Anda di halaman 1dari 41

Bab 6 ALKENA: Struktur dan Reaktivitas

Alkena atau sering disebut juga olefin merupakan hidrokarbon (HK) yang memiliki ikatan
C=C. Senyawa Alkena sangat melimpah di alam. Ethylene misalnya, merupakan
hormone tanaman yang menyebabkan proses pematangan buah. Dan -pinen
merupakan komponen utama dari turpentine. Hidup ini seakan juga tidak mungkin
tanpa adanya -carotene, suatu senyawa yang memiliki 11 ikatan rangkap

Ikatan C=C ada pada hampir sebagian besar senyawa organic dalam system kehidupan ,
sehingga pemahaman sifat senyawa ini akan sangat dibutuhkan. Dalam bab ini kita akan
membahas stereostruktur alkena dan juga fokus pada reaksi yang paling umum dari
alkena, reaksi adisi elektrofilik.

6.1 Pembuatan dan Pemakaian Alkena


Etilen dan propilen merupakan senyawa paling sederhana dari alkena namun
merupakan bahan kimia penting yang diproduksi secara industry. Diperkirakan jutaan
ton pertahunnya kedua senyawa tersebut diproduksi di dunia dan digunakan dalam
sintesa polyetilen, polypropilen,etilen glycol, asam asetat, asetaldehid dan senyawa
lainnya. Gambar 6.1
Gambar 6.1 Turunan Senyawa Ethylene dan propylene

Ethylene, propylene, dan butane dibuat secara industry melalui proses thermal cracking
senyawa alkane rantai pendek (C2-C8)

Termal cracking terjadi tanpa katalis pada temperature sampai 900 oC. Proses
sesungguhnya sangat kompleks, walaupun secara kimia tidak diragulan melibatkan
reaksi radikal. Kondisi reaksi pada temperature tinggi menyebkan pemutusan homolitij
pada ikatan C-C atau C–H secara spontan yang menghasilkan molekul lebih kecil. Kita
bisa bayangkan pada senyawa butane terpecah menjadi dua radikal etil, selanjutnya
masing masing kehilangan satu hydrogen membentuk Dua molekul etthylene.
Termal cracking merupakan contoh reaksi yang mana energinya didominasi oleh entropi
(So) dibandingkan dengan entalphy (Ho) dalam persamaan energy bebas Go =Ho -
TSo . Walaupun energy disosiasi ikatan D untuk ikatan C-C relative tinggi (sekitar 375
kJ/mol) dan cracking sangat endothermik, perubahan entropi positip yang besar
dihasilkan dari fragmentasi suatu molekul besar menjadi beberapa molekul kecil,
bersaan dengan tingginya temperature, membuat batasan TSo lebih besar dibanding
batasan Ho sehingga reaksi cracking dapat terjadi.

6.2 MENGHITUNG DERAJAT KETIDAK JENUHAN


Karena ikatan rangkapnya, senyawa alkena memiliki lebih sedikit hydrogen
dibandingkan dengan alkana pada rantai karbon yang sama. C nH2n untuk alkena dan
CnH2n+2 untuk alkana. Oleh karena itu dikaitkan dengan unsaturated (tidak jenuh).
Seperti pada contoh berikut:

Secara umum, untuk setiap cincin atau ikatan rangkap dalam molekul berkaitan dengan
kehilangan dua atom hydrogen dari formula alkane CnH2n+2.Memahami hubungan
tersebut maka sangat mungkin menghitung dari formula molekul untuk mendapatkan
derajat ketidak jenuhan molekul atau jumlah cincin dan atau ikatan rangkap yang ada
dalam molekul.
Misalkan saja kita hendak menentukan struktur yang tidak diketahui dari
senyawa hidrokarbon. Hasil penentuan berat molekul pada senyawa yang tidak
diketahui memiliki nilai 82 yang berkaitan dengan formula molekul C6H10. Berbasis
formula alkane senyawa yang tidak diketahui memiliki kekurangan dua pasangan
hydrogen (H14-H10 = H4 atau 2H2 sehingga derajat ketidak jenuhannya adalah dua.
Sehingga senyawa yang tidak diketahui meungkinkan untuk memiliki dua ikatan rangkap
atau satu cincin dan satu ikatan rangkap atau dua cincin. Walupun masih butuh
beberapa tahapan untuk memastikan strukturnya, tetapi hasil perhitungan ini
memberikan informasi yang banyak tentang molekul.
Dengan perhitungan yang sama dapat kita lakukan untuk senyawa senyawa yang
mengandung unsur lain selain karbon dan hydrogen.

