Alkena atau sering disebut juga olefin merupakan hidrokarbon (HK) yang memiliki ikatan
C=C. Senyawa Alkena sangat melimpah di alam. Ethylene misalnya, merupakan
hormone tanaman yang menyebabkan proses pematangan buah. Dan -pinen
merupakan komponen utama dari turpentine. Hidup ini seakan juga tidak mungkin
tanpa adanya -carotene, suatu senyawa yang memiliki 11 ikatan rangkap
Ikatan C=C ada pada hampir sebagian besar senyawa organic dalam system kehidupan ,
sehingga pemahaman sifat senyawa ini akan sangat dibutuhkan. Dalam bab ini kita akan
membahas stereostruktur alkena dan juga fokus pada reaksi yang paling umum dari
alkena, reaksi adisi elektrofilik.
Ethylene, propylene, dan butane dibuat secara industry melalui proses thermal cracking
senyawa alkane rantai pendek (C2-C8)
Termal cracking terjadi tanpa katalis pada temperature sampai 900 oC. Proses
sesungguhnya sangat kompleks, walaupun secara kimia tidak diragulan melibatkan
reaksi radikal. Kondisi reaksi pada temperature tinggi menyebkan pemutusan homolitij
pada ikatan C-C atau C–H secara spontan yang menghasilkan molekul lebih kecil. Kita
bisa bayangkan pada senyawa butane terpecah menjadi dua radikal etil, selanjutnya
masing masing kehilangan satu hydrogen membentuk Dua molekul etthylene.
Termal cracking merupakan contoh reaksi yang mana energinya didominasi oleh entropi
(So) dibandingkan dengan entalphy (Ho) dalam persamaan energy bebas Go =Ho -
TSo . Walaupun energy disosiasi ikatan D untuk ikatan C-C relative tinggi (sekitar 375
kJ/mol) dan cracking sangat endothermik, perubahan entropi positip yang besar
dihasilkan dari fragmentasi suatu molekul besar menjadi beberapa molekul kecil,
bersaan dengan tingginya temperature, membuat batasan TSo lebih besar dibanding
batasan Ho sehingga reaksi cracking dapat terjadi.
Secara umum, untuk setiap cincin atau ikatan rangkap dalam molekul berkaitan dengan
kehilangan dua atom hydrogen dari formula alkane CnH2n+2.Memahami hubungan
tersebut maka sangat mungkin menghitung dari formula molekul untuk mendapatkan
derajat ketidak jenuhan molekul atau jumlah cincin dan atau ikatan rangkap yang ada
dalam molekul.
Misalkan saja kita hendak menentukan struktur yang tidak diketahui dari
senyawa hidrokarbon. Hasil penentuan berat molekul pada senyawa yang tidak
diketahui memiliki nilai 82 yang berkaitan dengan formula molekul C6H10. Berbasis
formula alkane senyawa yang tidak diketahui memiliki kekurangan dua pasangan
hydrogen (H14-H10 = H4 atau 2H2 sehingga derajat ketidak jenuhannya adalah dua.
Sehingga senyawa yang tidak diketahui meungkinkan untuk memiliki dua ikatan rangkap
atau satu cincin dan satu ikatan rangkap atau dua cincin. Walupun masih butuh
beberapa tahapan untuk memastikan strukturnya, tetapi hasil perhitungan ini
memberikan informasi yang banyak tentang molekul.
Dengan perhitungan yang sama dapat kita lakukan untuk senyawa senyawa yang
mengandung unsur lain selain karbon dan hydrogen.
Senyawa organohalogen (C,H, X untuk X = F, Cl, Br, atau I). Subtituen halogen memiliki
nilai penggantian yang sama dengan hydrogen dalam molekul, sehingga kita dapat
menambahkan halogen bersama hydrogen untuk mendapatkan formula HK dan
mendapatkan derajat ketidak jenuhan. Sebagai contoh, senyawa dengan formula
C4H6Br2 equivalent dengan hidrokarbon dengan formula C4H8 sehingga memiliki satu
derajat ketidak jenuhan.
