2.1.1 Pengertian Haji Haji menurut pengertian kamus Bahasa Indonesia adalah rukun islam yang kelima kewajiban ibadah yang harus dilakukan oleh orang Islam yang mampu dengan mengunjungi ka’bah di Masjidil Haram pada bulan haji dan mengamalkan amalan-amalan haji seperti ihram, tawaf, sai, dan wukuf (Qodratilah, 2011: 152). Haji menurut bahasa, ialah menuju kesuatu tempat berulang kali atau menuju kepada sesuatu yang dibebaskan (Shiddieqy, 1983: 16). Sedangkan menurut istilah, berarti beribadah kepada Allah dengan melaksanakan manasik haji, yaitu perbuatan tertentu yang dilakukan pada waktu dan tempat tertentu dengan cara yang tertentu pula (Aqilla, 2010:5). Hal ini berbeda dengan umrah yang biasa dilakukan sewaktu- waktu (Nurdin, 2004:1). Haji dalam pengertian istilah para ulama, ialah menuju ke ka’bah untuk melakukan perbuatan-perbuatan tertentu, atau dengan perkataan lain bahwa haji adalah mengunjungi suatu tempat tertentu pada waktu tertentu dengan melakukan suatu pekerjaan tertentu. Yang dimaksud dengan “mengunjungi” itu ialah mendatangi, yang dimaksud dengan tempat tertentu itu ialah Ka’bah dan Arafah. Yang dimaksud dengan “waktu tertentu” itu ialah bulan-bulan haji, yaitu bulan Syawal, Zulqaidah, dan Zulhijjah dan 10 pertama bulan Zulhijjah. Yang dimaksud dengan “perbuatan tertentu” itu ialah berihram, wukuf di Arafah, mabit di Muzdaliffah, mabit di Mina, melontar jamrah, mencukur, tawaf, dan sai. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa haji harus dilakukan di tempat tertentu, pada waktu tertentu, dan dengan perbuatan-perbuatan tertentu (Ahmad, 2003: 228). Ibadah haji tidak dilakukan di sembarang tempat, disembarang waktu, dan dengan sembarang perbuatan. Apabila haji dilakukan dalam keadaan demikian itu bukanlah haji. 2.1.2 Dasar Hukum Haji Dalam agama Islam,setiap anjuran atau perintah selalu berdasarkan firman Allah atau sabdah Rosul-Nya. Begitu pula dengan ibadah hajimerupakan rukun islam yang kelima, tetapi dengan kebijakannya, Allah mewajibkan ibadah haji bagi yang mampu saja (Mulyono,2013: 19). Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an Ali Imron 97:
Artinya : Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam
ibrahim, barangsiapa memasukinya (baitullah itu) menjadi amanlah dia, mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke baitullah.Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah maha kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. (Q.S Ali Imron:97) 2.1.3 Syarat-syarat Haji Hal yang dimaksud dengan syarat ibadah haji adalah sesuatu yang apabila seseorang telah memenuhi atau memiliki sesuatu tersebut, maka wajiblah baginya untuk melakukan haji satu kali dalam seumur hidupnya. Berikut persyaratan yang menyebabkan seseorang wajib melaksanakan ibadah haji. a. Beragama Islam Syarat wajib yang pertama adalah Islam. Artinya, seseorang yang beragama Islam dan telah memenuhi syarat wajib haji yang lainnya serta belum pernah melaksanakan haji, maka ia terkena wajib haji, ia harus menunaikan ibadah haji. Akan tetapi jika seseorang yang telah menunaikan syarat wajib haji tetapi ia bukan orang Islam, maka ia tidaklah wajib untuk menunaikan ibadah haji. b. Baligh (Dewasa) Syarat wajib haji yang kedua adalah baligh. Akan tetapi, jika ada seseorang muslim yang melakukan ibadah haji namun belom baligh, maka hajinya tidak sah. Hanya saja, ketika ia dewasananti, maka haji masih tetap menjadi kewajiban baginya jika syarat lainya terpenuhi. Artinya, ibadah haji yang dilakukan semasa belum baligh tidak menggugurkan kewajibanya untuk menunaikan ibadah haji saat ia dewasa nanti. c. Berakal Syarat yang ketiga adalah berakal. Artinya, meskipun seseorang telah mencapai usia baligh dan mampu secara materi untuk melaksanakan haji, tetapi ia mengalami masalah dengan batin dan