Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Deep vein thrombosis mengacu pada gumpalan darah yang berkembang di
dalam vena yang lebih besar - biasanya jauh di dalam kaki bagian bawah atau
paha. DVT menyerang sekitar setengah juta orang Amerika setiap tahun dan
menyebabkan sampai 100.000 kematian. Bahayanya adalah bahwa bagian
dari pembekuan ini bisa pecah dan bergerak melalui aliran darah, di mana ia
dapat menetap di paru-paru yang menyebabkan penyumbatan dalam aliran
darah, kerusakan organ dan kematian. Deep Vein Thrombosis(DVT)
merupakan bekuan darah yang terbentuk di vena dalam, biasanya di tungkai
bawah. Kondisi ini cukup serius, karena terkadang bekuan tersebut bisa pecah
dan mengalir melalui peredaran darah ke organ-organ vital dan bisa
menyebabkan gangguan hingga kematian.

B. Rumusan masalah      
1. Apa yang dimaksud DVT ?
2. Bagaimana Asuhan keperawatan pada pasien DVT ?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien stenosis pulmonal.
2. Tujuan khusus
Mahasiwa/i dapat mengetahui dan menjelaskan :
a) Anatomi fisiologi DVT
b) Definisi DVT
c) Etiologi DVT
d) Patofisiologi DVT
e) Manifestasi Klinis DVT
f) Pemeriksaan diagnostik DVT

1
g) Komplikasi DVT
h) Penatalaksanaan DVT
i) Asuhan keperawatan DVT

D. Manfaat

1. Mahasiwa/i dapat mengetahui tentang DVT


2. Mahasiwa/i dapat memahami asuhan keperawatan DVT

BAB II

2
LANDASAN TEORI

A. Anatomi fisiologi

Vena merupakan pembuluh darah yang dilewati sirkulasi darah kembali


menuju jantung sehingga disebut juga pembuluh darah balik. Dibandingkan
dengan arteri, dinding vena lebih tipis dan mudah melebar. Sama seperti
arteri, vena memiliki 3 lapis dinding yaitu tunika intima, tunika media dan
tunika adventitia. Pada arteri lapisan yang tebal adalah tunika media
sedangkan lapisan tebal pada vena adalah tunika adventitia , yang juga
dikenal sebagai externa tunika. Ini adalah lapisan terluar dari pembuluh
darah, yang menyediakan stabilitas struktural mirip lapisan tunika media di
arteri. Sementara darah bergerak melalui arteri oleh aktivitas tunika media,
pada vena menggunakan mekanisme yang berbeda yang disebut “pompa otot
rangka”. Dalam pompa otot rangka, darah bergerak secara pasif melalui
pembuluh darah oleh kontraksi otot rangka seluruh tubuh, yang memaksa
darah untuk bergerak ke atas menuju jantung bukan penyatuan dalam tubuh
extremeties rendah (tangan dan kaki). Kurang lebih 70% volume darah berada
dalam sirkuit vena dengan tekanan yang relatif rendah. Kapasitas dan volume
sirkuit vena ini merupakan faktor penentu penting dari curah jantung karena
volume darah yang diejeksi oleh jantung tergantung pada alir balik vena.
Sistem vena khususnya pada ekstremitas bawah terbagi menjadi 3
subsistem:
1. Subsistem vena permukaan
2. Subsistem vena dalam
3. Subsistem penghubung (saling berhubungan)
Vena permukaan terletak di jaringan subkutan tungkai dan menerima
aliran vena dari pembuluh-pembuluh darah yang lebih kecil di dalam kulit,
jaringan subkutan dan kaki. Sistem permukaan terdiri dari: Vena Safena
Magna dan Vena Safena Parva. Vena Safena Magna merupakan vena
terpanjang di tubuh, berjalan dari maleolus naik ke bagian medial betis dan

3
paha, bermuara ke Vena Femoralis tepat di bawah selangkangan. Vena
Safena Magna mengalirkan darah dari bagian anteromedial betis dan paha.
Vena Safena Parva berjalan di sepanjang sisi lateral dari mata kaki melalui
betis menuju lutut, mendapatkan darah dari bagian posterolateral betis dan
mengalirkan darah ke Vena Poplitea, titik pertemuan keduanya disebut
Safenopoplitea. Diantara Vena Safena Magna dan Parva banyak didapat
anastomosis, hal ini merupakan rute aliran kolateral yang memiliki peranan
penting saat terjadi obstruksi vena.