Senyawa organohalogen (C,H, X untuk X = F, Cl, Br, atau I). Subtituen halogen memiliki
nilai penggantian yang sama dengan hydrogen dalam molekul, sehingga kita dapat
menambahkan halogen bersama hydrogen untuk mendapatkan formula HK dan
mendapatkan derajat ketidak jenuhan. Sebagai contoh, senyawa dengan formula
C4H6Br2 equivalent dengan hidrokarbon dengan formula C4H8 sehingga memiliki satu
derajat ketidak jenuhan.

Senyawa Organooksigen (C,H, O). Oksigen membentuk dua ikatan, sehingga tidak
mempengaruhi formula equivalen HK dan dapat diabaikan saat perhitungan derjat
ketidak jenuhan. Anda dapat membuktikan sendiri apayang terjadi bila otom oksigen
disisipkan dalam ikatan alkane: C-C menjadi C-O-C atau C-H menjadi C-O-H, dan terlihat
tdak ada perubahan dalam jumlah atom oksigen. Sebagai contoh untuk formula C5H8O
eqivalen dengan HK dengan formula C5H8 dan sudah pasti memiliki dua derjat ketidak
jenuhan.

Senyawa organonitrogen (C, H, N). Nitrogen membentuk tiga ikatan, sehingga


organonitrogen memiliki lebih banyak satu hydrogen dibandingkan dengan HK; sehingga
kita perlu mengurangi jumlah nitrogen terhadap jumlah hydrogen untuk mencapai
eqivalen formula HK. Sekali lagi anda dapat membuktikan apa yang terjadi bila atom
nitrogen disisipkan dalam ikatan alkane: C-C menjadi C-NH atau C-H menjadi C-H2,
artinya ada penambahan satu atom hydrogen. Sehingga kita harus megurangi kelehihan
hydrogen tersebut untuk mencapai equivalent formula HK. Contoh untuk C5H9N
senyawa ini eqivalen dengan c5H8 sehingga memiliki dua derajat ketidak jenuhan.
CATATAN RINGKAS
 Tambahkan jumlah halogen ke jumlah hydrogen
 Abaikan jumlah oksigen
 Kurangi jumlah Nitrogen dari jumlah hydrogen

Latihan 6.1

Latihan 6.2

Latihan 6.3
6.3 Tatanama ALKENA
Penamaan Alkena mengikuti beberapa aturan seperti pada Alkana dengan menggunakan
akhiran –ene untuk menggantikan –ane sebagai bentuk identitas kelompoknya.

Tahap 1
Menentukan Rantai Utama. Temukan rantai terpanjang yang memiliki ikatan rangkap
dan beri nama sesuai ketentuan dengan akhiran –ene.

Tahap 2
Penomeran Atom Karbon. Mulai lah penomeran dari karbon terdekat dengan ikatan
rangkap. Jika ikatan rangkap memiliki jarak yang sama dengan karbon ujungnya,
mulailah dari karbon yang memiliki rantai cabang. Aturan ini untuk meyakinkan bahwa
ikatan C=C mendapat penomeran terkecil.

