Disusun Oleh:
VEGYA REFINDAH SHOUMI
P07131520002
3
DM atau gagal ginjal). Terapi antihipertensi harus diberikan kepada pasien
dengan hipertensi dan ALI untuk menurunkan resiko infark miokard, stroke,
gagal jantung, dan kematian akibat kardiovaskular. Penggunaan ACE-1 atau
ARB dapat digunakan untuk menurunkan risiko kejadian iskemik
kardiovaskular pada pasien ALI.
Selain hipertensi Diabetes melitus juga merupakan factor terjadinya
ALI, Diabetes mellitus meningkatkan risiko ALI sebanyak 3 sampai 4 kali,
dan meningkatkan risiko claudication menjadi 2 kali. Diabetes mellitus juga
meningkatkan risiko outcome yang lebih buruk pada pasien ALI, termasuk
perburukan menjadi amputasi dan kematian.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa Mampu Melakukan Penatalaksanaan Terapi Diet Dan
Asuhan Gizi Pada Pasien Acute Limb Ischemia (ALI) Rutherford II A
Extermitas Inferion Dextra, Hipertensi On Therapy, Diabetes Melitus Tipe
2, Hiperkalemia Post Koreksi Di RSUP DR Sardjito Yogyakarta
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu skrining gizi pada pasien Acute Limb Ischemia
(ALI) Rutherford II A Extermitas Inferion Dextra, Hipertensi On
Therapy, Diabetes Melitus Tipe 2, Hiperkalemia Post Koreksi.
b. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian biokimia pada pasien Acute
Limb Ischemia (ALI) Rutherford II A Extermitas Inferion Dextra,
Hipertensi On Therapy, Diabetes Melitus Tipe 2, Hiperkalemia Post
Koreksi.
c. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian fisik dan klinis pada pasien
Acute Limb Ischemia (ALI) Rutherford II A Extermitas Inferion
Dextra, Hipertensi On Therapy, Diabetes Melitus Tipe 2, Hiperkalemia
Post Koreksi.
4
d. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian dietary history pada pasien
Acute Limb Ischemia (ALI) Rutherford II A Extermitas Inferion
Dextra, Hipertensi On Therapy, Diabetes Melitus Tipe 2, Hiperkalemia
Post Koreksi.
e. Mahasiswa mampu menyusun diagnosis gizi pada pasien Acute Limb
Ischemia (ALI) Rutherford II A Extermitas Inferion Dextra, Hipertensi
On Therapy, Diabetes Melitus Tipe 2, Hiperkalemia Post Koreksi.
f. Mahasiswa mampu menyusun intervensi gizi pada pasien Acute Limb
Ischemia (ALI) Rutherford II A Extermitas Inferion Dextra, Hipertensi
On Therapy, Diabetes Melitus Tipe 2, Hiperkalemia Post Koreksi.
g. Mahasiswa mampu menyusun monitoring dan evaluasi pada pasien
Acute Limb Ischemia (ALI) Rutherford II A Extermitas Inferion
Dextra, Hipertensi On Therapy, Diabetes Melitus Tipe 2, Hiperkalemia
Post Koreksi.
h. Mahasiswa mampu melakukan konseling gizi pada pasien Acute Limb
Ischemia (ALI) Rutherford II A Extermitas Inferion Dextra, Hipertensi
On Therapy, Diabetes Melitus Tipe 2, Hiperkalemia Post Koreksi.
B. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
a. Sebagai media pembelajaran untuk memahami penatalaksanaan asuhan
gizi klinik pada pasien Acute Limb Ischemia (ALI) Rutherford II A
Extermitas Inferion Dextra, Hipertensi On Therapy, Diabetes Melitus
Tipe 2, Hiperkalemia Post Koreksi.
b. Meningkatkan keterampilan dalam memberikan asuhan gizi,
menganalisis masalah gizi dengan mengaitkan dengan metabolisme zat
gizi, patofisiologi penyakit, hasil pemeriksaan laboratorium, serta
interaksi obat dan makanan pada pasien Acute Limb Ischemia (ALI)
Rutherford II A Extermitas Inferion Dextra, Hipertensi On Therapy,
Diabetes Melitus Tipe 2, Hiperkalemia Post Koreksi.
2. Bagi Rumah Sakit
5
Dapat menjadi bahan masukan dan pertimbangan mengenai
pemberian diet sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, dan ketepatan diet
di RSUP Dr Sardjito Yogyakarta dengan tujuan meningkatkan persentase
kesembuhan pasien.