B. Definisi
Deep Vein Thrombosis (DVT) atau trombosis vena dalam yaitu sebagai
kondisi timbunya trombus pada vena dalam. (Kapita Selekta Kedekteran,
2014)
Deep Vein Thrombosis (DVT) atau trombosis vena dalam adalah
penggumpalan darah yang terjadi di dalam pembuluh darah vena dalam.
Kondisi ini umumnya muncul pada pembuluh vena besar yang terdapat di
bagian paha dan betis.
Trombosis vena juga dapat muncul di pembuluh darah vena lainnya, seperti
lengan dan dapat menyebar hingga ke paru-paru. DVT yang menyerang paru-
paru ini dapat menyumbat separuh atau seluruh bagian dari arteri paru dan

4
menyebabkan timbulnya komplikasi berbahaya bernama emboli paru
(pulmonary embolism/PE) dan venous thromboembolism (VTE).

C. Etiologi
Berdasarkan “Triad of Virchow”, terdapat 3 faktor yang berperan dalam
etiologi terjadinya trombosis pada arteri atau vena yaitu kelainan dinding
pembuluh darah, perubahan aliran darah dan perubahan daya beku darah.
Trombosis vena adalah suatu deposit intra vaskuler yang terdiri dari fibrin,
sel darah merah dan beberapa komponen trombosit dan lekosit. Etiologi
terjadinya trombosis vena adalah sebagai berikut :
 Stasis vena
 Kerusakan pembuluh darah.
 Aktivitas faktor pembekuan.

D. Patofisiologi

Trombosis adalah pembentukan bekuan darah di dalam pembuluh darah,


dalam hal DVT bekuan darah terjadi di pembuluh darah balik (vena) sebelah
dalam, bisa terjadi terbatas pada sistem vena kecil saja namun juga bisa
melibatkan pembuluh vena besar seperti Vena Iliaka atau Vena Kava.
Seperti dibahas sebelumnya, mekanisme yang mengawali terjadinya
trombosis berdasar “trias Vircow” ada 3 faktor pendukung yakni:
 Adanya stasis dari aliran darah
 Timbulnya cedera pada endotel pembuluh darah
 Pengaruh hiperkoagulabilitas darah
Stasis atau lambatnya aliran darah merupakan predisposisi untuk
terjadinya trombosis, yang menjadi faktor pendukung terjadinya stasis adalah
adanya imobilisasi lama yakni kondisi anggota gerak yang tidak aktif
digerakkan dalam jangka waktu yang lama.
Imobilisasi lama seperti masa perioperasi atau akibat paralisis, dapat 
menghilangkan pengaruh dari pompa vena perifer, meningkatkan stagnasi

5
hingga terjadi pengumpulan darah di ekstremitas bawah. Terjadinya stasis
darah yang berada di belakang katup vena menjadi faktor predisposisi
timbulnya deposisi trombosit dan fibrin sehingga mencetuskan terjadinya
trombosis vena dalam.
Cedera endotel meski diketahui dapat mengawali pembentukan trombus,
namun tidak selalu dapat ditunjukkan adanya lesi yang nyata, pada kondisi
semacam ini nampaknya disebabkan adanya perubahan endotel yang samar
seperti akibat terjadinya perubahan kimiawi, iskemia atau anoksia, atau
peradangan. Penyebab kerusakan endotel yang jelas adalah adanya trauma
langsung pada pembuluh darah, seperti akibat fraktur dan cedera pada
jaringan lunak, tindakan infus intra vena atau substansi yang mengiritasi
seperti kalium klorida, kemoterapi ataupun antibiotik dosis tinggi.
Hiperkoagulabilitas darah tergantung pada interaksi kompleks antara
berbagai variabel termasuk endotel pembuluh darah, faktor-faktor pembekuan
dan trombosit, komposisi dan sifat-sifat aliran darah, sistem fibrininolitik
intrinsik pada sistem pembekuan darah. Keadaan hiperkoagulasi bisa terjadi
jika terjadi perubahan pada salah satu dari variabel-variabel tersebut.
Trombosis vena, apapun rangsangan yang mendasarinya, akan
meningkatkan resistensi aliran vena dari ekstremitas bawah. Dengan
meningkatnya resistensi, pengosongan vena akan terganggu, menyebabkan
peningkatan volume dan tekanan darah vena. Trombosis bisa melibatkan
kantong katup hingga merusak fungsi katup. Katup yang tidak berfungsi atau
yang inkompeten mempermudah terjadinya stasis dan penimbunan darah di
ekstremitas.
Dalam perjalanan waktu dengan semakin matangnya trombus akan
menjadi semakin terorganisir dan melekat pada dinding pembuluh darah.
Sebagai akibatnya, resiko embolisasi menjadi lebih besar pada fase-fase awal
trombosis, namun demikian ujung bekuan tetap dapat terlepas dan menjadi
emboli sewaktu fase organisasi. Selain itu perluasan trombus dapat
membentuk ujung yang panjang dan bebas selanjutnya dapat terlepas menjadi
emboli yang menuju sirkulasi paru-paru. Perluasan progresif juga

