Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. S DENGAN FRAKTUR TERBUKA


CRURIS DEXTRA DI RUANG TERATAI UPTD PUSKESMAS NGAWEN
KABUPATEN BLORA

DISUSUN OLEH:

RENA KARTIKANINGTYAS UTAMI

P1337420920078

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

2020/2021

1
HALAMAN PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. S DENGAN FRAKTUR TERBUKA


CRURIS DEXTRA DI RUANG TERATAI UPTD PUSKESMAS NGAWEN
KABUPATEN BLORA

OLEH :

Rena Kartikaningtyas Utami

P1337420920078

Disahkan oleh pembimbing pada tanggal :

Disetujui oleh :

Pembimbing Klinik, Pembimbing Akedemik,

Nurwanto Adi Prakoso, S. Kep., Ners. Siswanto, S. Pd., S. Kep., Ners., M. Kes.
NIP. 19801211 200604 1 006 NIP. 19620723 198403 1 002

2
ABSTRAK

Latar belakang : Penanganan fraktur di masyarakat masih kurang sesuai biasanya


masyarakat membalut dengan kain yang seadanya, tidak steril dan balutan terlalu kencang.
Dampaknya terjadi aliran darah yang kurang lancar dan kurangnya oksigen sehingga dapat
menyebabkan nekrosis. Penanganan yang tepat seperti pembidaian dan penutupan luka sangat
diperlukan.
Tujuan : mengidentifikasi respon pasien setelah dilakukan pembidaian.
Hasil : Pembidaian dapat menurunkan tingkat nyeri dari VAS 8 menjadi 6. Hal ini
dikarenakan pergeseran tulang dapat menimbulkan impuls syaraf yang dihantarkan saraf
motorik dapat menuju ke otak sehingga muncul sensari nyeri.
Simpulan : Skala nyeri turun menjadi 6 setelah dilakukan pembidaian.
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Fraktur atau patah tulang adalah suatu kondisi dimana kontinuitas jaringan tulang
dan/atau tulang rawan terputus secara sempurna atau sebagian yang disebabkan oleh
rudapaksa atau osteoporosis (Smeltzer, 2013). Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat
pada tahun 2011-2012 terdapat 5,6 juta orang meninggal dunia dan 1,3 juta orang
menderita fraktur akibat kecelakaan lalu lintas. Tingkat kecelakaan transportasi jalan di
kawasan Asia Pasifik memberikan kontribusi sebesar 44% dari total kecelakaan di dunia,
yang didalamnya termasuk Indonesia. Menurut Depkes RI 2011, dari sekian banyak
kasus fraktur di Indonesia, fraktur pada ekstermitas bawah akibat kecelakaan memiliki
prevalensi yang paling tinggi diantara fraktur lainnya yaitu sekitar 46,2%. Dari 45.987
orang dengan kasus fraktur ekstermitas bawah akibat kecelakaan, 19.629 orang
mengalami fraktur femur, 14.027 orang mengalami fraktur eruris, 3.775 orang
mengalami fraktur tibia, 970 orang mengalami fraktur pada tulang-tulang kecil di kaki
dan 336 orang mengalami fraktur fibula.
Terjadinya fraktur tersebut termasuk didalamnya insiden kecelakaan, cedera
olahraga, bencana kebakaran, bencana alam dan lain sebagainya. Berdasarkan riset
Kesehatan Dasar (RISKESDAS) oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Depkes RI
tahun 2013 didapatkan data kecenderungan peningkatan proporsi cedera transportasi
darat (sepeda motor dan darat lain) dari 25,9% pada tahun 2007 menjadi 47,7%.
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) oleh Badan Penelitian dan
Pengembangan Depkes RI tahun 2007 di Indonesia terjadi kasus fraktur yang disebabkan
oleh cedera antara lain karena jatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma benda
tajam/tumpul. Dari 45.987 peristiwa terjatuh yang mengalami fraktur sebanyak 1.775
orang (3,8 %) dari 20.829 kasus kecelakaan lalu lintas, yang mengalami fraktur sebanyak
1.770 orang (8,5 %) dari 14.127 trauma benda tajam atau tumpul, yang mengalami
fraktur sebanyak 236 orang (1,7 %), kasus cidera 5,8 % mengalami patah tulang
(fraktur).
Jika penanganan yang salah bisa mengakibatkan komplikasi yang lebih lanjut
seperti infeksi, kerusakan syaraf, kerusakan pembuluh darah hingga kerusakan jaringan
lunak yang lebih lanjut. Penanganan fraktur di masyarakat masih kurang sesuai biasanya
masyarakat membalut dengan kain yang seadanya dan tidak steril, membungkus tangan
yang terjadi patah tulang dengan kardus yang seadanya, memberikan gendongan dari
kain, membawa pasien ke tempat pijat sanggal putung dan langsung memindahkan
pasien ke pinggir jalan tanpa mengetahui komplikasi pada patah tulang jika
pertolongannya salah (Gusti, 2015). Oleh karena itu perlu intervensi tepat untuk
mencegah adanya dislokasi yaitu dengan pembidaian.
Pembidaian adalah berbagai tindakan dan upaya untuk mengistirahatkan bagian
yang patah. Pembidaian adalah suatu pertolongan pertama pada cedera/trauma system
muskuluskeletal untuk mengistirahatkan (imobilisasi) bagian tubuh kita yang mengalami
cedera dengan menggunakan suatu alat. Pembidaian ini bertujuan untuk mengurangi dan
menghilangkan rasa nyeri, mencegah pergerakan patah tulang yang dapat mengakibatkan
kerusakan jaringan lunak sekitarnya (Smeltzer, 2013). Berdasar uraian di atas, penulis
tertarik mengangkat asuhan keperawatan pada pasien dengan fraktur.

