Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOKINETIK

“ SIMULASI INVITRO MODEL KOMPARTEMEN FARMAKOKINETIKA“

Disusun Oleh :

Seluruh Anggota Praktikum Framakokinetik-I

Kelas : Praktikum Farmakokinetik I

Dosen Pengampu : Kumala Sari, S.Farm., M.Farm., Apt

PRODI S1 FARMASI

FAKULTAS FARMASI

INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI

2021/2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Farmakokinetika dapat didefinisikan sebagai setiap proses yang dilakukan tubuh


terhadap obat, yaitu meliputi absorbsi, distribusi, metabolism, dan eksresi. Dalam arti
sempit farmakokinetika khusus memelajari perubahan-perubahan konsentrasi dari obat-
obat dan metabolitnya di dalam darah dan jaringan (Tan, 2002)

Sebelum obat yang diberikan pada pasien tiba di dalam tubuh,obat mengalami
banyak proses obat yang dapat dibagi dalam tiga tingkatan yaitu fase biofarmasi, fase
farmakokinetik, dan fase farmakodinamik (Ganiswara, 2005). Fase farmakokinetik
berkaitan dengan masuknya zat aktif kedalam tubuh. Masuknya in vivo tersebut secara
keseluruhan merupakan fenomena fisikokimia yang terpadu dalam organ penerimaan
obat. Fase farmakokinetika ini merupakan salah satu unsur penting yang menentukan
profil keberadaan zat aktif pada tingkat biofase dan selanjutnya menentukan aktivitas
teraupetik obat (Aiache, 1995)

Pada percobaan kali ini dilakukan simulasi in vitro untuk memahami konsep
farmakokinetika suatu obat, simulasi dilakukan untuk 3 model obat yang mempunyai
dosis, harga klirens, dan volume distribusi yang berbeda. Perbedaan nilai parameter, rute
pemakaian serta dosis tersebut akan menghasilkan perbedaan profil kadar obat dalam
darah yang disebabkanoleh besaran proses absorbs, distribusi, dan eliminasi yang
berbeda.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana memahami konsep farmakokinetika suatu obat, terutama kompartemen
terbuka?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Untuk memahami konsep farmakokinetika suatu obat, terutama model kompartemen
terbuka
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Farmakokinetik dapat didefiniskan sebagai setiap proses yang yang dilakukan tubuh
terhadap obat, yaitu absorpsi, distribusi, metabolitme, dan ekresi dalam arti sempit
farmakokinetika khusus yang mempelajari konsentrasi – konsentrasi dari obat yang
metabolitnya di dalam darah dan jaringan sebagai fungsi dan waktu. Tubuh kita dapat
dianggap sebagai suatu ruanagn besar yang terdiri dari beberapa kompartemen yang terpisah
oleh membran membran sel. Sedangkan proses absorbsi, distribusi dan ekresi obat dari dalam
tubuh pada hakikatnya berlangsung dengan mekanisme yang sama. Karena proses ini
tergantung ada pada lintasan obat melalui membrane tersebut. (Tjay dan Rahardja,2002)
Model farmakokinetika merupakan model matematikan yang menggambarkan
hubungan antara dosis dan konsentrasi obat dalam setiap individu parameter dari model
menggambarkan faktor – faktor yang dipercaya dalam penentuan observasi dari konsentrasi
atau efek obat. Kegunaan menetapkan parameter farmakokinetik suatu obat adalah untuk
menkasikinetika absorpsi, distribusi dan eliminasi didalam badan. Hasil dari kajian memiliki
arti penting dalam penetapan aturan dosis. Parameter tersebut antara lain terdiri dari beberapa
parameter primer yang terdiri dari volume distribusi ( Vol ), Klirens (Cl), dan kecepatan
absorbs (Ka), parameter sekunder terdiri dari kecepatan eliminasi (K) dan waktu paruh (T1/2)
serta parameter – parameter turunan. Model farmakokinetika tersebut mempunyai aplikasi
langsung untuk terapi obat berkenan dengan menentukan aturan dosis yang sesuai
(Alache,1993)
Jalur pemberian obat ada dua yaitu intravascular dan ekstravaskular. Pada pemberian
secara intravascular, obat yang berlangsung berada di sirkulasi sitemik tanpa mengalami
absrobsi, sedangakn pemberian secara ekstravaskular umumnya obat mengalami absorbs
(Zunilda, dkk, 1995)
Kompartemen adalah suatu kesatuan yang dapat digambarkan dengan suatu volume
tertentu dan suatu konsentrasi. Perilaku oabat dalam system biologi dapat digambarkan
dengan kompartemen satu atau kompartemen dua. Kadang – kadang perlu untuk
menggunakan multikompartemen dimulai dengan determinasi apakah data eksperimen cocok
atau pas untuk modal kompartemen satu dan jika tidak pas coba dapat mencoba model yang
memuaskan. Sebenarnya tubuh manusia adalah model kompartemen multimillion
( multikompartemen ). Mengingat konsentrasi obat tiap organel berbeda – beda. ( Hakim, L.,
2014)
Model kompartemen yang sering digunakan adalah model kompartemen satu terbuka,
model ini menganggap bahwa berbagai perubahan kadar obat dalam plasma mencerminkan
perubahan yang sebanding dengan kadar obat dalam jaringan. Tetapi model ini tidak
menaggap bahwa konsentrasi obat dalam tiap jaringan tersebut adalah sama dengan berbagai
waktu. Disamping itu, obat di dalam tubuh juga tidak ditentukan secara langsung tetapi dapat
ditentukan konsentrasi obatnya dengan menggunakan cuplikan cairan tubuh. (Shargel,1998)
Dalam penetapan kadar obat dalam darah (cairan tubuh), metode yang digunakan
harus tepat, dan dalam pengerjaannya diperlukan suatu ketelitian yang cukup tinggi agar
diperoleh hasil yang akurat. Sehingga nantinya dapat menghindari kesalahan yang fatal.
Dalam analisis ini, kesalahan hasil tidak boleh lebih dari 10% (tergantung pula alat apa yang
digunakan dalam analisis) (Ritschel, 1976). Cepat, simpel, dan sensitive telah membuat
spektrofotometer UV-VIS menjadi suatu metode analisis farmasetika yang sangat popular
untuk pengukuran secara kuantitatif obat dan metabolit dalam sampel biologi. Salah satu
alasan penting atas kepopulerannya adalah karena sensitivitas dari metode ini.
Pengukuran konsentrasi obat dalam darah, serum atau plasma adalah pendekatan
secara langsung yang paling baik untuk menilai farmakokinetik obat tubuh. Darah
mengandung elemen seluler mencakup sel darah merah, sel darah putih, keeping darah dan
protein seperti albumin dan globulin. Pada umumnya serum atau plasma digunakan untuk
pengukuran obat. Untuk mendapatkan serum, darah dibekukan dan serum diambil dari
supernanant setelah disentrifugasi. Plasma diperoleh dari supernanant darah yang
disentrifugasi ditambahkan heparin. Oleh karena itu serum dan plasma tidak sama. Plasma
mengalir keseluruh jaringan tubuh termasuk semua elemen seluler darah. Dengan berasumsi
bahwa obat di plasma dalam kesetimbangan aquilibrium dengan jaringan, perubahan
konsentrasi obat akan merefleksikan perubahan konsentrasi obat di jaringan (Shergel, 1999)
BAB III

