Anda di halaman 1dari 7

Bab 1 : Pendahuluan

A. Latar Belakang
Bencana adalah peristiwa atau kejadian yang berlebihan yang
mengancam dan menggangu aktifitas normal kehidupan masyarakat
yang secara umum bencana tersebut terjadi akibat prilaku perbuatan
manusia maupun akibat anomali peristiwa alam (Sigit, 2018). Bencana juga
merupakan kejadian baik alami maupun buatan manusia yang
menyebabkan kerusakan, gangguan ekologis, hilangnya nyawa
manusia, memburuknya layanan kesehatan (Roccaforte, 2014). Bencana
juga diartikan sebagai gangguan serius yang terjadi dan berdampak tidak
berfungsinya tatanan kehidupan di suatu komunitas atau masyarakat
serta mengakibatkan kerugian bagi manusia, dimana kerugian tersebut
meliputi kehilangan material, ekonomi atau kerusakan
lingkungan(Heylin, 2015).
Indonesia merupakan daerah yang rawan terhadap bencana alam
karena terletak pada pertemuan tiga lempeng benua yaitu lempeng
Eurasia, lempeng Pasifik dan lempeng Australia. Konsekuensi dari
pertemuan ketiga lempeng tersebut akan terjadi pergeseran antar
lempeng, terbentuknya palung samudera, lipatan, punggungan serta
patahan di busur kepulauan, sebaran gunung api juga berpotensi
terjadinya gempa bumi. Maka dari itu Indonesia sangat rawan akan
terjadinya bencana alam antara lain gempa bumi, gunung meletus, banjir,
tsunami, kekeringan serta tanah longsor dan berbagai bencana alam lainya
(Agung & Ihsan, 2018).