Tahap 3
Penulisan Nama. Beri penumeran subtituen sesuai posisinya pada rantai, dan urutkan
secara abjad. Tetapkan posisi ikatan rangkap dengan memberikan nomer pertama
karbon alkena dan tempatkan nomernya sebelum nama rantai utama. Ika ada lebih dari
satu ikatan rangkap, nyatakan posisi masing masing dan gunakan satuan akhiran –
diena , triena, -dst
Kita juga harus mengingat bahwa IUPAC merubah system penamaannya tahun 1993
untuk menggantikan posisi yang mengindikasikan adanya ikatan rangkap dan
memposisikan sebelun akhiran –ene yang sebelumnya ditaruh sebelum nama rantai
utama: misalnya, but-2-ene menggantikan 2-butena. Perubahan ini tidak diterima
secara meluas di komunitas ahli kimia maka kita akan tetap menggunakan versi lama
tetapi perlu juga hati hati seandainya anda menjumpai system penamaan yang baru.

Sikloalkena memiliki penamaan yang sama dengan alkena rantai terbuka, karena
senyawa siklik tidak memiliki bentuk awal dan akhir rantai, maka penomeran sikloalkena
dimulai dari ikatan rangkap C1 dan C2 dan subtitusi pertama memiliki nomer sekecil
mungkin. Sebagai catatan, tidak selalu penting untuk menunjukan posisi ikatan rangkap
dalam penaman karena karea selalu diantara C1 dan C2. Seperti halnya pada rantai
terbuka, aturan penamaan barunya tidak terlalu diterima untuk menempatkan nomer
setelah diena.

Untuk alasan historis, ada beberap alkena yang namanya tetap digunakan walaupun tidak
mengikuti aturan yang ada. Contoh, alkena yang diperoleh dari etana harus disebut ethane,
tetapi nama ethylene telah digunakan untuk waktu yang lama sehingga diterima dlam IUPAC.
Tabel 6.1 tersusun beberapa senyawa umum yang biasa digunakan dan dikenali IUPAC. Perlu
diinga juga subtituen –CH2 disebut gugus methylene, subtituen H2C=CH- disebut gugus vinyl,
dan subtituen H2C=CHCH2- disebut gugus allyl.
Tabel 6.1 Nama Umum Beberapa Alkena

6.4 ISOMER Cis – Trans ALKENA


Kita telah bahas pada bab awal bahwa ikatan C=C dapat dijelaskan dengan dua cara.
Dalam Teori ikatan valensi, karbon merupakan hibridisasi sp2 dan memiliki tiga orbital
hybrid yang terletak pada bidang datar dengan sudut 120 o satu dengan lainnya. Karbon
membentuk ikatan  melalui overlap orbital sp2 dan ikatan p sejajar overlap dengan
orbital  tak terhibridisasi pada orientasi tegak lurus terhadap bidang sp2

Seperti terlihat pada Gambar 1.14 hal 16. Dalam teori orbital molekul, interaksi antara
orbital p menyebabkan pembentukan satu ikatan dan satu antibonding orbital molekul
. Ikatan  MO tidak memiliki node antara inti dan hasilnya dari kombinasi lobe orbital
p yang memiliki tanda aljabar sama. Antibonding  MO memiliki note antara inti dan
hasil dari kombinasi lob dengan tanda aljabar yang berbeda seperti terlihat pada
Gambar 1.18 hal 22

Gambar 6.2 Ikatan  harus diputus untuk terjadi rotasi disekitar ikatan rangkap C=C
Gambar 6.4 Persyaratan isomer cis –trans pada Alkena. Senyawa yang memiliki salah
satu karbonnya mengikat dua gugus identic tidak memiliki bentuk isomer cis-trans.
Hanya jika dua karbon yang berikatan juga memingkat dua gugus berbeda
memungkinkan memiliki isomer cis-trans.

Latihan 6.7

Latihan 6.8

6.5 ATURAN PRIORITAS: PENENTUAN E DAN Z


Aturan 1
Contoh

Aturan 2
Aturan 3

Untuk contoh lebih lanjut, pasangan berikut ini equivalen


CONTOH LATIHAN 6.1
Menententukan konfigurasi E dan Z Alkena tersubtitusi
Tentukan konfigurasi E atau Z pada ikatan rangkap untuk senyawa berikut ini.