METODE PERCOBAAN

A. Alat dan Bahan :


Alat :
1. Spektrofotometer
2. Stirer magnetik
3. Tabung reaksi
4. Pipet volume
5. Gelas beker
6. Labu ukur
Bahan :
1. Rhodamin B

2. Air Suling

B. Perhitungan

Buatlah larutan baku induk 500 ppm dari 25 mg Rhodamin B yang dilarutkan dalam
50,0 ml aquadest.
Perhitungan larutan baku kerja Rhodamin B dengan cara mengencerkan larutan baku
induk dengan aquadest sampai didapat larutan dengan kadar 0,5; 1; 2; 3; 4 dan 5 ppm.

a. Larutan 0,5 ppm


V1 x C1 = V2 x C2
50 ml x 0,5 ppm = V2 x 500 ppm
50 ml x 0,5 ppm
= V2
500 ppm
0,05 ml = V2

b. Larutan 1 ppm
V1 x C1 = V2 x C2
50 ml x 1 ppm = V2 x 500 ppm
50 ml x 1 ppm
= V2
500 ppm
0,1 ml = V2
c. Larutan 2 ppm
V1 x C1 = V2 x C2
50 ml x 2 ppm = V2 x 500 ppm
50 ml x 2 ppm
= V2
500 ppm
0,2 ml = V2

d. Larutan 3 ppm
V1 x C1 = V2 x C2
50 ml x 3 ppm = V2 x 500 ppm
50 ml x 3 ppm
= V2
500 ppm
0,3 ml = V2

e. Larutan 4 ppm
V1 x C1 = V2 x C2
50 ml x 4 ppm = V2 x 500 ppm
50 ml x 4 ppm
= V2
500 ppm
0,4 ml = V2

f. Larutan 5 ppm
V1 x C1 = V2 x C2
50 ml x 5 ppm = V2 x 500 ppm
50 ml x 5 ppm
= V2
500 ppm
0,5 ml = V2

C. Bagan Cara Kerja (Pembuatan Reagen-Cara Kerja Sampel)


Metode percobaan dalam praktikum model kompartemen farmakokinetika ini
menggunakan metode kompartemen terbuka, berikut cara kerjanya :
1. Pembuatan Larutan baku kerja Rhodamin B

Dibuat larutan baku induk 500 ppm dari 25 mg Rhodamin B yang dilarutkan dalam 50,0 ml
aquadest
Dibuat larutan baku kerja Rhodamin B dengan cara mengencerkan larutan baku induk dengan
2. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
aquadest sampai didapat larutan dengan kadar 0,5;1;2;3;4 dan 5 ppm

Menentukan Panjang gelombang maksimum dengan menggunakan larutan baku kerja 2 dan
5 ppm

Diamati nilai serapan pada Panjang gelombang 400 – 800 nm

Dibuat kurva serapan terhadap Panjang gelombang dari larutan baku kerja 2 dan 5 ppm pada
kertas grafik

Menentukan Panjang gelombang maksimum

3. Pembuatan kurva baku

Dilakukan pengamatan serapan dari larutan baku kerja (1) pada Panjang gelombang
maksimum terpilih.

Dibuat table hasil pengamatan dan kurva kadar larutan baku kerja terhadap serapan pada
kertas grafik berskala sama

Hitung koefisien korelasinya dan buat persamaan garisnya

4. Simulasi model farmakokinetika in vitro

a. Intravaskular

Isi gelas beker dengan aquadest secara kuantitatif, sesuai dengan nilai Vd, kemudian jalankan
stirrer

Tambahkan Rhodamin B ke dalam gelas beaker sesuai dengan dosis yang telah ditentukan
sebelumnya (Rhodamin B yang ditambahkan, diambil dari larutan baku induk yang
disesuaikan volumenya)
Ambil sampel dari gelas beaker larutan Rhodamin B berkali-kali sebesar nilai Cl dan segera
gantikan volume yang diambil tersebut dengan aquadest sejumlah yang sama
Ukur serapan sampel pada Panjang gelombang maksimum yang telah diperoleh, gunakan
aquadest sebagai blanko

Hitung parameter farmakokinetika

Pengambilan sampel dilakukan selama 12 × 5 menit.

b. Ekstravascular

Isi gelas beker dengan aquadest secara kuantitatif, sesuai dengan nilai Vd, kemudian jalankan
stirrer

Tambahkan Rhodamin B 1/5 – 1/4 dosis kedalam beaker glass sesuai dengan dosis yang telah
ditentukan sebelumnya (Rhodamin B yang ditambahkan, diambil dari larutan baku induk yang
disesuaikan volumenya), kemudian homogenkan

Ambil larutan sampel Rhodamin B sebesar nilai C1 dan segera gantikan volume tersebut
dengan aquadest sejumlah yang sama, lakukan berulang sampai semua dosis Rhodamin B
masuk

