Umumnya terdapat tiga dua jenis membaca yaitu membaca nyaring dan membaca dalam
hati/pemahaman.
A. Membaca Nyaring
Saddhono dan Slamet (2012:83) mengemukakan bahwa membaca nyaring adalah
kegiatan membaca dengan menyuarakan tulisan yang dibacanya dengan ucapan dan
intonasi yang tepat agar pendengar dan pembaca dapat menangkap informasi yang
disampaikan oleh penulis. Berdasarkan pendapat ini, maka terdapat beberapa poin penting
dalam membaca nyaring antara lain; Kegiatan membaca yang mengeluarkan suara;
Membaca dengan memperhatikan intonasi, ketepatan dan kejelasan; Membaca dengan
tujuan agar dapat dipahami oleh diri sendiri dan orang lain/ pendengar. Dengan demikian,
membaca nyaring merupakan kegiatan membaca yang melibatkan kemampuan
pengucapan, penglihatan, ingatan, dan pendengaran.
Tarigan, (2008:23), menegaskan bahwa membaca nyaring merupakan suatu
aktivitas untuk menangkap serta memahami informasi, pikiran, dan perasaan seseorang
perngarang. Oleh karena itu, pembaca nyaring harus mengerti makna serta perasaan yang
terkandung dalam bahan bacaan; mempelajari keterampilan penafsiran atas lambang-
lambang tertulis sehingga penyusunan dan penenakan kata-katanya sesuai; menuntut
kecepatan dan ketajaman mata; serta menuntut kemampuan mengelompokkan kata-kata
dengan baik dan tepat sehingga maknanya jelas.
Adapun beberapa keterampilan yang perlu dilatih dalam membaca nyaring
dikemukakan oleh Saddhona dan Slamet, (2012:84), antara lain:
1. Menggunakan ucapan yang tepat. Ketepatan pengucapan merupakan salah satu aspek
penting yang harus diperhatikan oleh pembaca dalam membaca nyaring. Sebab,
ketidaktepatan dalam pengucapan tidak hanya berpengaruh terhadap ketidakjelaskan
bunyi sebuah kata tetapi juga dapat menimbulkan ketidakjelasan dari segi maksud dan
makna bacaan.
2. Menggunakan intonasi suara yang wajar. Membaca nyaring merupakan proses yang
melibatkan suara. Sedangkan setiap suara yang dilafalkan oleh pembaca dapat
mempengaruhi makna, termasuk tinggi, rendah, panjang dan pendeknya suara. Oleh
karena itu, kewajaran intonasi yang diucapkan oleh pembaca sangat berpengaruh
terhadap ketepatan dan kejelasan makna bacaan.
3. Memperhatikan posisi sikap yang baik dan tepat. Posisi sikap yang dimaksudkan adalah
persiapan dan kesiapan pembaca ketika membaca, termasuk penampilan, peralatan,
posisi berdiri/ duduk.
4. Menguasai tanda baca. Tanda baca merupakan aspek penting yang harus dikuasai oleh
pembaca dalam membca nyaring. Sebab, penguasaan tanda baca seperti (tanda titik,
koma, seru, tanya, dan lain-lain) tidak hanya mempengaruhi pelafalan/ intonasi yang
diucapkan tetapi juga mempengaruhi makna informasi yang disampaikan pembaca.
5. Membaca dengan suara yang tepat dan jelas. Ketepatan yaitu berkaitan dengan
kesesuaian antara yang tertulis dengan yang diucapkan. Sedangkan kejelasan yaitu
berkaitan dengan apa yang diucapkan dapat disimak dan dipahami dengan baik oleh
pembaca.
6. Membaca dengan melibatkan perasaan dan ekspresi. Pelibatan perasaan dan ekspresi
dalam membaca tidak hanya dapat memperjelas isi bacaan, tetapi juga dapat
mempermudah pendengar dalam memahami pesan-pesan yang dibacakan.
7. Membaca dengan lancar atau tidak terbata-bata. Kelancaran, ketepatan dan kejelasan
merupakan aspek penting dalam membaca nyaring. Lancar yaitu tidak terbata-bata
ketika membaca. Semakin lancar seseorang dalam membaca, maka akan semakin
mudah dipahami oleh pendengar. Begitu juga sebaliknya, membaca dengan terbata-bata
dapat menghambat pemahaman isi bacaan.
8. Memahami isi bacaan yang dibaca. Salah satu kompleksitas dari membaca nyaring
adalah seorang pembaca tidak hanya memperhatikan berbagai aspek seperti yang
disebutkan diatas yaitu kejelasan, ketepatan, intonasi dan lain-lain, tetapi juga harus
memahami isi yang dibaca. Pemahaman isi bacaan inilah memerlukan penguasaan
beberapa aspek kemampuan yang lain seperti penguasaan aspek linguistik (kosa kata,
tanda baca, sintaksis, dan lain-lain) dan nonlinguistik (pengalaman, pengetahuan
sebelumnya, dan lain-lain).
