Anda di halaman 1dari 35

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Standarisasi
Standarisasi adalah proses dalam menetapkan atau merumuskan dan
merevisi standar yang dilaksanakan secara tertib. Standar adalah sesuatu yang
dibakukan dan disusun berdasarkan konsesus semua pihak terkait dengan
memperhatikan syarat-syarat kesehatan, keamanan, keselamatan lingkungan,
berdasarkan pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan
datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya.
 Standarisasi dalam penerapan teknologi
1. Pre-Farm
On-Farm
Off-Farm
Teknologi panca panen
2. Teknologi ekstrak standar
3. Teknologi pengujian khasiat dan toksisitas
4. Teknologi produksi obet herbal
 Standarisasi simplisia
Syarat yang harus dipenuhi antara lain kemurnian simplisia, tidak
mengandung pestisida berbahaya, logam berat, dan senyawa toksik dan
beberapa persyaratan lain dalam Farmakope Indonesia.
 Standarisasi ekstrak

Kegunaan ekstrak obat terstandar antara lain memepertahankan


konsistensi kandungan senyawa aktif batch yang diproduksi, pemekatan
kandungan senyawa aktif pada ekstrak. Parameter yang ditetapkan dalam
standarisasi ekstrak antara lain: parameter non spesifik dan parameter
spesifik. Parameter non spesifik yaitu susut pengeringan dan bobot jenis,
kadar air, kadar abu, sisa pelarut, residu pestisida. Parameter spesifik yaitu
identitas, organoleptik, senyawa terlarut pada pelarut polar dan non polar
serta profil kromatografi.

 Herbal terstandar dan fitofarmaka

1
Yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan mutu simplisisa :
a. Simplisis harus memenuhi persyaratan umum edisi terakhir dari buku-
buku acuan yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan RI
b. Terdapat simplisia pembanding yang setiap periode harus diperbaharui
c. Dilakukan pemeriksaan mutu fisi secara tepat
d. Dilakukan pemeriksaan secara lengkap seperti pemeriksaan organolepti,
makrokospis, mikrokospis, pemeriksaan fisika, kimiawi, kromatografi
Parameter standarisasi
Parameter standarisasi antara lain:
o Organoleptik
Pemeriksaan meliputi warna, bau, dan rasa.
o Makrokospis
Pemeriksaan dengan dilihat secara langsung, dapat juga dengan bantuan
kaca pembesar
o Mikrokosis
Pemeriksaan dengan melihat jaringan sel simplisia dibawah mikroskop
o Fluoresensi
Uji ini dapat dilakukan terhadap ekstrak, atau larutan yang dibuat dari
simplisia
o Kelarutan
Dilakukan pada simplisia yang berupa eksudat tanaman
o Reaksi warna , pengendapan, dan reaksi lain
Pada reaksi warna dapat dilakukan pada simplisia yang telah diserbuk
Pada reaksi pengendapan dilakukan pada ekstrak larutan simplisia yang
jernih.
o Kromatografi
Cara ini mempunyai kepekaan yang tinggi, cepat, sederhana dan murah.
o Penetapan kadar
Syarat untuk dapat diterapkannya pengujian yang berupa zat ini adalah
telah diketahui secara pasti kadar minimal zat berkhasiat yang harus
dikandung oleh simplisia
o Cemaran mikroba dan aflatoksin

2
Seperti Aspergillus flavus, merupakan mikroba jamur yang tidak
berbahaya, tetapi metabolit aflatoksinnya menyebabkan keracunan.
o Cemaran logam berat
Seperti cemaran hydrogen sulfida tidak boleh melebihi batas logam
berat pada monografi yang dinyatakan sebagai timbal

2.2 CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK (CPOB)


Pemastian mutu suatu obat tidak hanya mengandalkan pada
pelaksanaan pengujian tertentu saja, namun obat hendaklah dibuat dalam
kondisi yang dikendalikan dan dipantau secara cermat. Produksi sediaan
farmasi dan alat kesehatan harus dilakukan dengan cara produksi yang baik
memenuhi syarat-syarat yang berlaku sesuai dalam Farmakope Indonesia atau
buku standar yang lain. Maka industri farmasi dalam pembuatan obat harus
menerapkan acuan standar sebagai pedoman dalam pembuatan obat yang baik
sesuai dengan Keputusan Menkes No. 43/Menkes/SK/11/1988 tentang Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang mengharuskan pembuatan obat
yang baik untuk menjamin mutu obat yang dihasilkan industri farmasi dalam
seluruh aspek dan serangkaian kegiatan produksi sehingga obat jadi yang
dihasilkan memenuhi syarat mutu yang telah ditentukan dan sesuai dengan
tujuan penggunaannya.
Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) ditetapkan tidak
lain sebagai wujud implementasi kebijaksanaan pemerintah untuk mendorong
industri farmasi menghasilkan produk-produk yang berkualitas, berdaya saing
tinggi di pasaran serta mengurangi ketergantungan akan produk-produk
impor. CPOB meliputi semua proses produksi, mulai dari bahan awal, tempat,
dan alat sampai pelatihan dan kebersihan dari pekerja. Prosedur tertulis dari
tiap proses produksi adalah komponen penting yang dapat mempengaruhi
kualitas akhir dari produk.
Pada prinsipnya produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti
prosedur yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang
menjamin senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu
serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi).

3
Secara umum proses produksi yang ditetapkan oleh CPOB adalah
sebagai berikut :
1. Produksi hendaklah dilakukan dan diawasi oleh personil yang kompeten.

2. Penanganan bahan dan produk jadi, seperti penerimaan dan karantina,


pengambilan sampel, penyimpanan, penandaan, penimbangan,
pengolahan, pengemasan dan distribusi hendaklah dilakukan sesuai dengan
prosedur atau instruksi tertulis dan bila perlu dicatat.

3. Seluruh bahan yang diterima hendaklah diperiksa untuk memastikan


kesesuaiannya dengan pemesanan. Wadah hendaklah dibersihkan dan
bilamana perlu diberi penandaan dengan data yang sesuai. Kerusakan
wadah dan masalah lain yang dapat berdampak merugikan terhadap mutu
bahan hendaklah diselidiki, dicatat dan dilaporkan kepada Bagian
Pengawasan Mutu.

4. Bahan yang diterima dan produk jadi hendaklah dikarantina secara fisik
atau administratif segera setelah diterima atau diolah, sampai dinyatakan
lulus untuk pemakaian atau distribusi.

5. Produk antara dan produk ruahan yang diterima hendaklah ditangani


seperti penerimaan bahan awal.

6. Semua bahan dan produk jadi hendaklah disimpan secara teratur pada
kondisi yang disarankan oleh pabrik pembuatnya dan diatur sedemikian
agar ada pemisahan antar bets dan memudahkan rotasi stok.

7. Pemeriksaan jumlah hasil nyata dan rekonsiliasinya hendaklah dilakukan


sedemikian untuk memastikan tidak ada penyimpangan dari batas yang
telah ditetapkan.

8. Pengolahan produk yang berbeda hendaklah tidak dilakukan secara


bersamaan atau bergantian dalam ruang kerja yang sama kecuali tidak ada
risiko terjadinya campur baur ataupun kontaminasi silang.

4
9. Tiap tahap pengolahan, produk dan bahan hendaklah dilindungi terhadap
pencemaran mikroba atau pencemaran lain.

10. Bila bekerja dengan bahan atau produk kering, hendaklah dilakukan
tindakan khusus untuk mencegah debu timbul serta penyebarannya. Hal
ini terutama dilakukan pada penanganan bahan yang sangat aktif atau
menyebabkan sensitisasi.

11. Selama pengolahan, semua bahan, wadah produk ruahan, peralatan atau
mesin produksi dan bila perlu ruang kerja yang dipakai hendaklah diberi
label atau penandaan dari produk atau bahan yang sedang diolah,
kekuatan (bila ada) dan nomor bets. Bila perlu, penandaan ini hendaklah
juga menyebutkan tahapan proses produksi.

12. Label pada wadah, alat atau ruangan hendaklah jelas, tidak berarti ganda
dan dengan format yang telah ditetapkan. Label yang berwarna seringkali
sangat membantu untuk menunjukkan status (misalnya: karantina,
diluluskan, ditolak, bersih dan lain-lain).

13. Pemeriksaan perlu dilakukan untuk memastikan pipa penyalur dan alat
lain untuk transfer produk dari satu ke tempat lain yang telah terhubung
dengan benar.