Diambil sampel larutan Rhodamin B berkali – kali sebesar nilai C1 dan segera gantikan
volume yang diambil tersebut dengan aquadest sejumlah yang sama

Diukur serapan sampel pada panjang gelombang maksimum yang telah diperoleh, gunakan
aquadest sebagai blanko

Dihitung parameter farmakokinetika


Pengambilan sampel dilakukan 12 x 5 menit
BAB IV
HASIL PERCOBAAN

b. Intraseluler
1. Larutan Baku Induk Rhodamine B 500 ppm Dalam 50 ml
500m = 500 mg/L = 500 mg / 1000 L
5001000 L x 50 ml = 25 mg
2. Larutan Baku Seri Sebanyak 50 ml
No Kadar Volume
1 0,5 ppm 0,05 ml
2 1 ppm 0,1 ml
3 2 ppm 0,2 ml
4 3 ppm 0,3 ml
5 4 ppm 0,4 ml
6 5 ppm 0,5 ml

a. Perhitungan Intravaskuler
1) Penentuan Panjang Gelombang Maksimal

Panjang gelombang 2 ppm 5 ppm


400 nm 0,162 0,574
450 nm 0,655
500 nm 0,231 0,780
550 nm 0,496 1,082
600 nm 0,370 0,896
650 nm 0,321 0,723
700 nm 0,290 0,615
750 nm 0,265 0,591
800 nm 0,243 0,569

Didapat nilai Panjang gelombang maksimum 550 nm dikarenakan pada Panjang


gelombang didapat nilai absorbansi tertinggi yaitu 2 ppm = 0,496 dan 5 ppm =
1,08

2) Persamaan Regresi Linear Dari Absorbansi Panjang Gelombang Maksimal

Kadar Serapan
0,5 ppm 0,226
1 ppm 0,328
2 ppm 0,544
3 ppm 0,755
4 ppm 0,966
5 ppm 1,134
a = 0,129
b = 0,204
r = 0,999
y=a+bx
y = 0,129 + 0,204 x

3) Penentua Kadar Rhodamine B

Waktu sampling Kadar rhodamin


absorbansi Kadar (cp) ln Cp

5 1,226 5,351 1,677

10 1,113 4,799 1,568

15 1,001 4,253 1,447

20 0,889 3,706 1,310

25 0,809 3,316 1,198

30 0,735 2,955 1,083

35 0,652 2,550 0,936

40 0,593 2,262 0,816

45 0,531 1,959 0,672

50 0,476 1,691 0,525

55 0,447 1,549 0,437

60 0,405 1,344 0,295

 Persamaan regresi linier t vs ln cp


a = 1,822
b = - 0,025
 Laju eliminasi
k=-b
k = -(-0,025)/menit
k = 0,025/menit
 Waktu paruh
1 0,693
T x=
2 k
0,693
¿ = 27,72 menit
0,025
 Volume distribusi
Do
Vd ¿
C po
2,5
Vd = = 0,40 L
6,184
 Klirens
Cl = k x Vd
Cl = 0,025 x 0,40 = 0,01 L/menit
 AUC
Cp o
AUC =
K
6,184
AUC = = 247,36 mg.menit/L
0,025

b.Ekstravaskuler

Kadar Serapan
(ppm)

0,5 0,019 Persamaan Linier


1 0,023 a = 0,0084

2 0,054 b = 0,0322
r = 0,9730
3 0,074
y = bx + a
4 0,107
y = 0,0322x + 0,0084
5 0,172

Waktu Absorbans Cp ln Cp Cp’ (Cp’-Cp) Ln (Cp’-Cp)


i

5 0,043 1,593 0,466 9,375 7,781 2,052

10 0,068 2,375 0,865 7,596 5,201 1,649

15 0,09 3,063 1,119 6,120 3,057 1,117


20 0,107 3,594 1,279 4,943 1,349 0,299

25 0,123 4,094 1,410 3,991 -0,103 0,902

30 0,095 3,219 1,169

35 0,075 2,594 0,953

40 0,057 2,031 0,709

45 0,047 1,719 0,542

50 0,038 1,438 0,363

55 0,027 1,094 0,090

60 0,02 0,875 -0,134

Persamaan 5 titik terakhir t (40,45,50,55,60) Vs ln Cp


a = 2,452
b = -0,043
r = -0,995
y = bx + a
y = -0,043+ 2,452
Laju eliminasi
K = -b
K = 0,043 / menit
Persamaan regresi linier t (5,10,15,20,25) dan (ln Cp’ – Cp)
a = 2,298
b = -0,073
y = bx + a
y = -0,073x + 2,298
Laju absorbsi
K = -b
Ka = 0,073 menit
t max
ln ( ka/ k )
=
ka−k
ln (0,073 /0,043)
=
0,073−0,043
ln 1,698
=
0,03
0,529
= = 17,633 menit
0,03

0,693
t½=
k
0,693
t½= = 16 menit
0,043
Cp Max
= ea (e-k.t max – e-ka.t max)
= e2,298 (e-(0,043.17,633)- e-(0,073.17,633))
= e2,298 (e-0758 – e-1,287)
= 9,945 ( 0,469 – 0,276 )
= 9,945 x 0,193
= 1,1919 µg / ml
Vd
F . Do
Vd ¿
K . AUC total
1.2,5
Vd =
0,043.156,58
1.2,5
=
6,73294
= 0,37 L
Cl
= Vd x K
= 0,37 x 0,043
= 0,016 L/menit
AUC 1
5 x 1,594
=
2
= 3,98 menit/ml
AUC 2
( 1,594+2,375 ) x 5
=
2
= 9,92 µg menit/ml
AUC 3
( 2,375+3,063 ) x 5
=
2
= 13,59 µg menit/ml
AUC 4
( 3,063+ 3,594 ) x 5
=
2
= 16,64 µg menit/ml

