Anda di halaman 1dari 19

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tiap waktu kita tidak bisa terlepas dari komunikasi, karena komunikasi
merupakan kegiatan yang selalu dilakukan dalam kehidupan sehari-hari manusia.
Bahkan semenjak kita lahir kita telah berkomunikasi dengan pesan-pesan non
verbal. Komunikasi merupakan usaha manusia dalam menyampaikan isi
pernyataan kepada manusia lain. Dalam definisi komunikasi terdapat kata usaha,
ini berarti bahwa manusia harus berusaha agar komunikasi berjalan dengan efektif
dan sesuai dengan tujuan yang diharapkan.

Suatu komunikasi selalu terdapat suatu hambatan, hambatan tersebut bisa


terdapat pada unsur-unsur komunikasi yaitu pada komunikator, isi pesan,
komunikan, media, dan feedback. Namun seorang komunikator harus bisa
mengatasi semua itu untuk mencapai komunikasi yang efektif terhadap seorang
komunikan yang ditujunya. Sebagaimana kita tahu bahwa komunikasi akan
berjalan efektif jika antara satu pihak dan pihak lainnya memiliki sesuatu yang
kurang lebih sama, baik tujuan, latar belakang maupun pengalaman. Selain itu
budaya-budaya yang berbeda juga bisa menjadi hambatan dalam berkomunikasi.

Salah satu cabang ilmu komunikasi adalah komunikasi antar budaya seperti
yang akan penulis bahas pada saat ini. Komunikasi Antar Budaya dalam
pandangan (Tubbs, Moss:1996) mengandung pengertian: “Komunikasi antar
budaya adalah komunikasi yang terjadi di antara orang-orang yang memiliki
kebudayaan yang berbeda (bisa beda ras, etnik, atau sosioekonomi, atau gabungan
dari semua perbedaan ini. Kebudayaan adalah cara hidup yang berkembang dan
dianut oleh sekelompok orang serta berlangsung dari generasi ke generasi.

Komunikasi lintas budaya adalah komunikasi yang terjadi di antara orang-


orang yang memiliki kebudayaan yang berbeda (bisa beda ras, etnik, atau
sosioekonomi, atau gabungan dari semua perbedaan ini”. Menurut Stewart L.

1
Tubbs,komunikasi lintas budaya adalah komunikasi antara orang-orang yang
berbedabudaya (baik dalam arti ras, etnik, atau perbedaan-perbedaan sosio
ekonomi).Kebudayaan adalah cara hidup yang berkembang dan dianut oleh
sekelompok orang serta berlangsung dari generasi ke generasi.

Sedangkan Hamid Mowlana menyebutkan komunikasi lintas budaya


sebagai human flow across national boundaries. Misalnya; dalam keterlibatan
suatu konfrensi internasional dimana bangsa-bangsa dari berbagai negara
berkumpul dan berkomunikasi satu sama lain. Sedangkan Fred E. Jandt
mengartikan komunikasi lintas budaya sebagai interaksi tatap muka di antara
orang-orang yang berbeda budayanya. Dalam komunikasi antar budaya, kita
berusaha untuk memahami cara berkomunikasi dari setiap orang yang berbeda-
beda budaya dan tentu ini bukan perkara yang mudah untuk dilakukan karena kita
harus terus belajar untuk memahami setiap kebudayaan sebab kebudayaan yang
ada di dunia ini begitu banyak.

Jadi, komunikasi antar budaya menurut Samovar dan Porter (1972) yaitu
komunikasi antar budaya terjadi manakal bagian yang terlibat dalam kegiatan
komunikasi tersebut membawa latar belakang budaya pengalaman yang berbeda
yang mencerminkan nilai yang dianut oleh kelompoknya berupa pengalaman,
pengetahuan dan nilai.

Dalam suatu komunikasi antar budaya Homofili dan Heterofili termasuk ke


dalam prinsip komunikasi antar budaya. Dimana prinsip-prinsip tersebut
merupakan sebuah proses komunikasi yang dijalankan oleh manusia-manusia
antara budaya sehingga bisa mencapai suatu tujuan komunikasi. Masalah
mengenai homofili dan heterofili juga menjadi salah satu alasan mengapa penulis
ingin membahasnya dalam makalah ini.

