Anda di halaman 1dari 17

SUMBER HUKUM PIDANA ISLAM (JINAYAH)

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah: Fiqh III

Dosen Pengampu: Saeful Bahri, M.Pd.I

Oleh :

Ananda Yuda M 141118018

Lutfi Fauziah 141118084

Nur Azizah 141118114

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM BAKTI NEGARA

TEGAL

2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat limpahan dan
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini guna menunjang salah
satu tugas terstruktur mata kuliah Fiqh III (Muamalah, Jinayah dan Siyasah) yang
berjudul “Sumber Hukum Pidana Islam (Jinayah)”. Shalawat serta salam tak lupa
juga kami curahkan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarganya, para
sahabatnya dan seluruh umatnya.

Atas dukungan moral dan materi yang diberikan dalam penyusunan


makalah ini, maka penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak
saeful bahri, M.Pd.I selaku dosen mata kuliah Fiqh III (Muamalah, Jinayah dan
Siyasah) yang memberikan bimbingan, saran, ide dan kesempatan untuk membuat
makalah.

Semoga makalah ini dapat menjadikan wawasan yang lebih luas dan
memberikan sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para Mahasiswa/i
IAIBN Tegal.Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk
itu kami mengharapkan saran dan kritik dari pembaca demi perbaikan pembuatan
makalah dimasa yang akan datang.

Tegal, 9 April 2021

Kelompok 7

ii
DAFTAR ISI
JUDUL ............................................................................................... i

KATA PENGANTAR ........................................................................ ii

DAFTAR ISI ...................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.............................................................. 1

B. Rumusan Masalah ......................................................... 2

C. Tujuan Penulisan .......................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum Pidana Islam .................................. 3

B. Sumber Hukum Pidana Islam ....................................... 4

C. Ruang Lingkup Hukum Pidana Islam ........................... 7

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan .................................................................. 13

B. Saran............................................................................ 13

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 14

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bagi setiap Muslim, segala apa yang dilakukan dalam
kehidupannya harus sesuai dengan kehendak Allah SWT sebagai realitas
dari keimanan kepada-Nya. Seluruh kehendak Allah tentang perbuatan
manusia itu pada dasarnya terdapat dalam Al Quran dan penjelasan-Nya
dalam sunnah Nabi. Tidak ada yang luput satu pun dari Al Quran. Namun
Al Quran itu bukanlah kitab hukum dalam pengertian ahli fiqh karena di
dalamnya hanya terkandung titah dalam bentuk suruhan dan larangan atau
ungkapan lain yang bersamaan dengan itu; dengan istilah lain, Al Quran
itu mengandung norma hukum. Jika kita berbicara tentang hukum, secara
sederhana segera terlintas dalam pikiran kita peraturan-peraturan atau
seperangkat norma yang mengatur tingkah laku manusia dalam
masyarakat, baik peraturan atau norma itu berupa kenyataan yang tumbuh
dan berkembang dalam masyarakat maupun peraturan atau norma yang
dibuat dengan cara tertentu dan diteguhkan oleh penguasa.1
Kata hukum mengandung makna mencegah atau menolak, yaitu
mencegah ketidakadilan, mencegah kezaliman, mencegah penganiyaan
dan menolak bentuk kemafsadatan lainnya. Disamping itu ada konsepsi
hukum lain, diantaranya adalah konsepsi hukum Islam. Dasar dan
kerangkanya ditetapkan oleh Allah SWT, tidak hanya mengatur hubungan
manusia dengan manusia lain dan benda dalam masyarakat, tetapi juga
hubungan-hubungan lainnya, karena manusia yang hidup dalam
masyarakat itu mempunya berbagai hubungan. Islam adalah agama yang
sempurna yang ajarannya mencakup seluruh aspek kehidupan manusia,
mengatur hal-hal kecil sampai hal-hal yang besar. Salah satu bidang yang
diatur adalah masalah aturan atau hukum, baik yang berlaku secara

1
Marsaid, Al-Fiqh Al Jinayah (Hukum Pidana Islam) Memahami Hukum Pidana Islam
cet I (Palembang: Rafah Press, 2020), hlm. 21