AUC 5
( 3,594+4,094 ) × 5
¿
2

¿ 19,22 µg menit/ml

AUC 6
( 4,094+3,219 ) ×5
¿
2

¿ 18,28 µg menit/ml

AUC 7
( 3,219+ 2,594 ) ×5
¿
2

¿ 14,53µg menit/ml

AUC 8
( 2,594+2,031 ) ×5
¿
2

¿ 11,56µg menit/ml

AUC 9

1,719+ 2,031 x 5
¿ =
2

= 9,37 µg menit/ml
AUC 10

1,438+ 1,719 x 5
¿ = 7,89 µg menit/ml
2

AUC 11

1,094+1,438 x 5
¿
2

= 6,33 µg menit/ml

AUC 12

0,875+1,094 x 5
¿
2

= 4,92 µg menit/ml

AUC ∞

Cpakhir
¿
k

0,875
¿ = 20,35 µg menit/ml
0,043

AUC Total = AUC 1- 12 + AUC ∞

= 156,58 µg menit/ml

BAB IV

PEMBAHASAN

Model farmakokinetik merupakan model matematika yangmenggambarkan hubungan
antara dosis dan konsentrasu obat dalam setiap individu. Parameter dari model
menggambarkan faktor-faktor yang dipercaya penting dalam penentuan observasi dari
konsentrasi suatu efek obat efek obat. Parameter tersebutantara lain terdiri dari beberapa
parameter antara lain parameter primer yang terdiri dari volume distribusi (Vd), klerens (CI)
dan kecepatan absorbs (Ka), parameter sekunder terdiri dari kecepatan eliminasi (K) dan
waktu paruh (t ½), serta parameter-parameter turunan. Model farmakokinetik tersebut
mempunyai aplikasi langsung untuk terapi obat berkenaan dengan menentukan aturan dosis
yang sesuai (Aiache, 1993).

Kompartemen adalah suatu kesatuan yang dapat digambarkan dengan suatu volume


tertentu dan suatu konsentrasi. Perilaku obat dalam sistem biologi dapat digambarkan dengan
kompartemen satu atau kompartemen dua (Hakim, L., 2014).

Jenis – jenis model farmakokinetik tubuh manusia. Model 1 kompartemen. Menurut


model ini, tubuh dianggap sebagai 1 kompartemen tempat obat menyebar dengan seketika
dan merata ke selruh cairan dan jaringan tubuh. Model ini terlalu sederhana sehingga untuk
kebanyakan obat kurang tepat. Model 2 kompartemen. Tubuh dianggap terdiri atas
kompartemen sentral dan kompartemen perifer. Kompartemen sentral terdiri dari darah dan
berbagai jaringan yang banyak dialiri darah seperti jantung, paru, hati, ginjal dan kelenjar –
kelenjar endokrin. Kompartemen perifer adalah berbagai jaringan yang kurang dialiri darah
misalnya otot, kulit, dan jaringan lemak. Model 2 kompartemen ini pada prinsipnya sama
dengan model kompartemen 1, bedanya hanya dalam proses distribusi karena adanya
kompartemen perifer, eliminasi tetap dari kompartemen sentral. Model ini ternyata cocok
untuk banyak obat (Ganiswarna, 2005).

Model kompartemen yang sering digunakan adalah model kompartemen satu terbuka,
model ini menganggap bahwa berbagai perubahan kadar dala, plasma menverminkan
perubahan sebanding dengan kadar obat dalam jaringan. Tetapi model ini tidak menganggap
bakaw konsentrasi obat dalam tiap jaringan tertsebut adalah sama dengan berbagai di
samping itu, obat didalam tubuh juga tidak ditentukan secara langsung, tetapi dapat ditentuka
nkonsentrasi obatnya dengan menggunakan cuplikan cairan tubuh (Shargel, 1998).

Jalur pemberian obat ada 2 yaitu intravascular dan ekstravascular. Pada pemberian
secara ekstravascular obat akan langsung berada di sirkulasi sistemik tanpa mengalami proses
absorbsi terlebih dahulu (Zunilda, dkk., 1995).

Pada praktikum kali ini yaitu percobaan simulasi invitro model kompartemen satu
terbuka dengan dua jalur yaitu intravascular dan ekstravascular. Percobaan ini bertujuan
untuk memahami konsep farmakokinetika suatu obat, terutama pada model kompartemen
satu terbuka. Percobaan ini menggunakan model farmakoknetik secara in vitro. Dalam
metode ini suatu wadah digambarkan sebagai kompartemen tubuh dimana obat mengalami
profil farmakokinetik dari distribusinya hingga eliminasi obat. Sampel yang digunakan dalam
percobaan ini adalah methylene red , yang akan diuji aktivitas farmakokinetikanya dengan
metode model invitro secara intravascular dan ekstravascular.

1. Intravaskular
Tahap awal pada percobaan ini yaitu pembuatan larutan baku induk 500 ppm dari 25
mg Rhodamin B dalam 50 ml aquadest. Lalu dibuat baku standart dengan mengencerkan dari
larutan baku induk dengan aquadest sampai didapat larutan dengan kadar 0,5 : 1 : 2 : 3 : 4 dan
5 ppm. Kemudian dilakukan penentuan panjang gelombang maksimum menggunakan larutan
baku standart 2 dan 5 ppm lalu diamati nilai serapan panjang gelombang 400-800 nm. Setelah
ditemukan panjang gelombang maksimumny, kemudian dibuat kurva baku dengan
mengamati serapan dari larutan baku standart. Pada panjang gelombang maksimum yang
terpilih hingga didapatkan persamaan liniernya.

Kadar Serapan
0,5 0,226
1 0,328 a = 0,1295
2 0,544
b = 0,2049
3 0,755
4 0,966
5 1,134