B. Tujuan Penulisan
Bab 2 : Tinjauan pustaka
A. Definisi bencana secara umum
B. Macam bencana di Indonesia
C. Kemungkinan Bencana yang ada di daerah
D. Penatalaksanaan bencana secara umum
Bab 3 : Studi kasus dan manajemen penanganan
Tanah longsor adalah pergerakan material berupa batuan atau tanah melalui
permukaan bidang miring yang disebut lereng. Batuan atau tanah mengalami
longsoran menuruni tebing searah dengan kemiringan lereng (Supriyono, 2014).
Tanah longsor secara umum adalah perpindahan material pembentuk lereng
berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau material laporan, bergerak ke bawah
atau keluar lereng. Secara geologi tanah longsor adalah suatu peristiwa
geologi dimana terjadi pergerakan tanah seperti jatuhnya bebatuan atau
gumpalan besar tanah(Nandi, 2007).
Tanah longsor menghasilkan pergerakan kebawah maupun kesamping dari
lereng alam maupun buatan yang memiliki kandungan material tanah, batu, tanah
timbunan buatan atau gabungan dari tanah dan batu. Secara teknis dapat dikatakan
longsoran terjadi jika kondisi lereng yang stabil berubah menjadi tidak stabil.
Ketidakstabilan terjadi karena gaya pendorong pada lereng lebih besar dari
gaya penahan. Gaya pendorong diakibatkan oleh besarnya sudut kemiringan lereng,
air, beban yang membebani tanah diatasnya serta berat jenis tanah batuan.
Sedangkan penyebab gaya penahan adalah kekuatan batuan dan kepadatan
tanah (Ilyas, 2011).
Longsor Sukabumi 2018 adalah Tanah longsor yang terjadi pada tanggal
31 Desember 2018, di Kampung Cigarehong, Dusun Cimapag, Desa Sirnaresmi,
Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.[1].Sebanyak 33 orang yang
tertimbun material tanah longsor,hingga akhir waktu pencarian, 32 orang
berhasil ditemukan meninggal dunia dan 1 orang dinyatakan hilang[2].
Kampung Cimapag, yang berada di bawah Kasepuhan Sirnaresmi berada di
lereng, dekat dengan perbatasan Banten dan Taman Nasional Gunung Halimun
Salak. Sejak semula, para penduduknya hidup secara nomaden sampai akhirnya
kampung itu didirikan antara 1941-1942, dan terus berkembang. Penduduknya hidup
dari pertanian dan peternakan. Sekitar 20 tahun yang lalu, sempat terjadi longsor —
ketika sawah belum begitu sebanyak sekarang.[3] Sejatinya, daerah yang masuk
Kampung Sirnaresmi merupakan bagian dari desa wisata yang berkontur daerah
bergunung-gunung, terletak di ketinggian 300-600 mdpl dan berjarak 23 km
darikecamatan utama, Cisolok. Selain dari bertani, masyarakat di sini menyadap
nira, pengukir bedog (sejenisgolok), pandai besi, dan pengrajin.[4]
Pada dasarnya, Sukabumi merupakan daerah yang rawan longsor, dan
bencana itulah yang paling sering terjadi selama 10 tahun terakhir.[5] Termasuk
daerah Cimapag ini, juga banyak dari daerah di Sukabumi yang berasal dari material
gunung api muda yang belum mengalami pemadatan sehingga bertanah gembur dan
rawan longsor. Sutopo dari BNP juga menyebut, daerah ini masuk zona merah yang
rawan bencana. Terlebih lagi, masyarakatnya masih banyak yang belum mendapat
pengetahuan kebencaanaan.[6][7] Selain itu pula,lereng yang berkemiringan 30
derajat,[8] tanah yang gembur lagi mudah menyerap air, alih fungsi lahan dan
pemakaian lahan untuk persawahan juga jadi penyebab terjadinya longsor.[9][10]
Kondisi tanah yang hanya ditanami tanaman berusia singkat berupa tanaman
pertanian yang tak berakar kuat, maka itulah yang juga jadi penyebab longsor.[7]
Longsor berlangsung di tempat kejadian pada pukul 17.00 WIB, pada tanggal
31 Desember 2018.[11] Longsor yang terjadi di Sukabumi ini diawali oleh
kemunculan hujan yang menimbulkan keretakan pada tanah. Setelah terjadinya
keretakan, maka mulailah terjadi kelongsoran dari mahkota longsor, menerjang, dan
terus menuruni perbukitan.[12]Keretakan yang terjadi di sana telah lama muncul
sejak 24 Desember 2018. Semakin banyaknya air yang tertahan, maka longsor pun
tak terhindarkan, mengikuti gaya gravitasi turun, dengan panjang mahkota
longsor800 m dan tebal ada yang sampai 10 m.[13] Menurut warga yang
diwawancarai BBC, hujan deras terjadi sebelum longsor, dan menjelang salat
Magrib terdengar bunyi mendengung. Begitu dilihat telah terjadi longsor.[7]Di
tengah evakuasi, longsor susulan masih terjadi. Terlebih lokasi longsor masih
diguyur hujan setiap hari.[14]Longsor susulan terjadi antara pukul 10 sampai
setengah 11 malam, dengan pergeseran tanah yang signifikan,yang menyebabkan
perubahan kontur tanah.[15]
Sebanyak 30 rumah dengan 32 kepala keluarga, dengan 101 jiwa, juga lahan
pertanian terdampak longsor.[5]Di awal evakuasi, pada 1 Januari 2019, didapati 2
orang meninggal dunia, 3 luka-luka, 61 orang mengungsi, dan 41 lainnya belum
ditemukan.[16] Perkembangan pada Sabtu, 5 Januari 2019, pada penanganan hari
ke-6,Viva mencatat dari Joshua Banjarnahor, Humas dan Protokoler Basarnas Jawa
Barat bahwa korban meninggal31 orang, luka-luka tiga orang, yang selamat 64
orang. 2 orang dinyatakan hilang/dalam pencarian.[17]Sementara Kompas.com
memberitakan pada 6 Januari 2019 di akhir masa tahap tanggap darurat operasi
pencarian mencatat bahwa 32 orang berhasil ditemukan meninggal dunia dan 1
orang dinyatakan hilang.
Pasca longsor, diadakan evakuasi di daerah sekitar tempat kejadian. Evakuasi
diadakan secara sederhana,mengingat minimnya alat berat, cuaca yang terus
berhujan, dan jalan yang berbatu lantaran padamnyalistrik.[18] Sekitar 200
meter dari rumah tertimbun longsor, diketahui jika tak berhati-hati bisa terkena
tanahlumpur berkedalaman 50 sentimeter. Keesokan harinya, di Sukabumi,
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamilyang juga meninjau kondisi lapangan juga
menyebut bahwa ⅔ daerah Sukabumi memang termasuk zonamerah, atau rawan
bencana.[19]