Strategi
Perhatikan dua subtituen pada masing masing ikatan rangkap karbon, dan tentukan
prioritas sesuai aturan Chan-Inggold-Prelog. Kemudian lihat apakah kedua gugus
subtituen pada posisi sama atau berlawanan dari sisi ikatan rangkap

Solusi

Latihan 6.9
Latihan 6.10

Latihan 6.11

Latihan 6.12
6.6 KESTABILAN ALKENA
Diagram energy untuk reaksi hidrogenasi cis dan trans 2-butena terlihat pada Gambar
6.5. Karena cis-2-butene kurang stabil dibandingkan trans-2-buten sebesar 2.8 kJ,
diagram energy memperlihatkan cis alkena berada pada level lebih tinggi. Namun
setelah reaksi, kedua kurva berada pada level yang sama (butane). Hal ini tentunya akan
mengikuti bahwa Go reaksi untuk isomer cis tentunya lebih besar dari isomer trans.
Dengan kata lain, semakin besar energy yang dilepaskan pada hidrogenasi cis isomer
karena memiliki energy lebih besar pada keadaan awalnya.

Gambar 6.5 Energi diagram untuk hidrogenasi cis dan trans 2-butena. Cis isomer
memiliki energy lebih tinggi dibanding isomer trans sekitar 2.8 kJ/mold an dengan
demikian melepas energy lebih banyak dalam reaksi.
Tabel 6.2. Panas hidrogenasi beberapa Alkena
Gambar 6.6. Hiperkonyugasi merupakan penstabilan interaksi antara orbital p yang tak
terisi dan tetangganya ikatan sigma C-H yang terisi subtituen, semakin banyak subtituen
semakin stabil alkena.

Faktor kedua yang memberikan konstribusi kestabilan alkena berkaitan dengan kekuatan ikatan.
Ikatan antara karbon sp2 dan sp3 lebih kuat dibandingkan dengan ikatan antara dua karbon sp3.
Sehingga bila membandingkan antara 1-butene dan 2-butene, isomer monosubtitusi memiliki
satu ikatan sp3-sp3 dan satu ikatan sp3-sp2, sedangkan isomer disubtitusi memiliki dua ikatan
sp3-sp2. Untuk alkena tersubtitusi yang lebih tinggi selalu memiliki perbandingan yang lebih
tinggi antara ikatan sp3-sp2 terhadap ikatan sp3-sp3 dibandingkan alkena lebih rendah sehingga
menjadikan lebih stabil seperti terlihat pada contoh berikut ini
Latihan 6.13

6.7 REAKSI ADISI ELEKTROFILIK ALKENA


Sebelum mendiskusikan reaksi alkena secara rinci. Kita pahami bahwa alkena memiliki
sifat sebagai nukleofil (basa Lewis) dalam reaksi polar. Ikatan rangkap C=C kaya akan
electron dan dapat mendonorkan pasangan electron pada elektrofil (Asam Lewis)
Contoh reaksi 2 methylprpene dengan HBr menhasilkan 2 bromo -2-methyl propane.
Hasil kajian yang di peroleh Chistoper Ingold diperoleh mekanisme umum untuk reaksi
adisi elktrofilik seperti pada Gambar 6.7
Gambar 6.7 MEKANISME: Mekanisme adisi elektrofilik dari HBr terhadap 2-methyl
propane. Reaksi terjadi dalam dua ahapan dan melibatkan intermediate karbokation.
Gambar 6.8. Energi diagram untuk dua tahapam adisi elktrofilik HBr terhadap 2
methylpropena. Tahap pertama berjalan lambat dibanding tahap kedua.
6.8 Orientasi Adisi Elektrofilik: Aturan Markovnikov
Strategi

