbeda. Dalam PAIKEM  perbedaan individual perlu
diperhatikan dan harus tecermin dalam kegiatan pembelajaran. Semua siswa
dalam kelas tidak selalu mengerjakan kegiatan yang sama, melainkan berbeda
sesuai dengan kecepatan belajarnya. Siswa yang memiliki kemampuan lebih dapat
dimanfaatkan untuk membantu temannya yang lemah dengan cara ”tutor sebaya”.
Dengan mengenal kemampuan siswa, apabila ia mendapat kesulitan kita dapat
membantunya sehingga belajar siswa tersebut menjadi optimal.
4.        Memanfaatkan perilaku siswa dalam pengorganisasian belajar
Sebagai makhluk sosial, anak sejak kecil secara alami bermain berpasangan atau
berkelompok dalam bermain. Perilaku ini dapat dimanfaatkan dalam
pengorganisasian belajar. Dalam melakukan tugas atau membahas sesuatu, siswa
dapat bekerja berpasangan atau dalam kelompok. Berdasarkan pengalaman, siswa
akan menyelesaikan tugas dengan baik apabila mereka duduk berkelompok.
Duduk seperti ini memudahkan mereka untuk berinteraksi dan bertukar pikiran.
Namun demikian, siswa perlu juga menyelesaikan tugas secara perorangan agar
bakat individunya berkembang.
5.        Mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif,
dan  kemampuan  memecahkan masalah
Pada dasarnya belajar yang baik adalah memecahkan masalah  karena dalam
belajar sesungguhnya kita menghadapkan siswa pada masalah. Hal ini
memerlukan kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Kritis untuk menganalisis
masalah dan kreatif untuk melahirkan alternatif pemecahan masalah. Berpikir
kritis dan kreatif berasal dari rasa ingin tahu dan imajinasi yang keduanya ada
pada diri anak sejak lahir. Oleh karena itu, tugas guru adalah mengembangkannya,
antara lain dengan sering memberikan tugas atau mengajukan pertanyaan terbuka
dan memungkinkan siswa berpikir mencari alasan dan membuat analisis yang
kritis. Pertanyaan dengan kata-kata ”Mengapa?”, ”Bagaimana kalau...” dan “Apa
yang terjadi jika…” lebih baik daripada pertanyaan dengan kata-kata yang hanya
berbunyi “Apa?”, ”Di mana?”.
6.        Mengembangkan ruang kelas sebagai lingkungan belajar  yang menarik
Ruang kelas yang menarik merupakan hal yang sangat disarankan dalam
pembelajaran aktif. Hasil pekerjaan siswa sebaiknya dipajangkan untuk memenuhi
ruang kelas. Selain itu, hasil pekerjaan yang dipajangkan diharapkan memotivasi
siswa untuk bekerja lebih baik dan menimbulkan inspirasi bagi siswa lain. Materi
yang dipajangkan dapat berupa hasil kerja perorangan, pasangan, atau kelompok.
Pajangan dapat berupa gambar, peta, diagram, model, benda asli, puisi, karangan,
dan sebagainya. Ruang kelas yang penuh dengan pajangan hasil pekerjaan siswa,
dan ditata dengan baik, dapat membantu guru dalam kegiatan pembelajaran
karena dapat dijadikan rujukan ketika membahas sebuah masalah.
7.        Memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar
Lingkungan (fisik, sosial, dan budaya) merupakan sumber yang sarat dengan
bahan belajar siswa. Lingkungan dapat berperan sebagai media belajar dan objek
kajian (sumber belajar). Penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar sering
membuat siswa merasa senang dalam belajar. Belajar dengan menggunakan
lingkungan tidak selalu harus di luar kelas. Bahan dari lingkungan dapat dibawa
ke ruang kelas untuk menghemat biaya dan waktu. Pemanfaatan lingkungan dapat
mengembangkan sejumlah keterampilan seperti mengamati (dengan seluruh
indera), mencatat, merumuskan pertanyaan, berhipotesis, mengklasifikasi,
membuat tulisan, dan membuat gambar / diagram.
8.        Memberikan umpan balik yang baik untuk meningkatkan  kegiatan belajar
Mutu hasil belajar akan meningkat apabila terjadi interaksi dalam belajar.
Pemberian umpan balik (feedback) dari guru kepada siswa merupakan salah satu
bentuk interaksi antara guru dan siswa. Umpan balik hendaknya lebih banyak
mengungkapkan kekuatan daripada kelemahan siswa. Selain itu, cara memberikan
umpan balik pun harus secara santun. Hal ini dimaksudkan agar siswa lebih
percaya diri dalam menghadapi tugas-tugas belajar selanjutnya. Guru harus
konsisten memeriksa hasil pekerjaan siswa dan memberikan komentar dan
catatan. Catatan guru berkaitan dengan pekerjaan siswa lebih bermakna bagi
pengembangan diri siswa daripada hanya sekedar angka.
9.        Membedakan antara aktif fisik dengan aktif mental
Banyak guru yang cepat merasa puas saat menyaksikan para siswa sibuk bekerja
dan bergerak, apalagi jika bangku diatur berkelompok dan para siswa duduk
berhadapan. Situasi yang mencerminkan aktifitas fisik seperti ini bukan ciri
berlangsungnya PAIKEM yang sebenarnya, karena aktif secara mental (mentally
active) lebih berarti daripada aktif secara fisik (phisically active). Sering bertanya,
mempertanyakan gagasan orang lain, dan mengungkapkan gagasan merupakan
tanda-tanda aktif secara mental. Syarat berkembangnya aktif  mental adalah
tumbuhnya perasaan tidak takut, seperti: takut ditertawakan, takut disepelekan,
dan takut dimarahi jika salah. Oleh karena itu, guru hendaknya menghilangkan
penyebab rasa takut tersebut, baik yang muncul dari temannya maupun dari guru
itu sendiri.

http://sudutpendidikan7.blogspot.com/2015/11/hal-hal-yang-harus-diperhatikan-
dalam.html

Anda mungkin juga menyukai