14. Penyimpangan terhadap instruksi atau prosedur sedapat mungkin


dihindarkan. Bila terjadi penyimpangan maka hendaklah ada persetujuan
tertulis dari kepala bagian Pemastian Mutu dan bila perlu melibatkan
bagian Pengawasan Mutu.

15. Akses ke bangunan dan fasilitas produksi hendaklah dibatasi hanya untuk
personil yang berwenang.

16. Pada umumnya pembuatan produk nonobat hendaklah dihindarkan dibuat


di area dan dengan peralatan yang khusus untuk produk obat.

5
CPOB berangkat dari filosofi bahwa mutu suatu obat harus dibangun
oleh semua aspek yang terlibat dalam proses pembuatan obat mulai dari
mendesain produk, mencari bahan awal, proses produksi hingga proses
pengiriman obat jadi ke distributor bahkan sampai pemantauan kualitas obat
yang sudah didistribusikan. Sedangkan 5S berasal dari budaya Jepang yang
dalam sistem manufaktur banyak diikuti oleh seluruh perusahaan mafaktur di
seluruh dunia. 5S adalah singkatan dari bahasa Jepang yang artinya :
a. S pertama Seiri yang artinya Ringkas
b. S kedua Seiton yang artinya Rapih
c. S ketiga Seiso yang artinya Resik
d. S keempat Seiketsu yang artinya Rawat
e. S kelima Shitsuke yang artinya Rajin
Penerapan 5S dalam industri farmasi yang disesuaikan dengan
prinsip-prinsip CPOB memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap
kualitas obat yang dihasilkan. Berikut manfaat secara umum penerapan 5S di
industri farmasi dalam kaitannya dengan menjamin kualitas dan keamanan
obat :
1. Mencegah terjadinya mixed up,
Budaya 5R jika dilaksanakan dengan baik akan menciptakan
lingkungan kerja yang memungkinkan terhindar dari mixed up. Prinsip R
Ringkas pertama misalnya, kita harus menyingkirkan barang barang yang
memang tidak diperlukan untuk pekerjaan yang dilakukan, disusul R
kedua yang berarti rapih artinya barang atau peralatan disusun secara
systematis sehingga memudahkan dalampekerjaan, semua ini sangat
sejalan dengan prinsip GMP. Bukankan menurut prinsip CPOB dalam
setiap tahap produksi harus dilakukan line clearance yang secara prinsip
sangat sejalan dengan R pertama dan R kedua
2. Mencegah terjadinya cross contamination.
Cross contamination dapat terjadi melalui berbagai cara, salah
satunya adalah system penempatan bahan atau peralatan  yang tidak
sesuai.  Misalnya tidak dipisahkan antara scope bersih dan scope bekas di

6
ruang timbang. Dalam hal ini prinsip 5R sangat penting sekali
dilaksanakan.
3. Mencegah tejadinya kesalahan prosedur .
Dengan suasana kerja yang ringkas, dan barang barang yang
tersusun secara systematis, serta peralatan dan lingkungan yang resik
makan kesalahan prosedur dapat dicegah. Line celarance adalah hal
pertama yang harus dilakukan setiap memulai aktifitas produksi.
4. Menjaga kebersihan, dimana hal ini sangat mutlak diperlukan.
Dalam CPOB aspek kebersihan mulai dari personel higiene,
kebersihan peralatan sampai dengan lingkungan kerja merupakan hal yang
sangat ditekankan
5. Menjaga kebersihan peralatan,
Budaya menjaga peralatan agar selalu resik, dapat mencegah
kontaminasi silang dari produk sebelumnya serta dari cemaran mikroba
atau bahan bahan asing lainnya.
6. Menjaga kelaikan mesin, sehingga setiap ada penyimpangan dapat
terdeteksi sejak awal sehingga kaulitas produk dapat selalu terjaga.
Personel yang sangat memperhatikan kondisi mesinnya adalah faktor
penentu konsistensi proses dan  kualitas produk.
7. Membiasakan untuk selalu melakukan pengecekan terhadap peralatan dan
system yang ada
8. Membiasakan hygiene personel
9. Membantu menciptakan proses yang konsisten,
Prinsip R keempat rawat dan R kelima rajin artinya menjadikan
budaya R pertama sampai R ketiga sebagai bagian budaya hidupnya.
Tanpa menunggu disuruh atau ditegur atasan, baik diawasi maupun tidak
selalu melaksanakan 5R dengan penuh antusias. 5R sudah menjadi bagian
dari dirinya. Hal  ini sangat penting sekali, karena semua proses atau
system yang sudah divalidasi hanya berguna jika dilaksanakan secara
konsisten.
10. Memperbaiki fow process, melalui lima 5 R aktifitas produksi bisa
disederhanakan dan dibuat lebih mudah sehingga terhidar dari kesalahan.

7
11. Dengan penataan yang systematis memudahkan kerja sehingga
kepatuhan karyawan terhadap prosedur menjadi lebih baik
12. Memudahkan sistem pengwasan mutu, managemen visual adalah hal
yang mendasar dalam system pengawasan, dibalik lingkungan kerja atau
tumpukan peralatan yang berantakan selalu tersembunyi kesalahan.
13. Mempersingkat delivery time, lingkungan kerja yang bersih dan tersusun
secara systematis mengurangi aktifitas yang tidak memberikan nilai
tambah (non added value activity)
14. Mensuskeskan audit, biasanya hal pertama yang paling berkesan bagi
seorang auditor adalah kebersihan dan kerapihan
15. Meningkatkan efisiensi dilingkungan manufacture dan distribusi
16. Meningkatkan image perusahaan.

2.3 VALIDASI PROSES


Studi validasi hendaklah memperkuat pelaksanaan CPOB dan
dilakukan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Hasil validasi dan
kesimpulan hendaklah dicatat. Sebelum suatu Prosedur Pengolahan Induk
diterapkan, hendaklah diambil langkah untuk membuktikan prosedur tersebut
cocok untuk pelaksanaan produksi rutin, dan bahwa proses yang telah
ditetapkan dengan menggunakan bahan dan peralatan yang telah ditentukan,
akan senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu.
Perubahan yang berarti dalam proses, peralatan atau bahan hendaklah
disertai dengan tindakan validasi ulang untuk menjamin bahwa perubahan
tersebut akan tetap menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu.
Hendaklah secara rutin dilakukan validasi dan/atau peninjauan ulang secara
kritis terhadap proses dan prosedur produksi untuk memastikan bahwa proses
dan prosedur tersebut tetap mampu memberikan hasil yang diinginkan.

2.4 PRODUKSI
Prinsip
Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang
telah ditetapkan; dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa

8
menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi
ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi).
Umum
1. Produksi hendaklah dilakukan dan di-awasi oleh personil yang kompeten.
2. Penanganan bahan dan produk jadi, seperti penerimaan dan karantina,
pengambilan sampel, penyimpanan, penandaan, penimbangan,
pengolahan, pengemasan dan distribusi hendaklah dilakukan sesuai
dengan prosedur atau instruksi tertulis dan bila perlu dicatat.
3. Seluruh bahan yang diterima hendaklah diperiksa untuk memastikan
kesesuaian-nya dengan pemesanan. Wadah hendak-lah dibersihkan dan
bilamana perlu diberi penandaan dengan data yang sesuai.
4. Kerusakan wadah dan masalah lain yang dapat berdampak merugikan
terhadap mutu bahan hendaklah diselidiki, dicatat dan dilaporkan kepada
Bagian Pengawasan Mutu.
5. Bahan yang diterima dan produk jadi hendaklah dikarantina secara fisik
atau administratif segera setelah diterima atau diolah, sampai dinyatakan
lulus untuk pemakaian atau distribusi.
6. Produk antara dan produk ruahan yang diterima hendaklah ditangani
seperti penerimaan bahan awal.
7. Semua bahan dan produk jadi hendaklah disimpan secara teratur pada
kondisi yang disarankan oleh pabrik pembuatnya dan diatur sedemikian
agar ada pemisahan antar bets dan memudahkan rotasi stok.
8. Pemeriksaan jumlah hasil nyata dan rekonsiliasinya hendaklah dilakukan
sedemikian untuk memastikan tidak ada penyimpangan dari batas yang
telah ditetapkan.
9. Pengolahan produk yang berbeda hendaklah tidak dilakukan secara
bersamaan atau bergantian dalam ruang kerja yang sama kecuali tidak
ada risiko terjadinya campur baur ataupun kontaminasi silang.
10. Tiap tahap pengolahan, produk dan bahan hendaklah dilindungi terhadap
pencemaran mikroba atau pencemaran lain.
11. Bila bekerja dengan bahan atau produk kering, hendaklah dilakukan
tindakan khusus untuk mencegah debu timbul serta penyebarannya. Hal