2
1.2 Perumusan Masalah

Dengan memperhatikan latar belakang tersebut, agar dalam penulisan ini


penyusun memperoleh hasil yang diinginkan, maka penyusun mengemukakan
beberapa rumusan masalah. Rumusan masalah tersebut adalah :

1. Apakah sebenarnya homofili itu?


2. Apakah sebenarnya heterofili itu?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1. Mengetahui definisi dan pengertian tentang homofili dalam proses
komunikasi antar budaya.
2. Mengetahui definisi dan pengertian tentang heterofili dalam proses
komunikasi antar budaya.

1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini adalah :
1. Mahasiswa dapat mengetahui pengertian dari homofili dan heterofili
dalam komunikasi antar budaya
2. Untuk pemahaman lebih lanjut tentang homofili dan hetrofili dalam
komunikasi antar budaya

1.5 Ruang Lingkup


Makalah ini membahas mengenai prinsip-prinsip komunikasi dalam
kontek kebudayaan yaitu homofili dan heterofili beserta dengan contoh
kasusnya.

3
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Prinsip Homofili dalam Komunikasi Antar Budaya

Secara etimologis istilah homofili berasal dari Bahasa Yunani “homoios”


yang berarti “sama”. Pengertian secara harfiah homofili berarti komunikasi
dengan orang yang sama. Homofili adalah suatu keadaan yang menggambarkan
derajat pasangan perorangan yang berinteraksi yang memiliki kesamaan dalam
sifat (attribute), seperti dalam kepercayaan, nilai, pendidikan, status sosial, dan
sebagainya. Prinsip Homofili adalah sejauh mana pasangan yang berinteraksi itu
mirip dalam ciri-ciri tertentu. Dalam suatu situasi orang-orang yang saling
berinteraksi yang komunikator bebas memilih seseorang dari sejumlah
komunikan, maka akan terdapat kecenderungan yang kuat untuk memilih
komunikan yang lebih menyamai si komunikator.

Menurut Lazarfeld dan Merton (1964:23) keberadaan perilaku homofili


telah dicatat setengah abad yang lalu oleh Tarde (1903:64): ‘’Hubungan sosial ,
saya ulang, lebih erat antara orang-orang yang serupa satu sama lain dalam
pekerjaan dan pendidikannya’’. Homofili terjadi begitu sering karena komunikasi
itu lebih efektif bila sumber dan penerima sepadan.

Komunikasi yang efektif seperti itu menyenangkan orang-orang yang


terlibat di dalamnya. Bila dua orang bertukar makna, kepercayaan yang sama dan
bahasa yang mereka pergunakan sama, komunikasi antar mereka cenderung lebih
lancar. Hal tersebut di atas sesuai dengan pendapat Homans yang mengemukakan
bahwa : “lebih dekat kesamaannya sejumlah orang dalam tingkatan sosial, lebih
sering mereka berinteraksi satu sama lain”. Komunikasi akan lebih sering terjadi

4
ketika timbul banyak persamaan kepada orang yang saling berinteraksi satu sama
lain.

Dalam hal demikian, prinsip homofili ini akan menimbulkan sikap


egosentris dari seorang komunikator dalam memilih lawan bicaranya, karena
komunikator yang bersifat homofili tidak terbuka dengan lawan bicara yang tidak
sepadan atau tidak memiliki persamaan dengannya.

Kebanyakan orang meyukai kenikmatan berinteraksi dengan orang lain


yang sangat mirip dengannya. Berbincang dengan orang yang sangat berbada
dengan diri kita sendiri memerlukan usaha keras agar komunikasi itu lancar.
Komunikasi yang heterofilus bisa menyebabkan ketakserasian pandangan karena
seseorang dihadapkan pada pesan yang pesan yang tidak cocok dengan
kepercayaan-kepercayaan yang ada, menyebabkan keadaan psikolgis yang tidak
mengenakkan. Homofili dan komunikasi yang efektif itu saling mendukung.
semakin sering terjadi komunikasi antara anggota suatu pasangan, semakin
cenderung mereka menjadi homofilus.

