Kelompok 1 - Asuhan Keperawatan Pada Pasien Anemia
Kelompok 1 - Asuhan Keperawatan Pada Pasien Anemia
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah Swt, berkat rahmat dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan sebuah makalah yang berjudul “Konsep
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Anemia”. Alhamdulillah kami sebagai penulis
dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik meskipun kami juga menyadari
masih ada kekurangan di dalamnya.
Semoga makalah ini bermanfaat dan bisa menjadi bahan evaluasi dan tolak
ukur dalam makalah-makalah lainnya khususnya bagi mata kuliah Keperawatan
Medikal Bedah I di masa yang akan datang. Mohon kritik dan sarannya. Terima
kasih.
Penyusun,
DAFTAR ISI
Kata Pengantar...............................................................................................i
Daftar Isi..........................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN...............................................................................1
BAB 3 PENUTUP...........................................................................................23
3.1 Kesimpulan.........................................................................................23
3.2 Saran...................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................24
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seperti yang kita ketahui anemia merupakan penyakit kurang darah
yang ditandai dengan kadar hemoglobin (Hb) dan sel darah merah
(eritrosit) lebih rendah dibandingkan normal (Soebroto, 2010). Anemia
pada umumnya terjadi di seluruh dunia, terutama di Negara
berkembang (Developing countries) dan pada kelompok sosio –
ekonomi rendah (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat, 2008).
Di Indonesia, anemia gizi masih merupakan salah satu masalah
kesehatan di samping masalah-masalah gizi yang lainnya, yaitu:
kurang kalori protein, defisiensi vitamin A, dan gondok endemik
(Arisman, 2007). Anemia pada wanita masa nifas (pasca persalinan)
juga umum terjadi, sekitar 10% dan 22% terjadi pada wanita post
partum dari keluarga miskin (Departemen Gizi dan Kesehatan
Masyarakat, 2008). Anemia gizi disebabkan oleh defisiensi zat besi,
asam folat, dan/ atau vitamin B12, yang kesemuanya berakar pada
asupan yang tidak adekuat, ketersediaan hayati rendah (buruk), dan
kecacingan yang masih tinggi (Arisman, 2007).
Penyebab anemia gizi besi, selain karena adanya pantangan
terhadap makanan hewani faktor ekonomi merupakan penyebab pola
konsumsi masyarakat kurang baik, tidak semua masyarakat dapat
mengkonsumsi lauk hewani dalam sekali makan. Padahal pangan
hewani merupakan sumber zat besi yang tinggi absorbsinya
(Waryana, 2010). Data Profil Kesehatan Indonesia tahun 2008
menunjukkan bahwa prevalensi anemia pada ibu hamil di Indonesia
adalah 70% mengalami anemia sedangkan di Sumatera Barat
jumlah ibu hamil yang mengalami anemia sebesar 69% (Dinkes
Sumbar, 2008). Dari hasil laporan Dinas Kesehatan Pasaman Barat
tahun 2008 kejadian anemia pada ibu hamil adalah 19,7%, tahun 2009
sebanyak 12,5% dan tahun 2010 sebanyak 9,2%. Ibu hamil yang
mengalami anemia di wilayah kerja UPTDK 3 Puskesmas Desa Baru
tahun 2008 sebanyak 28,5%, tahun 2009 sebanyak 24,3% dan tahun
2010 sebanyak 21,1%.
Sebagian besar anemia di Indonesia selama ini dinyatakan sebagai
akibat kekurangan besi dan perhatian yang kurang terdapat ibu hamil
merupakan perdisposis anemia divisiensi di Indonesia (Saifuddin, 2006
: 281).
Tablet besi sangat diperlukan pada ibu hamil untuk pembentukan
hemoglobin, sehingga pemerintah Indonesia mengatasinya dengan
mengadakan pemberian suplemen besi untuk ibu hamil mulai tahun
1974, namun hasilnya belum memuaskan (Depkes, 2003). Karena
Anemia gizi besi merupakan masalah gizi utama bagi semua
kelompok umur dengan prevalensi paling tinggi pada ibu hamil (70%),
dan pekerja yang berpenghasilan rendah (40%). Sedangkan prevalensi
pada anak sekolah sekitar 30% serta pada balita sekitar 40%
(Supariasa, 2002).