2. WOC
Terlampir
BAB II
LAPORAN KASUS

Tanggal Pengkajian : 14 Juni 2021 Ruang/RS : Teratai


Jam : 08.30 WIB UPTD Puskesmas Ngawen

A. BIODATA
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. S
Umur : 43 tahun
Alamat : Todanan
Pendidikan : S1 Pendidikan
Pekerjaan : PNS
Agama : Islam
Tanggal masuk dan pengkajian/jam: 14 Juni 2021/08.00 WIB
Diagnosa medis : Open fraktur 1/3 distal tibia fibula
Penjamin : Jasa Rahrja
2. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn. P
Umur : 55 tahun
Agama : Islam
Alamat : Todanan
Pekerjaan : PNS
Hubungan dengan pasien : Suami
B. KELUHAN UTAMA
Nyeri
C. RIWAYAT KEPERAWATAN
a. Riwayat Keperawatan Sekarang
Pasien dibawa polisi pada pagi hari dengan mobil patroli polisi ke UGD
Puskesmas Ngawen Kabupaten Blora post kecelakaan tunggal menabrak jalan
berlubang. Pasien mengatakan terpental, jatuh ke samping dan tertindih motor.
Awalnya keluarga menghendaki pasien untuk dibawa ke Sangkal Putung akan tetapi
setelah diberikan penjelasan oleh perawat, keluarga menyetujui pasien untuk dirujuk
ke RSUD Dr. R. Soetijono Blora meskipun sementara harus dirawat di ruang rawat
inap Puskesmas Ngawen sambil menunggu tersedia ruangan di RSU Blora. Saat ini
pasien merasa lemah, mata berkunang-kunang, dan mengeluh sulit menggerakkan
kaki kanannya.
b. Riwayat Keperawatan Dahulu
Pasien sebelumnya belum pernah dirawat di rumah sakit dan belum pernah
mengalami kecelakaan.
c. Riwayat Keperawatan Keluarga
Dalam keluarga pasien, tidak memiliki riwayat penyakit jantung maupun
Diabetes Mellitus.
d. Riwayat Alrgi
Pasien tidak memiliki alergi pada makanan maupun obat-obatan.