6
meningkatkan derajat obstruksi vena dan melibatkan daerah-daerah tambahan
dari sistem vena. Pada akhirnya, patensi lumen mungkin dapat distabilkan
dalam derajat tertentu atau direkanalisasi dengan retraksi bekuan dan lisis
melalui system fibrinolitik endogen. Tetapi beberapa kerusakan residual tetap
bertahan.

E. Manifestasi klinis

Keluhan dan gejala trombosis vena dalam dapat berupa


1. Nyeri
Intensitas nyeri tidak tergantung kepada besar dan luas trombosis.
Trombosis vena di daerah betis menimbulkan nyeri di daerah tersebut dan
bisa menjalar ke bagian medial dan anterior paha.
Keluhan nyeri sangat bervariasi dan tidak spesifik, bisa terasa nyeri atau
kaku dan intensitasnya mulai dari yang enteng sampai hebat. Nyeri akan
berkurang kalau penderita istirahat di tempat tidur, terutama posisi tungkai
ditinggikan.
2. Pembengkakan/Oedema
Timbulnya edema disebabkan oleh sumbatan vena di bagian proksimal dan
peradangan jaringan perivaskuler. Apabila pembengkakan ditimbulkan
oleh sumbatan maka lokasi bengkak adalah di bawah sumbatan dan tidak
nyeri, sedangkan apabila disebabkan oleh peradangan perivaskuler maka
bengkak timbul pada daerah trombosis dan biasanya di sertai nyeri.
Pembengkakan bertambah kalau penderita berjalan dan akan berkurang
kalau istirahat di tempat tidur dengan posisi kaki agak ditinggikan.
3. Perubahan warna kulit
Perubahan warna kulit tidak spesifik dan tidak banyak ditemukan pada
trombosis vena dalam dibandingkan trombosis arteri. Pada trombosis vena
perubahan warna kulit di temukan hanya 17%-20% kasus. Perubahan
warna kulit bisa berubah pucat dan kadang-kadang berwarna ungu.

7
4. Sindroma post-trombosis.
Penyebab terjadinya sindroma ini adalah peningkatan tekanan vena
sebagai konsekuensi dari adanya sumbatan dan rekanalisasi dari vena
besar. Keadaan ini mengakibatkan meningkatnya tekanan pada dinding
vena dalam di daerah betis sehingga terjadi imkompeten katup vena dan
perforasi vena dalam.
Semua keadaan di atas akan mengakibatkan aliran darah vena dalam
membalik ke daerah superfisilalis apabila otot berkontraksi, sehingga
terjadi edema, kerusakan jaringan subkutan, pada keadaan berat bisa
terjadi ulkus pada daerah vena yang di kenai.
Manifestasi klinis sindroma post-trombotik yang lain adalah nyeri pada
daerah betis yang timbul / bertambah waktu penderitanya berkuat (venous
claudicatio), nyeri berkurang waktu istirahat dan posisi kaki ditinggikan,
timbul pigmentasi dan indurasi pada sekitar lutut dan kaki sepertiga
bawah.
Trombosis vena dalam (DVT) menyerang pada pembuluh-pembuluh
darah sistem vena dalam . Serangan awalnya disebut trombosis vena dalam
akut, adanya riwayat trombosis vena dalam akut merupakan predisposisi
terjadinya trombosis vena dalam berulang. Episode DVT dapat
menimbulkan kecacatan untuk waktu yang lama karena kerusakan katup-
katup vena dalam. Emboli paru adalah resiko yang cukup bermakna pada
trombosis vena dalam.
Kebanyakan trombosis vena dalam berasal dari ekstremitas bawah,
banyak yang sembuh spontan dan sebagian lainnya menjadi parah dan luas
hingga membentuk emboli. Penyakit ini dapat menyerang satu vena atau
lebih, vena di daerah betis adalah vena-vena yang paling sering terserang.
Trombosis pada vena poplitea, femoralis superfisialis dan segmen-segmen
vena iliofemoralis juga sering terjadi.
DVT secara khas merupakan masalah yang tidak terlihat karena
biasanya tidak bergejala, terjadinya emboli paru dapat menjadi petunjuk