3. Bagi Pembaca
Menambah wawasan mengenai proses pelaksanaan asuhan gizi
pada pada pasien Acute Limb Ischemia (ALI) Rutherford II A Extermitas
Inferion Dextra, Hipertensi On Therapy, Diabetes Melitus Tipe 2,
Hiperkalemia Post Koreksi.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Pheripheral arterial disease (PAD) merupakan penyakit vaskular
perifer yang dapat mempengaruhi kualitas dan harapan hidup dengan
meningkatkan kejadian kardiovaskular. PAD juga sering
underdiagnosed, undertreated, dan kurang mendapat perhatian
komunitas medis. Pasien dengan PAD sendiri sering mengalami gejala-
gejala patognomonis seperti claudication intermitten, ischemic rest
pain, luka/ ulkus yang tidak sembuh.
2. Patofisiologi
PAD dapat terjadi dari berbagai penyakit yang menyebabkan
stenosis atau oklusi pada arteri ekstremitas bawah. Aterosklerosis
merupakan penyebab utama dan PAD merupakan penyakit sistemik
pada arteri dengan ukuran sedang ampai besar dimana lipid dan material
fibrin terkumpul di dalam lapisan intimal. Faktor risiko aterosklerosis
meliputi: ras, jenis kelamin, bertambahnya usia, merokok, diabetes
mellitus, hipertensi, dislipidaemia, keadaan hiperkoagulitas dan
hiperviskositas, hiperhomosisteinemia, kondisi inflamasi sistemik (C-
reactive protein yang tinggi) dan insufisiensi ginjal kronis.
PAD dapat terjadi dari berbagai penyakit yang menyebabkan
stenosis atau oklusi pada arteri ekstremitas bawah. Aterosklerosis
merupakan penyebab utama dan PAD merupakan penyakit sistemik
pada arteri dengan ukuran sedang ampai besar dimana lipid dan material
fibrin terkumpul di dalam lapisan intimal. Faktor risiko aterosklerosis
meliputi: ras, jenis kelamin, bertambahnya usia, merokok, diabetes
mellitus, hipertensi, dislipidaemia, keadaan hiperkoagulitas dan
hiperviskositas, hiperhomosisteinemia, kondisi inflamasi sistemik (C-
7
reactive protein yang tinggi) dan insufisiensi ginjal kronis.
3. Tanda dan gejala
a. Intermitten Claudication
65-75 % pasien dengan PAD tidak memiliki gejala
(asimptomatik). Tanda gejala utama adalah nyeri (claudikasio) dan
sensasi lelah (fatique), kram, atau nyeri pada otot tungkai bawah yang
secara konsisten dipegaruhi oleh aktivitas (seperti berjalan) dan
membaik dengan istirahat (dalam waktu 10 menit). Saat penyakit
bertambah buruk gejala mungkin terjadi saat aktivitas fisik ringan
bahkan setiap saat meskipun beristirahat. Dengan proses penyakit yang
terus berlanjut, gejala yang dirasakan dapat terjadi lebih sering dan
dirasakan dengan aktivitas yang lebih ringan (jarak berjalan yang lebih
pendek).
Pada tahap yang parah kaki dan tungkai akan menjadi dingin
dan kebas. Kulit akan menjadi kering dan bersisik bahkan saat terkena
luka kecil dapat terjadi ulcer karena tanpa suplai darah yang baik maka
proses penyembuhan luka tidak akan berjalan dengan baik. pada fase
yang paling parah saat pembuluh darah tersumbat akan dapat
terbentuk gangren pada area yang kekurangan suplai darah.
Pasien yang asimptomatik dengan ankle brachial index (ABI)
yang menurun , mungkin telh terjadi perburukan yang signifikan fungsi
kaki ketika dilakukan pemeriksaan yang secara objektif.
2. Critical Limb Ischemia
Critical Limb Ischemia (CLI) merupakan bentuk yang paling
parah dari PAD, dan diperkirakan sekitar 1% pasien PAD mengalami
kondisi ini . CLI ditandai dengankondisi kronis (≥2 minggu), nyeri saat
istirahat (Iscemic rest pain), luka/ ulkus yang tidak sembuh, atau
gangrene pada satu atau kedua kaki yang telah dibuktikan secara
objektif mengalami oklusi pada arteri. CLI berhubungan dengan risiko
yang lebih tinggi kehilangan tugkai bawah (amputasi) jika tidak
dilakukan revaskularisasi, sedangkan claudication jarang memburuk
8
hingga dibutuhkannya tindakan amputasi.