Berdasarkan prinsip homofili, suatu individu cenderung berinteraksi dengan


individu-individu lainnya yang serupa dalam hal karekteristik-karekteristik sosial
dengannya. Dodd (1982:168-170) membuat klasifikasi tentang dimensi-dimensi
homofili ke dalam hal-hal berikut ini:

1. Homofili dalam penampilan.


2. Homofili dalam latar belakang.
3. Homofili dalam sikap.
4. Homofili dalam nilai.
5. Homofili dalam kepribadian.

Dalam kajian ilmu komunikasi dan psikologi tingkat kesamaan itu adalah
tingkat keterpaduan antarpribadi dan kelompok yang mana dalam tingkat
kesamaan (homofili) semakin adanya kesamaan kerangka acuan dan kerangka
pengalaman antar komunikator dan komunikan maka komunikasi akan semakin

5
efektif. Kerangka acuan itu dapat berupa nilai agama, nilai pendidikan dan lain-
lain, yang pernah dialami komunikator dan komunikan.

Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Homofili

Terdapat beberapa faktor yang bisa menyebabkan seseorang atau


komunikator melakukan prinsip homofili dalam kehidupan sehari-harinya. Faktor-
faktor yang menyebabkan terjadinya homofili adalah sebagai berikut:

 Orang-orang yang sama lebih mungkin termasuk kelompok yang sama.


 Berdiam lebih berdekatan satu sama lain terhadap orang-orang yang
memiliki banyak persamaan.
 Tertarik oleh kepentingan yang sama

Seterusnya komunikasi yang lebih efektif terjadi apabila komunikator dan


komunikan berada dalam keadaan homofili. Jika antara komunikator dan
komunikan terdapat persamaan dalam pengertian, sikap, dan bahasa, maka
komunikasi di antara mereka itu akan lebih efektif. Terlebih lagi, kesamaan antara
orang-orang itu menimbulkan kemungkinan untuk berkomunikasi, dan kemudian
pada gilirannya lebih besar kemungkinan komunikasi menjadi lebih berarti.

Kebanyakan orang menyenangi interaksi dengan orang yang benar-benar


sama dalam status sosial, pendidikan, kepercayaan, dan sebagainya.
Homofili dan komunikasi efektif sering memperkuat satu sama lain. Lebih sering
berkomunikasi, lebih besar kemungkinan untuk menjadi homofili. Lebih bersifat
homofili, lebih besar kemungkinan untuk berkomunikasi secara efektif.
Penduduk yang lebih mempunyai homofili akan memudahkan bagi change agent
ataupun opinions leader yang hanya sedikit usaha diperlukan dibandingkan
dengan penduduk yang terbelakang dan status sosialnya lebih rendah.

Opinion Leader adalah individu yang memiliki pengetahuan informal untuk


mempengaruhi sikap dan perilaku individu lain terhadap proses keputusan
inovasi, baik individu maupun kelompok. Change Agent adalah individu atau

6
kelompok yang memiliki kemampuan profesional dalam melakukan perubahan-
perubahan yang bersifat formal yang mampu mempengaruhi kliennya guna
mengadopsi inovasi pembelajaran.

Kekurangan Prinsip Homofili

Dalam suatu sistem, homofili dapat menjadi rintangan bagi lajunya


pembaharuan yang cepat ide-ide baru biasanya masuk melalui anggota-anggota
masyarakat yang statusnya lebih tinggi dan lebih bewenang. Jika terdapat
homofili yang bertaraf tinggi, orang-orang elite ini terutama berinteraksi dengan
sesamanya, hanya sedikit saja penemuan baru yang sampai pada penduduk non-
elite.