akalnya, maka kewajiban ini sudah sirna darinya. Karena, sudah pasti orang yang mengalami gangguan jiwa akan susah, bahkan tidak bisa sama sekali, untuk melaksanakan rukun dan kewajiban haji. d. Merdeka Syarat keempat adalah merdeka. Artinya memiliki kuasa atas dirinya sendiri, tidak berada kekuasaan seseorang (tuan), seperti budak dan hamba sahaya. Bagi orang yang tidak merdeka tetapi ia memiliki kesempatan untuk menunaikan ibadah haji maka hukum hajinya sama dengan anak yang belum baligh, tetapi sah tapi harus mengulangi kembali ketika ia sudah merdeka dan mencukupi syarat untuk melaksanakannya. e. Mampu Syarat kelima adalah mampu. Artinya jika empat syarat telah terpenuhi, tetapi ia belum mampu, maka menunaikan ibadah haji tidak wajib baginya (Mulyono, 2013: 27-32). 2.1.4 Rukun Haji Rukun haji menurut jumhur ulama (mayoritas ulama), ada enam untuk rukun ibadah haji, diantaranya: a. Ihram disertai dengan niat b. Wukuf di Arafah c. Thawaf di Baitullah d. Sa'i antara Shafa dan Marwah e. Bercukur untuk tahallul f. Tertib Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa rukun-rukun tersebut harus dikerjakan dan tidak boleh digantikan orang untuk mengerjakannya. Karena rukun ini tidak bisa ditebus dengan membayar dam (Mulyono, 2013: 33-34). 2.1.5 Wajib Haji Wajib secara syar'i adalah sesuatu hal atau perbuatan yang harus dikerjakan. Seandainya tidak dikerjakan maka ibadahnya tidak sah. Akan tetapi, dalam haji jika terpaksa tidak melakukan kewajiban haji, ibadahnya tetap sah, tetapi harus membayar dam (denda) yang telah ditentukan. Haji memiliki lima kewajiban diantaranya: a. Berpakaian ihram dari miqat Miqat dalam berihram terdapat 2 (macam), yaitu miqat zamani dan miqot makani. Miqat zamani adalah batas waktu para jama’ah mengerjakan haji ( 1 syawawal sampai terbitnya fajar pada tanggal 10 Dzulhijjah). Jadi, bagi orang yang berihram selain pada hari yang ditentukan, maka ihramnya tidak sah. Ini dikhususkan bagi para jama’ah haji, karena waktu umrah tidak ditentukan atau dapat dilaksanakan kapan saja sesuai waktu yang diinginkan. Oleh karena itu, miqot zamani ini bukanlah merupakan bagian dari kewajiban haji, tetapi merupakan syarat mutlak bagi para jama’ah haji. Jadi, tidak boleh tidak harus dikerjakan karena hal ini tidak bisa dibayar dengan dam (denda). Adapun miqot makani adalah suatu tempat dimana para jama’ah menggunakan pakaian ihram berserta niatnya ketika hendak mengerjakan ibadah haji. Tempatnya pun berbeda-beda, sesuai denganarah daerah masing-masing para jama’ah. b. Bermalam di Mudzalifah Mudzalifah adalah antara Arafah dan Mina. Mabid di Mudzalifah adalah berada di Mudzalifah mulai dari tenggah malam tanggal 10 Dzulhijjah hingga terbit fajar. Yang dimaksud mabid disini adalah bermalam (menginap), atau menginjakkan kaki di area Mudzalifah, atau cukup di atas mobil, seseorang dapat saja memasuki mulai magrib. Dalam keadaan demikian ini ia melakukan shlat fardhu dalam keadaan jama’ qosor. dan harus meninggalkan Mudzalifah sebelum terbit matahari pada tanggal 10 Dhulhijjah. c. Melontar jumroh Aqabah Melempar jumrah aqobah ini hanya dilakukan pada tanggal 10 dzulhijjah dan mulai tenggah malam dan sampai subuh saja. d. Bermalam di Mina Wilayah mina terletak di Mudzalifah dan mekkah al-mukkarromah. Waktu mabit di mina yaitu antara malam tanggal 11, 12, dan 13 dzulhijjah. e. Melontar jumrah Ula, Wustha, dan Aqabah Molantar jumrah merupakan wajib haji. Jama’ah yang tidak melontar selama tiga hari wajib membayar dengan dam dan apabila meninggalkan sebagaian lontaran, maka harus membayar fidiyah. Pelaksanaan lontar jumrah ini dilaksanakan pada hari-hari tasriq yaitu pada tanggal 11, 12, dan 13 dzulhijjah. f. Thowaf Wada Thowaf wada bagi yang akan meninggalkan mekkah. Thowaf wada merupakan pengormatan akhir kebaitullah.