Ischemia rest pain biasanya dideskripsikan seperti sensasi
terbakar atau seperti rasadingin yang tidak nyaman atau paresthesia
dengann intesitas yang cukup hingga dapat mengganggu tidur . sensasi
tersebut juga dirasakan semakin bertambah dengan elevasi tungkai.
3. Acute Limb Iskemia
Acute limb ischemia (ALI) dapat disebabkan baik oleh emboli
atau trombus. Pada kondisiakut (<2 minggu) ini, gejala dapat terjadi
dalam waktu menit sampai jam setelah okulsi arteri terjadi akibat
penurunan perfusi yang buruk pada tungkai secara tiba-tiba. ALI dibagi
menjadi akut (onset <24 jam) dan sub-akut (onset 24 jam-2 minggu).
Presentasi klinis klasik ALI ini biasa disebut dengan 6 P, yaitu: pain,
pallor, pulsessness, paresthesia, paralysis, dan poikilotermia. Semua
kasus ALI suatu emegensi dan harus segera dirujuk untuk mendapat
tatalaksana definitif dan pada pasien dengan tanda klasik ALI,
revaskularisasi harus dilakukan dalam waktu 6 jam untuk mencegah
kerusakan otot yang permanen. Angka mortalitas 30-hari dan amputasi
tetap tinggi pada Ali (15-20 DAN 10-30%).
3. Faktor resiko
a. Gaya Hidup
Gaya hidup jarang berolah raga dapat meningkatkan resiko
terkena PAD, beberapa penelitian merekomendasikan olahraga 3 kali
seminggu dengan berjalan kaki selama 30 menit dalam jangka waktu
selama 6 bulan secara keseluruhan dijumpai peningkatan dalam
kemampuan berjalan sekitar 50-200%. Pada pasien dengan
claudication, olahraga direkomendasikan karena dapat memperbaiki
status fungsional, kualitas hidup, dan mengurangi gejala pada tungkai.
Selain itu kebiasaan merokok juga merupakan factor resiko,
Rokok merupakan faktor resiko yang dominan dalam perkembangan
dan perburukan PAD, selain itu rokok juga menigkatkan risiko
9
amputasi, oklusi graf dan mortalitas. Trans- Atlantic inter-society
consensus (TASC II) merekomendasikan untuk berhenti merokok
sebagai bagian dalam tatalaksana PAD. AHA/ACC 2016
merekomendasikan pasien dengan PAD yang merokok harus disarankan
untuk berhenti.
b. Hipertensi
Target tekanan darah pada pasien PAD adalah <140/90
mmHg(<130 /80 mmHg pada pasien DM atau gagal ginjal). Terapi
antihipertensi harus diberikan kepada pasien dengan hipertensi dan
PAD untuk menurunkan resiko infark miokard, stroke, gagal jantung,
dan kematian akibat kardiovaskular. Penggunaan ACE-1 atau ARB
dapat digunakan untuk menurunkan risiko kejadian iskemik
kardiovaskular pada pasien PAD.
c. Diabetes Melitus
Diabetes mellitus meningkatkan risiko PAD sebanyak 3 sampai
4 kali, dan meningkatkan risiko claudication menjadi 2 kali. Diabetes
mellitus juga meningkatkan risiko outcome yang lebih buruk pada
pasien PAD, termasuk perburukan menjadi CLL, amputasi dan
kematian. Tatalaksana DM pada pasien dengan PAD harus
dikoordinasikan antar sesama tim kesehatan.
1. Skrining Gizi
Skrining gizi merupakan proses yang sederhana dan cepat yang
dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan/perawat serta cukup sensitif
untuk mendeteksi pasien yang berisiko malnutrisi (Susetyowati, 2014).
Berbagai metode dalam skrining gizi dapat digunakan dan dipilih
yang terbaik berdasarkan praktik berbasis bukti (eviden based practice)
dan kemampuan sumber daya rumah sakit. Jika pasien berisiko
malnutrisi atau sudah malnutrisi dan/atau dengan kondisi penyakit yang
memerlukan modifikasi zat gizi, akan dilanjutkan dengan asuhan gizi,
10
dan jika tidak berisiko malnutrisi akan dilakukan skrining ulang secara
periodic 7 hari kemudian. Proses asuhan gizi terdiri dari empat tahap
atau yang disebut dengan ADIME yakni (1) Asesmen gizi, (2) Diagnosis
gizi, (3) Intervensi gizi, (4) Monitoring dan Evaluasi gizi (Persagi,
2020).