Menurut hasil penelitian yang dilakukan Rogers dan Svenning


berkesimpulan bahwa desa-desa tradisional di Columbia ditandai oleh homofili
dalam penyebaran antara pribadi (interpersonal diffusion) yang bertaraf lebih
tinggi. Hanya bila norma-norma desa menjadi lebih modern, penyebaran menjadi
lebih heterophilous.
Santi Prya Bose telah mengadakan penelitian pada tahun 1967 di India menjumpai
adanya homofili yang bertaraf sangat tinggi pada penduduk desa di India
berdasarkan kasta, pendidikan, dan ukuran kebun yang dimiliki. Tetapi dekat
Calcuta kasta tidak begitu penting bagi pola interaksi; sebaliknya pendapatan
(upah/Gaji) yang sangat penting.

Dengan demikian ciri yang pasti dalam hubungan dengan homofili ini
variasi dengan sifat sistem masyarakat dan dengan sifat inovasi.
Selanjutnya hasil penelitian Everett M. Rogers dan Dilip K. Bhowmik
menyatakan bahwa : “sistem yang lebih tradisional ditandai oleh derajat homofili
yang lebih tinggi dalam komunikasi antar pribadi dan kalau norma-norma desa
yang menjadi lebih modern menjadi lebih bersifat heterofili”.

Homofili dan Agen Pembaru

7
Agen pembaru biasanya berbeda dari klien mereka dalam beberapa hal dan
cenderung berinteraksi dengan klien yang ciri-cirinya mirip dengan mereka
sendiri. Kontak agen pembaru dengan masyarakat lebih sering terjadi dengan
memiliki ciri:

1. berstatus sosial lebih tinggi


2. partisipasi sosialnya tinggi
3. lebih tinggi pendidikannya dan
4. klien yang lebih kosmopolit.

Hal ini agaknya wajar terjadi sehingga antara keduanya lebih mudah
memahami minat masing-masing, lebih mudah berempati satu sama lain yang
demikian itu menjadikan komunikasi diantara mereka bisa efektif. Tetapi mencari
kontak yang homofili bias menimbulkan masalah etik yang penting bagi agen
pembaru; mereka gagal berinteraksi dengan mereka yang sangat membutuhkan
bantuan.

Homofili dan Tokoh masyarakat

Homofili dapat pula bertindak sebagai penghalang tersamar terhadap


kecepatan arus inovasi kedalam suatu sistem sosial. Ide-ide baru biasanya masuk
ke dalam suatu sistem sosial melalui anggota yang status sosialnya lebih tinggi
dan lebih inovatif. Hal ini mungkin karena agen pembaru lebih suka
berkomunikasi dengan mereka atau mereka itu memang lebih suka mencari
inovasi.

Difusi interpersonal yakni penyebaran inovasi yang menggunakan saluran


komunikasi interpersonal, pada umumnya lebih homofilius. Misalnya orang-orang
yang paling tinggi status sosialnya dalam sistem sosial jarang sekali berinteraksi
langsung dengan orang-orang yang paling rendah status sosialnya.

8
2.2 Pengertian Prinsip Heterofili dalam Komunikasi Antar Budaya

Istilah heterofili merupakan kebalikan dari homofili. Heterofili adalah suatu


keadaan gambaran derajat pasangan orang-orang yang berinteraksi dalam proses
komunikasi yang berbeda dalam sifat-sifat tertentu. Faktor yang menyebabkan
terjadinya heterofili adalah karena ada perubahan dan perkembangan masyarakat
yang menyebabkan banyak nilai-nilai berubah tapi ada yang tetap
mempertahankan nilai lama.
Disamping itu perkembangan masyarakat tersebut tidak memberikan
kesempatan yang merata bagi seluruh anggota masyarakatnya dalam hal
pendidikan maupun peningkatan penghasilan, hanya untuk orang-orang yang
mempunyai potensi dan pandai memanfaatkan peluang dan kesempatan saja.
Menurut Rogert dan Kincaid, heterofili adalah derajat perbedaan dalam
beberapa hal tertentu antara pasangan-pasangan individu yang berinteraksi.
Sejalan dengan pemikiran tersebut, dapat juga dikemukakan suatu konsep
tentang equifinality dalam “teori sistem” yang menyatakan bahwa dalam suatu
sistem tertentu manapun akan dapat dicapai tujuan yang sama, walaupun telah
dipergunakan titik tolak dan proses-proses yang berbeda. Demikian pula dalam
hubungan antar manusia, suatu gagasan yang tidak jauh berbeda menyebutkan

9
bahwa dua orang akan bertindak sama, meskipun mereka telah menerima atau
mengalami stimuli yang sangat berbeda (Bennet, 1979).