2.2 Jamaah Haji
2.3. 1 Pengertian Jamaah Haji Jamaah adalah kata dalam bahasa Arab yang artinya “kompak” atau “bersama- sama”, ungkapan shalat berjamaah berarti shalat yang dikerjakan secara bersama-sama dibawah pimpinan seorang imam. Jamaah juga berarti sekelompok manusia yang terikat oleh sikap pendirian, keyakinan dan tugas serta tujuan yang sama. Islam menganjurkan umat Islam menggalang kekompakan dan kebersamaan, yaitu suatu masyarakat yang terdiri dari pribadi- pribadi muslim, yang berpegang pada norma- norma Islam, menegakkan prinsip “ta’awun” (tolong- menolong) dan (kerja sama) untuk tegaknya kekuatan bersama demi tercapainya tujuan yang sama. (Nasution, 1992) Secara substansial haji merupakan bagian dari ritual keagamaan kaum Muslim yang bersifat personal. Meskipun demikian, sepanjang sejarahnya pelaksanaan ibadah haji selalu mendapatkan perhatian Negara. (Basyuni, 2008) Dalam buku Fiqih Empat Mazhab bagian ibadat (puasa, zakat, haji kurban), Abdurrahman al- Zaziri menyatakan bahwa yang dimaksud dengan “Haji” secara bahasa menuju kemuliaan, sedangkan pengertian haji secara istilah adalah amalan- amalan tertentu dan cara tertentu pula. Sebagai salah satu rukun Islam, ibadah haji diwajibkan satu kali sepanjang hidup setiap muslim yang telah memenuhi syarat- syarat utamanya yaitu memiliki kemampuan ekonomi maupun fisik. Faktor- faktor lain yang berhubungan dengan syarat tersebut adalah keamanan, transportasi, dan akomodasi selama pelaksanaan haji. Seorang muslim yang melakukan ibadah haji akan melaksanakan rangkaian ritual mulai dari memakai ihram, thawaf, wukuf dan sebagainya, berikut larangan- larangan yang berkaitan dengan ibadah. (Halim, 2002) Sedangkan pengertian jamaah haji yaitu Warga Negara Indonesia beragama Islam yang telah mendaftrakan diri untuk menunaikan ibadah haji sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dan telah melunasi Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH). (Kemenkes RI: 2010) 2.3. 2 Klasifikasi Jamaah Haji Adapun ruang lingkup jamaah haji adalah sebagai berikut: a. Jemaah haji mandiri adalah jamaah haji yang memiliki kemampuan mengikuti perjalanan ibadah haji tanpa tergantung kepada bantuan alat/ obat dan orang lain. b. Jamaah haji observasi adalah jamaah haji yang memiliki kemampuan mengikuti perjalanan ibadah haji dengan bantuan alat dan obat. c. Jamaah haji pengawasan adalah jamaah haji yang memiliki kemampuan mengikuti perjalanan ibadah haji dengan bantuan alat, obat dan orang lain. d. Jamaah haji resiko tinggi adalah jamaah haji dengan kondisi kesehatan yang secara epidemiologi beresiko sakit dan atau mati selama perjalanan ibadah haji, meliputi: 1. Jamaah haji lanjut usia 2. Jamaah haji penderita penyakit menular tertentu yang tidak boleh terbawa keluar dari Indonesia berdasarkan peraturan kesehatan yang berlaku. 3. Jamaah haji wanita hamil 4. Jamaah haji dengan ketidakmampuan tertentu terkait penyakit kronis dan atau penyakit tertentu lainnya. 5. Jamaah haji tunda adalah jamaah haji yang kondisi kesehatannya tidak memenuhi syarat untuk mengikuti perjalanan ibadah haji. (Ibid h. 9-10) 2.3. 3 Standar Kelaikan Kesehatan Jamaah Haji Standar Kelaikan Kesehatan adalah rumusan kriteria jamaah haji untuk memenuhi syarat kesehatan dalam mengikuti perjalanan ibadah haji secara mandiri, tidak membahayakan keselamatan diri sendiri dan orang lain. Penetapan memenuhi syarat kesehatan mempertimbangkan aspek- aspek sebagai berikut: a. Status kesehatan. Status kesehatan dikategorikan menjadi 4 (empat) yaitu mandiri, observasi, pengawasan dan tunda keberangkatan. b. Peraturan Kesehatan Internasional dan Ketentuan Keselamatan Penerbangan. 