Anda di halaman 1dari 46

PENDAHULUAN

Pembelajaran didefinisikan sebagai upaya untuk


membelajarkan siswa (Degeng, 1989; 1990). Dalam definisi ini
terkandung makna bahwa dalam pembelajaran ada kegiatan
memilih, menetapkan, dan mengembangkan metode/strategi yang
optimal untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan.
Bahkan kegiatan-kegiatan inilah yang sebenarnya merupakan
kegiatan inti pembelajaran.
Metode pembelanjaran diacukan sebagai cara-cara yang
dapat digunakan dalam kondisi tertentu untuk mencapai hasil
pembelajaran yang diinginkan, dan strategi pembelajaran
diacukan sebagai penataan cara-cara ini sehingga terwujud suatu
urutan langkah prosedural yang dapat dipakai untuk mencapai
hasil yang diinginkan. Metode dan strategi pembelajaran sering
digunakan secara bergantian untuk menjelaskan makna yang
sama. Dalam tulisan ini diacukan sebagai salah satu cara yang
telah tersusun dalam suatu tatanan yang utuh dan dengan urutan
langkah yang jelas.

Strategi pembelajaran dapat dibedakan menjadi 3, yaitu:


(1) Strategi pengorganisasian isi pembelajaran,
(2) Strategi penyampaian isi pembelajaran,
(3) Strategi pengelolaan pembelajaran.
Tulisan ini hanya mengkaji strategi yang berkaitan
dengan pengorganisasian isi pembelajaran. Itupun hanya dibatasi
pada strategi tingkat makro, yaitu: strategi pengorganisasian yang
melibatkan sejumlah besar isi bidang studi.
Strategi pengorganisasian isi pembelajaran tingkat makro oleh
Reigeluth, Bunderson, dan Merrill (1977) sebagai structural
strategy, yang mengacu kepada cara untuk membuat urutan (
sequencing ) dan mensintesis (synthesizing) fakta-fakta, konsep-
konsep, prosedur, atau prinsip-prinsip yang berkaitan.
Sequencing mengacu kepada pembuatan urutan penyajian isi
bidang studi dan synthesizing mengacu kepada upaya untuk
menunjukkan kepada si-pembelajar keterkaitan antar isi bidang
studi itu.
LATAR BELAKANG PENTINGNYA
STRATEGI PENGORGANISASIAN ISI
PEMBELAJARAN

Penetapan strategi pengorganisasian, secara khusus, merupakan langkah


yang amat penting dalam disain pembelajaran. Synthesizing akan
membuat isi-isi bidang studi menjadi lebih bermakna bagi si-pembelajar.