2. Manajemen Terapi Nutrisi
a. Penilaian Status Gizi
Status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan
dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam
bentuk variabel tertentu. Penilaian status gizi secara langsung dapat
dibagi menjadi empat penilaian, yaitu antropometri, klinis, biokimia,
dan biofisik. (Supariasa, 2016)
b. Intervensi Gizi
Intervensi gizi adalah tindakan terencana yang dirancang untuk
mengubah ke arah positif dari perilaku, kondisi lingkungan terkait
gizi atau aspek aspek kesehatan individu (termasuk keluarga dan
pengasuh), kelompok sasaran tertentu atau masyarakat tertentu
(Persagi, 2020).
1) Tujuan Diet Jantung Rendah Kolestrol
a. Meningkatkan asupan makan secara bertahap yaitu target 80%
total dari kebutuhan energi (WNPG, 2004)
b. Membatasi asupan kolestrol
c. Memberikan motivasi untuk selalu patuh terhadap diet yang
diberikan
2) Syarat dan Prinsip Diet Diet jantung rendah kolestrol
1) Energi cukup, dibutuhkan sesuai dengan berat badan dan
aktifitas fisik
2) Protein cukup yaitu 15% dari kebutuhan energi total.
Sumber protein hewani, terutama ikan yyang banyak
mengandung lemak omega-3 dikonsumsi minimal 2 kali
seminggu. Sumber protein nabati seperti kacang-kacangan
11
dan hasil olahan lebih di anjurkan.
3) Lemak diberikan 25%-35% dari kebutuhan energi
total. Pembatasan lemak jenuh sebesar sebesar
<10%. Jika terdapat dislipidemia, anjuran
kolesterol dalam makanan sebesar <200 mg/hari
4) Karbohidrat sedang, yaitu 50%-60% dari kebutuhan
energi total.
5) Kolestrol < 200 mg. sumber kolestrol di dalam bahan
makanan hewani, terutama yang kandungan lemak jenuh
tinggi seperti daging, susu fullcream. Telur dan ikan
mempunyai kandungan kolestrol tinggi, tetapi rendah
asam lemak jenuh sehingga dapat diberikan.
6) Serat tinggi yaitu 25-30 gram/hari termasuk serat larut air.
Sumber serat dapat diperoleh dari beta gucan dan pectin
yang ada pada oats, beras tumbuk atau beras merah,
havermout, dan kacang-kacangan serta sayuran seperti
wortel, brokoli, serta buahan memounyai kandungan
pektin seperti jeruk, apel, apricot, cranberry, plum, dan
kismis merah.
7) Sumber antioksidanseperti stanol tumbuhan/sterol
2gram/hari.
8) Vitamin dan mineral cukup, khususnya asam folat,
vitamin B6 dan B12
c. Penilaian Konsumsi dan Asupan Makanan
Penilaian konsumsi makan bertujuan untuk mengetahui kebiasaan
makan dan gambaran tingkatan kecukupan bahan makanan dan zat
gizi pada tingkat individu. Metode pengukuran penilaian konsumsi
makan tingkat individu dibedakan menjadi kuantitatif dan kualitatif
(Supariasa, 2020). Berikut ini metode penilaian konsumsi makan:
(a) Metode Recall 24 Jam
Prinsip metode recall 24 jam adalah mencatat jenis dan
12
jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam
yang lalu. Hal penting yang perlu diketahui adalah bahwa data
yang diperoleh dari recall 24 jam cenderung lebih bersifat
kualitatif. Oleh sebab itu, untuk mendapatkan data kuantitatif,
jumlah konsumsi makanan individu ditanyakan secara teliti
dengan menggunakan alat URT (sendok, gelas, piring, dan lain-
lain). Apabila pengukuran hanya dilakukan 1 kali, data yang
diperoleh kurang representative untuk menggambarkan kebiasaan
makanan individu. Dengan demikian, recall 24 jam sebaiknya
dilakukan berulang – ulang dan tidak dilakukan dalam beberapa
hari berturut – turut.
(b) Metode SQ-FFQ (Semi Quantitatif Food Frequency
Quosionairre)
Food Frequency Questionnaire adalah metode untuk
memperoleh data tentang frekuensi konsumsi sejumlah bahan
makanan atau makanan jadi selama periode tertentu seperti hari,
minggu, bulan atau tahun. Dengan food frequency dapat diperoleh
gambaran pola konsumsi bahan makanan secara kualitatif, tapi
karena periode pengamatan lebih lama dan dapat membedakan
individu berdasarkan rangking tingkat konsumsi zat gizi, maka
cara ini paling sering digunakan dalam penelitian epidemiologi
gizi.