Berdasarkan data Rekam Medik RSUD Prof. Margono Soekarjo
diperoleh data mengenai jumlah kasus anemia pada tahun 2008
sebanyak 186 kasus, 2009 sebanyak 320 kasus, 2010 sebanyak 533
kasus dan 2011 sebanyak 467 kasus. Untuk tahun 2012 sejak bulan
Januari sampai dengan Mei sebanyak 132 kasus.
Berdasarkan data tersebut diatas, saya tertarik untuk mempelajari
lebih lanjut tentang asuhan keperawatan pasien dengan anemia.
BAB 2
TINJAUN TEORI
2.1 Konsep Penyakit
2.1.1 Definisi Anemia
Aniemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit
atau kadar Hb sampai dibawah rentang nilai yang berlaku untuk
orang sehat (Behrman E Richard, IKA Nelson ; 1680). Anemia
adalah berkurangnya hingga dibawah nilai normal jumlah
SDM, kualitas Hb, dan volume packed red blood cell
(hematokrit) per 100 ml darah (Syilvia A. Price. 2006). Anemia
adalah istilah yang menunjukkan rendahnya hitung sel darah dan
kadar hematokrit dibawah normal. Anemia bukan
merupakan penyakit, melainkan merupakan pencerminan keadaan
suatu penyakit (gangguan) fungsi tubuh. Secara fisiologis anemia
terjadi apabila terdapat kekurangan Hb untuk mengangkut oksigen
ke jaringan. Anemia tidak merupakan satu kesatuan tetapi
merupakan akibat dari berbagai proses patologik yang mendasari
(Smeltzer C Suzane, Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah
Brunner dan Suddarth ; 935).
2.1.2 Etiologi
Ada beberapa jenis anemia sesuai dengan penyebabnya:
a. Anemia Pasca Pendarahan
Terjadi sebagai akibat perdarahan yang massif seperti
kecelakaan, operasi dan persalinan dengan perdarahan
atau yang menahun seperti pada penyakit cacingan.
b. Anemia Defisiensi
Terjadi karena kekurangan bahan baku pembuat sel
darah.
c. Anemia Hemolitik
Terjadi penghancuran (hemolisis) eritrosit yang
berlebihan karena:
1) Factor Intrasel
Misalnya talasemia, hemoglobinopati (talasemia
HbE, sickle cell anemia), sferositas, defisiensi enzim
eritrosit (G – 6PD, piruvatkinase, alutation
reduktase).
2) Factor Ekstrasel
Karena intoksikasi, infeksi (malaria), imunologis
(inkompatibilitas golongan darah, reaksi hemolitik
pada transfuse darah).
d. Anemia Aplastik
Disebabkan terhentinya pembuatan sel darah sum – sum
tulang (kerusakan sumsum tulang).
2.1.3 Manifestasi Klinis
Karena system organ dapat terkena, maka pada anemia dapat
menimbulkan manifestasi klinis yang luas tergantung pada
kecepatan timbulnya anemia, usia, mekanisme kompensasi, tingakat
aktivitasnya, keadaan penyakit yang mendasarinya dan beratnya
anemia. Secara umum gejala anemia adalah:
a. Hb menurun (< 10 g/dL), thrombosis/ trombositopenia,
pansitopenia;
b. Penurunan BB, kelemahan;
c. Takikardi, TD menurun, penurunan kapiler lambat,
ekstremitas dingin, palpitasi, kulit pucat;
d. Mudah lelah, sering istirahat, nafas pendek, proses
menghisap yang buruk (bayi);
e. Sakit kepala, pusing, kunang – kunang, peka rangsang.
2.1.4 Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum
atau kehilangan sel darah merah secara berlebihan atau keduanya.