D. PENGKAJIAN MENGACU POLA FUNGSIONAL GORDON


1. Pola manajemen dan persepsi kesehatan
Keluarga klien mengatakan saat ada keluarga yang sakit langsung dibawa ke
pelayanan terdekat seperti puskesmas untuk mendapatkan pengobatan lebih lanjut.
2. Pola nutrisi dan metabolism
a. Asupan nutrisi : Ny. S mendapatkan nutrisi yang didapat dari diit yang disediakan
oleh puskesmas.
b. Asupan cairan : Ny. S mendapatkan cairan dari terapi infuse RL 24 tpm
c. Pengkajian ABCD
- A (Antropometri):
Tinggi Badan : 150 cm
Berat Badan : 59 kg
Lingkar Lengan Atas : 24 cm
- B (Biochemical)
Hb : 10 g/dl
- C (Clinical Sign)
Turgor baik kembali kurang dari 2 detik, konjungtiva tidak anemis, rambut hitam.
- D (Diit intake)
Tinggi Kalori Tinggi Protein
INPUT OUTPUT

Minum : 1000 ml BAK: 1.500 ml

Infus : 1500 ml IWL : 15x59= 885 ml

Makan : 200 ml BAB : 0 ml

Jumlah : 2700 ml Jumlah : 2350 ml

Balance Cairan : Input –Output

: 2700 ml – 2350 ml = 350 ml

3. Pola eliminasi
a. Sebelum sakit : klien BAB 1x/ hari dengan konsistensi lembek, berwarna kuning
dengan bau khas. Pasien BAK 10 x/ hari.
b. Saat sakit : klien belum BAB, BAK terukur dengan kateter urin
4. Pola istirahat dan tidur
 Sebelum sakit : kebutuhan tidur klien tercukupi yaitu 6-8 jam/hari.
 Saat sakit : Klien mengatakan tidur dengan baik
5. Pola aktivitas dan latihan
1) Sebelum sakit : klien dapat melakukan aktifitas secara mandiri saat bekerja
maupun di rumah.
2) Saat sakit : Klien melakukan aktivitas dibantu oleh suaminya
Penilaian mobilisasi
Ny. S mengatakan selalu melibatkan suami bila ingin duduk di atas tempat tidur dan
miring kanan kiri

Tingkat Aktivitas/Mobilisasi Kategori

Tingkat 0 Mampu merawat diri sendiri secara penuh.

Tingkat 1 Memerlukan penggunaan alat.

Tingkat 2 Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain.

Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain, dan


Tingkat 3
peralatan.

Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan


Tingkat 4
atau berpartisipasi dalam perawatan.