FFQ sering dilengkapi dengan ukuran khas setiap porsi dan
jenis makanan untuk memperoleh asupan gizi secara relatif atau
mutlak, kebanyakan. Karena itu FFQ tidak jarang ditulis sebagai
riwayat pangan semikuantitatif (semiquantitative food history).
Asupan zat gizi secara keseluruhan diperoleh dengan jalan
menjumlahkan kandungan zat gizi masing-masing pangan.
Sebagian FFQ justru memasukkan pertanyaan tentang bagaimana
makanan biasanya diolah, penggunaan makanan suplemen, serta
makanan bermerek lain.
13
(c) Penilaian Sisa Makanan Metode Comstock
Sisa Makanan merupakan suatu indikator yang
mengambarkan belum optimalnya kualitas penyelenggaraan
makanan di rumah sakit. Hal ini disebabkan sisa makanan pasien
dapat menjadi suatu indikator dari keberhasilan penyelenggaraan
makanan di rumah sakit.
Sisa makanan merupakan suatu dampak dari sistem
pelayanan gizi di rumah sakit. Hal ini merupakan suatu
implementasi dari pelayanan gizi dan aspek perilaku pasien.
Banyaknya sisa makanan dalam piring pasien mengakibatkan
masukan gizi kurang selama pasien dirawat. Kebutuhan gizi
merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan atau
dipertimbangkan dalam menyusun menu pasien.
Penyelenggaraan makanan yang baik ketika pemberian
makanan sehat yang terdiri dari makanan pokok, lauk, sayur-
sayuran danbuah dalam jumlah yang cukup, dan dapat dihabiskan
oleh pasien. Sisa makanan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
jenis kelamin, tingkat pendidikan, kelompok umur, cita rasa
makanan, kelas perawatan, lama perawatan dan penyakit
mempengaruhi sisa makanan pasien. Jika faktor-faktor ini baik,
maka persepsi pasien terhadap makanan yang disajikan akan baik
sehingga makanan yang disajikan dikonsumsi habis. Jika persepsi
pasien terhadap makanan yang disajikan kurang, maka makanan
yang disajikan tidak dikonsumsi habis dan akan meninggalkan
sisa (Supariasa, 2016).
d. Interaksi Obat dan Makanan
Interaksi obat dan makanan terjadi apabila makanan yang
dimakan mempengaruhi bahan dalam obat yang diminum, sehingga
obat tidak dapat bekerja secara maksimal sebagaimana mestinya.
Interaksi ini dapat menyebabkan efek yang berbeda-beda, seperti
peningkatan atau penurunan efektivitas obat dan berbagai efek
14
samping. Makanan juga dapat menunda, mengurangi, atau
meningkatkan penyerapan obat. (Wahyuningsih, 2013).
15
BAB III
HASIL ASUHAN GIZI
16
B. Identitas Pasien
1. Data Personal (CH)
Kode
Jenis Data Data Personal
IDNT
CH.1.1 Nama Ny. P
CH.1.1.1 Umur 74 Tahun
CH.1.1.2 Jenis Kelamin Perempuan
CH.1.1.6 Suku/etnik Jawa
CH.1.1.9 Peran dalam Keluarga Istri
Diagnosis Medis Acute Limb Ischemia (ALI)
Rutherford II A Extermitas
Inferion Dextra, Hipertensi On
Therapy, Diabetes Melitus Tipe
2, Hiperkalemia Post Koreksi
17
C. Riwayat Makanan (FH)
Kode
Jenis Data Keterangan
IDNT
FH.2.1 Riwayat Diet Pasien memiliki kebiasaan makan 3x
(pola makan) sehari
MP : Nasi 3x sehari @ 10 sdm
LH : ayam 3-4x smg @ ½ ptg, hati,
telur 3-4x/minggu @ ½ btr
LN : tahu, tempe 4x smg @ 1bh di olah
bacem atau opor
Sayur : sop, wortel 3x sehari @ ½ ctg
Buah : pepaya 2xsmg @ 1ptg, pisang
susu 2x smg 2-3 bh, apel 3x smg @ 3
ptg
Minum : teh manis 2x shr @ 1gls
18
2. Recall 24 Jam (FH 7.2.8)
Tanggal : 06/07/2021
Makanan dari RS : Diet Jantung 2 (Tim)
19
CS.2.3. Estimasi Energi – (Protein +lemak)/4
1 Kebutuhan = 1.069– (227 + 379,5)/4
Karbohidrat = 129 gr
G. Biokimia (BD)
Kode Data Hasil Nilai Rujukan Ket
IDNT Biokimia
7 Juli 2021
Lekosit 17,22x10ˆ3/µL 4,50 – 11,50 Tinggi
Eritrosit 4,55 10ˆ6/µL 4,60 – 600 Rendah
20
Hemoglobin 12,5 g/dL 12.0 -15.0 Normal
Hematocrit 37,9 % 35.0 - 49.0 Normal
MCV 87,3 80,0 – 94,0 Normal
MCH 28,4 pg 26,0 – 32,0 Normal
MCHC 32,9 g/dL 32,0 – 36,0 Nomal
Trombosit 308 x 10ˆ3/µL 150 – 450 Normal
Albumin 2,11 g/dL 3.40 - 5.00 Rendah
SGOT/AST 123 U/L 15 – 37 Normal
SGPT/ALT 118U/L 16 – 63 Normal
BUN 8,20 mg/dL 6.0 – 20.0 Normal
Creatin 0,32 mg/dL 0,60 – 1,00 Normal
Glukosa 192 mg/dL 74 – 140 Tinggi
Sewaktu
21
Candesartan untuk menangani hipertensi hipotensi, pusing, penurunan
dan gagal jantung. fungsi ginjal, hiperkalemia,
dan reaksi alergi seperti ruam
kulit, urtikaria, dan pruritus.