8
klinis pertama dari trombosis. Pembentukan trombus pada sistem vena
dalam dapat tidak terlihat secara klinis karena kapasitas system vena yang
besar dan terbentuknya sirkulasi kolateral yang mengitari obstruksi.
Diagnosisnya sulit karena tanda dan gejala klinis DVT tidak spesifik
dan beratnya keadaan tidak berhubungan langsung dengan luasnya
penyakit.
Gejala-gejala dari DVT berhubungan dengan rintangan dari darah yang
kembali ke jantung dan aliran balik pada kaki. Secara klasik, gejala-gejala
termasuk:
 Nyeri
 Bengkak
 Hangat dan
 Kemerahan.
 Sesak

F. Pemeriksaan diagnosis
Untuk mendiagnosa penderita  DVT dengan benar diperlukan
pemeriksaan dan evaluasi pada penderita secara hati-hati dan seksama,
meliputi keluhan dan gejala klinis serta adanya faktor resiko  terjadinya
trombosis vena yang didapat pada penderita sebagaimana dijelaskan pada
gambaran klinis di depan.
Namun karena keluhan dan gejala klinis penyakit vena tidak spesifik dan
sensitif untuk menegakkan diagnosis sebagai DVT maka perlu ditambah
dengan metode-metode evaluasi noninvasif maupun invasif. Tujuan dari hal
tersebut adalah untuk mendeteksi dan mengevaluasi obstruksi atau refluks
vena melalui katup-katup yang tidak berfungsi baik.
Selanjutnya ada pemeriksaan fisik yang bisa dilakukan untuk membantu
menegakkan diagnosa trombosis vena dalam antara lain:
 Tes dari Homan (Homan’s test) yakni dengan melakukan dorsofleksi pada
kaki maka akan didapatkan peningkatan rasa nyeri pada betis belakang.

9
Nilai diagnostik pemeriksaan ini rendah dan harus hati-hati karena bisa
menjadi pemicu terlepasnya trombus.
 Tanda dari Pratt (Pratt’s sign), dilakukan squeezing pada otot betis maka
akan timbul peningkatan rasa nyeri.

Setelah penderita dilakukan anamnesa dan pemeriksaan klinis yang


mengarah terjadinya DVT selanjutnya dilakukan pemeriksaan penunjang
diantaranya:
 Pemeriksaan D-Dimer
D-dimer merupakan tes darah yang digunakan sebagai tes penyaringan
(screening) untuk menentukan apakah ada bekuan darah. D-dimer adalah
kimia yang dihasilkan ketika bekuan darah dalam tubuh secara berangsur-
angsur larut/terurai. Tes digunakan sebagai indikator positif atau negatif.
Jika hasilnya negatif, maka tidak ada bekuan darah. Jika tes D-dimer
positif, bukan berarti bahwa terjadi trombosis vena dalam, karena banyak
kasus-kasus lain mempunyai hasil positif (kehamilan, infeksi, malignansi).
Oleh sebab itu, pengujian D-dimer harus digunakan sebagai sarana
skrening.
 Doppler ultrasound
Teknik Doppler dipakai untuk menentukan kecepatan aliran darah dan
pola aliran dalam sistem vena dalam dan permukaan. Pola aliran vena
normal ditandai dengan peningkatan aliran ekstremitas bawah selama
ekspirasi dan menurun selama inspirasi. Pada obstruksi vena variasi
pernafasan fasik tersebut tidak tampak. Terdapat sejumlah manuver yang
dapat dipakai untuk membangkitkan pola aliran abnormal seperti manuver
valsava dan kompresi vena. Bila didapat katup vena yang fungsinya tidak
baik, saat dilakukan kompresi dengan manset pada tungkai akan
meningkatkan tekanan di distal yang berakibat timbulnya refluks.
Pemakaian Doppler memungkinkan penilaian kualitatif katup pada vena
dalam, vena permukaan dan vena penghubung, juga mendeteksi adanya
obstruksi pada vena dalam maupun vena permukaan. Pemeriksaan ini

10
sederhana, tidak invasif tetapi memerlukan teknik dan pengalaman yang
baik untuk menjamin akurasinya.