Kebermaknaan ini akan menyebabkan si pembelajar memiliki retensi


yang lebih baik dan lebih lama terhadap isi yang dipelajari. Sequencing
penting karena ia akan menunjukkan urutan-urutan yang perlu diikuti
dalam mempelajari isi-isi suatu bidang studi. Demikian pula, pembuatan
pensintesis yang baik memerlukan pengurutan isi bidang studi dengan
cara yang baik pula. Kepentingan pembuatan sequencing juga dapat
dilihat dari sifat dasar dari isi-isi bidang studi, yaitu bahwa semua isi
bidang studi memiliki prasyarat belajar (learning prerequisites) (Gagne,
1968, 1977a, 1977c).
Penggarapan strategi pengorganisasian pembelajaran atau strategi
struktural bagaimanapun juga harus berpijak pada karakteristik struktur isi
bidang studi.
Perancang-perancang pembelajaran dewasa ini, di samping
mengabaikan strategi pengorganisasian isi, mereka juga sering
mengabaikan analisis karakteristik bidang studi.
Model Satuan Pelajaran yang digunakan secara luas di sekolah-
sekolah di Indonesia), cenderung mengorganisasi isi
pembelajaran berkisar pada suatu topik, atau lebih khusus, suatu
konsep, prosedur, atau prinsip secara berdiri sendiri.
Pengorganisasian tidak dimulai dari mengorganisasi keseluruhan
topik untuk ditetapkan urutannya.
Kedua prinsip interferensi ini semakin mendorong perlunya ada
langkah penetapan strategi pengorganisasian dalam perancangan
pembelajaran. Prinsip interferensi menunjukkan bahwa cara
pengorganisasian isi bidang studi amat berpengaruh pada belajar Gibson
(1980) mengemukakan bahwa "Material that is poorly when originally
learned will fade more quickly than I that is well organized".
Penelitian Ausubel dan Blake (1958) menunjukkan bahwa
pengorganisasian isi pembelajaran yang bermakna dapat menghilangkan
pengaruh proactive interference. Dalam penelitian lain (Ausubel, Robbins,
dan Blake, 1957) juga telah ditemukan bahwa pengorganisasian isi
pembelajaran secara bermakna ternyata dapat menetralisasi pengaruh
retroactive interference.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Degeng (1988) juga memberi
kesimpulan yang serupa bahwa isi pembelajaran yang diorganisasi dengan
berpijak pada karakterisitik struktur isi bidang dapat meningkatkan
perolehan belajar dan retensi daripada pengorganisasian pembelajaran
dengan sekadar mengikuti urutan isi buku teks. Semua temuan-temuan
penelitian ini semakin mendukung urgensinya langkah penetapan strategi
pengorganisasian disain pembelajaran.
Untuk menjawab masalah pembelajaran ini, Reigeluth, Wilson, dan
Spiller (1978) telah memperkenalkan suatu preskriptif untuk menata,
membuat sintesis, dan membuat rangkuman isi bidang studi. Mereka
menyebutnya dengan nama the elaboration theory of instruction. Model
ini diciptakan untuk mengisi kekosongan strategi pengorganisasian tingkat
makro. Hipotesis yang diajukannya adalah apabila isi pembelajaran
diorganisasi dengan menggunakan model ini, maka akan menghasilkan
belajar, sintesis, dan retensi yang lebih baik. Keterbatasan teori ini adalah
makin kecil cakupan isi bidang studi yang diorganisasi, makin kecil
perbedaan yang dihasilkannya (Reigeluth, 1979). Artinya, apabila jumlah
isi dalam suatu bidang studi sedikit, maka tidak akan banyak berpengaruh
bagaimanapun cara yang dipakai untuk membuat urutannya.
KONTEKS
TEORI ELABORASI
Konteks Teori Elaborasi dalam Teori
Pembelajaran

Pada mulanya, Reigeluth, Bunderson, dan Merrill (1977)