9. Memperhatikan kecepatan yang sesuai dengan bahan bacaan. Ketika membaca dalam
membaca nyaring, maka kecepatan juga perlu untuk diperhatikan. Membaca yang
terlalu cepat juga tidak bagus, begitupun membaca yang terlalu lambat juga tidak
bagus. Oleh karena itu, membaca harus disesuaikan dengan bahan dan konteks bacaan.
Membaca berita dalam media elektronik berbeda dengan membaca doa di acara wisuda
atau ketika ada acara syukuran, atau membaca puisi dalam pementasan.
10. Membaca dengan tidak selalu melihat bahan bacaan. Pembaca yang baik adalah
pembaca yang tidak selalu melihat teks bacaan. Misalnya, ketika membaca teks pidato,
khutbah jumat, teks sambutan di acara wisuda, dan lain-lain, seorang pembaca harus
sering-sering mengarahkan pandangan pada audiens/ pendengar.
11. Membaca dengan kepercayaan diri. Kepercayaan juga menjadi salah satu aspek
penting yang harus dilatih dan dimiliki oleh pembaca dalam membaca nyaring terutama
ketika membaca teks pidato dalam acara resmi, teks khutbah, dan lain-lain. Oleh karena
itu, latihan kepercayaan diri sangat penting untuk menghilangkan grogi ketika
melakukan kgiatan membaca nyaring.
2. Membaca Intensif
Membaca intensif atau disebut juga sebagai membaca pemahaman adalah
membaca dengan penuh penghayatan untuk menyerap apa yang seharusnya dikuasai
oleh pembaca, Saddhono dan Slamet (2012:84). Oleh karena itu, membaca intensif
membutuhkan kemampuan pemahaman, penghayatan dan konsentrasi yang tinggi.
Dengan demikian, membaca intensif sesungguhnya berorientasi pada hasil bacaan.
Menurut Tarigan (2008:39) membaca intensif pada hakikatnya memerlukan
teks yang panjangnya tidak lebih dari 500 kata yang dibaca dalam waktu 2 menit
dengan kecepatan membaca sekitar 5 kata perdetik. Tujuan utama membaca jenis ini
adalah untuk memperoleh pemahaman yang mendalam terhadap keseluruhan isi/
informasi yang dibutuhkan dalam teks yang dibaca. Hal ini ditegaskan oleh Sakura
(2011:67), bahwa membaca intensif memerlukan perhatian terhadap bentuk-bentuk
gramtikal, penanda wacana, dan rincian struktur untuk pemahaman arti harfiah,
implikasi, dan hubungannya dengan retorik.
Membaca intensif dapat dibagi menjadi membaca telaah isi dan telaah
bahasa, Saddhono dan Slamet (2012:8) dan Tarigan (2008:37). Membaca telaah
terhadap isi suatu bacaan memerlukan ketelitian, pemahaman, kekritisan berpikir, serta
keterampilan menangkap ide-ide yang tersirat dalam bahan bacaan, Tarigan (2008:40).
Membaca telaah isi dapat dibagi lagi menjadi membaca teliti, membaca pemahaman,
membaca kritis, dan membaca ide.
Membaca teliti adalah kegiatan membaca yang membutuhkan kemampuan
dalam menemukan, memahami, menjelaskan, membedakan, menghubungkan serta
mengelompokkan setiap ide-ide yang terdapat dalam paragraf. Ginnis dan Smit (2004),
menyatakan bahwa membaca pemahaman merupakan suatu proses pengenalan,
penafsiran, dan penilaian terhadap gagasan-gagasan yang berkenaan dengan bobot
mental atau kesadaran total dari pembaca. Sedangkan membaca ide menurut Tarigan
(2008:120) adalah kegiatan membaca yang ingin mencari, memeproleh, serta
memanfaatkan ide-ide yang terdapat pada bacaan.
Membaca telaah bahasa yaitu kegiatan membaca untuk memperoleh
pemahaman, penguasaan serta pengembangan kemampuan kebahasaan seperti kosa
kata, tata bahasa, gaya bahasa, dan lain-lain. Oleh karena itu, Tarigan (2008:123)
membagi membaca telaah bahasa menjadi membaca bahasa dan membaca sastra.
Membaca bahasa bertujuan, yaitu: Untuk memperbesar daya kata yang digunakan baik
dalam berbicara dan menulis maupun dalam membaca dan menyimak; Untuk
mengembangkan kosa kata kritik sehingga dapat memahami latar belakang dan makna
kata sesuai dengan konteksnya. Sedangkan membaca sastra bertujuan untuk
memahami karya sastra dengan ciri khas bahasa yang digunakan. Sebab, menurut
Tarigan (2008:2), apabila seorang pembaca dapat mengerti seluk beluk bahasa dalam
karya sastra, maka akan semakin mudah orang tersebut memahami isinya serta
menikmati keindahan karya sastra. Oleh karena itu, seorang pembaca harus dapat
membedakan bahasa ilmiah dan bahasa sastra serta memahami jenis-jenis gaya bahasa.