Terutama dalam masyarakat “modern” (istilah dari Dodd), orang mencari


individu-individu yang secara teknis lebih ahli yang dapat menunjukkan derajat
inovatif yang meningkat.”

Orang yang mengingkari homofili dan berusaha untuk berkomunikasi dengan


orang yang berbeda dengannya dapat dikecewakan oleh komunikasi yang tidak
efektif. Misalnya seorang change agent pada penduduk petani di negara-negara
yang sedang berkembang menjumpai masalah-masalah yang disebabkan
komunikasi dengan penduduk yang jauh berbeda dengannya. Perbedaan dalam
kemampuan teknis, status sosial, sikap, dan kepercayaan, kesemuanya itu
menyebabkan adanya heterofili dalam bahasa dan pengertian, yang selanjutnya
menyebabkan pesan yang disampaikan kepada mereka diabaikan.
Heterofili seperti tersebut di atas seringkali menjurus ke komunikasi yang
tidak efektif antara komunikator dan komunikan, antara change agent dengan
penduduk, dan juga menyebabkan gagalnya suatu kampanye penyebaran inovasi.
Salah satu akibat dari heterofili yang tinggi derajatnya dalam penyebaran adalah
bahwa change agent cenderung untuk berinteraksi paling efektif dengan penduduk
yang secara relatif sangat menyamai change agent dalam daya pembaharuan,
status sosial, dan kepercayan.
Untuk menjembatani jurang heterofili antara change agent dan penduduk
maka change agent harus mengkonsentrasikan usahanya terlebih dahulu pada
pemuka pendapat (opinion leader). Tetapi jika pemuka pendapat tadi terlalu
berdaya-inovasi maka heterofili (dan komunikasi yang mengikutinya) kini
terdapat antara pemuka pendapat dengan penduduknya. Hal lainnya untuk
mengatasi heterofili tersebut adalah dengan berusaha menumbuhkan empati.

Empati
Seperti yang telah disebutkan di atas salah satu upaya untuk mengatasi
permasalah perbedaan komunikasi dalam heterofili adalah dengan berusaha
menumbuhkan empati. Tetapi dalam hal ini menumbuhkan empati dalam diri
komunikator atau change agent mungkin akan mudah, tetapi bagi komunikan

10
dalam menumbuhkan empati ini tidaklah mudah memerlukan upaya pendidikan
komprehensif yang memakan waktu yang cukup lama.
Everett M. Rogers & Dilip K. Bhowmik mendefinisikan empati sebagai
kemampuan seseorang untuk memproyeksikan dirinya kepada peranan atau
kondisi orang lain. Menurut Sigmund Freud bahwa : “Empathy dianggap sebagai
memahami orang lain yang tidak mempunyai arti emosional bagi kita”.
Kemudian menurut Stotland Dunn, Zender, dan Natsoulas menyatakan bahwa :
“Empati sebagai keadaan ketika pengamat bereaksi secara emosional karena ia
menanggapi orang lain mengalami atau siap mengalami suatu emosi”.
Sedangkan menurut Milton J. Bennett menyatakan bahwa : “imaginative
intellectual and emotional participation in another person’s experience” (ikut serta
secara emosional dan intelektual dalam pengalaman orang lain).
Menurut Jalaludin Rakhmat bahwa: “pengertian empati dapat dikontraskan
dengan pengertian simpati. Dalam simpati kita menempatkan diri kita secara
imajinatif pada posisi orang lain. Bila saya melihat anda menangis karena
kehilangan kekasih anda, saya mencoba membayangkan perasaan saya bila saya
juga kehilangan kekasih. Saya beranggapan anda pun mempunyai perasaan seperti
perasaan saya. Dalam empati, kita tidak menempatkan diri kita pada posisi orang
lain; kita ikut serta secara emosional dan intelektual dalam pengalaman orang lain.
Berempati artinya membayangkan diri kita pada kejadian yang menimpa
orang lain. Dengan empati kita berusaha melihat seperti orang lain melihat,
merasakan seperti orang lain merasakannya.” (1985 : 166). Apabila komunikator
atau komunikan atau pun kedua-duanya (dalam situasi heterofili) mempunyai
kemampuan untuk melakukan empati satu sama lain maka kemungkinan besar
akan dapat terdapat komunikasi yang efektif.
Bagi seorang change agent atau seorang komunikator jika berusaha sedapat
mungkin mengetahui bagaimana perasaan orang lain dalam situasi dan dapat
merasakan apa yang dirasakan orang lain itu, maka kemungkinan sekali dapat
menyampaikan pesan yang tepat kepada komunikan.
Jadi dengan demikian jika seorang komunikator mempunyai empati yang
mendalam dengan komunikan yang heterophilous, maka komunikator dan