1
individual maupun sosial, atau lebih tepatnya, Islam mengatur kehidupan
bermasyarakat. Berdasarkan uraian tersebut, maka pemakalah akan
membahas pengertian hukum pidana Islam, sumber hukum pidana Islam,
dan ruang lingkup hukum pidana Islam.
B. Rumusan masalah
Dari latar belakang diatas maka masalah yang dirumuskan adalah sebagai
berikut:
1. Apa pengertian hukum pidana Islam?
2. Apa saja sumber hukum pidana Islam?
3. Bagaimana ruang lingkup hukum pidana Islam?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk:
1. Mengetahui pengertian hukum pidana Islam
2. Mengetahui sumber hukum pidana Islam
3. Mengetahui ruang lingkup hukum pidana Islam

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum Pidana Islam


Ada tiga istilah yang digunakan dalam pengertian hukum pidana Islam,
diantaranya:
1. Jarimah
Hukum pidana Islam dalam bahasa Arab disebut dengan jarimah
atau jinayah. Secara etimologi jarimah berasal dari kata jarama-yajrimu-
jarimatan, yang berarti “berbuat” dan memotong”. Kemudian, secara
khusus digunakan terbatas pada “perbuatan dosa” atau “perbuatan yang
dibenci”. Kata jarimah juga berasal dari kata ajrama-yajrimu yang berarti
“melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran, keadilan, dan
menyimpang dari jalan yang lurus.
Secara terminologi, jarimah yaitu larangan-larangan syara’ yang
diancam oleh Allah dengan hukuman hudud dan takzir. Dalam hukuman
positif jarimah diartikan dengan peristiwa pidana, tindak pidana, perbuatan
pidana atau delik. Menurut Qanun No. 6 Tahun 2014 tentang Hukum
Jinayat, bahwa yang dimaksud dengan jarimah adalah perbuatan yang
dilarang oleh syariat Islam yang dalam qanun ini diancam dengan ‘uqubah
hudud atau takzir. Menurut Qanun No. 7 Tahun 2013 tentang Hukum
Acara Jinayat, jarimah adalah melakukan perbuatan yang dilarang
dan/tidak melaksanakan perbuatan yang diperintahkan oleh syariat Islam
dalam Qanun Jinayat diancam dengan ‘uqubah hudud, qishash, diyat,
dan/takzir.2
2. Jinayah
Secara etimologi, jinayah berasal dari kata jana-yajni-jinayatan,
yang berarti berbuat dosa. Secara terminologi, jinayah yaitu perbuatan
yang dilarang oleh syara’, baik perbuatan itu merugikan jiwa, harta benda
atau lainnya. Menurut Muchammad Ichsan dan M. Endrio Susila, fiqh al-

2
Mardani, Hukum Pidana Islam cet I (Jakarta: Kencana, 2019), hlm. 1

3
jinayah digunakan secara teknis dalam hukum Islam sebagai hukum yang
mengatur persoalan yang berhubungan dengan tindak pidana (kejahatan).
Menurut Qanun No. 7 Tahun 2013 tentang Hukum Acara Jinayat,
hukum jinayat adalah hukum yang mengatur tentang jarimah atau ‘uqubat.
Menurut Suparma Usman, hukum pidana yaitu ketentuan-ketentuan yang
mengatur hubungan antara manusia dengan sesamanya yang menyangkut
tindak pidana atau kejahatan terhadap badan, jiwa, kehormatan, akal, harta
benda dan lainnya. Menurut Muhammad Daud Ali, hukum jinayat yaitu
hhukum yang memuat aturan-aturan mengenai perbuatan-perbuatan yang
diancam dengan hukuman baik dalam jarimah hudud maupun dalam
jarimah takzir.
Selain itu, terdapat fuqaha yang membatasi istilah jinayah kepada
perbuatan yang diancam dengan hukuman hudud dan qishash, tidak
termasuk perbuatan yang diancam dengan takzir. Istilah lain yang sepadan
dengan istilah jinayah adalah jarimah, yaitu larangan-larangan syara’ yang
diancam Allah dengan hukuman had dan takzir.
3. Ma’shiyat
Istilah ma’shiyat dalam hukum pidana Islam mengandung makna
melakukan perbuatan-perbuatan yang diharamkan maupun yang dilarang
oleh hukum, sehingga istilah ma’shiyat hanya mencakup unsur perbuatan
yang dilarang oleh hukum untuk dilakukan.3
B. Sumber Hukum Pidana Islam
Hukum Pidana Islam adalah bagian dari hukum Islam. Jumurul
fuqaha sudah sepakat sumber-sumber hukum Islam pada umumnya ada 4,
yakni Al Quran, Hadits, Ijmak, Qiyas dan hukum tersebut wajib diikuti.
Apabila tidak terdapat hukum suatu peritiwa dalam Al Quran baru dicari
dalam Hadist dan seterusnya prosesnya seperti itu dalam mencari hukum.
Adapun masih ada beberapa sumber yang lain tetapi masih banyak
diperselisihkan tentang mengikat dan tidak nya, seperti: Ikhtisan, Ijtihad,
Maslahat Mursalah, Urf, Sadduz zariah, maka hukum pidana Islam pun