Bisoprolol Obat ini digunakan untuk Efek samping dari
mengobati hipertensi atau mengkonsumsi obat ini
tekanan darah tinggi, angina adalah pusing dan tubuh
(nyeri pada dada karena tidak stabbil, mengalami
kurangnya aliran darah ke vertigo, sakit kepala, susah
jantung) dan gagal jantung tidur, gelisah
I. Diagnosis Gizi
DOMAIN INTAKE (NI-2.1)
Inadekuat oral intake berkaitan dengan keterbatasan penerimaan makanan
karena masalah fisiologis ditandai dengan penurunanan nafsu makan ditandai
dengan asupan < 80%
DOMAIN CLINIS (NC-2.1)
Gangguan utilisasi karbohidrat berkaitan dengan gangguan endokrin ditandai
dengan pasien mengalami hiperglikemi. (GDS= 192)
J. Intervensi Gizi
NP 1.1 Preskripsi Diet
1. Tujuan:
a. Meningkatkan asupan makan > 80% dari kebutuhan
b. Membantu mengotrol nilai albumin dan nilai GDS
22
ND1.2 Modifikasi komposisi makanan dan snack
(Jenis Diet): Diet Jantung 2, DM 1100, Rendah Cholestrol.
ND 1.2.1 Modifikasi Tekstur: Tim
ND 1.2.2 Modifikasi Energi: sesuai dengan kebutuhan yaitu 1.069 kkal
ND 1.2.3 Modifikasi Protein: tinggi 15% dari kebutuhan energi total yaitu 40
gram
ND 1.2.4 Modifikasi KH: cukup 60% dari kebutuhan energi total yaitu 129
gram
ND 1.2.5 Modifikasi Lemak: cukup yaitu 25% dari energi yaitu 39,6 gram
ND 1.2. Modifikasi pemberian 3x makan utama, 2x snack
ND-1.3 Jadwal Makanan pukul Makan Pagi 06.30 – 08.00, Snack Pagi 09.30
– 10.30, Makan Siang 12.00 – 13.00, Snack Sore 14.30 – 15.00,
Makan Sore 17.00- 18.30
ND-1.5 Rute : Oral
4. Rekomendasi Diet
23
Selingan Sore Singkong rebus 100 -
Makan Malam BBN 140 -
L. Hewani 50
Sayur tipe A 100
Sayur tipe B 25
Buah 100
Selingan Pisang rebus 100
malam
Nilai Gizi Energi: 1.690 kkal -
Protein: 53,5 gr
Lemak: 43,8 gr
Karbohidrat: 281 gr
24
K. Koordinasi Asuhan Gizi (RC)
No Tenaga Kesehatan Koordinasi
1 Perawat ruangan Perkembangan pasien mulai dari fisik klinik,
antropometri dan tindakan yang diberikan.