Bab 4 : Pembahasan
Manajemen penanggulangan bencana tanah longsor
Manajemen bencana adalah suatu proses dinamis, berlanjut dan terpadu
untuk meningkatkan kualitas langkah-langkah yang berhubungan dengan
observasi dan analisis bencana serta pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan,
peringatan dini, penanganan darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi bencana (UU RI
No. 24 Tahun 2007).
Menurut Departemen ESDM(2005) model penanggulangan bencana
dikenal sebagai tindakan kesiapsiagaan tanah longsor yang terdiri dari tiga
fase, yaitu fase pencegahan bencana, mitigasi bencana,dan tindakan kesiapsiagaan.
1. Fase pencegahan.
Ada beberapa upaya dan tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah
terjadinya bencana tanah longsor, diantaranya:
1). Tidak membakar pohon atau membakar hutan dilereng perbukitan atau
pegunungan.
2). Menanam pohon berakar kuat seperti bambu, akar wangi, dan lamtoro
di lereng-lereng yang gundul.
3). Tidak memotong tebing disekitar jalan secara tegak lurus, serta
tidak menggali tanah disekitar lereng.
4). Tidak membangun rumah dan fasilitas fisik lainnya dibawah tebing
atau ditepi sungai yang rawan erosi.
5). Mengurangi sudut kemiringan lereng dengan membuat terasering.
6). Membangun sistem pengairan yang baik dengan tujuan menghilangkan
air lereng.
2. Fase mitigasi bencana
Mitigasi bencana tanah longsor adalah upaya pengurangan risiko bencana
(PRB) dengan cara mengurangi dampak tanah longsor sampai sekecil
mungkin. Beberapa langkah awal yang dapat dilakukan dalam mitigasi
bencana tanah longsor antara lain pemetaan daerah rawan, pembuatan
prediksi, pendidikan dan latihan, pembuatan jalur dan rambu evakuasi,
pembentukan satuan tugas, dan persiapan peralatan.c.
3. kesiapsiagaanTanah longsor termasuk jenis bencana alam yang sifat kejadiannya
berulang atau rutin terjadi sehingga bencana ini sulit untuk dihindari.
Peristiwa tanah.
Longsor yang terjadi menegaskan untuk selalu siaga dalam menghadapi
bencana tersebut. Kesiapsiagaan tanah longsor adalah serangkaian tindakan yang
dilakukan untuk mengantisipasi bencana tanah longsor melalui sikap dan
tindakan yang tepat. Kesiapsiagaan diri, keluarga, sekolah, dan masyarakat akan
sangat berguna untuk mengurangi dampak bencana tanah longsor baik kerugian
harta benda maupun korban jiwa(Supriyono, 2014).
Tindakan kesiapsiagaan tanah longsor yang dapat dilakukan menurut
(Supriyono, 2014)meliputi:
A. Sebelum terjadi tanah longsor
a) Melakukan pendidikan dan latihan mitigasi bencana tanah longsor.
b) Mencatat nomor-nomor telepon penting seperti nomor telepon semua anggota
keluarga, rumah sakit, kantor polisi, pemadam kebakaran dan
lembaga kebencanaan.
c)Membuat deteksi dini bahaya tanah longsor dengan cara mengamati tingkat
curah hujan dan memeriksa stabilitas lereng secara berkala.
d)Mewaspadai tanda dan gejala tanah longsor dan bahaya yang menyertai tanah
longsor yaitu banjir, aliran material, dan kebakaran.
2. Saat terjadi bencana tanah longsor
a)Segera menghubungi aparat pemerintah atau petugas yang berwenang untuk
melakukan penanggulangan bencana tanah longsor.
b)Segera keluar rumah atau gedung dan berlindung ditempat yang aman.
c)Jika tidak memungkinkan keluar dari rumah, lingkarkan tangan dan tubuh
seperti bola untuk melindungi kepala agar tidak tertimpa atap.
d)Melakukan tindakan tanggap darurat seperti memberi pertolongan, evakuasi
dan mendengarkan informasi.
3)Setelah terjadi bencana
Setelah bencana tanah longsor terjadi, tindakan yang seharusnya dilakukan
adalah melakukan perbaikan dan pemulihan kehidupan didalam masyarakat.
Tindakan-tidakan yang sebaiknya dilakukan sesudah terjadi bencana tanah
longsor antara lain memberi bantuan darurat, rehabilitasi, rekontruksi dan
pemulihan.
Bab 5 : kesimpulan

Anda mungkin juga menyukai