11
komunikan benar-benar berada dalam situasi homophilous dalam pengertian
sosio-psikologis.
Komunikasi heterophilous kurang efektif dibandingkan dengan komunikasi
homophilous, kecuali kalau komunikator mempunyai derajat empati yang tinggi
dengan komunikan.
Komunikan akan lebih mudah menerima pesan komunikator bila ia
memandang ada banyak kesamaan diantara keduanya. Hal ini telah dibuktikan
dalam penelitian Everett M. Rogers yang selanjutnya telah membedakan antara
kondisi homofili dan heterofili. Pada kondisi homofili antara komunikator dan
komunikan merasakan adanya kesamaan dalam status sosial ekonomi, pendidikan,
sikap, dan kepercayaan. Pada kondisi heterofili terdapat perbedaan status sosial
ekonomi, pendidikan, sikap, dan kepercayaan antara komunikator dan
komunikan . Komunikasi akan lebih efektif pada kondisi homofili dari pada
kondisi heterofili.
Penelitian Rogers tersebut berasal dari penelitian sosiologis yang dilakukan
Stotland Dunn, Zender, dan Natsoulas yang semuanya berkesimpulan bahwa
orang mudah berempati dan merasakan perasaan orang lain yang dipandangnya
sama dengan mereka. Juga menunjukkan bahwa kesamaan antara komunikator
dan komunikan memudahkan terjadinya perubahan pendapat.
Oleh karena itu dalam Komunikasi Interpersonal, komunikator yang ingin
mempengaruhi orang lain sebaiknya memulai dengan menegaskan kesamaan
antara dirinya dengan komunikan. Upaya untuk menegaskan kesamaan antara
komunikator dan komunikan ini oleh Kenneth Burke disebut sebagai “strategy of
identification”, sedangkan Herbert W. Simons menyebutnya sebagai “establishing
common grounds”.
Upaya mempersamakan antara komunikator dan komunikan dengan
menegaskan persamaan dalam kepercayaan, sikap, maksud, dan nilai-nilai
sehubungan dengan suatu persoalan. Hal ini oleh Simons disebut sebagai
kesamaan disposisional (dispositional similarity). Misalnya seorang PLKB supaya
upaya memasyarakatkan Keluarga Berencana pada kelompok masyarakat desa
yang sangat kental nilai-nilai tradisionalnya maka dia dapat memulai dengan
menegaskan bahwa ia, seperti pendengar, mengharapkan kesejahteraan keluarga,