Ny. S skor 3 dalam melakukan aktivitas


Penilaian Kekuatan Otot

Skala Kategori

0 Paralisis total atau tidak ditemukan adanya kontraksi pada otot

1 Hanya mengalami kontraksi otot bukan sendi

Adanya kekuatan otot sendi seperti fleksi namun tidak bisa melawan
2
gravitasi

3 Otot mampu melawan gravitasi tetapi tidak bisa mempertahankan posisi

Otot mampu melawan gravitasi, mempertahankan posisi lalu diberi


4
benda jatuh

Otot mampu melawan gravitasi, mempertahankan posisi lalu diberi benda


5
tidak jatuh

Observasi Ny. S mampu kontraksi dengan kekuatan otot

5 5

2 5

ADL menurut indeks barthel


NO INDIKATOR SKALA KETERANGAN
1. Personal hygiene 6
2. Mandi 6
3. Makan 6
4. Toileting 6
5. Naik turun tangga 6
6. Berpakaian 6
7. Kontrol BAB 6
8. Kontrol BAK 6
9. Ambulasi atau 6
memakai kursi roda
10. Transfer kursi roda ke 6
bed
TOTAL 60 Ketergantungan total
(1-24)
Ketergantungan berat
(25-49)
Ketergantungan sedang
(50-74)
Ketergantungan ringan
(75-90)
Ketergantungan
minimal (91-99)
Jadi, Tingkat ketergantungan tergolong sedang
6. Pola peran dan hubungan
Setelah sakit klien tidak dapat menjalankan perannya dengan maksimal sebagai
istri dan ibu untuk keluarganya. Hubungan dengan keluarga baik.
7. Pola persepsi kognitif dan sensori
1) Persepsi dan Sensori :
- Penglihatan Baik
- Pendengaran Baik
- Penciuman Baik
- Pengecapan Baik
- Perabaan Baik
2) Kognitif
Ny. S mampu menyebutkan tempat,waktu, jam dan orang disekitarnya. Ny. S
mengatakan mengetahui kondisinya saat ini.
8. Pola persepsi diri dan konsep diri
- Body Image : Klien percaya diri dengan seluruh tubuhnya
- Identitas Diri : Klien adalah seorang perempuan
- Harga Diri : Klien ingin cepat sembuh dan tidak ada masalah dengan
jantungnya.
- Peran Diri : Ny. S adalah seorang istri dan ibu dari anaknya.
- Ideal Diri : Klien tetap yakin akan sembuh dari penyakitnya dan ingin cepat
pulang supaya bisa menjalani perannya sebagai istri dan ibu dengan nyaman dan
tidak ada gangguan yang membuat klien mengalami keterbatasan aktivitas.
9. Pola seksualitas dan reproduksi
Tidak ada gangguan pada pola seksualitas dan reproduksi.
10. Pola mekanisme koping
Klien selalu terbuka dengan perawat maupun dengan keluarganya. Terbukti kalau
ditanya oleh perawat tentang apa yang dirasakan saat ini klien selalu terbuka untuk
menjawab. Klien dalam memutuskan suatu permasalahan diskusi dengan keluarganya.
Saat ini klien menghadapi permasalahannya dengan bertanya kepada ahlinya dan tidak
menghindari permasalahan mengenai penyakitnya.
11. Pola nilai dan kepercayaan
Sebelum sakit, klien masih menjalankan ibadah setiap hari layaknya kewajiban sebagai
seorang muslim dan selama sakit klien tetap melaksanakan kewajiban untuk ibadah dan
berdo’a semoga lekas sembuh.
12. Kebutuhan Aman dan Nyaman
Ny. S mengeluh nyeri sekali di bagian kaki kanan.
P : fraktur cruris
Q : seperti mencengkram
R : ekstremitas kanan bawah
S : skala 8
T : setiap waktu

E. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan Umum : lemah
Kesadaran : E4V5M6 composmentis
b. Tanda-tanda Vital
Nadi : 94 x / menit
Pernapasan : 20 x / menit
Suhu Tubuh : 36,60 C
Tekanan Darah : 90/70 mmHg

Capillary Refill Time : <2 detik, akral hangat, tidak sianosis.

. Pemeriksaan Fisik (head to toe)


1) Kepala
Mesencephalon, kulit kepala kotor, pertumbuhan rambut merata, tidak ada
lesi, benjolan maupun nyeri tekan
a) Mata
Inspeksi : refleks terhadap cahaya baik, pupil isokor, sklera tidak
ikterik, conjuctiva tidak anemis
b) Telinga
Inspeksi : simetris, bersih tidak ada serumen, tidak terdapat lesi, dan
fungsi pendengaran masih baik, daun telinga simetris
c) Hidung
Inspeksi : bersih, tidak terdapat polip, tidak ada deviasi posisi pada
septum nasi, tidak bernapas dengan cuping hidung
d) Mulut dan Bibir
Inspeksi : bentuk bibir normal, tidak terdapat bengkak, mukosa bibir
lembab, bibir berwarna pink, tidak ada stomatitis, gigi bersih, lidah
bersih, tidak ada caries.
e) Leher
Inspeksi : tidak ada distensi vena jugularis, bentuk leher normal
Palpasi : tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid
2) Thorax
a) Paru – paru
Inspeksi : simetris, tidak terdapat jejas, pergerakan dada simetris,
tidak terdapat tarikan dinding dada
Palpasi : Tactile fremitus bergetar sama kuat pada dada kanan dan
kiri yang disebut simetris
Perkusi : seluruh lapang paru sonor
Auskultasi : suara vesikuler dan tidak terdapat suara tamabahan
seperti ronki maupun wheezing
b) Jantung
Inspeksi : tidak terdapat jejas, ictus cordis tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba kuat
Perkusi : batas atas di ICS II, batas kiri di ICS V mid clavikula
sinistra, batas kanan ICS IV di mid sternum dxtra dan
batas bawah di ICS V
Auskultasi : terdengar suara SI dan SII reguler dan tidak ada suara
jantung murmur ataupun gallop
c) Abdomen
Inspeksi : bentuk abdomen cembung
Auskultasi : terdapat suara bising usus 20x/menit
Perkusi : terdengar timpani
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan di semua kuadran
d) Ekstremitas atas dan bawah
(1) Ektremitas atas : Terdapat luka lecet pada tangan kanan dan bahu
kanan
(2) Ekstremitas bawah : Ada luka robek dengan panjang 10 cm dan
dalam 1 cm dan perdarahan masif di bagian 1/3 distal tibia fibula
kanan, tampak patahan tulang pada bagian dalam luka, dan
terdengar krepitasi.
e) Kuku dan kulit
Tidak terdapat sianosis, turgor kulit baik.

