Anda di halaman 1dari 2

Hai, Socconians,

Setiap tanggal 1 Desember seluruh dunia memeringati Hari AIDS Sedunia. Pada tahun 2020 ini,
UNAIDS memilih tema “Global solidarity, Shared Responsibility” sebagai tema hari AIDS sedunia.
Melalui tema ini diharapkan kita semua dapat membangun solidaritas bersama untuk mendukung
pemenuhan hak orang dengan HIV/AIDS (ODHA) tanpa terkecuali. Mengapa ini penting Socconians?
Karena ODHA seringkali menerima perlakuan yang tidak menyenangkan, diskriminasi dan stigma sosial
yang disebut dengan “AIDSism”. Stigma dan diskriminasi sosial diketahui dapat menjadi penghalang
utama bagi ODHA untuk mencapai respons terapi yang efektif.
Stigma dan diskriminasi sosial berpengaruh terhadap peningkatan stres psikologis pada ODHA. Perilaku
pervasif dan respon negatif masyarakat terhadap ODHA dapat meningkatkan kejadian komorbiditas
gangguan psikiatrik. Komorbiditas psikiatrik yang sering ditemukan antara lain gangguan kognitif,
demensia, depresi, cemas, ide bunuh diri serta penyalahgunaan NAPZA (Narkotika, Alkohol,
Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya). Prevalensi gangguan depresi pada orang dengan infeksi HIV
bervariasi antara 20-37%, Risiko ODHA mengalami gangguan depresi 2–7 kali lebih tinggi dibandingkan
populasi umum. Untuk penggunaan NAPZA, prevalensi seumur hidup pada orang dengan infeksi HIV
mencapai 40-50%. Penggunaan NAPZA menjadi salah satu mekanisme koping ODHA dalam
menghadapi kondisi infeksinya. Di lain sisi, penggunaan NAPZA juga merupakan sumber penularan
infeksi HIV. Infeksi HIV dapat ditransmisikan melalui jarum suntik yang terkontaminasi atau perilaku
seksual berisiko tinggi. Perilaku seksual berisiko tinggi umumnya dilakukan oleh pengguna NAPZA jenis
stimulan (misal metamfetamin) yang memberikan efek peningkatan hasrat seksual bagi para
penggunanya. Selain depresi dan penyalahgunaan NAPZA, gangguan cemas juga sering ditemukan pada
ODHA dan dikaitkan dengan fokus mereka terhadap rasa nyeri dan isu kematian.
Pasien dengan dual diagnosis yaitu HIV dan komorbiditas psikiatrik memberikan beberapa pengaruh
negatif dalam proses pengobatan. ODHA dengan gejala depresi umumnya memiliki kualitas hidup yang
buruk dan kurang patuh terhadap pengobatan antiretroviral (ARV) yang perlu dikonsumsi setiap hari di
waktu yang sama. Hal tersebut menyebabkan target pemulihan tidak tercapai dan ODHA mudah
mengalami infeksi oportunistik serta komorbiditas medis lainnya. Kondisi ini akan berpengaruh pada
munculnya gangguan penyesuaian dan munculnya ide bunuh diri. Risiko kejadian bunuh diri pada ODHA
tiga kali lebih tinggi dibandingkan populasi umum. Risiko tersebut meningkat pesat menjadi 67,7% pada
ODHA yang menggunakan NAPZA.
Penggunaan NAPZA pada ODHA berpengaruh terhadap ketidakpatuhan berobat dan akses ARV yang
lebih rendah. Ketidakpatuhan pada ODHA dengan penyalahgunaan NAPZA dikarenakan kondisi
ketergantungannya yang membuat individu tersebut fokus kepada pemakaian NAPZA dibandingkan
terapi ARV-nya. Akses terhadap ARV pada ODHA dengan penyalahgunaan NAPZA 3 kali lebih rendah
terutama pada ODHA yang mengalami stigma dan diskriminasi sosial. Masyarakat tidak menganggap
penggunaan NAPZA sebagai suatu masalah kesehatan jiwa yang perlu mendapatkan pengobatan,
rehabilitasi dan konseling, namun beranggapan bahwa NAPZA adalah suatu bentuk tindakan kriminal.
Selain karena kondisi ketergantungannya, ketidakpatuhan berobat juga dipengaruhi oleh tingkat motivasi,
dukungan keluarga dan masyrakat sekitar, tingkat pengetahuan tenaga kesehatan, dan kondisi
sosioekonomi dari setiap individu. Komorbiditas gangguan jiwa dan rendahnya akses pengobatan akan
mempercepat progresivitas penyakit HIV yang ditandai dengan peningkatan viral load dan penurunan
kadar CD4+. Yang pada akhirnya mengarah pada peningkatan infeksi oportunistik, komplikasi dan
kematian.
Sebagai masyarakat umum, kita dapat memberikan dukungan sosial dengan cara mengurangi stigma,
diskriminasi dan isolasi sosial serta memberikan dukungan dan motivasi bagi ODHA dan keluarganya.
Sebagai tenaga kesehatan, penting untuk kita melakukan edukasi, pencegahan perilaku berisiko,
pemantauan secara rutin terhadap kepatuhan dan efek samping obat, serta menguatkan keterampilan
ODHA dan keluarga dalam menghadapi masalah. Dengan upaya-upaya tersebut diharapkan hak ODHA
dapat terpenuhi. ODHA dapat menjalani seluruh proses pengobatan dengan patuh dan penuh semangat.
Dengan demikian diharapkan kualitas hidup ODHA dan keluarga dapat terjaga serta kejadian morbiditas
dan mortalitas dapat berkurang.

Anda mungkin juga menyukai