Disusun oleh:
Tegar Wandarianto (203203072)
M. Zulfikar Ilmi (203203042)
Bobi Ardianto (203203015)
Dwi Noviyanto (203203024)
La Ode Rizky Harfiadin (203203037)
Septiana Putri Fadila (203203066)
Nurul Mukaromah (203203055)
Rahma Defi Safriani (203203057)
Diana Br.Sitepu (203203018)
Ika Indah Priyani (203203033)
Dita Indah Cahyati (203203020)
Gusti Nanda Wahyu Dwi Sari (203203028)
Disusun oleh:
KELOMPOK 7
( ) ( )
Mahasiswa
( )
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien
mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa
suara, penglihatan, pengecapan, perabaaan atau penghiduan. Klien
merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada (Damaiyanti, 2012).
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien
memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau
rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mengatakan mendengar
suara padahal tidak ada orang yang berbicara (Kusumawati & Hartono,
2012).
Di Rumah Sakit Jiwa di Indonesia, sekitar 70% halusinasi yang dialami
oleh pasien gangguan jiwa adalah halusinasi pendengaran, 20% halusinasi
penglihatan, dan 10% adalah halusinasi penghidu, pengecapan dan
perabaan. Angka terjadinya halusinasi cukup tinggi (Muhith, 2015). DI
Yogyakarta, Aceh, Sulawesi Selatan, dan Bali. Prevalensi Skizofrenia di
Jawa Tengah yaitu 0,23% dari jumlah penduduk melebihi angka nasional
0,17% (KEMENKES RI, 2013). Berdasarkan data dari Tim Pengarah
Kesehatan Jiwa Masyarakat (TPKJM) Provinsi Jawa Tengah
menyebutkan, bahwa penderita gangguan jiwa di daerah Jawa Tengah
tergolong tinggi, dimana totalnya adalah 107 ribu penderita atau 2,3% dari
jumlah penduduk (Widiyanto, 2015). Jumlah kunjungan gangguan jiwa di
Jawa Tengah dari tahun ke tahun terus meningkat secara signifikan, pada
tahun 2014 di sarana pelayanan kesehatan Provinsi Jawa Tengah
mendapati angka sebanyak 260.247 kunjungan, terdiri dari 128.983
kunjungan puskesmas, 126.755 kunjungan rumah sakit, dan 4.509
kunjungan pada sarana pelayanan kesehatan lainnya, yang mengalami
peningkatan dibanding tahun 2013 yang mencapai 121.962 kunjungan dan
semakin meningkat di tahun 2014 yaitu 317.504 penderita gangguan jiwa
dimana gangguan jiwa dengan skizofrenia yang paling mendominasi
(Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2014).
Gangguan orientasi realita adalah ketidakmampuan individu untuk menilai
dan berespon pada realita. Klien tidak dapat membedakan rangsangan
internal dan eksternal, tidak dapat membedakan lamunan dan kenyataan.
Klien juga tidak mampu untuk memberikan respon yang akurat, sehingga
tampak perilaku yang sulit dimengerti. Halusinasi adalah penyerapan
(persepsi) panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat
meliputi semua panca indera dan terjadi disaat individu sadar penuh
(Depkes dalam Dermawan dan Rusdi, 2016).
Karena tidak menimbulkan efek samping seperti obat-obatan, karena terapi
nonfarmakologi menggunakan proses fisiologis. Salah satu terapi
nonfarmakologi yang efektif adalah mendengarkan musik. Musik memiliki
kekuatan untuk mengobati penyakit dan meningkatkan kemampuan
pikiran seseorang. Ketika musik diterapkan menjadi sebuah terapi, musik
dapat meningkatkan, memulihkan, dan memelihara kesehatan fisik,
mental, emosional, sosial dan spritual. Pada zaman modern, terapi musik
banyak digunakan oleh psikolog maupun psikiater untuk mengatasi
berbagai macam gangguan kejiwaan, gangguan mental atau gangguan
psikologis.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar Belakang Tersebut “Bagaimana Efektivitas
Terapi Musik Klasik Terhadap Penurunan Tanda dan Gejala pada Pasien
Halusinas Pendengaran Di Dusun Bungsing Kelurahan Guwosari
Kecamatan Pajangan Bantul Yogyakarta.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dalam penulisan ini adalah untuk mengetahui
bagaimana efektivitas terapi musik klasik terhadap penurunan tanda
dan gejala pada pasien halusinas pendengaran Di Dusun Bungsing
Kelurahan Guwosari Kecamatan Pajangan Bantul Yogyakarta.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu mengaplikasikan intervensi pemberian music
klasik pada pasien dengan halusinasi pendengaran Di Dusun
Bungsing Kelurahan Guwosari Kecamatan Pajangan Bantul
Yogyakarta.