9
ini terutama dilakukan pada penanganan bahan yang sangat aktif atau
menyebabkan sensitisasi.
12. Selama pengolahan, semua bahan, wadah produk ruahan, peralatan atau
mesin produksi dan bila perlu ruang kerja yang dipakai hendaklah diberi
label atau penandaan dari produk atau bahan yang sedang diolah,
kekuatan (bila ada) dan nomor bets. Bila perlu, penandaan ini hendaklah
juga menyebutkan tahapan proses produksi.
13. Label pada wadah, alat atau ruangan hendaklah jelas, tidak berarti ganda
dan dengan format yang telah ditetapkan.
14. Label yang berwarna seringkali sangat membantu untuk menunjukkan
status (misalnya: karantina, diluluskan, ditolak, bersih dan lain-lain).
15. Pemeriksaan perlu dilakukan untuk memastikan pipa penyalur dan alat
lain untuk transfer produk dari satu ke tempat lain yang telah terhubung
dengan benar.
16. Penyimpangan terhadap instruksi atau prosedur sedapat mungkin
dihindarkan. Bila terjadi penyimpangan maka hendaklah ada persetujuan
tertulis dari kepala bagian Pemastian Mutu dan bila perlu melibatkan
bagian Pengawasan Mutu.
17. Akses ke bangunan dan fasilitas produksi hendaklah dibatasi hanya untuk
personil yang berwenang.
18. Pada umumnya pembuatan produk non-obat hendaklah dihindarkan
dibuat di area dan dengan peralatan yang khusus untuk produk obat.

2.5 SALEP
Salep adalah sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian
topikal pada kulit atau selaput lendir (DepKes RI, 1995). Salep merupakan
bentuk sediaan dengan konsistensi semisolida yang berminyak dan pada
umumnya tidak mengandung air dan mengandung bahan aktif yang dilarutkan
atau didispersikan dalam suatu pembawa. Pembawa atau basis salep
digolongkan dalam 4 tipe yaitu basis hidrokarbon, basis serap, basis yang
dapat dicuci dengan air, dan basis larut air.

10
Pembuatan formulasi sediaan salep dapat dilakukan dengan dua
metode umum yaitu metode pencampuran dan metode peleburan. Dalam
metode pencampuran, komponen salep dicampur bersama-sama sampai
diperoleh massa sediaan yang homogen. Penghalusan komponen sebelum
proses pencampuran kadang diperlukan sehingga dapat dihasilkan salep yang
tidak kasar saat digunakan. Pada metode peleburan semua bahan dicampur
dan dilebur pada temperatur yang lebih tinggi daripada titik leleh semua
bahan, kemudian dilakukan pendinginan dengan pengadukan konstan.
Pendinginan yang terlalu cepat dapat menyebabkan sediaan menjadi keras
karena terbentuk banyak kristal yang berukuran kecil, sedangkan pendinginan
yang terlalu lambat akan menghasilkan sedikit kristal sehingga produk
menjadi lembek.
Fungsi Salep :
a. Sebagai bahan pembawa substansi obat untuk pengobatan kulit
b. Sebagai bahan pelumas pada kulit
c. Sebagai pelindung untuk kulit yaitu mencegah kontak permukaan kulit
dengan larutan berair dan rangsang kulit ( Anief, 2005).
Persyaratan Salep Menurut FI Ed III
a. Pemerian tidak boleh berbau tengik.
b. Kadar, kecuali dinyatakan lain dan untuk salep yang mengandung obat
keras atau narkotik, kadar bahan obat adalah 10 %.
c. Dasar salep
d. Homogenitas, Jika salep dioleskan pada sekeping kaca atau bahan
transparan lain yang cocok, harus menunjukkan susunan yang homogen.
e. Penandaan,pada etiket harus tertera “obat luar” (Syamsuni, 2005). Salep
yang baik memiliki sifat – sifat sebagai berikut :
a. Stabil : baik selama distribusi, penyimpanan, maupun pemakaian.
Stabilitas terkait dengan kadaluarsa, baik secara fisik (bentuk, warna, bau,
dll) maupun secara kimia ( kadar/kandungan zat aktif yang tersisa ).
Stabilitas dipengaruhi oleh banyak factor, seperti suhu, kelembaban,
cahaya, udara, dan lain sebagainya.

11
b. Lunak : walaupun salep pada umumnya digunakan pada daerah/wilayah
kulit yang terbatas, namun salep harus cukup lunak sehingga mudah untuk
dioleskan.
c. Mudah digunakan: supaya mudah dipakai, salep harus memiliki
konsistensi yang tidak terlalu kental atau terlalu encer. Bila terlalu kental,
salep akan sulit dioleskan, bila terlalu encer maka salep akan mudah
mengalir/meleleh ke bagian lain dari kulit.
d. Protektif : salap – salep tertentu yang diperuntukkan untuk protektif, maka
harus memiliki kemampuan melindungi kulit dari pengaruh luar misal dari
pengaruh debu, basa, asam, dan sinar matahari.
e. Memiliki basis yang sesuai : basis yang digunakan harus tidak
menghambat pelepasan obat dari basis, basis harus tidak mengiritasi, atau
menyebabkan efek samping lain yang tidak dikehendaki.
f. Homogen : kadar zat aktif dalam sediaan salep cukup kecil, sehingga
diperlukan upaya/usaha agar zat aktif tersebut dapat terdispersi/tercampur
merata dalam basis. Hal ini akan terkait dengan efek terapi yang akan
terjadi setelah salep diaplikasikan ( Saifullah, 2008 : 63, 64 ).
Evaluasi Mutu Sediaan Salep
1. Uji bahan aktif
Pengujian bahan aktif meliputi, uji bobot jenis, uji rotasi optic, uji
indeks bias, uji titik lebur, dan uji titik didih. 
2. Homogenitas
Jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang
cocok, harus menunjukkan susunan yang homogen.
3. Daya serap air
Daya serap air, diukur sebagai bilangan air, yang digunakan untuk
mengkarakterisasi basis absorpsi. Bilanagn air dirumuskan sebagai jumlah air
maksimal (g), yang mampu diikat oleh 100 g basis bebas air pada suhu
tertentu (umumnya 15-20°) secara terus menerus atau dalam jangka waktu
terbatas (umumnya 24 jam), dimana air tersebut digabungkan secara manual.
Evaluasi kuantitatif dari jumlah air yang diserap dilakukan melalui perbedaan
bobot penimbangan (system mengandung air – sitem bebas air ) atau dengan

12
penentuan  kandungan air yang akan diuraikan nanti. Daya serap air akan
berubah, jika larutan turut digabungkan didalamnya. Dapat menurunkan
bilangan airnya.
4. Kandungan air
Ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk menentukan kandungan air
dari salep. Penentuan kehilangan akibat pengeringan. Kandungan air
digunakan ukuran kehilangan masa maksimal (%) yang dihitung pada saat
pengeringan disuhu tertentu (umumnya 100 - 110°C) cara tersebut merupaka
metode konvensional. Cara ini tidak dapat digunakan, jika bahan obat atau
bahan pembantu ada yang mngenguap (minyak atsiri, fenol dan sebagainya).
5. Konsistensi
Konsistensi bukanlah istilah yang dirumuskan dengan pasti,
melainkan hanya sebuah cara, untuk mengkarakterisasikan sifat berulang,
seperti sifat lunak dari sediaan sejenis salep atau mentega, melalui sebuah
angka ukur. Untuk memperoleh konsistensi dapat digunakan metode berikut,
penetrometer.
6. Penyebaran
Penyebaran salep diartikan sebagai kemampuan penyebarannya pada
kulit. Penentuanya dilakukan dengan extensometer.
7. Ukuran partikel
Umumnya farmakope tidak mensyaratkan pengujian ukuran partikel
dalam salep suspensi, melainkan hanya membatasi penggunaan serbuk halus
atau serbuk yang sangat halus. Pada salep mata suspense harus
diperhitungkan adanya persyaratan yang lebih ketat, meskipun berbagai
farmakope melakukan pembatasan tapi syaratnya berbeda-beda.(Akfar,
PIM/2010)

2.6 KRIM
Krim merupakan bentuk emulsi dengan konsistensi semisolida
sehingga mempunyai viskositas yang lebih tinggi dibandingkan dengan
sediaan likuida. Sediaan krim terdiri dari dua fase yang tidak saling ampur,
yaitu fase internal (fase terdispersi) dan fase eksternal (fase pendispersi) yang

13
digabungkan dengan adanya surfaktan. Pada umumnya sediaan krim dibagi
menjadi dua tipe yaitu tipe minyak dalam air terdiri dari tetes-tetes kecil
minyak (fase internal) yang terdispersi dalam air (fase eksternal), dan
sebaliknya pada krim air dalam minyak.