Senyawa Organooksigen (C,H, O). Oksigen membentuk dua ikatan, sehingga tidak
mempengaruhi formula equivalen HK dan dapat diabaikan saat perhitungan derjat
ketidak jenuhan. Anda dapat membuktikan sendiri apayang terjadi bila otom oksigen
disisipkan dalam ikatan alkane: C-C menjadi C-O-C atau C-H menjadi C-O-H, dan terlihat
tdak ada perubahan dalam jumlah atom oksigen. Sebagai contoh untuk formula C5H8O
eqivalen dengan HK dengan formula C5H8 dan sudah pasti memiliki dua derjat ketidak
jenuhan.
Latihan 6.1
Latihan 6.2
Latihan 6.3
6.3 Tatanama ALKENA
Penamaan Alkena mengikuti beberapa aturan seperti pada Alkana dengan menggunakan
akhiran –ene untuk menggantikan –ane sebagai bentuk identitas kelompoknya.
Tahap 1
Menentukan Rantai Utama. Temukan rantai terpanjang yang memiliki ikatan rangkap
dan beri nama sesuai ketentuan dengan akhiran –ene.
Tahap 2
Penomeran Atom Karbon. Mulai lah penomeran dari karbon terdekat dengan ikatan
rangkap. Jika ikatan rangkap memiliki jarak yang sama dengan karbon ujungnya,
mulailah dari karbon yang memiliki rantai cabang. Aturan ini untuk meyakinkan bahwa
ikatan C=C mendapat penomeran terkecil.
Tahap 3
Penulisan Nama. Beri penumeran subtituen sesuai posisinya pada rantai, dan urutkan
secara abjad. Tetapkan posisi ikatan rangkap dengan memberikan nomer pertama
karbon alkena dan tempatkan nomernya sebelum nama rantai utama. Ika ada lebih dari
satu ikatan rangkap, nyatakan posisi masing masing dan gunakan satuan akhiran –
diena , triena, -dst
Kita juga harus mengingat bahwa IUPAC merubah system penamaannya tahun 1993
untuk menggantikan posisi yang mengindikasikan adanya ikatan rangkap dan
memposisikan sebelun akhiran –ene yang sebelumnya ditaruh sebelum nama rantai
utama: misalnya, but-2-ene menggantikan 2-butena. Perubahan ini tidak diterima
secara meluas di komunitas ahli kimia maka kita akan tetap menggunakan versi lama
tetapi perlu juga hati hati seandainya anda menjumpai system penamaan yang baru.
Sikloalkena memiliki penamaan yang sama dengan alkena rantai terbuka, karena
senyawa siklik tidak memiliki bentuk awal dan akhir rantai, maka penomeran sikloalkena
dimulai dari ikatan rangkap C1 dan C2 dan subtitusi pertama memiliki nomer sekecil
mungkin. Sebagai catatan, tidak selalu penting untuk menunjukan posisi ikatan rangkap
dalam penaman karena karea selalu diantara C1 dan C2. Seperti halnya pada rantai
terbuka, aturan penamaan barunya tidak terlalu diterima untuk menempatkan nomer
setelah diena.
Untuk alasan historis, ada beberap alkena yang namanya tetap digunakan walaupun tidak
mengikuti aturan yang ada. Contoh, alkena yang diperoleh dari etana harus disebut ethane,
tetapi nama ethylene telah digunakan untuk waktu yang lama sehingga diterima dlam IUPAC.
Tabel 6.1 tersusun beberapa senyawa umum yang biasa digunakan dan dikenali IUPAC. Perlu
diinga juga subtituen –CH2 disebut gugus methylene, subtituen H2C=CH- disebut gugus vinyl,
dan subtituen H2C=CHCH2- disebut gugus allyl.
Tabel 6.1 Nama Umum Beberapa Alkena
Seperti terlihat pada Gambar 1.14 hal 16. Dalam teori orbital molekul, interaksi antara
orbital p menyebabkan pembentukan satu ikatan dan satu antibonding orbital molekul
. Ikatan MO tidak memiliki node antara inti dan hasilnya dari kombinasi lobe orbital
p yang memiliki tanda aljabar sama. Antibonding MO memiliki note antara inti dan
hasil dari kombinasi lob dengan tanda aljabar yang berbeda seperti terlihat pada
Gambar 1.18 hal 22
Gambar 6.2 Ikatan harus diputus untuk terjadi rotasi disekitar ikatan rangkap C=C
Gambar 6.4 Persyaratan isomer cis –trans pada Alkena. Senyawa yang memiliki salah
satu karbonnya mengikat dua gugus identic tidak memiliki bentuk isomer cis-trans.