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. LABORATORIUM
Hasil Laborat tanggal 14 Juni 2021 :
Hemoglobin : 10
Leukosit : 9.569
Trombosit : 167.000
Hematokrit : 31 %
Golongan Darah : A
Rapid Tes Covid : Non Reaktif

2. TERAPI
TERAPI RUTE FUNGSI
Cairan kristaloid yang
mengandung kalsium, kalium,
RL 20 tpm Intravena laktat, natrium, klorida dan air
untuk hidrasi cairan dan
memenuhi kebutuhan elektrolit
Asam Mefenamat 500 mg Per oral Anti inflamasi Non Steroid yang
menghambat sintesis
prostaglandin dan sebagai
analgesik perifernya, serta
memiliki efek menaikkan asam
lambung
Mengurangi dan menghentikan
perdarahan dengan menghambat
Asam traneksamat 500mg Per oral
hancurnya bekuan darah yang
sudah terbentuk
Menurunkan asam lambung dan
Ranitidine 25mg Per oral mengurangi sensasi terbakar
pada ulu hati
Menghambat pertumbuhan
Amoxicillin 500 mg Per oral bakteri yang menyebabkan
infeksi pada luka terbuka.
G. ANALISA DATA
TANGGAL / MASALAH
N
JAM DATA FOKUS ETIOLOGI KEPERAWATAN TTD
O
(SDKI)
1. Senin, 14 Data subjektif Gangguan Gangguan mobilitas
Juni 2021 Saat ini pasien mengeluh sulit musculoskeletal fisik
menggerakkan kaki kanannya. Rena
Jam 08.30 (D. 0054)
WIB Data objektif
Tampak patahan tulang pada
bagian dalam luka di bagian 1/3
distal tibia fibula kanan dan
terdengar krepitasi

Indeks barthel ketergantungan


tergolong sedang (60)
Penilaian mobilisasi tingkat 3 :
Memerlukan bantuan,
pengawasan orang lain, dan
peralatan.
Kekuatan otot
5 5

2 5

2. Senin, 14 Data subjektif Trauma dan Hipovolemia


Juni 2021 Saat ini pasien merasa lemah dan Perdarahan (D. 0023)
Rena
Jam 08.30 mata berkunang-kunang.
WIB
Data objektif
 TD : 90/70mmHg, HR :
94x/menit dan kekuatan nadi

lemah, SpO2 97%, S : 36,5 ,

Capillary Refill Time : <2


detik, akral hangat, tidak
sianosis.
 Ada luka robek dengan
panjang 10 cm dan dalam 1
cm dan perdarahan massif di
bagian 1/3 distal tibia fibula
kanan, tampak patahan tulang
pada bagian dalam luka, dan
terdengar krepitasi.

3. Senin, 14 Data subjektif Agen cedera Nyeri akut


Juni 2021 Ny. S mengeluh nyeri sekali di fisik (trauma) (D. 0077)
Rena
Jam 08.30 bagian kaki kanan
WIB Data objektif
VAS 8 (Visual Analogue Scale)
P : fraktur cruris
Q : seperti mencengkram
R : ekstremitas kanan bawah
S : skala 8
T : setiap waktu
(PPNI, Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan indikator Diagnostik, 2016)
PERUMUSAN DIAGNOSA
a. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan musculoskeletal
2) Hipovolemia berhubungan dengan trauma dan perdarahan
3) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (trauma)
b. Prioritas Masalah
DIAGNOSA TANGGAL
NO TTD
KEPERAWATAN DITEMUKAN TERATASI
Hipovolemia berhubungan 14 Juni 2021 Belum teratasi
1. dengan trauma dan perdarahan
Rena
Gangguan mobilitas fisik 14 Juni 2021 Belum teratasi
2. berhubungan dengan gangguan
Rena
musculoskeletal
Nyeri akut berhubungan dengan 14 Juni 2021 Belum teratasi
3. agen cedera fisik (trauma)
Rena
H. PERENCANAAN
TUJUAN DAN
N
TGL/ JAM DIAGNOSA HASIL YANG INTERVENSI TTD
O
DIHARAPKAN
1. Senin, 14 Hipovolemia Setelah dilakukan 1. Monitor tanda dan
Juni 2021 berhubungan dengan tindakan selama 3 x gejala perdarahan
Rena
Jam 08.30 trauma dan 24 jam diharapkan masif.
perdarahan.
WIB hipovolemia dapat 2. Monitor tekanan
teratasi dengan darah dan parameter
keriteria hasil : hemodinamik
- Perdarahan 3. Lakukan balut tekan
berkurang 4. Pertahanakn akses
- Kekuatan nadi intravena.
meningkat
- Tekanan darah
dan frekuensi
nadi membaik.