3
Ibid, hlm 2-3

4
bersumber dari sumber-sumber tersebut. Tetapi pada umumnya bagi
hukum pidana Islam formil, maka kesemua sumber diatas bisa dipakai.
Sedangkan untuk hukum Pidana Islam materiil, hanya 3 sumber sudah
disepakati, sedangkan Qiyas masih diperselisihkan.4
1. Al Quran
Al Quran adalah sumber hukum ajaran Islam yang pertama yang
memuat kumpulan beberapa wahyu yang telah diturunkan kepada nabi
Muhammad Saw. Diantaranya kandungan isinya ialah peraturan
kehidupan manusia dalam hubungannya dengan Allah, dengan dirinya
sendiri, sesama manusia dan hubungannya dengan alam beserta makhluk
lainnya. Adapun sumber-sumber hukum pidana Islam dalam Al Quran
adalah sebagai berikut:
a. Q.S Al Isra ayat 32
ٰۤ ‫و ََل تَ ْقربُوا‬
َ ‫سآ َء‬
‫سبِّيْل‬ َ ‫الزنى اِّنَّ ٗه كَا نَ فَا حِّ شَة ۗ َو‬
ِّ َ َ

Artinya:
“Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah
suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk”.
Ayat diatas menjelaskan tentang larangan berzina.

b. Q.S An Nur ayat 4


َ ‫ت ث ُ َّم لَ ْم يَأْت ُ ْوا بِّا َ رْ بَعَ ِّة شُ َهدَآ َء فَا جْ ِّلد ُْوهُ ْم ثَمنِّ ْي َن َج ْلدَة َّو ََل تَ ْقبَلُ ْوا لَ ُه ْم‬
‫ش َها‬ ِّ ‫صن‬ َ ْ‫َوا لَّ ِّذ ْي َن يَرْ ُم ْو َن ْال ُمح‬
‫دَة اَبَدا ۚ َوا ُ ولٓئِّكَ هُ ُم ا ْلف ِّسقُ ْو َن‬

Artinya:
"Dan orang-orang yang menuduh perempuan-perempuan yang baik
(berzina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka
deralah mereka delapan puluh kali, dan janganlah kamu terima
kesaksian mereka untuk selama-lamanya. Mereka itulah orang-orang
yang fasik".

Ayat diatas menjelaskan tentang larangan Qadzaf (menuduh zina)