1. Peraturan Kesehatan Internasional menyebutkan jenis- jenis penyakit menular tertentu sebagai alasan pelarangan kepada seseorang untuk keluar- masuk antar negara, yaitu: a. Penyakit Karantina 1) Pes (plague) 2) Kolera (cholera) 3) Demam kuning (yellow fever) 4) Cacar (small pox) 5) Tifus bercak wabahi (typhus xanthomaticus infectiosal louse borne typhus) 6) Demam balik- balik (louse borne relapsing fever) 7) Penyakit menular lain yang ditentukan kemudian b. Penyakit menular, yang menjadi perhaian WHO 1) Tuberkulosis paru dengan BTA positip 2) Kusta tipe multi basiler 3) SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) 4) Avian influenza (AI) 5) Influenza A baru (H1N1) 6) Penyakit menular lain yang ditentukan kemudian Imunisasi meningitis meningkokus ACW135Y, dibuktikan dengan kartu ICV (International Certificate of Vaccination) yang sah. 2. Ketentuan Keselamatan Penerbangan a. Penyakit tertentu yang berisiko kematian dikarenakan ketinggian/ penerbangan b. Usia kehamilan 3. Jamaah haji dinyatakan tidak memenuhi syarat apabila: a. Status kesehatan termasuk kategori tunda b. Mengidap salah satu atau lebih penyakit menular tertentu pada saat di embarkasi c. Tidak memenuhi persyaratan keselamatan penerbangan. (Kemenkes RI, 2011)
2.3 Pelayanan Kesehatan Jamaah Haji
2.3. 1 Pengertian Pelayanan Kesehatan Haji Menurut Levey dan Loomba (1973) Pelayanan Kesehatan Adalah upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah, dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok, atau masyarakat.17 Sedangkan menurut Soekidjo Notoatmojo, Pelayanan kesehatan merupakan konsep yang digunakan untuk menyediakan layanan kesehatan pada masyarakat, ini merupakan sub sistem dari layanan kesehatan dimana tujuan utamanya adalah pelayanan pencegahan atau preventif dan peningkatan kesehatan (promotif) dengan sasaran masyarakat.18 Dengan kata lain pelayanan kesehatan merupakan upaya yang dilakukan baik sendiri atau bersama-sama di dalam sebuah organisasi untuk memelihara kesehatan, meningkatkan kesehatan, mencegah, dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan masyarakat. Kesehatan adalah modal dalam perjalanan ibadah haji. Tanpa kondisi kesehatan yang memadai, niscaya pencapaian ritual peribadatan menjadi tidak maksimal. Pelayanan kesehatan Haji secara umum antara lain adalah pelayanan kesehatan yang dilakukan secara berjenjang mulai dari tanah air sampai saat di Arab Saudi, yang memungkinkan setiap jamaah dapat memanfaatkan pelayanan kesehatan bagi dirinya termasuk pada saat gawat darurat sehingga jamaah haji dapat beribadah dengan baik. (Kemenkes RI, 2009) Penyelenggaraan kesehatan haji bertujuan untuk memberikan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan yang sebaik- baiknya bagi jamaah haji pada bidang kesehatan, sehingga jamaah haji dapat menunaikan ibadahnya sesuai dengan ketentuan ajaran agama Islam. Tujuan tersebut dicapai melalui upaya-upaya peningkatan kondisi kesehatan sebelum keberangkatan, menjaga kondisi sehat selama menunaikan ibadah sampai tiba kembali ke Indonesia, serta mencegah transmisi penyakit menular yang mungkin terbawa keluar/ masuk oleh jamaah haji. (Kemenkes RI, 2009) 2.3. 