Kualitas Dasar Krim, :


 Stabil, selama masih dipakai mengobati. Maka krim harus bebas dari
inkopatibilitas, stabil pada suhu kamar, dan kelembaban yang ada dalam
kamar.
 Lunak, yaitu semua zat dalam keadaan halus dan seluruh produk menjadi
lunak dan homogen.
 Mudah dipakai, umumnya krim tipe emulsi adalah yang paling mudah
dipakai dan dihilangkan dari kulit.
 Terdistribusi merata, obat harus terdispersi merata melalui dasar krim
padat atau cair pada penggunaan (Anief, 1994)

Bahan-Bahan Penyusun Krim


 Fase minyak, yaitu bahan obat yang larut dalam minyak, bersifat asam.
Contoh : asam stearat, adepslanae, paraffin liquidum, paraffin solidum,
minyak lemak, cera, cetaceum, vaselin, setil alkohol, stearil alkohol, dan
sebagainya.
 Fase air, yaitu bahan obat yang larut dalam air, bersifat basa.
Contoh : Na tetraborat (borax, Na biboras), Trietanolamin/ TEA, NaOH,
KOH, Na2CO3, Gliserin, Polietilenglikol/ PEG, Propilenglikol, Surfaktan
(Na lauril sulfat, Na setostearil alkohol, polisorbatum/ Tween, Span dan
sebagainya).

Metode Pembuatan Krim


Pembuatan sediaan krim meliputi proses peleburan dan proses
emulsifikasi. Biasanya komponen yang tidak bercampur dengan air seperti
minyak dan lilin dicairkan bersama-sama di penangas air pada suhu 70-75°C,
sementara itu semua larutan berair yang tahan panas, komponen yang larut
dalam air dipanaskan pada suhu yang sama dengan komponen lemak.
Kemudian larutan berair secara perlahan-lahan ditambahkan ke dalam

14
campuran lemak yang cair dan diaduk secara konstan, temperatur
dipertahankan selama 5-10 menit untuk mencegah kristalisasi dari lilin/lemak.
Selanjutnya campuran perlahan-lahan didinginkan dengan pengadukan yang
terus-menerus sampai campuran mengental. Bila larutan berair tidak sama
temperaturnya dengan leburan lemak, maka beberapa lilin akan menjadi
padat, sehingga terjadi pemisahan antara fase lemak dengan fase cair
(Munson, 1991).

Stabilitas Sediaan Krim


Sediaan krim dapat menjadi rusak bila terganggu sistem campurannya
terutama disebabkan oleh perubahan suhu dan perubahan komposisi karena
penambahan salah satu fase secara berlebihan atau pencampuran dua tipe
krim jika zat pengemulsinya tidak tercampurkan satu sama lain. Pengenceran
krim hanya dapat dilakukan jika diketahui pengencer yang cocok. Krim yang
sudah diencerkan harus digunakan dalam waktu satu bulan.

Evaluasi mutu krim


Agar system pengawasan mutu dapat berfungsi dengan efektif, harus
dibuatkan kebijaksanaan dan peraturan yang mendasari dan ini harus selalu
ditaati. Pertama, tujuan pemeriksaan semata-mata adalah demi mutu obat
yang baik. Kedua, setia pelaksanaan harus berpegang teguh pada standar atau
spesifikasi dan harus berupaya meningkatkan standard an spesifikasi yang
telah ada.
1. Organoleptis
Evalusai organoleptis menggunakan panca indra, mulai dari bau, warna,
tekstur sedian, konsistensi pelaksanaan menggunakan subyek responden
( dengan kriteria tertentu ) dengan menetapkan kriterianya pengujianya
( macam dan item ), menghitung prosentase masing- masing kriteria yang
di peroleh, pengambilan keputusan dengan analisa statistik.
2. Evaluasi pH
Evaluasi pH menggunakan alat pH meter, dengan cara perbandingan 60 g :
200 ml air yang di gunakan untuk mengencerkan , kemudian aduk hingga

15
homogen, dan diamkan agar mengendap, dan airnya yang di ukur dengan
pH meter, catat hasil yang tertera pada alat pH meter.
3. Evaluasi daya sebar
Dengan cara sejumlah zat tertentu di letakkan di atas kaca yang berskala.
Kemudian bagian atasnya di beri kaca yang sama, dan di tingkatkan
bebanya, dan di beri rentang waktu 1 – 2 menit. kemudian diameter
penyebaran diukur pada setiap penambahan beban, saat sediaan berhenti
menyebar ( dengan waktu tertentu secara teratur ).
4. Evaluasi penentuan ukuran droplet
Untuk menentukan ukuran droplet suatu sediaan krim ataupun sediaan
emulgel, dengan cara menggunakan mikroskop sediaan diletakkan pada
objek glass, kemudian diperiksa adanya tetesan – tetesan fase dalam
ukuran dan penyebarannya.
5. Uji aseptabilitas sediaan.
Dilakukan pada kulit, dengan berbagai orang yang di kasih suatu quisioner
di buat suatu kriteria , kemudahan dioleskan, kelembutan, sensasi yang di
timbulkan, kemudahan pencucian. Kemudian dari data tersebut di buat
skoring untuk masing- masing kriteria. Misal untuk kelembutan agak
lembut, lembut, sangat lembut.

2.7 STANDARISASI PRODUK SALEP DAN KRIM


Berdasarkan CPOB 2006, diatur mengenai standarisasi produk krim
dan salep sebagai berikut.
1. Produk cairan, krim dan salep hendaklah diproduksi sedemikian rupa agar
terlindung dari pencemaran mikroba dan pencemaran lain. Penggunaan
sistem tertutup untuk produksi dan transfer sangat dianjurkan. Area
produksi di mana produk atau wadah bersih tanpa tutup terpapar ke
lingkungan hendaklah diberi ventilasi yang efektif dengan udara yang
disaring.
2. Tangki, wadah, pipa dan pompa yang digunakan hendaklah didesain dan
dipasang sedemikian rupa sehingga memudahkan pembersihan dan bila
perlu disanitasi. Dalam mendesain peralatan hendaklah diperhatikan agar

16
sesedikit mungkin adanya sambungan mati (dead-legs) atau ceruk di mana
residu dapat terkumpul dan menyebabkan perkembangbiakan mikroba.
3. Penggunaan peralatan dari kaca sedapat mungkin dihindarkan. Baja tahan
karat bermutu tinggi merupakan bahan pilihan untuk bagian peralatan yang
bersentuhan dengan produk.
4. Kualitas kimia dan mikrobiologi air yang digunakan hendaklah ditetapkan
dan selalu dipantau. Pemeliharaan sistem air hendaklah diperhatikan untuk
menghindari perkembangbiakan mikro-ba. Sanitasi secara kimiawi pada
sistem air hendaklah diikuti pembilasan yang prosedurnya telah divalidasi
agar sisa bahan sanitasi dapat dihilangkan secara efektif.
5. Perhatian hendaklah diberikan pada transfer bahan melalui pipa untuk
memastikan bahan tersebut ditransfer ke tujuan yang benar.
6. Apabila jaringan pipa digunakan untuk mengalirkan bahan awal atau
produk ruahan, hendaklah diperhatikan agar sistem tersebut mudah
dibersihkan. Jaringan pipa hendaklah didesain dan dipasang sedemikian
rupa sehingga mudah dibongkar dan dibersihkan.
7. Ketelitian sistem pengukur hendaklah diverifikasi. Tongkat pengukur
hanya boleh digunakan untuk bejana tertentu dan telah dikalibrasi untuk
bejana yang bersangkutan. Tongkat pengukur hendaklah terbuat dari bahan
yang tidak bereaksi dan tidak menyerap (misal: bukan kayu).
8. Perhatian hendaklah diberikan untuk mempertahankan homogenitas cam-
puran, suspensi dan produk lain selama pengisian. Proses pencampuran
dan pengisian hendaklah divalidasi. Perhatian khusus hendaklah diberikan
pada awal pengisian, sesudah penghentian dan pada akhir proses pengisian
untuk memastikan produk selalu dalam keadaan homogen.
9. Apabila produk ruahan tidak langsung dikemas hendaklah dibuat ketetapan
mengenai waktu paling lama produk ruahan boleh disimpan serta kondisi
penyimpanannya dan ketetapan ini hendaklah dipatuhi.