Kegagalan sumsum dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan
toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak
diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau
hemolisis (destruksi), hal ini dapat akibat defek sel darah merah
yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah yang
menyababkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel
fagositik atau dalam system retikuloendotelial, terutama dalam hati
dan limfa. Hasil samping proses ini adalah bilirubin yang akan
memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah
(hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin
plasma (konsentrasi normal, ≤ 1 mg/dl, kadar diatas 1.5 mg/dl
mengakibatkan ikterik pada sclera). Apabila sel darah merah
mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada kelainan
hemplitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma
(hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya melebihi
kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin
bebas) untuk mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam
glomerulus ginjal kedalam urin (hemoglobinuria).
Kesimpulan menganai apakah suatu anemia pada pasien
disebabkan oleh penghancuran sel darah merah atau produksi sel
darah merah yang tidak mencukupi biasanya dapat diperoleh
dengan dasar hitung retikulosit dalam sirkulasi darah, derajat
proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang dan cara
pematangannya, seperti yang terlihat dalam biopsy, dan ada
tidaknya hiperbilirubinemia.
Anemia defisiensi zat besi adalah anemia yang paling sering
menyerang anak – anak. Bayi cukup bulan yang lahir dan ibu
nonanemik dan bergizi baik, memiliki cukup persediaan zat besi
sampai berat badan lahirnya menjadi dua kali lipat umumnya saat
berusia 4 – 6 bulan. Sesudah itu zat besi harus tersedia dalam
makanan untuk memenuhi kebutuhan anak. Jika asupan zat besi
beri makanan tidak mencukupi terjadi anemia defisiensi zat besi.
Hal ini paling sering terjadi pengenalan makanan padat yang terlalu
dini (sebelum usia 4 – 6 bulan) dihentikannya susu formula
bayi yang mengandung zat besi atau ASI sebelum usia 1 tahun dan
minum susu sapi berlebihan tanpa tambahan makanan makanan
padat kaya besi. Bayi yang tidak cukup bulan, bayi dengan
perdarahan perinatal berlebihan atau bayi dari ibu yang kurang
gizi dan kurang zat besi juga tidak memiliki cadangan zat besi
yang adekuat. Bayi ini berisiko lebih tinggi menderita anemia
defisiensi besi sebelum berusia 6 bulan.
Anemia defisiensi zat besi dapat juga terjadi karena
kehilangan banyak darah yang kronik. Pada bayi hal ini terjadi
karena perdarahan usus kronik yang disebabkan oleh protein dalam
susu sapi yang tidak tahan panas. Pada anak sembarang umur
kehilangan darah sebanyak 1 – 7 ml dari saluran cerna setiap hari
dapat menyebabkan anemia defisiensi zat besi. Pada remaja puteri
anemia defisiensi zat besi juga dapat terjadi karena menstruasi.
Anemia aplastik diakibatkan oleh karena rusaknya sumsum
tulang. Gangguan berupa berkurangnya sel darah dalam darah tepi
sebagai akibat terhentinya pembentukan sel hemotopoetik dalam
sumsum tulang. Aplasia dapat terjadi hanya pada satu, dua atau
ketiga system hemotopoetik (eritropoetik, granulopoetik, dan
trombopoetik).
Aplasia yang hanya mengenai system eritropoetik disebut
eritroblastopenia (anemia hipoplastik) yang mengenai system
trombopoetik disebut agranulositosis (penyakit Schultz), dan yang
mengenai system trombopoetik disebut amegakariositik
trombositopenik purpura (ATP). Bila mengenai ketiga system
disebut panmieloptisis atau lazimnya disebut anemia aplastik.
Kekurangan asam folat akan mengakibatkan anemia
megaloblastik. Asam folat merupakan bahan esensial untuk sintesis
DNA dan RNA, yang paling penting sekali untuk metabolisme inti
sel dan pematangan sel.
17) Neurologis
Refleksi fisiologis + seperti reflex patella, reflex
patologis – seperti babinskin tanda kerniq – dan
brunzinski 1 – 11 = -