2 Jenis- jenis Pelayanan Kesehatan Haji a. Pemeriksaan kesehatan pertama di Puskesmas Pemeriksaan pertama dilakukan di puskesmas terdekat tempat jemaah tinggal. Saat pemeriksaan pertama inilah jemaah haji didiagnosis penyakitnya, jika diperoleh jemaah haji dengan risiko tinggi maka dilakukan peningkatan kesehatan agar penyakitnya dapat diobati dan dapat di kontrol dengan baik. Pembinaan kesehatan juga dilakukan saat pemeriksaan kesehatan pertama berlangsung. b. Pemeriksaan kesehatan kedua di Rumah Sakit Pemeriksaan kedua ini merupakan pemeriksaan rujukan dari pemeriksaan pertama pada mereka yang mengalami penyakit dengan risiko tinggi seperti jantung, hipertensi DM, dan ginjal. Selain itu pada kesempatan ini dilakukan pemberian vaksinasi Meningitis Meningkokus dan influenza. c. Pelayanan kesehatan di Embarkasi Penyelenggaraan kesehatan diembarkasi meliputi pemeriksaan dokumen kesehatan jemaah, pelayanan rawat jalan dan pelayanan rawat inap (rujukan). d. Pelayanan Kesehatan di Arab Saudi Pelayanan kesehatan jemaah haji ketika di Arab Saudi terdiri dari pelayanan rawat jalan (Kloter, BPHI Sektor dan BPHI Daker), rawat inap BPHI Sektor dan BPHI Daker serta perawatan rujukan ke RSAS. Pelayanan kesehatan penunjang yaitu pelayanan kesehatan gigi, pemeriksaan laboratorium sederhana dan pelayanan dietasi/nutrisionis. Pelayanan kesehatan pencegahan dan penanggulangan penyakit dengan melakukan pengawasan sanitasi catering, sanitasi pondokan, penyuluhan pencegahan, pemantauan jemaah haji sakit di RSAS, penyelesaian administrasi jemaah haji wafat, pemantauan, pencegahan dan penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB). (Kemenkes, 2010) 2.3. 3 Standar Pelayanan Kesehatan Haji Pelayanan kesehatan haji berpedoman pada keputusan menteri kesehatan Republik Indonesia nomor 442/Menkes/SK/VI/2009 tentang pedoman penyelenggaraan kesehatan haji Republik Indonesia. Dalam pedoman tersebut pelayanan kesehatan haji meniliki indikator sebagai berikut : a. Pengerahan Tenaga Kesehatan Pengerahan tenaga kesehatan adalah kebijakan terkait kewajiban pemerintah untuk melindungi warga negara selama menjalankan ibadah haji. Tenaga kesehatan yang dikerahkan dibagi menjadi 2(dua) kelompok grup pertama yaitu tenaga kesehatan kloter yang mendamping jemaah haji dalam kelompok dari keberangkatan, penerbangan sampai dengan diarab saudi. Kedua tenaga kesehatan non kloter atau Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) yang bertugas pada sektor, Balai Pengobatan, dan sarana kesehatan dibandara. Dalam pedoman penyelenggaraan haji indikator pengerahan tenaga kesehatan di syaratkan ketentuan sebagai berikut: 1) Minimal satu petugas kloter pernah menjadi petugas kesehatan haji 4 tahun terakhir 2) Minimal sepertiga jumlah petugas kesehatan disetiap bidang PPIH, dua tahun terakhir pernah bertugas pada bidang tugas yang sama 3) 100% petugas kesehatan mengikuti pelatihan kompetensi teknis kesehatan dan kompetensi koordinasi tim dikloter dan PPIH b. Bimbingan dan Penyuluhan Bimbingan, penyuluhan dan pelayanan kesehatan jemaah haji merupakan rangkaian kegiatan terstruktur dalam upaya meningkatkan status kesehatan dan kemandirian jemaah haji. Kegiatan bimbingan, penyuluhan dan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara bertahap atau berkesinambungan. Bimbingan dan penyuluhan dilaksanakan setelah mengetahui hasil pemeriksaan kesehatan yang dilakukan dipuskesmas, dengan bimbingan dan penyuluhan yang optimal dapat mengurangi angka kematian jemaah haji diluar sarana kesehatan. Atau yang disyaratkan dalam pedoman penyelenggaraan haji yaitu angka kematian jemaah haji diluar sarana kesehatan < 40%. c. Pelayanan Kesehatan Pelayanan kesehatan merupakan rangkaian kegiatan bersifat kontinum dan komprehensif