 Duplex ultrasonic scanning


Pemakaian alat ini untuk mendapatkan gambaran vena dengan teknik
penggabungan informasi aliran darah Doppler intravaskuler dengan
gambaran ultrasonic morfologi vena. Dengan teknik ini obstruksi vena dan
refluks katup dapat dideteksi dan dilokalisasi.
 Pletismografi vena
Teknik ini mendeteksi perubahan dalam volume darah vena di tungkai.
Teknik pletismograf.
 Venografi
Merupakan teknik yang dianggap paling dipercaya untuk evaluasi dan    
perluasan penyakit vena. Tetapi ada kelemahan mengingat sebagai tes
invasif dibanding noninvasif yakni lebih mahal, tidak nyaman bagi
penderita, resiko lebih besar.

G. Komplikasi
Beberapa komplikasi DVT yang tidak segera ditangani selain penyakit
emboli paru yang telah disebutkan sebelumnya adalah sindrom paska
trombosis. Kondisi ini menyebabkan sumbatan pada salah satu pembuluh
darah di paru.

H. Penatalaksanaan
DVT dapat dicegah dengan memulai pola hidup sehat, seperti olahraga
ringan agar tubuh tetap bergerak dan sirkulasi darah tetap terjaga, pola diet
sehat, mengurangi berat badan bagi penderita obesitas, serta jangan
merokok.Bagi Anda yang memiliki risiko DVT dan merencanakan perjalanan
panjang, pastikan Anda telah memberitahukan rencana tersebut kepada orang
terdekat maupun dokter. Pastikan juga Anda memiliki perlindungan
kesehatan perjalanan yang aktif untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak

11
diinginkan selama perjalanan berlangsung. Beberapa kegiatan yang sebaiknya
dilakukan atau diperhatikan selama perjalanan, seperti perbanyak minum air
putih dan sebisa mungkin hindari minuman beralkohol karena dapat
menyebabkan dehidrasi. Tindakan pencegahan lainnya bisa dilakukan dengan
menghindari konsumsi pil tidur, perbanyak gerak badan dan tungkai, berjalan
singkat jika memungkinkan, dan gunakan stocking kompresi elastis.
 Pengobatan Deep Vein Thrombosis
Tujuan penatalaksanaan DVT pada fase akut adalah menghentikan
bertambahnya trombus, membatasi bengkak yang progresif pada tungkai,
melisiskan atau membuang  bekuan darah (trombektomi), mencegah
disfungsi vena atau sindroma paska trombosis di kemudian hari, dan
mencegah emboli. Obat yang utama adalah pemberian antikoagulan,
pada hal-hal khusus bisa ditambahkan obat trombolitik, dilakukan
trombektomi atau filter vena kava.
a) Antikoagulan
Unfractionated heparin (UFH) merupakan antikoagulan yang sudah
lama digunakan untuk penatalaksaan DVT pada saat awal. Mekanisme
kerja utama heparin adalah meningkatkan kerja antitrombin III
sebagai inhibitor faktor pembekuan dan melepaskan tissue factor 
pathway inhibitor (TFPI) dari dinding pembuluh darah. Terapi ini
diberikan dengan bolus 80 IU/Kg BB intravena dilanjutkan dengan
infus 18 IU/kgBB/jam dengan pemantauan nilai Activated Partial
Thromboplastin Time (APTT) sekitar 6 jam setelah bolus untuk
mencapai target APTT 1,5-2,5 kali nilai kontrol. Sebelum memulai
pemberian heparin, APTT, protrombin time  (PT), dan jumlah
trombosit harus diperiksa  terutama pada pasien dengan risiko tinggi
atau dengan gangguan hati atau ginjal.
b) Terapi Trombolitik
Terapi ini tidak dianjurkan pada DVT karena risiko perdarahan
intrakranial yang besar, kecuali kasus tertentu pada DVT dengan
oklusi total, terutama pada trombosis di iliofemoral yang masif.10

12
Terapi ini bertujuan untuk melisikan trombus secara cepat dengan cara
mengaktifkan plasminogen menjadi plasmin. Terapi ini umumnya
hanya efektif pada fase awal dan penggunaanya harus benar-benar
dipertimbangkan secara baik karena mempunyai risiko perdarahan 3
kali lipat dibandingkan dengan terapi antikoagulan saja.