Pembuatan Produk Salep Dan Krim


Prinsip
Produk cairan, krim dan salep sangat rentan terhadap pencemaran
mikroba dan pencemaran lain selama pembuatan. Dengan demikian tindakan

17
khusus harus dilakukan untuk mencegah tiap pencemaran.
Catatan : Pembuatan produk cairan, krim dan salep harus dilakukan menurut
CPOB atau dengan suplemen pedoman lain yang relevan. Suplemen ini hanya
menekankan hal-hal spesifik dalam pembuatan produk ini.
Produksi
1. Kualitas bahan yang diterima dalam tangki hendaklah diperiksa sebelum
ditransfer ke dalam tangki penampung produk ruahan.
2. Bahan yang memungkinkan melepas serat atau cemaran lain, seperti
kardus (cardboard) atau palet kayu, hendaklah tidak dimasukkan ke dalam
area di mana produk atau wadah bersih terpapar ke lingkungan

Bahan Pengemas
1. Pengadaan, penanganan dan pengawasan bahan pengemas primer dan
bahan pengemas cetak serta bahan cetak lain hendaklah diberi perhatian
yang sama seperti terhadap bahan awal.
2. Perhatian khusus hendaklah diberikan kepada bahan cetak. Bahan cetak
tersebut hendaklah disimpan dengan kondisi keamanan yang memadai dan
orang yang tidak berkepentingan dilarang masuk. Label lepas dan bahan
cetak lepas lain hendaklah disimpan dan diangkut dalam wadah tertutup
untuk menghindarkan campur baur. Bahan pengemas hendaklah
diserahkan kepada orang yang berhak sesuai prosedur tertulis yang
disetujui.
3. Tiap penerimaan atau tiap bets bahan pengemas primer hendaklah diberi 
yang spesifik atau penandaan yang menunjukkan identitasnya.
4. Bahan pengemas primer, bahan pengemas cetak atau bahan cetak lain yang
tidak berlaku lagi atau obsolete hendaklah dimusnahkan dan
pemusnahannya dicatat.
5. Untuk menghindari campur baur, hanya satu jenis bahan pengemas cetak
atau bahan cetak tertentu saja yang diperbolehkan diletakkan di tempat

18
kodifikasi pada saat yang sama. Hendaklah ada sekat pemisah yang
memadai antar tempat kodifikasi tersebut.

Kegiatan Pengemasan
1. Kegiatan pengemasan berfungsi membagi dan mengemas produk ruahan
menjadi produk jadi. Pengemasan hendaklah dilaksanakan di bawah
pengendalian yang ketat untuk menjaga identitas, keutuhan dan mutu
produk akhir yang dikemas.
2. Hendaklah ada prosedur tertulis yang menguraikan penerimaan dan
identifikasi produk ruahan dan bahan pengemas, pengawasan untuk
menjamin bahwa produk ruahan dan bahan pengemas cetak dan bukan
cetak serta bahan cetak lain yang akan dipakai adalah benar,
pengawasanselama- proses pengemasan rekonsiliasi terhadap produk
ruahan, bahan pengemas cetak dan bahan cetak lain, serta pemeriksaan
hasil akhir pengemasan. Semua kegiatan pengemasan hendaklah
dilaksanakan sesuai dengan instruksi yang diberikan dan menggunakan
bahan pengemas yang tercantum dalam Prosedur Pengemasan Induk.
Rincian pelaksanaan pengemasan hendaklah dicatat dalam Catatan
Pengemasan Bets.
3. Sebelum kegiatan pengemasan dimulai, hendaklah dilakukan pemeriksaan
untuk memastikan bahwa area kerja dan peralatan telah bersih serta bebas
dari produk lain, sisa produk lain atau dokumen lain yang tidak diperlukan
untuk kegiatan pengemasan yang bersangkutan.
4. Semua penerimaan produk ruahan, bahan pengemas dan bahan cetak lain
hendaklah diperiksa dan diverifikasi kebenarannya terhadap Prosedur
Pengemasan Induk atau perintah pengemasan khusus.

Pra-Kodifikasi Bahan Pengemas


Label, karton dan bahan pengemas dan bahan cetak lain yang
memerlukan pra- kodifikasi dengan nomor bets/lot, tanggal daluwarsa dan
informasi lain sesuai dengan perintah pengemasan hendaklah diawasi dengan
ketat pada tiap tahap proses, sejak diterima dari gudang sampai menjadi
bagian dari produk atau dimusnahkan. Bahan pengemas dan bahan cetak lain

19
yang sudah dialokasikan untuk prakodifikasi hendaklah disimpan di dalam
wadah yang tertutup rapat dan ditempatkan di area terpisah serta terjamin
keamanannya. Proses pra-kodifikasi bahan pengemas dan bahan cetak lain
hendaklah dilakukan di area yang terpisah dari kegiatan pengemasan lainnya.
Seluruh bahan pengemas dan bahan cetak lain yang telah diberi prakodifikasi
hendaklah diperiksa sebelum ditransfer ke area pengemasan.

Kesiapan Jalur
Segera sebelum menempatkan bahan pengemas dan bahan cetak lain
pada jalur pengemasan, personil penanggung jawab yang ditunjuk dari bagian
pengemasan hendaklah melakukan pemeriksaan kesiapan jalur sesuai dengan
prosedur tertulis yang disetujui oleh kepala bagian Manajemen Mutu
(Pemastian Mutu), untuk:
1. memastikan bahwa semua bahan dan produk yang sudah dikemas dari
kegiatan pengemasan sebelumnya telah benar disingkirkan dari jalur
pengemasan dan area sekitarnya
2. memeriksa kebersihan jalur dan area sekitarnya: dan
3. memastikan kebersihan peralatan yang akan dipakai.

Praktik Pengemasan
Risiko kesalahan terjadi dalam pengemasan dapat diperkecil dengan
cara sebagai berikut:
1. menggunakan label dalam gulungan
2. pemberian penandaan bets pada jalur pemasangan label
3. dengan menggunaan alat pemindai dan penghitung label elektronis
4. label dan bahan cetak lain didesain sedemikian rupa sehingga
masingmasing mempunyai tanda khusus untuk tiap produk yang berbeda;
dan
5. di samping pemeriksaan secara visual selama pengemasan berlangsung,
hendaklah dilakukan pula pemeriksaan secara independen oleh bagian
Pengawasan Mutu selama dan pada akhir proses pengemasan.
6. Produk yang penampilannya mirip hendaklah tidak dikemas pada jalur
yang berdampingan kecuali ada pemisahan secara fisik.

20
7. Pada tiap jalur pengemasan nama dan nomor bets produk yang sedang
dikemas hendaklah dapat terlihat dengan jelas.
8. Wadah yang dipakai untuk menyimpan produk ruahan, produk yang baru
sebagian dikemas, atau sub-bets hendaklah diberi label atau penandaan
yang menunjukkan identitas, jumlah, nomor bets dan status produk
tersebut.
9. Wadah yang akan diisi hendaklah diserahkan ke jalur atau tempat
pengemasan dalam keadaan bersih.
10. Semua personil bagian pengemasan hendaklah memperoleh pelatihan
agar memahami persyaratan pengawasanselama- proses dan melaporkan
tiap penyimpangan yang ditemukan pada saat mereka menjalankan
tanggung jawab spesifik tersebut.
11. Area pengemasan hendaklah dibersihkan secara teratur dan sering selama
jam kerja dan tiap ada tumpahan bahan. Personil kebersihan hendaklah
diberi pelatihan untuk tidak melakukan praktik yang dapat menye babkan
campur baur atau pencemaran silang.
12. Bila ditemukan bahan pengemas cetak pada saat pembersihan hendaklah
diberikan kepada supervisor, yang selanjutnya ditempatkan di dalam
wadah yang disediakan untuk keperluan rekonsiliasi dan kemudian
dimusnahkan pada akhir proses pengemasan.
13. Kemasan akhir dan kemasan setengah jadi yang ditemukan di luar jalur
pengemasan hendaklah diserahkan kepada supervisor dan tidak boleh
langsung dikembalikan ke jalur pengemasan. Bila produk tersebut setelah
diperiksa oleh supervisor ternyata identitasnya sama dengan bets yang
sedang dikemas dan keadaannya baik, maka supervisor dapat
mengembalikannya ke jalur pengemasan yang sedang berjalan. Kalau
tidak, maka bahan tersebut hendaklah dimusnahkan dan jumlahnya
dicatat.
14. Produk yang telah diisikan ke dalam wadah akhir tetapi belum diberi
label hendaklah dipisahkan dan diberi penandaan untuk menghindari
campur baur.