4
Marsaid, op. cit., hlm. 25

5
c. Al Baqarah ayat 219
‫ع ِّن ا ْل َخ ْم ِّر َوا ْل َم ْيس ِِّّر ۗ قُ ْل فِّ ْي ِّه َم ٰۤا اِّثْ ٌم َکبِّي ٌْر َّو َمنَا فِّ ُع لِّلنَّا ِّس ۖ َواِّ ثْ ُم ُه َم ٰۤا اَ ْکبَ ُر م ِّْن نَّ ْف ِّع ِّه َما‬
َ َ‫يَسْــئَلُ ْونَك‬
‫ت لَعَلَّکُ ْم تَتَفَ َّك ُر ْو َن‬ ُ ‫ۗ َويَسْــئَلُ ْونَكَ َما ذَا يُ ْن ِّفقُ ْو َن ۗ قُ ِّل ا ْلعَ ْف َو ۗ كَذلِّكَ يُبَيِّنُ ه‬
ِّ ‫ّٰللا لَـكُ ُم ْاَل ي‬
Artinya:
“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah:
Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi
manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya. Dan
mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah:
yang lebih dari keperluan. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-
Nya kepadamu supaya kamu berfikir”.
d. Q.S Al Maidah ayat 38
‫ع ِّزي ٌْز َح ِّكيْم‬
َ ‫ّٰلل‬
ُ ‫ّٰللا ۗ َوا ه‬
ِّ ‫سبَا نَـكَا َل مِّنَ ه‬ َ ‫َوا لسَّا ِّرقُ َوا لسَّا ِّرقَةُ فَا ْق‬
َ ‫طعُ ٰۤ ْوا اَ ْي ِّديَ ُه َما َجزَ آء بِّ َما َك‬
Artinya:
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah
tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka
kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana”.5
2. As Sunnah/Hadits
As Sunnah / Hadits merupakan sumber hukum ajaran Islam yang
kedua, karena hal-hal yang di ungkapkan dalam Al Quran bersifat umum
atau memerlukan penjelsan,maka nabi Muhammad Saw menjelaskan
melalui Hadist. Adapun yang dimaksud dengan sunnah adalah segala
sesuatu yang datang dari nabi. Selain Al Quran, baik berupa perkataan,
perbuatan atau taqrir yang bisa dijadikan sebagai dasar penetapan hukum
syarak. Fungsi dari As Sunnah sendiri adalah untuk menafsirkan dan
menjelaskan ayat Al Quran. Ayat-ayat Al Quran yang hanya menjelaskan
dasar-dasar permasalahan sesuatu, maka hadist berfungsi untuk
menjelaskan.

5
Ibid, hlm. 26-28

6
Adapun contoh-contoh Hadits dalam pidana Islam sebagai berikut:
a. Hadits tentang larangan berzina
“Dari Anas ibn Malik r.a ia berkata : Li’an pertama yang terjadi dalam
Islam ialah bahwa Syarik ibn Sahman dituduh oleh Hilal bin Umayyah
berzina dengan istrinya. Maka Nabi berkata kepada Hilal: Ajukanlah saksi
apabila tidak ada maka engkau akan kena hukuman had”. (Hadits
diriwayatkan oleh Abu Ya’la dan perawi yang dipercaya).”
b. Hadits tentang khamr

‫ َوكُ ُّل ُم ْسك ٍِّر َح َرا ٌم‬،‫ «كُ ُّل ُم ْسك ٍِّر َخ ْم ٌر‬:َ‫سلَّ َم قَال‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬
َ ‫علَ ْي ِّه َو‬ َّ ‫ع ْن ُه َما أَ َّن النَّ ِّب‬
َ ‫ي‬ َ ُ‫ي هللا‬
َ ‫ض‬
ِّ ‫ع ِّن اب ِّْن عُ َم َر َر‬
َ ََ

(‫(رواه مسلم‬

Artinya: “Dari ibnu umar r.a bahwa nabi saw bersabda: Setiap yang
memabukkan adalah khamar dan setiap yang memabukkan adalah
haram” (H.R Muslim).

c. Hadits tentang pencurian


‫لعن هللا السارق يسرق البيضة فتقطع يده ويسرق الحبل فتقطع يده‬

Artinya: “Allah mengutuk pencuri telur tetap harus dipotong tangannya


dan yang mencuri tali juga dipotong tangannya”. (HR. Bukhari
no. 6285).6

C. Ruang Lingkup Hukum Pidana Islam


Ruang lingkup hukum pidana Islam meliputi pencurian, perzinaan
(termasuk homoseksual dan lesbian), menuduh orang yang baik-baik
berbuat zina (al-qadzaf), meminum minuman memabukkan (khamr),
menuduh dan/atau melukai seseorang, pencurian, merusak harta seseorang,
melakukan gerakan-gerakan kekacauan dan semacamnya berkaitan dengan
hukum kepidanaan.7

6
Ibid, hlm.28-29
7
Lukman. 2013. Hukum Pidana Islam.
http://lukmankudus94.blogspot.com/2013/11/hukum-pidana-islam-9167.html?m=1 (diakses
tanggal 6 April 2021)

7
Hukum kepidanaan yang dimaksud adalah jarimah (kejahatan). Jarimah
ada tiga yaitu sebagai berikut:
1. Jarimah qishash yang terdiri atas:
a. Jarimah pembunuhan
Sanksi hukum qishash yang diberlakukan terhadap pelaku
pembunuhan sengaja (terencana) terdapat dalam firman Allah berikut.