12
masa depan yang lebih baik, dan dapat menyekolahkan anak-anaknya pada
jenjang pendidikan tertinggi. Kemudian apabila berhadapan dengan kelompok
(aliran) agama tertentu maka ia menyatakan sama aliran agamanya sama dengan
pendengar.
Dalam hal ini petugas PLKB tersebut menggunakan kesamaan keanggotaan
kelompok (membership group similarity).
Komunikator yang dipersepsi memiliki kesamaan dengan komunikan
cenderung dapat berkomunikasi lebih efektif. Hal ini alasannya menurut Herbert
W. Simons karena empat faktor, yaitu :
a) Kesamaan mempermudah proses penyandian (decoding), yakni
menterjemahkan lambang-lambang yang diterima menjadi gagasan-
gagasan. Misal bila seorang sarjana administrasi melakukan Komunikasi
Interpersonal pada sarjana administrasi lainnya maka dengan mudah
menangkap arti dari kata-kata dan kalimat yang disampaikan. Tetapi
apabila seorang dokter mengadakan Komunikasi Interpersonal pada
sarjana administrasi tentu banyak kata-kata dan kalimat yang tidak
dimengerti. Rogers dan Bhowmik menyatakan bahwa : “interaksi
heterophilious (diantara pihak-pihak yang berbeda) cenderung
memerlukan usaha yang lebih berat, menimbulkan distorsi .pesan,
penyampaian yang terhambat, dan pembatasan pada saluran komunikasi).
b) Kesamaan membantu membangun premis yang sama untuk
mempermudah proses deduktif. Dalam hal ini berarti bila kesamaan
disposisional relevan dengan topik persuasi, maka komunikan akan
terpengaruh oleh komunikator.
c) Kesamaan menyebabkan komunikan tertarik pada komunikator.
Kebanyakan orang cenderung menyukai orang-orang yang memiliki
kesamaan disposisional dengan orang tersebut tadi, Sehingga hal ini
kalau dalam proses Komunikasi Interpersonal komunikan akan tertarik
pada komunikator dan komunikan tersebut cenderung menerima
gagasan-gagasan komunikator.
d) Kesamaan menumbuhkan rasa hormat dan percaya pada komunikator.
Walau dalam hal ini belum dibuktikan secara meyakinkan dalam

13
penelitian, Simons hanya menyatakan ada hubungan positif antara
kesamaan dengan rasa percaya dan hormat, tetapi hubungannya lemah.

Tetapi pada penelitian yang dilakukan oleh Elaine, Walster, Darcy Abrams
dan Elliott Aronson membuktikan bahwa : “komunikator yang tidak menarik,
tidak bermoral, dan tidak memiliki keahlian masih dapat melakukan komunikasi
yang efektif, bila .......”. Maksudnya bila orang yang tidak menarik ini
mengemukakan argumen yang bertentangan dengan kepentingan dirinya.
Toleransi terhadap perbedaan ini dimungkinkan, karena dalam hubungan dua
orang yang secara sempurna homofilik, pengetahuan keduanya tentang inovasi
akan sama saja. Sehingga keadaan ideal dalam perolehan informasi ialah heterofili
dalam hal pengetahuan tetapi cukup homofili dalam karakteristik-karakteristik
atau variabel-variabel lain (misalnya status sosial ekonomi). Maka bila perbedaan-
perbedaan disadari atau diakui potensi pengaruhnya terhadap komunikasi,
masalahnya kemudian mungkin terletak pada cara-cara, strategi atau teknik
komunikasi yang dipakai.
Kesamaan dalam berkomunikasi dapat diibaratkan dua buah lingkaran yang
bertindih satu sama lain. Daerah yang bertindih itu disebut kerangka pengalaman
(field of experience), yang menunjukkan adanya antara A dan B dalam hal
tertentu, misalnya bahasa atau simbol (Sumber: Cangara, 2008 : 21).

Dipandang dari sudut kepentingan komunikasi antar budaya, adanya


perbedaan-perbedaan tidak menutup kemungkinan terjadinya komunikasi antar
individu-individu atau kelompok-kelompok budaya. Perbedaan-perbedaan bahkan
dilihat sebagai kerangka atau matriks dimana komunikasi terjadi. Dalam kaitan ini
kiranya teori yang dikemukakan oleh Grannovetter (1973) mengenai “kekuatan
dan ikatan-ikatan lemah (The strengt of weak ties) yang menyarankan akan
pentingnya hubungan-hubungan heterofili dalam pertukaran informasi.
Dalam komunikasi manusia, agaknya diperlukan juga keseimbangan
diantara kesamaan dan tidak kesamaan, antara yang sudah dianggap biasa dengan
sesuatu yang baru. Ada suatu proposisi dasar yang menyatakan bahwa kekuatan
pertukaran informasi pada komunikasi (antara dua orang) ada hubungannya
dengan derajat heterofili antara mereka.