21
15. Bagian peralatan pengemas yang biasanya tidak bersentuhan dengan
produk ruahan tapi dapat menjadi tempat penumpukan debu, serpihan,
bahan pengemas ataupun produk yang kemudian dapat jatuh ke dalam
produk atau mencemari atau dapat menjadi penyebab campur baur
produk yang sedang dikemas, hendaklah dibersihkan dengan cermat
16. Hendaklah diambil tindakan untuk mengendalikan penyebaran debu
selama proses pengemasan khususnya produk kering. Area pengemasan
yang terpisah diperlukan untuk produk tertentu misalnya obat yang
berdosis rendah dan berpotensi tinggi atau produk toksik dan bahan yang
dapat menimbulkan sensitisasi. Udara bertekanan tidak boleh digunakan
untuk membersihkan peralatan di area kegiatan pengemasan di mana
pencemaran silang dapat terjadi.
17. Pemakaian sikat hendaklah dibatasi karena dapat menimbulkan bahaya
pencemaran dari bulu sikat dan/atau partikel yang menempel pada sikat.
18. Personil hendaklah diingatkan untuk tidak menaruh bahan pengemas atau
produk di dalam saku mereka. Bahan tersebut hendaklah dibawa dengan
tangan atau di dalam wadah yang tertutup dan diberi tanda yang jelas.
19. Bahan yang diperlukan dalam proses pengemasan seperti pelumas,
perekat, tinta, cairan pembersih, dan sebagainya, hendaklah disimpan di
dalam wadah yang jelas tampak berbeda dengan wadah yang dipakai
untuk pengemasan produk dan hendaklah diberi penandaan yang jelas
dan mencolok sesuai dengan isinya.

Penyelesaian Kegiatan Pengemasan


1. Pada penyelesaian kegiatan pengemasan, hendaklah kemasan terakhir
diperiksa dengan cermat untuk memastikan bahwa kemasan produk
tersebut sepenuhnya sesuai dengan Prosedur Pengemasan Induk. Hanya
produk yang berasal dari satu bets dari satu kegiatan pengemasan saja
yang boleh ditempatkan pada satu palet. Bila ada karton yang tidak penuh
maka jumlah kemasan hendaklah dituliskan pada karton tersebut.
2. Setelah proses rekonsiliasi pengemasan, kelebihan bahan pengemas dan
produk ruahan yang akan disingkirkan hendaklah diawasi dengan ketat
agar hanya bahan dan produk yang dinyatakan memenuhi syarat saja yang

22
dapat dikembalikan ke gudang untuk dimanfaatkan lagi. Bahan dan produk
tersebut hendaklah diberi penandaan yang jelas.
3. Supervisor hendaklah mengawasi penghitungan dan pemusnahan bahan
pengemas dan produk ruahan yang tidak dapat lagi dikembalikan ke
gudang. Semua sisa bahan pengemas yang sudah diberi penandaan tapi
tidak terpakai hendaklah dihitung dan dimusnahkan. Jumlah yang
dimusnahkan hendaklah dicatat pada catatan pengemasan bets.
4. Supervisor hendaklah menghitung dan mencatat jumlah pemakaian neto
semua bahan pengemas dan produk ruahan.
5. Tiap penyimpangan hasil yang tidak dapat dijelaskan atau tiap kegagalan
untuk memenuhi spesifikasi hendaklah diselidiki secara teliti dengan
mempertimbangkan bets atau produk lain yang mungkin juga terpengaruh.
6. Setelah rekonsiliasi disetujui, produk jadi hendaklah ditempatkan di area
karantina produk jadi sambil menunggu pelulusan dari kepala bagian
Manajemen Mutu (Pemastian Mutu).

Pengawasan Selama Proses


1. Untuk memastikan keseragaman bets dan keutuhan obat, prosedur tertulis
yang menjelaskan pengambilan sampel, pengujian atau pemeriksaan yang
harus dilakukan selama proses dari tiap bets produk hendaklah
dilaksanakan sesuai dengan metode yang telah disetujui oleh kepala bagian
Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) dan hasilnya dicatat. Pengawasan
tersebut dimaksudkan untuk memantau hasil dan memvalidasi kinerja dari
proses produksi yang mungkin menjadi penyebab variasi karakteristik
produk selama proses berjalan.
2. Prosedur tertulis untuk pengawasan- selama-proses hendaklah dipatuhi.
Prosedur tersebut hendaklah menjelaskan titik pengambilan sampel,
frekuensi pengambilan sampel, jumlah sampel yang diambil, spesifikasi
yang harus diperiksa dan batas penerimaan untuk tiap spesifikasi.
3. Di samping itu, pengawasan-selamaproses hendaklah mencakup, tapi tidak
terbatas pada prosedur umum sebagai berikut:

23
4. semua parameter produk, volume atau jumlah isi produk hendaklah
diperiksa pada saat awal dan selama proses pengolahan atau pengemasan;
dan
5. kemasan akhir hendaklah diperiksa selama proses pengemasan dengan
selang waktu yang teratur untuk memastikan kesesuaiannya dengan
spesifikasi dan memastikan semua komponen sesuai dengan yang
ditetapkan dalam Prosedur Pengemasan Induk.
6. Selama proses pengolahan dan pengemasan bets hendaklah diambil
sampel pada awal, tengah dan akhir proses oleh personil yang ditunjuk.
7. Hasil pengujian/inspeksi selama proses hendaklah dicatat, dan dokumen
tersebut hendaklah menjadi bagian dari catatan bets.
8. Spesifikasi pengawasan-selama-proses hendaklah konsisten dengan
spesifikasi produk. Spesifikasi tersebut hendaklah berasal dari hasil rata-
rata proses sebelumnya yang diterima dan bila mungkin dari hasil estimasi
variasi proses dan ditentukan dengan menggunakan metode statistis yang
cocok bila ada

Bahan Dan Produk Yang Ditolak, Dipulihkan Dan Dikembalikkan


1. Bahan Dan Produk Yang ditolak hendaklah diberi penandaan yang jelas
dan disimpan terpisah di “area terlarang” (restricted area). Bahan atau
produk tersebut hendaklah dikembalikan kepada pemasoknya atau, bila
dianggap perlu, diolah ulang atau dimusnahkan. Langkah apapun yang
diambil hendaklah lebih dulu disetujui oleh kepala bagian Manajemen
Mutu (Pemastian Mutu) dan dicatat.
2. Pengolahan ulang produk yang ditolak hendaklah merupakan suatu
kekecualian. Hal ini hanya diperbolehkan jika mutu produk akhirnya tidak
terpengaruh, bila spesifikasinya dipenuhi dan prosesnya dikerjakan sesuai
dengan prosedur yang telah ditetapkan dan disetujui setelah dilakukan
evaluasi terhadap risiko yang mungkin timbul. Catatan pengolahan ulang
hendaklah disimpan.
3. Pemulihan semua atau sebagian dari bets sebelumnya, yang memenuhi
persyaratan mutu, dengan cara penggabungan ke dalam bets lain dari
produk yang sama pada suatu tahap pembuatan obat, hendaklah diotorisasi

24
sebelumnya. Pemulihan ini hendaklah dilakukan sesuai dengan prosedur
yang telah ditetapkan setelah dilakukan evaluasi terhadap risiko yang
mungkin terjadi, termasuk kemungkinan pengaruh terhadap masa edar
produk. Pemulihan ini hendaklah dicatat.
4. Kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) hendaklah
mempertimbangkan perlunya pengujian tambahan untuk produk hasil
pengolahan ulang, atau bets yang mendapat produk yang dipulihkan.
5. Bets yang mengandung produk pulihan hanya boleh diluluskan setelah
semua bets asal produk pulihan yang bersangkutan telah dinilai dan
dinyatakan memenuhi spesifikasi yang ditetapkan.
6. Produk yang dikembalikan dari peredaran dan telah lepas dari pengawasan
industri pembuat hendaklah dimusnahkan. Produk tersebut dapat dijual
lagi, diberi label kembali atau dipulihkan ke bets berikut hanya bila tanpa
ragu mutunya masih memuaskan setelah dilakukan evaluasi secara kritis
oleh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) sesuai prosedur
tertulis. Evaluasi tersebut meliputi pertimbangan sifat produk, kondisi
penyimpanan khusus yang diperlukan, kondisi dan riwayat produk serta
lamanya produk dalam peredaran. Bilamana ada keraguan terhadap mutu,
produk tidak boleh dipertimbangkan untuk didistribusikan atau dipakai
lagi, walaupun pemrosesan ulang secara kimia untuk memperoleh kembali
bahan aktif dimungkinkan. Tiap tindakan yang diambil hendaklah dicatat
dengan baik.