dengan melaksanakan proses pemeriksaan kesehatan, pengobatan dan pemeliharaan kesehatan terhadap jemaah haji sesuai standar agar jemaah haji dapat melaksanakan ibadah haji yang sebaik-baiknya. Dasar pemberian pelayanan kesehatan diperoleh dari catatan medis yang dapat diperoleh informasinya dalam Buku Kesehatan Jemaah Haji (BKJH), oleh karena itu kelengkapan dokumen BKJH lebih dari 70% merupakan suatu indikator dalam pemberian pelayanan kesehatan. Informasi status kesehatan dari BKJH jemaah haji dapat dikategorikan dalam kelompok risiko tinggi (risti) dan non kelompok risiko tinggi (non risti). Selain dari status kesehatan sebelum keberangkatan ibadah haji faktor usia khususnya jemaah haji dengan usia 60 tahun keatas dikategorikan kedalam kelompok risiko tinggi, hal ini disebabkan usia tersebut memiliki kerentanan terhadap penyakit lebih tinggi. Pengelompokan ini membantu dalam pemberian prioritas pelayanan kesehatan terhadap jemaah haji. d. Pengendalian Penyakit Pengendalian penyakit merupakan upaya yang dilakukan untuk mengurangi faktor risiko terjadi/ timbulnya penyakit, misalnya dengan menerapkan lingkungan sehat dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Dalam pedoman penyelenggaraan kesehatan haji sarana gedung maupun ruangan yang dipakai disyaratkan 80% memenuhi standar sanitasi yang terdiri dari : 1) Penyediaan air minum (Water Supply) 2) Pengelolaan sampah padat, air kotor, dan kotoran manusia (Wastes Disposal meliputi sewage, refuse, dan excreta) 3) Hygiene dan sanitasi makanan (Food Hygiene and Sanitation) 4) Perumahan dan kontruksi bangunan (Housing and Construction) 5) Pengawasan vektor (Vector Control) 6) Pengawasan pencemaran fisik (Physical Pollution) 7) Hygiene dan sanitasi industri (Industrial Hygiene and Sanitation) Pedoman tersebut mensyaratkan 5 (lima) dari 7 (tujuh) kondisi yang ada dapat dipenuhi dan berfungsi dengan baik. Hal ini bertujuan untuk mengurangi jemaah haji terhindar dari kemungkinan bahaya penularan penyakit serta tidak menyebabkan gangguan terhadap kesehatan jemaah dan petugas yang berada dalam lokasi yang sama. Selain itu juga agar Jemaah haji menggunakan dan memelihara fasilitas sanitasi yang tersedia, juga agar pengelola/penanggung jawab sarana dengan upaya sendiri menciptakan sanitasi sarana.
2. Halim, Abdul. 2002. Ensiklopedi Haji dan Umroh. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 3. Kementerian Kesehatan RI. 2009. Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan Haji (Keputusan Menkes RI Nomor 442/ MENKES/ SK/ VI/ 2009. Jakarta: Sekretariat Kementerian Kesehatan RI 4. Kementerian Kesehatan RI. 2009. Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan Haji, (Kementerian Kesehatan RI: 2009. Jakarta: Sekretariat Kementerian Kesehatan RI 5. Kementerian Kesehatan RI. 2010. Pedoman Teknis Pemeriksaan Kesehatan Jamaah Haji, (Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan RI: 2010. Jakarta: Sekretariat Kementerian Kesehatan RI 6. Mulyono, Edi dan Harun Rofi’i. 2013. Panduan Praktis dan Terlengkap Ibadah Hajidan Umrah (cet.ket-1). Jogjakarta: Safira. 7. Nasution, Harun,1992. Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta: Djembatan 8. Nidjam, Ahmad. 2004. Manajemen Haji (Studi kasus dan telaah implementasi knowledge workers). Skripsi Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Walisongo Semarang. 9. Qodratilah, meity takdir. 2011. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: KTD. 10. Suin, Nurdin. 2004. Manasik Haji jelas dan Ringkas. Padang: University Press.