2. Senin, 14 Gangguan Setelah dilakukan 1. Pembidaian


Juni 2021 mobilitas fisik tindakan selama 3 x 2. Pencegahan jatuh
Rena
Jam 08.30 berhubungan 24 jam jam 3.Relaksasi otot
WIB dengan gangguan diharapkan gangguan progressife
musculoskeletal mobilitas fisik dapat 4. Pengecekan kulit
teratasi dengan 5. Rencanakan pasien
keriteria hasil : untuk dirujuk
- Pergerakan sendi
minimal
- Koordinasi
pergerakan baik
3. Senin, 14 Nyeri akut Setelah dilakukan 1. Manajemen nyeri
Juni 2021 berhubungan tindakan selama 3 x 2. Memberi dukungan
Rena
Jam 08.30 dengan agens 24 jam diharapkan emosional
WIB cedera fisik nyeri dapat teratasi 3. Pemberian analgesik
dengan keriteria hasil : dan antihistamin
- Skala VAS 4. Monitor tanda-tanda
menjadi 6 vital
- Klien tidak
menunjukkan
ekspresi nyeri
- Tanda-tanda
Vital dalam batas
normal
TD : 120/80
mmHg
HR : 60-100 x /
menit
(Keliat, Mediani, & Tahlil, 2018) (Nurarif & Kusuma, 2015) (PPNI, 2018)
I. IMPLEMENTASI
DIAGNOSA
NO TGL IMPLEMENTASI RESPON TTD
KEP.
1. 14 Juni Hipovolemia 1. Monitor tanda dan Subjektif :
2021 berhubungan dengan gejala perdarahan Pasien mengatakan
trauma dan Rena
s. d. masif. matanya sudah tidak
perdarahan.
17 Juni 2. Monitor tekanan berkunang-kunang.
2021 darah dan parameter Objektif :
hemodinamik Luka sudah dibalut tekan
3. Lakukan balut tekan Perdarahan berkurang
4. Pertahanakn akses Nadi teraba kuat
intravena TD = 100/80 mmHg
N = 80 x / menit
2. 14 Juni Gangguan 1. Melakukan Subjektif
2021 mobilitas fisik pembidaian Ny. S mengatakan sangat
Rena
s. d. berhubungan 2. Melakukan sakit apabila kaki kanan
17 Juni dengan gangguan pencegahan jatuh digerakkan
2021 musculoskeletal dengan mengunci Objektif
railside dan roda Kaki sudah terfiksasi
tempat tidur klien Pergerakan sendi sudah
3. Mengantarkan ke minimal
ruang radiologi
4. Merencanakan
pasien untuk dirujuk
ke RSU Blora.
3. 14 Juni Nyeri akut 1. Mengajarkan Subjektif
2021 berhubungan relaksasi napas Ny. S mengatakan sangat
Rena
s. d. dengan agens dalam nyeri pada kaki kanan
17 Juni cedera fisik 2. Memberikan obat
2021 Ketorolac Objektif
trometamol 30mg VAS 6
dan Ranitidine 25mg P : fraktur cruris
melalui intravena Q : seperti tertusuk
R : ekstremitas kanan
bawah
S : skala 6
T : setiap waktu
TD : 100/80mmHg
HR : 80x/menit
J. EVALUASI
TANGGAL DIAGNOSA
NO EVALUASI TTD
/ JAM KEPERAWATAN
1. Kamis, 17 Hipovolemia S:
Juni 2021 berhubungan dengan Pasien mengatakan matanya sudah tidak
trauma dan perdarahan Rena
Jam 08.30 berkunang-kunang.
WIB O:
Luka sudah dibalut tekan
Perdarahan berkurang
Nadi teraba kuat
TD = 110/80 mmHg
N = 80 x / menit
A:
Masalah teratasi
P:
Lakukan rujukan ke RSUD Blora untuk rencana
perawatan luka lebih lanjut.
2. Kamis, 17 Gangguan mobilitas S
Juni 2021 fisik berhubungan Ny. S mengatakan sangat sakit apabila kaki
Rena
Jam 08.30 dengan gangguan kanan digerakkan
WIB musculoskeletal O
Pergerakan sendi minimal
Koordinasi pergerakan baik
Kaki sudah terfiksasi
A
Masalah teratasi
P
Lakukan rujukan ke RSUD Blora untuk rencana
tindakan ORIF.
3. Kamis, 17 Nyeri akut S
Juni 2021 berhubungan dengan Ny. S mengatakan sangat nyeri pada kaki kanan
Rena
Jam 08.30 agens cedera fisik O
WIB VAS 6
P : fraktur cruris
Q : seperti tertusuk
R : ekstremitas kanan bawah
S : skala 6
T : setiap waktu
TD : 110/80mmHg
HR : 80x/menit
A
Masalah belum teratasi
P
Lakukan teknik farmakologi dan non
farmakologi setiap kali nyeri datang.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Analisa kasus
Berdasarkan pengkajian didapat Ny. S diukur TD : 90/70 mmHg, HR : 94x/menit