Tahap kedua dari percobaan ini yaitu menambahkan Rhodamin B kedalam gelas
beaker yang berisi 895 ml (Vd) aquadest dan 5 ml Rhodamin B sehingga diperoleh total Vd
dalam gelas beaker tersebut adalah 900 ml, kemudian diaduk ad homogen dan ditunggu 5
menit. Setelah 5 menit , diambil 100 ml dari beaker glass untuk diukur absorbansinya.
Kemudian ditambahkan kembali kedalam beaker glass aquadest sebanyak 100 ml (seperti
menggantikan larutan yang diambil sebelumnya). Pengambilan sampel dari beaker glass
dilakukan selama 12 × 5 menit. Setiap sampel yang diambil diukur serapannya pada
gelombang maksimum yang telah diperoleh menggunakan aquadest sebagai blankonya.
Tahap ini menggunakan spektrofotometer UV-Vis untuk menentukan kadar Rhodamin B
yang diekskresikan per satuan waktu.
Dari hasil pengamatan dapat diketahui bahwa konsentrasi Rhodamin B mengalami
penurunan kadar sebanding dengan selang waktu dari larutan yang diambil. Pada menit ke 5
didapatkan kadar 5,351 ppm, pada menit ke 10 didapatkan kadar 4,799 ppm, pada menit ke
15 didapatkan kadar 4,253 ppm, pada menit ke 20 didapatkan kadar 3,306 ppm, pada menit
ke 25 didapatkan kadar 3,3162 ppm, pada menit ke 30 didapatkan kadar 2,055 ppm, pada
menit ke 35 didapatkan kadar 2,550 ppm, pada menit ke 40 didapatkan kadar 2,262 ppm,
pada menit ke 45 didapatkan kadar 1,959 ppm, pada menit ke 50 didapatkan kadar 1,691
ppm, pada menit ke 55 didapatkan kadar 1,549 ppm dan pada menit terakhir yaitu pada
menit ke 60 didapatkan kadar 1,344 ppm sehingga dapat dilihat bahwa laju eliminasii dari
larutan Methylen red semakin menurun seiring dengan pertahanan waktu. Dari data tersebut
menghasilkan grafik menurun mulai dari cuplikan 2, dikarenakan pada rute ini obat langsung
mencapai konsentrasi 100% dan di distribusikan tanpa adanya tahapan absorpsi obat.

Dari pemberian obat melalui intravascular dapat diketahui parameter primer yang
menunjukkan profil farmakokinetikanya yaitu volume distribusi yang diilustrasikan oleh
larutan dalam gelas beaker sebesar 0,808 L. Vd merupakan volume hipotesis cairan tubuh
yabg akan diperlukan untuk melarutkan jumlah total obat pada konsentrasi yang sama seperti
yang ditentukan dalam daerah (Ansel, 2006). Selanjutnya yaitu klirens sebesar 0,020/menit.
Klirens menggambarkan eliminasi obat yang merupakan jumlah volume cairan yang
mengandung obat yang dibersihkan dari kompartemen tubuh setiap waktu tertentu
(Mustshler, 1986).

Dari parameter sekunder yang menunjukkan profil farmakokinetikanya yaitu t ½


sebesar 27,75 menit, t ½ merupakan waktu yang diperlukan tubuh untuk mengeliminasi obat
sebanyak 50% dari kadar semula. Selanjutnya yaitu harga K sebesar 0,025/menit, hasil K ini
diperoleh dari regresi linier antara t. Vs. LnCp nilai b= -0,025 sehingga k= -b (K= -(-0,025)=
0,025).

Dari parameter turunan salah satunya AUC dari sample Methylen red didapatkan
nilai AUC sebesar 247,6 mg.ml/menit. AUC (Area Under Curve) adalah permukaan
dibawah kurva/grafik yang menggambarkan naik turunnya kadar plasma sebagai fungsi
waktu. AUC ini dapat digunakan untuk membandingkan kadar masing-masing plasma obat
bila penentuan kecepatan eliminasinya tidak mengalami perubahan (Waldon, 2008).

2. Ekstravaskular
Tahap awal yang dilakukan pada simulasi invitro ekstravaskuler dengan
menggunakan Rhodami-B, yaitu dengan melarutkan Rhodamin-B 25 mg kedalam 50 ml
aquades kemudian diencerkan hingga diperoleh konsentrasi 0,5 ; 1 ;2 ; 3 ; 4 ; 5 ppm.
Pembuatan larutan baru digunakan untuk menentukan panjang gelombang maksimum pada
spektrofotometer visibel. Setelah diketahui panjang gelombang maksimum lalu dikukur
serapan dari semua konsentrasi larutan yang telah dibuat menggunakan spektrofotometer
panjang gelombang 580 nm sehingga diperoleh nilai absorbansi pada konsentrasi 0,5 ; 1 ;2 ; 3
; 4 dan 5 berturut-turut 0,019 ; 0,023 ; 0,054 ; 0,074 ; 0,107 ; 0,172. Dari data tersebut
diperoleh nilai A= - 0,008 ; B= 0,032 ; r= 0,973. Dari data tersebut diperoleh persamaan
regresi linear (y= a+bx) y = -0,008 + 0,032x. Regresi linear tersebut menunjukan data
memiliki ketelitian yang cukup bagus karena berdasarkan pustaka, nilai regresi yang
sempurna adalah mendekati 1 (Cahyadi, 1985)

Tahap kedua adalah tahap pemberian obat dengan rute ekstravaskular. Dalam rute
ekstravaskular terjadi proses absorbsi, distribusi dan eliminasi orde pertama artinya proses
tersebut sebanding dengan jumlah obat yang belum mengalami proses tersebut. (Setyawati,
2005)

Setelah dilakukan pengukuran serapan pada panjang gelombang 580 nm didapatkan


absorbansi pada menit ke 5, 10 ,15, 20, 25, 30, 35 ,40 ,45, 50, 55 dan 60 berturut-turut adalah
0,043 ; 0,068 ; 0,090 ; 0,107 ; 0,123 ; 0,095 ; 0,075 ; 0,057 ; 0,047 ; 0,038 ; 0,027 ; 0,027 ;
0,020. Sehingga dari data tersebut didapat nilai (C) pada masing-masing waktu berturut=turut
adalah 1,593 ; 2,375 ; 3,062 ; 3,593 ; 4,093 ; 3,218 ; 2,593 ; 2,031 ; 1,178 ; 1,437 ; 1,093;
0,875mg/L.