Solusi

Strategi
Solusi

Latihan 6.14

Latihan 6.15
6.9 STRUKTUR KARBOKATION DAN KESTABILAN
Gambar 6.10 Plot entalphy disosiasi vs pola subtitusi untuk disosiasi fase gas alkil klorida
untuk menghasilkan karbokation. Semakin banyak alkil tersubtitusi disosiasi semakin
mudah dibanding yang kurang tersubtitusi
Gambar 6.12. Pestabilan karbokation etil, CH 3CH2+ melalui hiperkonyugasi. Interaksi
tetangga ikatan C-H dengan orbatil kosong p menstabilkan kation dan menurunkan
energy. Orbital molekul memperlihatkan hanya dua ikatan C-H yang mendekati parallel
terhadap kation orbital p diorientasikan untuk hiperkonyugasi. Ikatan C-H yang tegak
lurus dengan kation tidak dapat mengambil bagian.

Latihan 6.16

Latihan 6.17

6.10 POSTULAT Hammond


Gambar 6.14 Diagram Energi tahapan endergonic and exergonic. (a) Tahap endergonic tingkat
energy keadaan transisi dan produk berdekatan. (b) Tahap exergonic, tingkat energy keadaan
transisi dan reaktan berdekatan.
Hammond Postulae
Struktur keadaan transisi mendekati spesies stabil terdekat. Keadaan transisi untuk
tahap endergonic secara struktur mirip dengan produk dan keadaan transisi sedangkan
untuk tahap exergonic mirip dengan reaktan
Bagaimana Hammond menggunakan postulasinya untuk reaksi adisi elktrofilik?
Pembentukan karbokation melalui protonasi alkena merupakan tahap endergonic.
Sehingga keadaan transisi untuk alena terprotonasi secara struktural mirip dengan
intermediat karbokation. dan faktor yang menstabilkan akan menstabilkan keadaan
transisi yang terdekat. Semakin stabil karbokation semakin cepat terbentuk karena
kestabilannya yang besar terlihat dari energi keadaan transisi yang rendah. Gambar 6.15

Gambar 6.15 Diagram Energi pembentukan karbokation. Tersier karbokation yang paling stabil
dibentuk lebih cepat (green curve) karena bentuk tersebut, meningkatkan kestabilan
menurunkan energy keadaan transisi, menjadi penting.
Latihan 6.18

6.11 BUKTI UNTUK MEKANISME ADISI ELEKTROFILIK:


PENYUSUNAN ULANG KARBOKATION
Latihan 6.19
Telah diketahui berabad abad sebelumnya destilasi secara tidak langsung beberapa
bahan tanaman dengan menggunakan uap panas menghasikan senyawa campuran
beraroma yang disebut minyak esensial. Ekstrak tanaman tersebut digunakan untuk
bahan obat, parfum, rasa pedas dll. Kajian terhadap minyak esensial juga memberi
peran penting dalam perkembangan kimia organic sejak abad 19.
Secara kimia, tanaman minyak esensial terdiri dari berbagai campuran yang
dikenal dengan nama terpenoid- molekul organik berukuran kecil yang meiliki
keragaman struktur. Adalebih dari 35.000 senyawa terpenoids yang dikenal. Beberapa
merupakan senyawa rantai lurus, dan lainnya merupakan senyawa cincin, dan lainnya
mengandung oksigen. Khusus untuk HK terpenoid dikenal dengan nama terpen dan
semunya mengandung ikatan rangkap. Contoh:

Tanpa mempertimbangkan perbedaan strukturnya. Semua terpenoid saling berkaitan.


Berdasarkan ketentuan yang disebut aturan isoprene unit kita dapat menghubungkan struktur
mengikuti aturan kepala dan ekor dari C5 isoperen (2 methyl 1,3 butadiena). Contoh myrcene
mengandung dua isoprene unit membentuk rantai C8. A-Pinene juga mengandung dua unit
isoprene yang selanjutnya dapat menjadi senyawa yang lebih kompleks. Sedangkan humulene
mengandung tiga isoprene unit.

Anda mungkin juga menyukai