Karantina Dan Penyerahan Produk Jadi


1. Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian sebelum
penyerahan ke gudang dan siap untuk didistribusikan. Sebelum diluluskan
untuk diserahkan ke gudang, pengawasan yang ketat hendaklah
dilaksanakan untuk memastikan produk dan catatan pengemasan bets
memenuhi semua spesifikasi yang ditentukan.
2. Prosedur tertulis hendaklah mencantumkan cara penyerahan produk jadi
ke area karantina, cara penyimpanan sambil menunggu pelulusan,
persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh pelulusan, dan cara
pemindahan selanjutnya ke gudang produk jadi.

25
3. Selama menunggu pelulusan dari bagian Manajemen Mutu (Pemastian
Mutu), seluruh bets/lot yang sudah dikemas hendaklah ditahan dalam
status karantina.
4. Kecuali sampel untuk pengawasan mutu, tidak boleh ada produk yang
diambil dari suatu bets/lot selama produk tersebut masih ditahan di area
karantina.
5. Area karantina merupakan area terbatas hanya bagi personil yang benar-
benar diperlukan untuk bekerja atau diberi wewenang untuk masuk ke area
tersebut.
6. Produk jadi yang memerlukan kondisi penyimpanan khusus hendaklah
diberi penandaan jelas yang menyatakan kondisi penyimpanan yang
diperlukan, dan produk tersebut hendaklah disimpan di area karantina
dengan kondisi yang sesuai.
7. Pelulusan akhir produk hendaklah didahului dengan penyelesaian yang
memuaskan dari paling tidak hal sebagai berikut:
8. Produk memenuhi persyaratan mutu dalam semua spesifikasi pengolahan
dan pengemasan
9. Sampel pertinggal dari kemasan yang dipasarkan dalam jumlah yang
mencukupi untuk pengujian di masa mendatang
10. Pengemasan dan penandaan memenuhi semua persyaratan sesuai hasil
pemeriksaan oleh bagian Pengawasan Mutu
11. Rekonsiliasi bahan pengemas cetak dan bahan cetak dapat diterima; dan
12. Produk jadi yang diterima di area karantina sesuai dengan jumlah yang
tertera pada dokumen penyerahan barang.
13. Setelah pelulusan suatu bets/lot oleh bagian Manajemen Mutu (Pemastian
Mutu), produk tersebut hendaklah dipindahkan dari area karantina ke
gudang produk jadi.
14. Sewaktu menerima produk jadi, personil gudang hendaklah mencatat
pemasukan bets tersebut ke dalam kartu stok yang bersangkutan.

Catatan Dan Pengendalian Pengiriman Obat

26
Sistem distribusi hendaklah didesain sedemikian rupa untuk
memastikan produk yang pertama masuk didistribusikan lebih dahulu. Sistem
distribusi hendaklah menghasilkan catatan sedemikian rupa sehingga
distribusi tiap bets/lot obat dapat segera diketahui untuk mempermudah
penyelidikan atau penarikan kembali jika diperlukan. Prosedur tertulis
mengenai distribusi obat hendaklah dibuat dan dipatuhi. Penyimpangan
terhadap konsep first-in first-out (FIFO) atau first-expire first-out (FEFO)
hendaklah hanya diperbolehkan untuk jangka waktu yang pendek dan hanya
atas persetujuan pimpinan yang bertanggung jawab.

Penyimpana Bahan Awal, Bahan Pengemas, Produk Antara, Produk


Ruahan Dan Produk Jadi
1. Semua bahan dan produk hendaklah disimpan secara rapi dan teratur untuk
mencegah risiko campur baur atau pencemaran serta memudahkan
pemeriksaan dan pemeliharaan.
2. Bahan dan produk hendaklah tidak diletakkan langsung di lantai dan
dengan jarak yang cukup terhadap sekelilingnya.
3. Bahan dan produk hendaklah disimpan dengan kondisi lingkungan yang
sesuai. Penyimpanan yang memerlukan kondisi khusus hendaklah
disediakan.
4. Kondisi penyimpanan obat dan bahan hendaklah sesuai dengan yang
tertera pada penandaan berdasarkan hasil uji stabilitas.
5. Data pemantauan suhu hendaklah tersedia untuk dievaluasi. Alat yang
dipakai untuk pemantauan hendaklah diperiksa pada selang waktu yang
telah ditentukan dan hasil pemeriksaan hendaklah dicatat dan disimpan.
Semua catatan pemantauan hendaklah disimpan untuk jangka waktu paling
tidak sama dengan umur bahan atau produk yang bersangkutan ditambah 1
tahun, atau sesuai dengan peraturan pemerintah. Pemetaan suhu hendaklah
dapat menunjukkan suhu sesuai batas spesifikasi di semua area fasilitas
penyimpanan. Disarankan agar alat pemantau suhu diletakkan di area yang
paling sering menunjukkan fluktuasi suhu.

27
6. Penyimpanan di luar gedung diperbolehkan untuk bahan yang dikemas
dalam wadah yang kedap (misalnya drum logam) dan mutunya tidak
terpengaruh oleh suhu atau kondisi lain.
7. Kegiatan pergudangan hendaklah terpisah dari kegiatan lain.
8. Semua penyerahan ke area penyimpanan, termasuk bahan kembalian,
hendaklah didokumentasikan dengan baik.
9. Tiap bets bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan
produk jadi yang disimpan di area gudang hendaklah mempunyai kartu
stok. Kartu stok tersebut hendaklah secara periodik direkonsiliasi dan bila
ditemukan perbedaan hendaklah dicatat dan diberikan alas an bila jumlah
yang disetujui untuk pemakaian berbeda dari jumlah pada saat penerimaan
atau pengiriman. Hal ini hendaklah didokumentasikan dengan penjelasan
tertulis.

Penyimpanan Bahan Awal Dan Bahan Pengemas


1. Pemisahan secara fisik atau cara lain yang tervalidasi (misalnya cara
elektronis) hendaklah disediakan untuk penyimpanan bahan atau produk
yang ditolak, daluwarsa, ditarik dari peredaran atau obat atau bahan
kembalian. Bahan atau produk, dan area penyimpanan tersebut hendaklah
diberi identitas yang tepat.
2. Semua bahan awal dan bahan pengemas yang diserahkan ke area
penyimpanan hendaklah diperiksa kebenaran identitas, kondisi wadah dan
tanda pelulusan oleh bagian Pengawasan Mutu.
3. Bila identitas atau kondisi wadah bahan awal atau bahan pengemas
diragukan atau tidak sesuai dengan persyaratan identitas atau kondisinya,
wadah tersebut hendaklah dikirim ke area karantina. Selanjutnya pihak
Pengawasan Mutu hendaklah menentukan status bahan tersebut.

28
4. Bahan awal dan bahan pengemas yang ditolak hendaklah tidak disimpan
bersama-sama dengan bahan yang sudah diluluskan, tapi dalam area
khusus yang diperuntukkan bagi bahan yang ditolak.
5. Bahan cetak hendaklah disimpan di “area penyimpanan terlarang”
(restricted storage area) dan penyerahan di bawah pengawasan yang ketat.
6. Stok tertua bahan awal dan bahan pengemas dan yang mempunyai tanggal
daluwarsa paling dekat hendaklah digunakan terlebih dahulu (prinsip FIFO
dan FEFO).
7. Bahan awal dan bahan pengemas hendaklah diuji ulang terhadap identitas,
kekuatan, mutu dan kemurnian, sesuai kebutuhan, misalnya setelah
disimpan lama, atau terpapar ke udara, panas atau kondisi lain yang
mungkin berdampak buruk terhadap mutu.

Penyimpanan Produk Antara, Produk Ruahan Dan Produk Jadi


Produk antara, produk ruahan dan produk jadi hendaklah dikarantina
selama menunggu hasil uji mutu dan penentuan status. Tiap penerimaan
hendaklah diperiksa untuk memastikan bahwa bahan yang diterima sesuai
dengan dokumen pengiriman. Tiap wadah produk antara, produk ruahan dan
produk jadi yang diserahkan ke area penyimpanan hendaklah diperiksa
kesesuaian identitas dan kondisi wadah. Bila identitas atau kondisi wadah
produk antara, produk ruahan dan produk jadi diragukan atau tidak sesuai
dengan persyaratan identitas atau kondisinya, wadah tersebut hendaklah
dikirim ke area karantina. Selanjutnya pihak Pengawasan Mutu hendaklah
menentukan status produk tersebut.