Selanjutnya menentukan kecepatan waktu eliminasi (K) yang diperoleh dari regresi
linear t Vs in Cp pada 3 data terakir sehingga diperoleh nilai A= 2,625 ; B= -0,045 oleh
karena B= -K, maka nilai K adalah 0,049/menit. Berikutnya adalah menentukan waktu paruh.
Waktu paruh yang di beri simbol T1/2 merupakan waktu yang diperlukan tubuh untuk
mengeliminasi obat sebanyak 50% dari kadar semula. Obat dengan T1/2 pendek akan berada
didalam tubuh dibanding dengan yang mempunyai T1/2 panjang. Pada aplikasinya, obat
dengan T1/2 pendek perlu diberikan dengan interval waktu lebih pendek misalya diberikan 2-
3 kali sehari untuk mempertahankan kadar efektif didalam darah. (Hakim, 2011)

Hasil dari praktikum diperoleh t1/2 sebesar 15,4 menit. Untuk nilai kecepaan absorbsi
(Ka) diperoleh 0.231/menit . tetapan absorbsi ka menggambarkan kecepatan absorbsi, yaitu
masuknya obat kedalam sirkulasi sistemik dari absorbsinya (saluran cerna pada pemberian
oral, jaringan otot pada pemberian intramuscular). (Iveal, 2006).

Berdasarkan praktikum, diperoleh nilai cp maksimal sebesar 4,004 mg/L. Pada kadar
puncak ini, kecepatan absorbsi sama dengan kecepatan eliminasi obat. Waktu yang
diperlukan untuk mencapai cp maksimal adalah T maksimal dan berdasarkan praktikum
diperoleh sebesar 14,350 menit.

Kemudian terdapat parameter total AUC dari sampel Rondamin B didapatkan nilai
sebesar 27,245 mg menit/L. AUC ( area under cerve) adalah permukaan dibawah kurva
(grafik) yang menggambarkan naik atau turunnya kadar plasma sebagai fungsi dari waktu.
AUC dapat dihitung secara matematis dan merupakan ukuran untuk bioavabilitas suatu obat.
AUC dapat digunakan untuk membandingkan kadar masing-masing plasma obat bila
penentuan kecepatan eliminasinya tidak mengalami perubahan (waldan, 2008).

Proses distribusi diilustrasikan oleh larutan dalam gelas beaker. Parameter


farmakokinetik yang digunakan yaitu volume distribusi (vd) yang merupakan voume
hipotesis cairan tubuh yang akan diperlukan untuk melarutkan jumlah total obat pada
konsentrasi yang sama seperti yang ditemukan dalam darah (Ansel,2006). Berdasarkan hasil
praktikum nilai vd sebesar 0,166 L.

Klirens merupakan parameter farmakokinetik yang menggambarkan eliminasi obat


yang merupakan jumlah volume cairan yang mengandung obat yang dibersihkan dari
kompartemen tubuh setiap waktu tertentu (Mutschler, 1999). Berdasarkan praktikum
didapatkan nilai klirens sebesar 0,007 L/menit.
BAB VI

KESIMPULAN

Dari pembahasan tersebut dapat disimpulkan diantaranya Model farmakokinetika


merupakan model matematika dimana menggambarkan hubungan antara dosis dan
konsentrasi obat dalam setiap individu serta model kompartemen yang sering dilakukan
adalah model kompartemen satu terbuka. Jalur pemberian obat dibagi menjadi dua yaitu
jalur intravaskuler san jalur ekstravaskuler. Simulasi model in vitro farmakokinetika
digunakan untuk menguji profil farmakokintetika obat dalam suatu wadah yang
digambarkan seperti kompartemen darah dalam tubuh sebagai tempat didistribusikan dan
dieliminasikannya obat.

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan. Pada rute pemberian intravaskuler


Diketahuiprofilfarmakokinetika dari beberapa parameter yaitu parameter primer berupa V
d sebesar 0,40 L dan Klirens (Cl) sebesar 0,01 L/menit. Parameter sekunder yang
diketahui yaitu berupa t1/2 sebesar 27,72 menit dan harga Ke sebesar 0,025/menit
sedangkan parameter turunan yaitu AUC dari sampel didapatkan nilai sebesar 247,36
mg.menit/Lsedangkan untuk rute pemberian ekstravaskuler didapatkan Persamaan Linear
y = 0,0322x + 0,0084 dengan harga ka (laju absorbsi) sebesar 0,073 menit, tmax sebesar
17,633 menit , t1/2 sebesar 16 menit, cp max sebesar 1,1919 µg/ml, Vd sebesar 0,37 L,
nilai Cl sebesar 0,016 L/menit , dan nilai AUC Total sebesar 156,58 µg menit/ml.
BAB VII

DAFTAR PUSTAKA

Aiache, J.M., 1993, Farmasetika 2, Airlangga University Press

Ansel, H.C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi diterjemahkan oleh Farida Ibrahim,
Edisi IV, Hal 576-595, Universitas Indonesia Press, Jakarta

Ganiswara, S.G., Setiabudy, R., Suyatna, D.F., Purwantyastuti, Nafrialdi.(2005).Farmakologi


dan Terapi.Edisi Keempat. Jakarta : Farmakologi Fakultas Kedokteran. Universitas
Indonesia.

Hakim, L., 2014. Farmakokinetik. Yogyakarta: Bursa Ilmu.

Mutchsler Ernst. E, V. Dinamika Obat , ITB.1999 Press: Jakarta

Tan,H.T dan Rahardja . 2002. Obat-Obat Penting. Gramedia Pustaka Umum. Jakarta

Shargel, L., dan Yu, A. B. C., 1988, Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan
diterjemahkan oleh Siti Sjamsiah, Edisi Kedua, Hal 85-99, Airlangga University Press,
Surabaya

Zunilda, S.B, dan F.D, Suyatna, 1995, Pengantar Farmakologi. Dalam Farmakologi dan
Terapi Edisi kelima. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia Press.