2 Dokter Bertanggung jawab terhdap terapi yang
diberikan kepada pasien dan menegakkan
diagnosis pasien
3 Apotekker Berdiskusi terkait interaksi obat dan makanan
untuk pasien
4 Ahli gizi Merencanakan asuhan gizi dan menentukan
diet yang tepat untuk pasien sesuai kondisi
dan kebutuhan pasien
6 Tenaga pengolahan Menyiapkan makanan pasien yaitu makanan
lunak diet jantung rendah kolestrol dan DM
1700
7 Pramusaji Mengantar makan kepada pasien sesuai
dengan jadwal
L. Rencana Monitoring
25
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Skrining Gizi
Form MNA merupakan instrumen terpilih karena cukup sederhana,
lengkap dalam menilai faktor-faktor yang mungkin berperan pada status
nutrisi, dan validitasnya sudah banyak diuji oleh berbagai studi di berbagai
negara dan pada berbagai kondisi. Penilaian nutrisi mini (MNA) merupakan
alat spesifik yang didisain untuk tujuan mengidentifi kasi risiko malnutrisi
pada lanjut usia sedini mungkin. MNA dapat digunakan secara berkala untuk
lingkup masyarakat maupun di rumah sakit (Sari NK, 2006). Hasil skrining
pada pasien Ny P mendapatkan skor 7 yang artinya beresiko malnutrisi dan
perlunya pengkajian gizi lebih lanjut. Setiap kriteria masing-masing skor akan
dijumlah, jika jumlah skor 12-14 maka status gizi normal, skor 8-11 tersebut
beresiko malnutrisi , dan skor 0-7 maka malnutrsi.
B. Antropometri
Antropometri merupakan suatu metode yang digunakan untuk
melakukan penilaian status gizi (Supariasa, 2014). Pengambilan data
antropometri dilakukan pada hari Selasa, 6 Juli 2021 dengan mengambil data
BB dan TB sebesar 45 kg dan 150 cm. Berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia tentang standart antropometri tahun 2013
didapatkan status gizi pasien Ny S untuk BB/(TB)2 tergolong normal.
C. Biokimia
26
Berdasarkan memonitoring hasil biokimia pasien Ny P didapatkan nilai
GDS pasien menurun namun masih hiperglikemia, hiperglikemi terjadi
karena utilisasi karbohidrat terganggu didalam tubuh pasien dikarenakan
disfungsi endokrin.
Nilai albumin pasien meningkat namun masih tergolong
hypoalbuminemia.. Hipoalbuminemia pada penyakit kronik merupakan
kombinasi dari proses inflamasi dan intake kalori dan protein yang tidak
adekuat (Chen et al., 2015). Gangguan fungsi hepar dengan berbagai
penyebab juga dapat mengakibatkan hipoalbuminemia karena berkurangnya
sintesis albumin (Throop et al., 2004). Keadaan malnutrisi sering diderita
oleh geriatri, hal tersebut dapat menyebabkan kerentanan terhadap infeksi
yang berat hingga mengancam jiwa. Efek buruk malnutrisi meliputi imunitas
seluler, efek bakterisid netrofil, sistem komplemen, dan respon sekresi IgA
(Sharma, 1991). Kondisi hipoalbuminemia yang menggambarkan malnutrisi
mengakibatkan berkurangnya aktivitas limfosit T (Akuzawa et al., 2015;
Ballmer, 2001; Doweiko et al., 1991; Castell et al., 1989)
D. Klinis/Fisik
Perkembangan fisik dan klinis pasien Ny P dilakukan monitoring mulai
tanggal 06 Juli 2021 hingga 08 Agustus 2021. Berikut merupakan hasil
monitoring dan evaluasi perkembangan fisik dan klinis Ny p
06 Juli 2021 07 Juli 2021 08 Agustus 2021
Fisik Nyeri kaki kanan, Nyeri kaki kanan, Nyeri kaki kanan, kaki
kaki menghitam, kaki menghitam, makin menghitam,
akral dingin, demam
27
akral dingin akral dingin, kebas
Klini TD :111/69 TD : 131/70 mmHg TD : 146/78 mmHg
s mmHg Suhu : 36°C Suhu : 36,6°C
Suhu :36°C RR : 20x/menit RR : 20x/menit
RR : 20x/menit Nadi : 82x/menit Nadi : 67x/menit
Nadi : 107x/menit
Berdasarkan data perkembangan fisik klinis pasien diketahui bahwa
saat pasien makin merasakan nyeri dikaki kanan, dan warna kaki makin
menghitam. Tanggal 8 Juli 2021 direncanakan dilakukan operasi pada kaki
kanan. Berdasarkan TTV, tekanan darah pasien makin tinggi.
E. Perkembangan Asupan Makanan
Tanggal Uraian Energi Protein Lemak KH
(kkal) (gram) (gram) (gram)
Asupan oral RS 560,6 34,2 36,5 127,4
Parenteral - - - -
Kebutuhan 1.069 56,9 39,6 129
Monev 1
% asupan 55% 69% 71% 83%
Kategori Kurang kurang Kurang Baik
28
pasien ada keluhan demam pada hari kedua sehingga pasien tidak memakan
protein yang diberikan karena mual.