‫ص فِّى ا ْلقَتْلى‬ َ ‫علَ ْيكُ ُم ا ْل ِّق‬


ُ ‫صا‬ َ ‫ٰۤيا َ يُّ َها الَّ ِّذ ْي َن ا َمن ُْوا كُت‬
َ ‫ِّب‬

Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu


(melaksanakan) qishash berkenaan dengan orang yang dibunuh.

Ayat ini berisi tentang hukuman qishash bagi pembunuh yang


melakuan kejahatannya secara sengaja dan pihak keluarga korban tidak
memafkan pelaku. Kalau keluarga korban ternyata memaafkan pelaku,
maka sanksi qishash tidak berlaku dan beralih menjadi hukuman diyat.
Dengan demikian, tidak setiap pelaku tindak pidna pembunuhan pasti
diancam sanksi qishash. Segala sesuatunya harus diteliti secara mendalm
mengenai motivasi, cara, faktor pendorong, dan tekns ketika melakukan
jarimah pembunuhan ini.

Ulama fiqh membedakan jarimah pembunuhan menjadi tiga


kategori yaitu: pembunuhan sengaja, pembunuhan semi-sengaja, dan
pembunuhan tersalah. Ketiga macam pembunuhan tersebut disepakati
jumhur ulama, kecuali Imam Malik. Mengenai hal ini, Abdul Qadir Audah
mengatakan, perbedaan pendapat yang mendasar bahwa Imam Malik tidak
mengenal jenis pembunuhan semi-sengaja, karena menurutnya di dalam Al
Quran hanya ada jenis pembunuhan sengaja dan tersalah. Barangsiapa
menambah satu macam lagi, berarti ia menambah ketentun nash.

Dari ketiga jenis tindak pidana pembunuhan tersebut, sanksi


hukuman qishash hanya berlaku pada pembunuhan jenis pertama, yaitu
pembunuhan sengaja. Nash yang mewajibkan hukuman qishash ini tidak

8
hanya berdasarkan Al Quran, tetapi juga Hadits Nabi dan tindak pidana
para sahabat.8

b. Jarimah penganiayaan
Adapun jenis-jenis jarimah penganiayaan, yaitu sebagai berikut:
1) Memotong anggota tubuh atau bagian yang semakna dengannya
2) Menghilangkan fungsi anggota tubuh, walaupun secara fisik
anggota tubuh tersebut masih utuh.
3) Melukai di bagian kepala korban.
4) Melukai di bagian tubuh korban.
5) Melukai bagian-bagian lain yang belum disebutkan di atas.
Pertama, penganiayaan berupa memotong atau merusak anggota
tubuh korban, seperti memotong tangan, kaki, atau jari; mencabut kuku;
mematahkan hidung; memotong zakar atau testis; mengiris telinga;
merobek bibir; mencungkil mata; melukai pelupuk dan bagian ujung mata;
merontokkan dan mematahkan gigi; serta menggunduli dan mencabut
rambut kepala, janggut, alis, atau kumis.
Kedua, menghilangkan fungsi anggota tubuh korban, walaupun
secara fisik masih utuh. Misalnya, merusak pendengaran, membutakan
mata, menghilangkan fungsi daya penciuman dan rasa, membuat korban
bisu, membuat korban impoten atau mandul, serta membuat korban tidak
dapat menggerakkan tangan dan kakinya (lumpuh). Tidak hanya itu,
penganiayaan dari sisi psikis, seperti intimidasi dan teror, sehingga korban
menjadi stres atau bahkan gila, juga termasuk ke dalam kategori ini.
Ketiga, penganiayaan fisik di bagian kepala dan wajah korban.
Dalam bahasa Arab, terdapat perbedaan istilah antara penganiayaan di
bagian kepala dan tubuh. Penganiayaan di bagian kepala disebut Al-
Syajjâj, sedangkan di bagian tubuh disebut Al-Jirâhah. Lebih jauh, Abu
Hanifah secara khusus memahami bahwa istilah Al-Syajjâj hanya dipakai
pada penganiayaan fisik di bagian kepala dan wajah, tepatnya di bagian