Waldon, D.J. (2008). Pharmacokinetic and Drug Metabolism. Cambridge: Amgen, Inc., One
Kendall Square, Building 1000, USA.
LAMPIRAN

1. Apa yang dimaksud dengan model farmakokinetik dan mengapa diperlukan


model farmakokinetika ? sebutkan macamnya?
Jawab : Model farmakokinetik adalah model yang dirancang untuk
menggambarkan dinamika obat di dalam tubuh. Dari model farmakokinetik dapat
dikembangkan model matematika berupa persamaan differensial yang dapat
mendeskripsikan dinamika obat di dalam tubuh. Namun demikian, tubuh manusia
terdiri dari jaringan-jaringan yang sangat kompleks sehingga sangat sulit untuk
dimodelkan. Karena itu dalam model farmakokinetik dibutuhkan suatu
penyederhanaan model yang cukup representatif untuk menggambarkan dinamika
tersebut, antara lain adalah model kompartemen. Hingga saat ini model kompartemen
masih merupakan tulang punggung dari farmakokinetik. Model satu kompartemen
mengasumsikan tubuh berada dalam keadaan yang homogen dan obat terdistribusi
cepat secara merata. Model dua kompartemen mengasumsikan tubuh terdiri atas
sebuah kompartemen pusat (kompartemen dengan distribusi cepat) dan sebuah
kompartemen peripheral (kompartemen dengan distribusi yang lebih lambat).
Model farmakokinetika dapat memberikan penafsiran lang lebih teliti tentang
hubungan kadar obat dalam plasma dan respons farmakologis.
Model farmakokinetikl digunakan untuk I
l. Memprediksi kadar obat dalam plasma, jaringan, dan urine pada berbagd
pengaturan dosis.
2.Menghitung pengaturan dosis optimum untuk tiap pasien perindividual
3. Memperkirakan kemungkinan akumulasi obat dan atau metabolit-metabolit
4. Menghubungkan konsentrasi obat dengan akyivitas farmakologik atau toksikologis.
5. Menilai perubahan laju atau tingkat availabilitas antarformulasi bioekuivalensi
6. Menggambarkan perubahan faal atau penvakit yang mempeugaruhi adsorbsi
distribusi atau eliminasi obat.
7. Menjelaskan interaksi obat.
Macam-macam model farmakokinetika
1.Model Kompartemen :
Model kompartemen Jika konsentrasi dan ikatan obat dalam jaringan
diketahui, model farmakokinetika fisiologis, yang didasarkan atas jaringan
sesungguhnya dan aliran darah 1,ang bersangkutan, menggambarkan data secara
realistik. Model farrnakokinetika fisiologis sering digunalan dalam menggambarkan
distribusi obat pada binatang, karena cuplikan jaringan tersedia dengan mudah untuk
penetapan kadar. Pada sisi lain, cuplikan jaringan sering tidak tersedia untuk subjek
marrusia, sehingga sebagian besar model fisiologis mengasumsikan rata-rata suatu
seri aliran darah untuk subjek individual. Sebaliknya, karena kompleksitas tubuh,
kinetika obat dalam tubuh serirrg kali disederhanakan dinvatakan melalui satu atau
lebih tanki, atau kompartemen, yang berhubungan satu dengan lain secara rerersibel.
Suatu kompartemen bukan nerupakan daerah fisiologis atau anaton)is rrrata tetapi
dianggap sebagai suatu jaringan atau kelompok jaringan yang mempun)'ai aliran
darah dan afinitas obat serupa. Dalam masing-masing kompartemen, obat dianggap
terdistribusi secara urerata- Pencamprrran obat-obat dalam suattr kompartemen cepat
dan lrornogen dan dianggap "diaduk dengan baik- sehingga konsentrasi obat mewakili
konsentrasi rata-rata, dan masing-masing molekul obat mempun\ai kemungkinan yang
sama untuk meninggalkan kompartemen- Tetapan laju digunakan untuk menyatakan
serrrua proses laju obat masuk dan keluar dari kompartemen. llodel merupakan suatu
sistern yang terbuka karena obat dapat dieliminasi dari sistem tersebut. Model
kornparternen didasarkan atas anggapan linier yang menggunakan persamaan
tliferensial lirrie.
2.Model mammillary
Suatu model kompartemen memberi suatu cara sederhana pengelompokan
semua jaringan ke dalam satu atau lebih kompartemen di mana obat bergerak ke dan
dari kompartemen sentral atau plasma. Model mammillary merupakan rnodel yang
paling umum digunakan dalarn farmakokinetika. Model mammilarry merupakan
suatu sistem yang berhubungan sangat erat, karena seseorang dapat mengestimasi
jumlah obat dalam dalam berbagai kompartemen sistem setelah obat dimasukkan ke
dalam suatu kompartemen tertentu. Dalam model kompartemen senral, obat
ditambahkan ke dan dieliminasi dari suatu komparternen sentral. Kompartemen
sentral mewakili plasma dan jaringanjariugan yang perfusinya tinggi dan secara cepat
berkesetimbangan dengan obat. Bila suatu dosis obat intravena diberikan, obat secara
langsung masuk ke dalam kompartemen sentral. Eliminasi obat teradi dari
kompartemen sentral karena organ-organ yang terlibat dalam eliminasi obat, terutama
ginjal dan hati, merupakan jaringan yang diperfusi dengan baik. Dalam suatu model
kompartemen dua, obat dapat bergerak antara kompartemen sentral atau plasma ke
dan dari komparternen jaringan. Walau kompartemen jaringan tidak mewakili suatu
jaringan tertentu, kesetimbangan massa memperhitungkan obat yang ada dalam semua
jaringan. Dalam modet ini, jumlah total obat dalam tubuh secara sederhana
merupakan penjumlahan obat yang ada dalam kompartemen sentral ditambah obat
yang ada dalam kornpartemen jaringan. Dengan mengetahui parameter baik
kompartemen satu atau dua, seseorang dapat mengestimasi jumlah obat yang tinggal
dalam tubuh dan jumlah obat lang dieliminasi dari tubuh pada berbagai waktu. Model
kompartemen sentral terutama bermanfaat bila informasi tentang jaringan sedikit
diketahui.
3.Model Cartenary
Dalam farmakokinetika, model mammillary harus dibedakan dengan macam
model kompartemen yang lain yang disebut model catemory. Model catzrnary terdiri
atas kompartemen-kompartemen yang bergabung satu dengan yang lain menjadi satu