dan kekuatan nadi lemah, SpO2 : 97%, S : 36,5 , Capillary Refill Time : <2 detik, akral

hangat, tidak sianosis, pitting edema : baik, tidak ada distensi vena jugularis, tidak ada
suara jantung tambahan seperti gallop maupun murmur, Ada luka robek dengan panjang
10 cm dan dalam 1 cm dan perdarahan massif di bagian 1/3 distal tibia fibula kanan,
tampak patahan tulang pada bagian dalam luka, dan terdengar krepitasi. Kemudian Ny. S
mengeluh nyeri
P : fraktur cruris S : skala 8
Q : seperti mencengkram T : setiap waktu
R : ektremitas kanan bawah
Gangguang mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam kebebasan bergerak untuk
pergerakan fisik tertentu pada bagian tubuh baik satu atau lebih ekstremitas. Batasan
karakteristik untuk menegakkan diagnosa tersebut adalah postur tubuh yang tidak stabil
selama melakukan kegiatan rutin harian, keterbatasan kemampuan untuk melakukan
ketrampilan motorik kasar dan motorik halus, pergerakan minimal, tidak ada koordinasi
atau pergerakan yang tersentak-sentak, keterbatasan ROM, kesulitan berbalik, dan
perubahan gaya berjalan.
B. Analisa intervensi keperawatan
Ekstremitas bawah memiliki fungsi yang lebih berarti dalam mobilitas seseorang,
beberapa fungsi dari ekstremitas bawah yang juga tercantum dalam Lower Extremity
Functional Scale yang digunakan untuk mengukur fungsi ekstremitas bawah di antaranya
adalah kemampuan melakukan pekerjaan, hobi, rekreasi dan olahraga, duduk, berdiri,
berjalan dan berlari. Intervensi pembidaian dapat mempengaruhi struktur tulang dan
mengurangi tingkat nyeri. Adapun artikel yang menyebutkan hubungan pemasangan
balut bidai dengan penurunan intensitas nyeri pada Pasien Fraktur di Ruang IGD RSUD
Pandan Arang Boyolali. Berdasarkan hasil penelitian diketahui p-value = 0,043 < 0,05,
sehingga Ha diterima dan Ho ditolak, artinya bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara pemasangan balut bidai dengan penurunan intensiats nyeri pada Pasien Fraktur di
Ruang IGD RSUD Pandan Arang Boyolali (Widiyastuti, 2017).
Adanya pembidaian akan membuat otot–otot skelet yang mengalami spasme
perlahan berelaksasi, sehingga dapat menurunkan intensitas nyeri. Ketika terjadi fraktur,
bagian- bagiannya tak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara tidak alamiah
(gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid seperti normalnya. Otot akan berespon secara
alamiah, yaitu dengan berkontraksi, tujuannya adalah untuk membebat dan melindungi
daerah yang cedera. Kontraksi terus menerus akan menyebabkan nyeri. Spasme otot
yang menyertai fraktur juga merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk
meminimalkan gerakan antar fragmen tulang (Price & Wilson, 2011).
Secara fisiologis nyeri timbul ketika ujung-ujung syaraf yang disebut nosiseptor
dipengaruhi oleh stimulus berbahaya, sehingga menciptakan impuls syaraf. Impuls ini
mengalir dengan cepat ke sumsum tulang belakang melalui syaraf sensorik. Impuls ini
akan segera didorong ke otak, otak akan memproses sensasi nyeri, kemudian