b. Diketahuinya kualitas penelitian Wuri Try Wijayanto dan Marisca
Agustina (2017) yang berjudul “Bagaimana Efektivitas Terapi
Musik Klasik Terhadap Penurunan Tanda dan Gejala pada Pasien
Halusinas Pendengaran”.
c. Diketahuinya kemungkinan aplikasi pemberian musik klasik pada
pasien halusinasi pendengaran Di Dusun Bungsing Kelurahan
Guwosari Kecamatan Pajangan Bantul Yogyakarta berdasarkan
artikel Wuri Try Wijayanto dan Marisca Agustina (2017) yang
berjudul “Bagaimana Efektivitas Terapi Musik Klasik Terhadap
Penurunan Tanda dan Gejala pada Pasien Halusinas Pendengaran”.
BAB II
RINGKASAN ARTIKEL PENELITIAN
Sampling:
Bagaimana populasi Ya Populasi dalam penelitian ini
dipilih? berjumlah 30 pasien dengan
halusinasi pendengaran yang rawat
di Ruang rawat inap Merak,
Perkutut dan elang RS Jiwa dr.
Soeharto Heerdjan Jakarta.
Apakah kriteria inklusi Tidak Dalam penelitian ini tidak dituliskan
dan eksklusi disebutkan? kriteria inklusi dan eksklusi karena
Apa? peneliti menggunakan tehnik
sampling yaitu total populasi
sampling.
A. Kesimpulan
Halusinasi pendengaran adalah halusinasi yang paling sering
dialami oleh penderita gangguan mental, misalnya mendengar
suara melengking, mendesir, bising, dan dalam bentuk kata-kata
atau kalimat. Terapi nonfarmakologi lebih aman digunakan karena
tidak menimbulkan efek samping seperti obat-obatan, karena terapi
nonfarmakologi menggunakan proses fisiologis. Salah satu terapi
nonfarmakologi yang efektif adalah mendengarkan musik. Musik
memiliki kekuatan untuk mengobati penyakit dan meningkatkan
kemampuan pikiran seseorang. Terapi musik sangat mudah
diterima organ pendengaran dan kemudian melalui saraf
pendengaran disalurkan ke bagian otak yang memproses emosi
yaitu sistem limbik.
Dari analisis jurnal diatas, diketahui hasil penelitian menunjukkan
bahwa terjadi penurunan tanda dan gejala halusinasi setelah
dilakukan terapi musik yaitu 27 (90,0%) responden. Didapatkan 3
(10%) dari responden tidak mengalami penurunan tanda dan
gejala. Nilai mean perbedaan skor antara sebelum dan sesudah
adalah 6,200 dengan standar deviasi 2,882. Hasil uji statistik
didapatkan 0,000 (p < 0,05), maka dapat disimpulkan ada
perbedaan antara tanda dan gejala halusinasi pendengaran pada
pasien halusinasi pendengaran sebelum dan sesudah terapi musik
klasik atau ada efektivitas terapi musik klasik terhadap penurunan
tanda dan gejala halusinasi pendengaran pada pasien halusinasi
pendengaran.
B. Saran
Bagi keluarga pasien disarankan untuk dapat mengaplikasikan
pemberian music klasik pada pasien dengan halusinasi
pendengaran karena berdasarkan hasil penelitian didapatkan
penurunan tanda gejala pada pasien dengan halusinasi pendengaran
setelah diberikan intervensi musik klasik.
DAFTAR PUSTAKA