deretan kompartemen . Sebaliknya, model mammillary terdiri atas satu atau lebih
kompartemen yang mengelilingi suatu kompartemen sentral seperti satelit. Oleh
karena model caternary tidak dapat dipakai pada sebagian besar organ yang
fungsional dalam tubuh yang secara langsung berhubungan dengan plasma, model ini
digunakan tidak sesering model mammillary.
4.Model Aliran atau farmakokinetik fisiologis
Model farmakokinetika fisiologis juga dikenal sebagai model aliran atau
perfusi darah, model farmakokinetika yang didasarkan atas data anatomis dan
fisiologis. Model menggambarkan data secara kinetik, dengan pertimbangan bahwa
aliran darah bertanggung jawab untuk distribusi obat ke berbagai bagian tubuh.
Ambilan obatobat ke dalam organ ditentukan oleh ikatan obat dalam jaringan ini.
Sebaliknya untuk mengestimasi volume distribusi_ jaringan, digunakan volume
jaringan sesungguhnya. Oleh karena ada beberapa jaringan organ dalam tubuh,
masingmasing volume jaringan harus diperoleh dan konsentrasi obatnya
digambarkan. Model secara potensial akan meramalkan konsentrasi obat
sesungguhnya, yang mana model kompartemen dua gagal melakukannya. Sayangnya,
banyak informasi yang diperlukan untuk menggambarkan suatu model fisiologis
secara memadai yang secara eksperimental sulit untuk diperoleh. Walau ada
keterbatasan ini, model farmakokinetika fisiologis memberi pengertian yang lebih
baik bagaimana faktorfaktor fisiologis dapat mengubah distribusi obat dari satu
spesies binatang ke yang lain. Perbedaan besar lainnya digambarkan di bawah.
Pertama, tidak dibutuhkan pencocokan data dalam model perfusi- Konsentrasi obat
dalam berbagai jaringan diperkirakan melalui ukuran jaringan organ, aliran darah, dan
melalui percobaan ditentukan perbaadingan obat dalamjaringan-darah (yakri partisi
obat antarajaringan dan darah). Kedua, aliran darah, ukuran jaringan dan
perbandingan obat dalam jaringandarah dapat berbeda sehubrrngan dengan ktitfii'i
patofisiologis tertentu. Oleh karena itu, dalam model fisiologis pengaruh perubahan-
perubahan ini terhadap distribusi obat harus diperhitungkan.
2. Apa yang dimaksud dengan Volume Distribusi dan Klirens suatu obat?
Jawab : Volume distribusi (Vd) merupakan parameter farmakokinetik yang
tergantung pada model farmakokinetik yang dipilih untuk mendeskripsikan hubungan
kadar obat setiap waktu. Nilai Vd bukanlah nilai absolut untuk menyatakan atau
mengestimasi jumlah obat yang berada dalam tubuh atau jumlah obat yang
dieliminasi keluar tubuh pada waktu tertentu setelah pemberian suatu dosis. Volume
distribusi tidak memiliki arti fisiologis sesungguhnya. Vd digunakan untuk
mengkarakterisasi distribusi obat dalam tubuh. Vd juga dapat dianggap sebagai
volume tempat obat terlarut. JIka jumlah obat dibagi dengan volume distribusi maka
akan didapatkan kadar obat. Sebagian obat memiliki volume distribusi yang lebih
kecil atau sama dengan masa tubuh. Sebaliknya obat lain memiliki volume distribusi
dengan nilai beberapa kali masa tubuh, yang artinya obat terpusat pada jaringan
ekstravaskular, hanya sedikit dalam intravaskular. Suatu obat yang memiliki ikatan
obat protein besar, memiliki Vd yang rendah karena ada kemungkinan obat akan
berada dalam vaskuler dalam jumlah besar sehingga pada pengukuran kadar obatnya
dalam vaskuler menjadi tinggi. Ikatan obat protein plasma atau dengan jaringan
perifer mempengaruhi Vd secara bermakna. Estimasi volume distribusi dinyatakan
sebagai prosentase berat badan (Vd=%bb). (Shargel et al., 2005).
Klirens obat (Cl) merupakan ukuran efisiensi proses eliminasi obat keluar
tubuh. Klirens obat menyatakan volume cairan plasma yang dibersihkan dari obat per
satuan waktu (L/jam atau ml/menit) (Shargel et al., 2005). Klirens merepresentasikan
volume distribusi dan tetapan laju eliminasi obat (Ke) dan Ke = 0,693/t1/2. Perubahan
klirens dan volume distribusi dipengaruhi oleh kondisi fisiologis dan patofisiologis
dan bersifat saling tergantung (Benet, 1982)
3. Parameter farmakokinetika yang dikaitkan dengan jumlah obat dalam tubuh
untuk mengukur kadar obat dalam plasma adalah : Parameter Turunan
Jawab : Parameter Turunan yaitu, parameter yang tidak hanya bergantung
pada parameter primer tetapi juga besaran-besaran lainnya.contoh dari parameter
turunan adalah waktu mencapai kadar puncak (tmaks), kadar puncak (cpmaks) dan
area under curve (AUC). Kadar puncak adalah kadar tertinggi yang terukur dalam
darah atau serum atau plasma. AUC adalah permukaan dibawah kurva (grafik) yang
menggambarkan naik turunnya kadar plasma sebagai fungsi waktu. AUC dapat
digunakan untuk membandingkan kadar masing-masing plasma obat bila penentuan
kecepatan eliminasinya tidak mengalami perubahan (Tjay dan Rahardja, 2007)
4. Jelaskan factor dari timbulnya variabilitas kadar obat dalam plasma setelah dosis yang
sama diberikan pada pasien yang berbeda?

Jawaban: Faktor dari timbulnya variabilitas kadar obat dalam plasma setelah dosis
yang sama diberikan pada pasien yang berbeda adalah

Berat badan: obat yang bersifat lipofilik ketika terjadi kenaikan berate badan makan
volume distribusinya pun akan mengalami peningkatan sehingga kadar obat yang bersifat
hidrofilik tidak berpengaruh ketika terjadi kenaikan berat badan .

Aliran darah: Semakin cepat aliran darah, kecepatan absorbsi semakin besar sehingga
obat lebih cepat dimetabolisme atau berada dalam plasma.

Protein Plasma: albumin salah satunya apabila obat banyak yang terikat kuat pada protein
plasma mempunyai Vd yang kecil serta kadar obat dalam darah tinggi.

Anda mungkin juga menyukai