14
Dengan kata lain, orang akan menerima hal-hal baru, yang informasional,
justru melalui ikatan-ikatan yang lemah. Heterofili adalah derajat perbedaan
dalam beberapa hal tertentu antara pasangan-pasangan individu yang berinteraksi
(Rogers dan Kincaid, 1981 : 128).

A. CONTOH PRINSIP HOMOFILI

Bila dua orang murid SMA yang sama-sama berstatus pelajar bertemu
dalam sebuah seminar, kemudian berkomunikasi dan berbagi pengetahuan
menurut keyakinan, bahasa, pengalaman yang telah mereka alami maka
komunikasi menjadi efektif dikarenakan mereka mengalami homophilous
(keadaan dalam kondisi homofili). Namun pembahasan antara dua orang yang
berinteraksi dalam homofili ini hanya seputar masalah yang diketahui saja.

B. CONTOH PRINSIP HETEROFILI

Bila kalangan elit berinteraksi dengan kalangan non-elit, keduanya merasa


kurang nyaman, karena perbedaan derajat yang berbeda jauh. Kalangan non elit
akan merasa minder atau kurang percaya diri dikarenakan merasa memiliki
pengetahuan yang lebih rendah dibanding kalangan elit. Kalangan elit pun akan
merasa tidak nyaman berinteraksi dengan orang yang tidak sederajat dengannya.

15
BAB 3

KESIMPULAN

Dari penjelasan tentang prinsip homofili dan heterofili yang sudah dijelaskan di
atas, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Komunikasi homofili hanya bisa terjadi bila terdapat pertukaran pengalaman


yang sama antara pihak-pihak yang terlibat dalam proses komunikasi (sharing
similar experiences).
2. Komunikasi heterofili tidak efektif apabila komunikator dan komunikan tetap
mempertahankan ego masing-masing dan tidak menumbuhkan sikap empati
dalam interaksi komunikasi.
3. Komunikasi homofili akan kurang efektif bila partisipan komunikasi homofili
tidak terbuka terhadap perbedaan.
4. Dalam komunikasi manusia, agaknya diperlukan juga keseimbangan diantara
kesamaan dan tidak kesamaan, antara yang sudah dianggap biasa dengan
sesuatu yang baru.

16
BAB 4
PENUTUP

Demikian makalah mengenai prinsip homofili dan heterofili ini dibuat. Semoga
bisa menjadi bahan pembelajaran dan bermanfaat untuk mahasiswa komunikasi
khususnya yang sedang mempelajari komunikasi antar budaya. Saran dan kritik
yang membangun sangat diharapkan agar bisa menjadi lebih baik lagi
kedepannya.

17
DAFTAR PUSTAKA

Alo Liliweri. Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta. Pustaka


Pelajar.2003.

file:///D:/%20IV/kom%20lintas%20budaya-%20senin/lintasbudaya/ketokohan-
dan-jaringan-difusi%20hom%20het.htm. Diakses pada 11 Desember 2013 (09.15
WIB).

http://peolee.wordpress.com/2012/11/25/heterofili-dan-homofili/. Diakses pada 11


Desember 2013 (09.00 WIB).

http://kriboanker.blogspot.com/2011/10/komunikasi-lintas-budaya.html. Diakses
pada 11 Desember 2013 (10.00 WIB).

Heterophily (http://kampuskomunikasi.blogspot.com/2008/06/heterophily.html).
Diakses pada 03 Januari 2013 (17.05 WIB)

18
PROSES KOMUNIKASI INTERPERSONAL
(http://kampuskomunikasi.blogspot.com/search?q=HOMOPHILY). Diakses pada
03 Januari 2013. (17.00 WIB)

Rogers, Everet M. 1983. Diffusion of Innovations 3th ed.  New York: The Free
Press, Macmillan Publishing Co., Inc.

19

Anda mungkin juga menyukai