meresponnya melalui jalur motorik untuk menghentikan tindakan yang menimbulkan
nyeri (Sjafiq, 2006).
Pembidaian dapat menyangga atau menahan bagian tubuh agar tidak bergeser atau
berubah dari posisi yang dikehendaki, sehingga menghindari bagian tubuh agar tidak
bergeser dari tempatnya dan dapat mengurangi/ menghilangkan rasa nyeri. Pemasangan
balut bidai yang baik dapat menurunkan pendarahan secara nyata dengan mengurangi
gerakan dan meningkatkan pengaruh tamponade otot sekitar patahan. Menurut Suwanto
(2014) menjelaskan bahwa dampak dari pemberian bidai dapat menurunkan intensitas
nyeri. Setelah mengetahui dampak dari pembidaian yang ternyata dapat mengurangi
intensitas nyeri pada pasien fraktur yang akan dioperasi, maka implementasi yang
dilakukan untuk menurunkan skala nyeri dilakukan dengan teknik pembidaian, teknik ini
merupakan metode efektif untuk mengurangi rasa nyeri pada klien yang mengalami nyeri
kronik ketika mengalami penanganan awal di IGD. Pemberian balut bidai yang sempurna
dapat mengurangi ketegangan otot, rasa jenuh dan kecemasan sehingga mencegah
menghambatnya stimulasi nyeri.
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Terjadinya fraktur mengakibatkan adanya kerusakan syaraf dan pembuluh darah
yang dapat menimbulkan nyeri. Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional
yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang actual maupun
potensial. Dalam manajemen nyeri banyak pasien dan tenaga kesehatan cenderung
memandang obat sebagai satu-satunya metode untuk menghilangkan nyeri. Banyak
intervensi keperawatan nonfarmakologis yang dapat membantu dalam
menghilangkan nyeri.
Salah satu upaya untuk menurunkan atau mengurangi nyeri atas trauma yang
terjadi pada pasien tersebut adalah pembidaian. Pembidaian/splinting adalah tehnik
yang digunakan untuk mengimobilisasi atau menstabilkan ekstremitas yang cedera.
Imobilisasi menurunkan nyeri, bengkak, spasme otot, perdarahan jaringan, dan risiko
emboli lemak. Tindakan pembidaian ini dapat mengurangi VAS dari 8 menjadi 6
dikarenakan membuat struktur tulang sesuai anatomi tubuh dan mencegah impuls
saraf motorik menuju ke otak.
B. Saran
1. Bagi institusi pendidikan
Sebagai bahan pembelajaran klinik kebutuhan dasar kegawatdaruratan
berdasarkan evidence based nursing pada kasus fraktur
2. Bagi perawat klinis
Perlu adanya kajian manajemen pengelolaan pasien fraktur yang tepat agar dapat
diterapkan SOP (Standar Operasional Prosedur) yang benar dan menguntungkan
bagi pasien.
3. Bagi klien dan keluarga
Meningkatkan wawasan mengenai perawatan klien dengan fraktur saat di rumah
sakit dan di rumah.
DAFTAR PUSTAKA

Suwanto. (2014). Pengaruh Pemasangan Bidai terhadap Intensitas Nyeri pada Pasien
Fraktur di IGD RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Surakarta: Universitas Sahid Surakarta.
Widiyastuti, Dewi. (2017). Hubungan pemasangan balut bidai dengan penurunan intensitas
nyeri pada pasien fraktur di ruang IGD RSUD Pandan Arang Boyolali. Surakarta:
Stiker Kusuma Husada

Anda mungkin juga menyukai