Hanya jika dua karbon yang berikatan juga memingkat dua gugus berbeda
memungkinkan memiliki isomer cis-trans.
Latihan 6.7
Latihan 6.8
Aturan 2
Aturan 3
Strategi
Perhatikan dua subtituen pada masing masing ikatan rangkap karbon, dan tentukan
prioritas sesuai aturan Chan-Inggold-Prelog. Kemudian lihat apakah kedua gugus
subtituen pada posisi sama atau berlawanan dari sisi ikatan rangkap
Solusi
Latihan 6.9
Latihan 6.10
Latihan 6.11
Latihan 6.12
6.6 KESTABILAN ALKENA
Diagram energy untuk reaksi hidrogenasi cis dan trans 2-butena terlihat pada Gambar
6.5. Karena cis-2-butene kurang stabil dibandingkan trans-2-buten sebesar 2.8 kJ,
diagram energy memperlihatkan cis alkena berada pada level lebih tinggi. Namun
setelah reaksi, kedua kurva berada pada level yang sama (butane). Hal ini tentunya akan
mengikuti bahwa Go reaksi untuk isomer cis tentunya lebih besar dari isomer trans.
Dengan kata lain, semakin besar energy yang dilepaskan pada hidrogenasi cis isomer
karena memiliki energy lebih besar pada keadaan awalnya.
Gambar 6.5 Energi diagram untuk hidrogenasi cis dan trans 2-butena. Cis isomer
memiliki energy lebih tinggi dibanding isomer trans sekitar 2.8 kJ/mold an dengan
demikian melepas energy lebih banyak dalam reaksi.
Tabel 6.2. Panas hidrogenasi beberapa Alkena
Gambar 6.6. Hiperkonyugasi merupakan penstabilan interaksi antara orbital p yang tak
terisi dan tetangganya ikatan sigma C-H yang terisi subtituen, semakin banyak subtituen
semakin stabil alkena.
Faktor kedua yang memberikan konstribusi kestabilan alkena berkaitan dengan kekuatan ikatan.
Ikatan antara karbon sp2 dan sp3 lebih kuat dibandingkan dengan ikatan antara dua karbon sp3.
Sehingga bila membandingkan antara 1-butene dan 2-butene, isomer monosubtitusi memiliki
satu ikatan sp3-sp3 dan satu ikatan sp3-sp2, sedangkan isomer disubtitusi memiliki dua ikatan
sp3-sp2. Untuk alkena tersubtitusi yang lebih tinggi selalu memiliki perbandingan yang lebih
tinggi antara ikatan sp3-sp2 terhadap ikatan sp3-sp3 dibandingkan alkena lebih rendah sehingga
menjadikan lebih stabil seperti terlihat pada contoh berikut ini
Latihan 6.13
Solusi
Strategi
Solusi
Latihan 6.14
Latihan 6.15
6.9 STRUKTUR KARBOKATION DAN KESTABILAN
Gambar 6.10 Plot entalphy disosiasi vs pola subtitusi untuk disosiasi fase gas alkil klorida
untuk menghasilkan karbokation. Semakin banyak alkil tersubtitusi disosiasi semakin
mudah dibanding yang kurang tersubtitusi
Gambar 6.12. Pestabilan karbokation etil, CH 3CH2+ melalui hiperkonyugasi. Interaksi
tetangga ikatan C-H dengan orbatil kosong p menstabilkan kation dan menurunkan
energy. Orbital molekul memperlihatkan hanya dua ikatan C-H yang mendekati parallel
terhadap kation orbital p diorientasikan untuk hiperkonyugasi. Ikatan C-H yang tegak
lurus dengan kation tidak dapat mengambil bagian.
Latihan 6.16
Latihan 6.17
Gambar 6.15 Diagram Energi pembentukan karbokation. Tersier karbokation yang paling stabil
dibentuk lebih cepat (green curve) karena bentuk tersebut, meningkatkan kestabilan
menurunkan energy keadaan transisi, menjadi penting.
Latihan 6.18