Pengiriman Dan Pengangkutan


1. Bahan dan obat hendaklah diangkut dengan cara sedemikian rupa sehingga
tidak merusak keutuhannya dan kondisi penyimpanannya terjaga.
2. Perhatian khusus hendaklah diberikan bila menggunakan es kering dalam
rangkaian sistem pendinginan. Di samping itu, tindakan pengamanan
hendaklah memastikan agar bahan atau produk tidak bersentuhan langsung
dengan es kering tersebut, karena dapat berdampak buruk terhadap mutu
produk, misalnya terjadi pembekuan.

29
3. Bilamana perlu, dianjurkan penggunaan alat untuk memantau kondisi,
misalnya suhu, selama pengangkutan. Hasil pemantauan tersebut
hendaklah dicatat untuk pengkajian.
4. Pengiriman dan pengangkutan bahan atau obat hendaklah dilaksanakan
hanya setelah ada order pengiriman. Tanda terima order pengiriman dan
pengangkutan bahan hendaklah didokumentasikan.
5. Prosedur pengiriman hendaklah dibuat dan didokumentasikan, dengan
mempertimbangkan sifat bahan dan obat yang akan dikirim serta tindakan
pencegahan khusus yang mungkin diperlukan.
6. Wadah luar yang akan dikirim hendaklah memberikan perlindungan yang
cukup terhadap seluruh pengaruh luar serta diberi label yang jelas dan
tidak terhapuskan.
7. Catatan pengiriman hendaklah disimpan, yang menyatakan minimal:
8. tanggal pengiriman
9. nama dan alamat pelanggan
10. uraian tentang produk, misalnya nama, bentuk dan kekuatan sediaan (bila
perlu), nomor bets dan jumlah; dan
11. kondisi pengangkutan dan penyimpanan.
12. Semua catatan hendaklah mudah diakses dan tersedia bila diminta.

Contoh Validasi Dan Standarisasi Produk

N PERLAKUAN VALIDASI STANDARISASI RENTANG


O NILAI
Validasi dan Standarisasi Bahan Baku
1 Pasca Panen Cara panen Bagian tanaman yang digunakan Daun yang masih
Umur tanaman muda
Sumber bahan Tanaman muda
Teknik pengumpulan Tanaman
budidaya
Dengan
tangan/memetik
atau alat non besi
Sortasi basah Bebas dari benda asing dan
tanah, tidak mengandung lendir
dan tidak mengandung bahan

30
beracun
Pencucian Air mengalir atau air bersih yang
mengandung sedikit mikroba
Metode perajangan Tidak menggunakan perajangan
Metode pengeringan Dikeringkan dengan cara dioven
pada suhu 40-50°C.
Metode pengemasan Menggunakan plastik yang
kedap air, inert, diberi laber
2 Uji Kebenaran Parameter Spesifik 1. Identitas
Bahan (Metode dan Alat) 2. Organoleptik (Makroskopik)
3. Pengamatan mikroskopik
dibawah mikroskop
4. Penetapan kadar sari dengan
metode maserasi dan
gravimetri
5. Uji kandungan kimia
Parameter Non 1. Susut pengeringan
Spesifik (Metode 2. Penetapan kadar abu dengan
dan Alat) metode gravimetri
3. Penetapan kadar air dengan
metode destilasi azeotrop
4. Penetapan sisa pestisida
5. Penetapan cemaran logam
berat
6. Penetapan cemaran mikroba
7. Penetapan kapang, khamir,
aflatoksin
Validasi dan Standarisasi Proses Produksi
3 Pengubahan Metode dan Alat Simplisia dibuat serbuk dengan Ukuran bahan
Bentuk Simplisia cara diblender dan di ayak berkisar antara 40-
dengan ayakan mesh no. 30 60 mesh
4 Ekstraksi Metode, alat, dan Serbuk simplisia di ekstraksi
pelarut yang dengan menggunakan metode
digunakan maserasi dengan alat maserator
menggunakan pelarut methanol
5 Pemekatan Metode dan alat Ekstrak cair dipekatkan oleh
rotary evaporator dengan metode
tekanan uap tinggi.
6 Uji Mutu Ekstrak Parameter Spesifik 1. Pengukuran BJ menggunakan
(metode dan alat) piknometer
2. Kandungan senyawa tertentu
dengan uji kualitatif tanin

31
3. Pengujian pH dengan pH
meter
4. Pola dinamolisa di ukur
dengan kertas saring yang
tengahnya dilalui oleh benang
kasur yang mengalirkan
ekstrak
5. Pola kromatografi di ukur
dengan Kromatografi Lapis
Tipis
Parameter Non 1. Susut pengeringan ekstrak 1. Selisih bobot
Spesifik (metode dilakukan berbarengan dengan tetap 0,25
dan alat) penentuan kadar air 2. Kadar air ≤ 10%
2. Kadar air menggunakan 3. a. Kadar abu
metode destilasi azeotrop total : ≤ 4,5%
3. Kadar abu menggunakan b. Kadar ATL
metode gravimetri Asam : ≤
19%
c. Kadar AL Air
4. Kadar sari dianalisis : tidak ada
menggunakan metode maserasi batasan
dan gravimetri. 4. Kadar Sari
Larut Etanol : ≥
6,3%
5. Kadar Sari
Larut Air : ≥ 18%
7 Uji Aktivitas Metode dan alat Uji aktivitas ekstrak sebagai
Ekstrak antibakteri dilakukan dengan
cara mikrobiologi metode
hambatan zona bening
8 Pembuatan Pra-formulasi Bentuk yang akan dibuat yaitu
Sediaan (bentuk sediaan dan salep, krim.
eksifient)  Salep
Metode Pelelehan: zat pembawa
dan zat berkhasiat dilelehkan
bersama dan diaduk sampai
membentuk fasa yang 
homogeny.
Metode Triturasi : zat yang tidak
larut dicampur dengan sedikit

32
basis yang akan dipakai atau
dengan salah satu  zat pembantu,
kemudian dilanjutkan dengan
penambahan sisa basis

 Krim
proses peleburan dan proses
emulsifikasi. Biasanya
komponen yang tidak
bercampur dengan air seperti
minyak dan lilin dicairkan
bersama-sama di penangas
air pada suhu 70-75°C,
sementara itu semua larutan
berair yang tahan panas,
komponen yang larut dalam
air dipanaskan pada suhu
yang sama dengan
komponen lemak. Kemudian
larutan berair secara
perlahan-lahan ditambahkan
ke dalam campuran lemak
yang cair dan diaduk secara
konstan, temperatur
dipertahankan selama 5-10
menit untuk mencegah
kristalisasi dari lilin/lemak.
Selanjutnya campuran
perlahan-lahan didinginkan
dengan pengadukan yang
terus-menerus sampai
campuran mengental. Bila
larutan berair tidak sama
temperaturnya dengan
leburan lemak, maka
beberapa lilin akan menjadi
padat, sehingga terjadi
pemisahan antara fase lemak
dengan fase cair

33
8 Formulasi Metode dan alat
Validasi dan Standarisasi Produk
9. Evaluasi Parameter fisika dan  Salep
kimia (metode dan 1. UJi bahan aktif
alat) 2. Homogenitas
3. Daya serap air
4. Kandungan air
5. Knnsistensi
6. Penyebaran
7. Ukuran partikel
 Krim
1. Pengamatan organoleptik
meliputi : bentuk, warna, rasa,
dan bau.
2. pH
3. Daya sebar
4. Penentuan ukuran droplet
5. Uji aseptabilitas sediaan
10 Pengemasan Metode pengemasan Bahan pengemas, wadah
pengemas, jalur pengemasan,
karantina dan penyimpanan
produk

34
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2006. Pedoman Cara Pembuatan Obat


yang Baik (CPOB). Jakarta
Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2009. Suplemen I 2009 Pedoman Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB 2006). Jakarta
Materia Medika Indonesia
Farmakope Herbal Indonesia, 2008
Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, Departemen Kesehatan, 2000
(Keputusan Menteri Kesehatan R.I No: 55/MENKES/SK/I/2000
Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia (METOI), Badan POM 2004

35

Anda mungkin juga menyukai