c) Trombektomi
Trombektomi  dipertimbangkan dilakukan terutama pada pasien
dengan trombosis iliofemoral akut yang kurang dari 7 hari dengan
harapan hidup lebih dari 10 tahun.
d) Filter Vena Kava Inferior
Filter ini digunakan pada trombosis di atas lutut pada kasus dimana
anti koagulan merupakan kontraindikasi atau gagal mencegah emboli
berulang.
e) Latihan Fisik
Latihan fisik yang mungkin direkomendasikan kepada pasien DVT
adalah berjalan. Beristirahat dengan tungkai yang terangkat juga
disarankan agar kaki berada lebih tinggi dari pinggang demi
mengembalikan aliran darah dari betis.Alternatif pengobatan lain
dapat juga diberikan jika penggunaan obat antikoagulan tidak
memberikan hasil yang sesuai bagi pasien. Inferior vena cava filters
(IVC) ditempatkan pada pembuluh darah untuk menyaring gumpalan
darah dan menghentikannya mengalir menuju jantung dan paru-paru.
IVC dapat dipasang secara permanen atau dilepaskan setelah
penggumpalan darah berkurang. Keduanya dilakukan dengan
menggunakan prosedur operasi dengan bius lokal. IVC juga dapat
digunakan pada pasien penderita emboli paru dan pada kondisi cedera
parah

13
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Diagnosa Keperawatan
1. ketidakefektifan pola nafas
Definisi : inspirasi dan ekspirasi yang tidak memberi ventilasi adekuat.
Faktor resiko :
 perubahan kedalaman pernafasan
 bradipneu
 ortopneu
 dipneu
Faktor yang berhubungan :
 keletihan otot pernafasan
 keletihan

2. Gangguan perfusi jaringan


Definisi : penurunan jumlah oksigen yang mengakibatkan kegagalan untuk
memelihara jaringan pada tingkat kapiler
Faktor yang berhubungan :
 Gangguan aliran arteri atau vena
 Ketidak sesuaian antara ventilasi dan aliran darah
Faktor resiko :
 Dyspnea
 Pengguanaan otot pernapasan tamabahan
 Perubahan warna kulit
 Edema

14
3. Resiko intoleran aktivitas.
Definisi : beresiko mengalami ketidakcukupan energi psikologis atau
fisiologis untuk melanjutkan atau menyelesaikan Aktivitas
kehidupan sehari – hari yang harus atau yang di inginkan.
Faktor yang berhubungan
 Masalah pernafasan
 Masalah sirkulasi
 Status fisik kurang Bugar
 Perubahan tekanan darah di eksremitas.

4. Nyeri
Definisi : secara aktual atau potensial kerusakan jaringan atau
menggambarkan adanya kerusakan.
Faktor yang berhubungan :
 Agen, injuri, ( biologi, kimia,fisik, psikologis )
Faktor resiko :
 Gangguan tidur
 Perubahan autonomic dalam tonus otot (dalam rentang lemah ke kaku)
 Perubahan dalam nafsu makan dan minum
 Perubahan respon autonom seperti diaphoresis, perubahan tekanan
darah, nafas, nadi.

15
16
B. Penyimpangan KDM

17
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Deep vein thrombosis (DVT) atau trombosis vena dalam adalah
penggumpalan darah yang terjadi di dalam pembuluh darah vena dalam.
Kondisi ini umumnya muncul pada pembuluh vena besar yang terdapat di
bagian paha dan betis.
Berdasarkan “Triad of Virchow”, terdapat 3 faktor yang berperan dalam
etiologi terjadinya trombosis pada arteri atau vena yaitu kelainan dinding
pembuluh darah, perubahan aliran darah dan perubahan daya beku darah.
Trombosis vena adalah suatu deposit intra vaskuler yang terdiri dari fibrin,

18
sel darah merah dan beberapa komponen trombosit dan lekosit. Etiologi
terjadinya trombosis vena adalah sebagai berikut : Stasis vena,
Kerusakan pembuluh darah, Aktivitas faktor pembekuan.

B. SARAN
Semoga dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi mahasiswa
khususnya tentang sistem kardiovaskuler.

DAFTAR PUSTAKA

 Kapita Selekta Kedokteran, 2014, Edisi 4, Media Aesculapius, Jakarta


 Corwin, Elisabeth.J 2009, Patofisiologi, Edisi 3, EGC, Jakarta
 Herdman T. Heather, 2012. Diagnosa Keperawatan Nanda 2012-2014.
Jakarta, EGC
 http://documentslide.com/documents/makalah-blok-19-yolanda-dvt.html
 http://www.alodokter.com/deep-vein-thrombosis

19

Anda mungkin juga menyukai