8
Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah cet I (Jakarta: Amzah, 2013), hlm. 5-6

9
tulang, seperti tulang dahi, kedua tulang pipi, kedua tulang pelipis, dan
tulang dagu. Abu Hanifah tidak menggunakan istilah ini untuk
penganiayaan terhadap kulit kepala atau wajah. Sementara itu, ulama-
ulama fiqh pada umumnya tidak hanya membatasi pada penganiayaan
bagian tulang kepala dan wajah, tetapi semua jenis penganiayaan yang
melukai bagian tersebut.9
2. Jarimah hudud
Secara etimologis, hudud merupakan bentuk jamak dari kata had
yang berarti (larangan, pencegahan). Adapun secara terminologis, Al
Jurjani mengartikan sebagai sanksi yang telah ditentukan dan yang wajib
dilaksanakan secara haq karena Allah. Sementara itu, sebagian ahli fiqh
sebagaimana dikutip oleh Abdul Qadir Audah, berpendapat bahwa had
ialah sanksi yang telah ditentukan secara syara’. Dengan demikian, had
atau hudud mencakup semua jarimah—baik hudud, qishash, maupun
diyat; sebab sanksi keseluruhannya telah ditentukan secara syara’.10
Ditinjau dari segi dominasi hak, terdapat dua jenis hudud, yaitu sebagai
berikut:
a. Hudud yang termasuk hak Allah.
b. Hudud yang termasuk hak manusia.
Menurut Abu Ya’la, hudud jenis pertama adalah semua jenis sanksi
yang wajib diberlakukan kepada pelaku karena ia meninggalkan semua hal
yang diperintahkan, seperti shalat, puasa, zakat, dan haji. Adapun hudud
dalam kategori yang kedua adalah semua jenis sanksi yang diberlakukan
kepada seseorang karena ia melanggar larangan Allah, seperti berzina,
mencuri, dan meminum khamar.
Hudud jenis kedua ini terbagi menjadi dua. Pertama, hudud yang
merupakan hak Allah, seperti hudud atas jarimah zina, meminum
minuman keras, pencurian, dan pemberontakan. Kedua, hudud yang
merupakan hak manusia, seperti had qadzaf dan qishash.Kemudian jika

9
Ibid, hlm. 10-11
10
Ibid, hlm. 13-14

10
ditinjau dari segi materi jarimah, hudud terbagi menjadi tujuh, yaitu hudud
atas jarimah zina, qadzaf, meminum minuman keras, pemberontakan,
murtad, pencurian, dan perampokan.11
3. Jarimah ta'zir,
Berikut ini ruang lingkup dalam ta’zir, yaitu sebagai berikut:
a. Jarimah hudud atau qishash-diyat yang terdapat syubhat, dialihkan ke
sanksi ta’zir, seperti:
1) Orang tua yang mencuri harta anaknya. Dalilnya, yaitu

‫أنت ومالك ألبيك‬

Artinya: “Kamu dan hartamu adalah milik ayahmu” (H.R Ahmad


dan Ibnu Majah).

2) Orang tua yang membunuh anaknya. Dalilnya, yaitu


‫َل يقاد الوالد بولده‬
Artinya: “Orang tua tidak dapat dijatuhi hukuman qishash karena
membunuh anaknya” (H.R Ahmad dan At Tirmidzi).
Kedua hadits tersebut melarang pelaksanaan qishash terhadap
seorang ayah yang membunuh anaknya. Begitu pula ayah yang mencuri
harta anaknya tidak akan dikenakan hukuman had potong tangan. Dengan
adanya kedua hadits itu menimbulkan syubhat bagi pelaksanaan qishash
dan had.
b. Jarimah hudud atau qishash-diyat yang tidak memenuhi syarat akan
dijatuhi sanksi ta’zir. Contohnya percobaan pencurian, percobaan
pembunuhan, dan percobaan zina.
c. Jarimah yang ditentukan Alquran dan hadis, namun tidak ditentukan
sanksinya. Misalnya penghinaan, tidak melaksanakan amanah, saksi
palsu, riba, suap, dan pembalakan liar.