Pada hari ketiga asupan pasien turun dikarenakan pasien akan
dilakukan Tindakan operasi sehingga mengharuskan pasien untuk puasa.
29
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pasien masuk RS dengan diagnosis medis Acute Limb Ischemia (ALI)
Rutherford II A Extermitas Inferion Dextra, Hipertensi On Therapy,
Diabetes Melitus Tipe 2, Hiperkalemia Post Koreksi
2. Hasil skrining pasien menunjukkan skor sebesar 7 yang berarti pasien
artinya beresiko malnutrisi dan perlunya pengkajian gizi lebih lanjut
3. Status gizi pasien berdasarkan BB/(TB)2= 20 (Normal)
4. Hasil pemeriksaan laboratorium pada hari terakhir intervensi pasien masih
mengalami hipoalbuminemia
5. Hasil pemeriksaan fisik/klinis diketahui pasien dalam kesadaran CM,
keluhan nyeri di kaki kanan masih ada.
6. Persentase asupan makan pasien sebelum pengamatan masuk dalam
kategori kurang pada hari tarakhir pengamatan, adanya peningkatan asupan
makan dari pasien pertamakali masuk RS sampai akhir intervensi, namun
masih tergolong kurang dari 80% dari kebutuhan
B. Saran
Dianjurkan kepada pasien untuk mengkonsumsi makanan yang mengandung zat
gizi yang cukup sesuai dengan kebutuhan dengan memperhatikan jumlah,
frekuensi dan variasi pada pemilihab bahan makanan dan cara pengolahannya.
30
DAFTAR PUSTAKA
Creager MA, Kaufman JA, Conte MS. Acute Limb Ischemia N Engl J Med
2012;366:2198- 2006. 2. ESC
Guideline on the diagnosis and treatment of peripheral artery disease. Europ.
Heart J. 2011; 32: 2851-906
Alwi, Idrus. (2006). Tatalaksana Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST dalam
Sudoyo, dkk., Buku Ajar: Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4, Jakarta: FKUI
Corwin, Elizabeth. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
Bahri. 2009. Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan system
kardiovaskuler. Malang : UMM Press
Kabo & Karim. 2008. Patofisiologi Buku I, Dasar – Dasar Keperawatan. Jakarta :
EGC
Katz, Daniel & Robert. L Kahn, 1978, The Social Psychology of Organization,
Newyork : John Willey and Sons
Ip Suiraoka. Penyakit Degeneratif. Yogyakarta: Nuha Medika; 2012.
Al fajar, Kemal. (2015). Hubungan Aktivitas Fisik dan Kejadianpenyakit Jantung
Koroner Di Indonesia: Analisis Data Riskedas Tahun 2013. Program Sudi
Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta. Skripsi dipublikasikan
Sari NK. 2006. Deteksi Dini Malnutrisi pada Usia Lanjut. Di dalam: Harjodisastro
D, Syam AF, Sukrisman L, editor. Dukungan Nutrisi pada Kasus Penyakit
Dalam. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UI
Pr. hlm. 51-63.
Chen et al., (2010). Are Family Firms More Tax Aggressive Than Non-Family
Firms?Journal of Financial Economics, 41-61.
Sartono, Masudik, Suhaeni AE dkk. 2019. Basic Trauma Cardiac Life Support.
Bekasi; Gadar Medik Indonesia
Huda dan Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & Nanda NIC-NOC. Edisi Revisi Jilid 2. Jogjakarta: Mediaction
Kapita Selekta Kedokteran
31
Alwi Idrus, Tata Laksana Infark Miokard Akut Dengan Elevasi ST. Dalam: Sudoyo
WA, Buku Ajar GAMBAR 2. EKG SESUDAH DILAKUKAN
STREPTOKINASE38 | J. Ked. N. Med | VOL. 2 | NO. 2 | Juni 2019 | Ilmu
Penyakit Dalam, Jakarta, FKUI; 2008, 1630- 39.
Santoso M, Setiawan T. Penyakit Jantung Koroner. Cermin Dunia
Kedokteran.2005;147:6-9
Abdul, Majid. (2014). Strategi Pembelajaran. Bandung: Pt. Remaja Rosdakarya.
Brunner & Suddarth. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 2.
Jakarta : EGC
Glassman S.J&Shapiro. (2014).Reactive oxygen species and vitiligo.Berlin:
Springer.
32