11
Ibid, hlm. 16-17

11
d. Jarimah yang ditentukan ulil amri untuk kemaslahatan umat, seperti
penipuan, pencopetan, pornografi dan pornoaksi, penyelundupan,
pembajakan, human trafficking, dan money laundering.
Jarimah ta’zir apabila dilihat dari hak yang dilanggar dibagi
menjadi dua, yaitu sebagai berikut.
a. Jarimah ta’zir yang menyinggung hak Allah, yaitu semua perbuatan
yang berkaitan dengan kemaslahatan umum. Misalnya, berbuat
kerusakan di muka bumi, pencurian yang tidak memenuhi syarat,
mencium wanita yang bukan istrinya, penimbunan bahan-bahan
pokok, dan penyelundupan.
b. Jarimah ta’zir yang menyinggung hak perorangan (individu), yaitu
setiap perbuatan yang mengakibatkan kerugian pada orang tertentu,
bukan orang banyak. Contohnya penghinaan, penipuan, dan
pemukulan.12

12
Ibid, hlm. 143-144

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Terdapat tiga istilah yang digunakan dalam pengertian hukum
pidana Islam yaitu jarimah, jinayah, dan ma’shiyat. Jarimah yaitu
larangan-larangan syara’ yang diancam oleh Allah dengan hukuman hudud
dan takzir. Jinayah yaitu perbuatan yang dilarang oleh syara’, baik
perbuatan itu merugikan jiwa, harta benda atau lainnya. Sedangkan
ma’shiyat yaitu melakukan perbuatan-perbuatan yang diharamkan maupun
yang dilarang oleh hukum, istilah ma’shiyat hanya mencakup unsur
perbuatan yang dilarang oleh hukum untuk dilakukan.
Sumber hukum pidana Islam terdapat dalam Al Quran dan Hadits.
Diantaranya Q.S Al Isra ayat 32, Q.S An Nur ayat 4, Q.S Al Baqarah ayat
219,Q.S Al Maidah ayat 38. Hadits Nabi yang diriwayatkan Abu Ya’la
tentang larangan berzina, Hadits tentang khamr yang diriwayatkan oleh
Imam Muslim, dan Hadits tentang pencurian yang diriwayatkan oleh
Imam Bukhari.
Ruang lingkup hukum pidana Islam meliputi pencurian, perzinaan,
menuduh orang yang baik-baik berbuat zina (al-qadzaf), meminum
minuman memabukkan (khamr), menuduh dan/atau melukai seseorang,
pencurian, merusak harta seseorang, melakukan gerakan-gerakan
kekacauan dan semacamnya yang berkaitan dengan hukum kepidanaan.
B. Saran
Makalah ini kami selesaikan dengan kerja keras dan usaha yang
semaksimal mungkin. Walau demikian tentunya kami menyadari
kekurangan dalam makalah kami ini karena kurangnya ilmu dan
pengetahuan kami. Untuk itu kami mengucapkan permohonan maaf
kepada Dosen dan teman-teman sekalian. Ambillah hal positif yang bisa
didapat dari makalah ini dan berikan kepada kami saran, kritik dan hal
yang bersifat membangun lainnya.

13
DAFTAR PUSTAKA

Irfan dan Masyrofah. 2013. Fiqh Jinayah (cet I). Jakarta: Amzah.

Lukmankudus94.blogspot.com. (2013, 7 November). Hukum Pidana Islam.


Diakses pada tanggal 6 April

2021http://lukmankudus94.blogspot.com/2013/11/hukum-pidana-islam-
9167.html?m=1

Mardani. 2019. Hukum Pidana Islam (cet I). Jakarta: Kencana.

Marsaid. 2020. Al-Fiqh Al Jinayah (Hukum Pidana Islam) Memahami Hukum


Pidana Islam (cet I). Palembang: Rafah Press.

14

Anda mungkin juga menyukai