memperkenalkan empat variabel yang menjadi titik perhatian
ilmuwan pembelajaran, yaitu:
(1) Instructional situation,
(2) Subject-matter,
(3) instructional strategy, dan
(4) instructional outcomes.
Tahun-tahun berikutnya (Reigeluth dan Merrill, 1978; 1979;
Reigeluth, 1979a; 1983) klasifikasi ini dimodifikasi. Mereka
mengklasifikasi semua variabel yang tercakup dalam teori
pembelajaran menjadi tiga, yaitu:
(1) instructional conditions,
(2) instructional methods, dan
(3) instructional outcomes.
Instructional methods didefinisikan sebagai cara-cara yang berbeda
untuk mencapai instructional outcomes yang berbeda di bawah
instructional conditions yang berbeda. Pada dasarnya, semua variabel
yang dapat diklasifikasi ke dalam metode pembelajaran dapat
dimanipulasi oleh perancang pembelajaran untuk dilihat tingkat
keefektifannya untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan.
Instructional conditions didefinisikan sebagai faktor yang
mempengaruhi metode pembelajaran dalam meningkatkan hasil
pembelajaran. Variabel-variabel ini berinteraksi dengan metode
pembelajaran, dan pada dasarnya tidak dapat dimanipulasi oleh perancang
pembelajaran. Variabel-variabel ini harus diterima sebagaimana adanya
dan selanjutnya dijadikan pijakan kerja dalam penetapan metode
pembelajaran yang optimal. Meskipun pada dasarnya variabel ini tidak
dapat dimanipulasi, namun dalam suatu situasi, bila dikehendaki, ia dapat
juga dimanipulasi. Pada saat seperti ini, posisinya berubah menjadi
metode pembelajaran. Sebaliknya, apabila suatu metode, dalam suatu
situasi, tidak dapat dimanipulasi, maka ia berubah menjadi kondisi
pembelajaran. Atas dasar ini, klasifikasi variabel metode dan kondisi
pembelajaran tidaklah harus dipandang sebagai klasifikasi yang pasti.
Klasifikasi dapat berubah tergantung pada situasi.
Kategori ketiga, instructional outcomes, mencakup semua akibat yang muncul
dari penggunaan suatu metode di bawah kondisi pembelajaran yang berbeda-beda.
Akibat-akibat inilah yang dapat dijadikan indikator tentang tingkat keefektifan,
efisiensi, dan daya tarik suatu metode pembelajaran di bawah kondisi tertentu. Hasil
pembelajaran bisa berupa hasil nyata (actual outcomes) dan hasil yang diinginkan
(desired outcomes). Actual outcomes adalah hasil yang nyata dicapai dari penggunaan
suatu metode di bawah kondisi tertentu, sedangkan desired outcomes adalah tujuan
yang ingin dicapai, yang sering mempengaruhi keputusan perancang pembelajaran
dalam menentukan pilihan metode yang harus dipakai.
Variabel metode pembelajaran, seperti juga telah dikemukakan sebelumnya,
diklasifikasi menjadi 3 jenis, yaitu:
(1) Metode/strategi untuk mengorganisasi isi pembelajaran,
(2) Metode/strategi untuk menyampaikan isi pembelajaran, dan
(3) Metode/strategi untuk mengelola pembelajaran.
Metode/strategi untuk mengorganisasi isi pembelajaran
menaruh perhatian pada cara-cara memilih dan menata isi bidang
studi ke dalam suatu struktur yang bermakna. Pengorganisasian
bisa melibatkan sejumlah besar (keseluruhan) isi bidang studi atau
hanya melibatkan sebagian kecil. Pengorganisasian yang disebut
pertama menuntut penerapan strategi makro, sedangkan yang
kedua menuntut penerapan strategi mikro.

Metode untuk menyampaikan isi pembelajaran menaruh


perhatian pada pemilihan media yang optimal untuk menyampai-
kan isi pembelajaran. Penetapan metode ini akan mencerminkan
struktur belajar-mengajar yang akan dipakai serta bentuk
kegiatan belajar-mengajar yang akan dilakukan oleh siswa-guru.
Metode untuk mengelola pembelajaran menaruh perhatian
pada penataan interaksi antara. setiap siswa dengan setiap sumber
belajar yang dirancang untuk dipakai dalam pembelajaran.
Perhatian utama ditekankan pada penjadualan penggunaan setiap
sumber belajar ini.
Variabel yang diklasifikasi masuk dalam kondisi pembela-
jaran adalah:
(1) Tujuan pembelajaran,
(2) Karakteristik isi bidang studi,
(3) Kendala,
(4) Karakteristik siswa.
Tujuan dan karakteristik isi bidang studi dihipotesiskan
memberi pengaruh utama pada pemilihan metode
pengorganisasian pembelajaran, kendala (dan karakteristik isi
bidang studi) pada pemilihan metode penyampaian pembelajaran,
dan karakteristik siswa pada metode pengelolaan pembelajaran.
Variabel hasil pembelajaran, secara umum dapat
diklasifikasi menjadi 3:
(1) Keefektifan pembelajaran,
(2) Efisiensi pembelajaran, dan
(3) Daya tarik pembelajaran.
Konteks Model Elaborasi dalam
Desain Pembelajaran
Konteks model elaborasi dalam desain pembelajaran dapat
dijelaskan dari langkah-langkah desain pembelajaran yang
dikemukakan oleh Degeng (1990). Langkah-langkah tersebut
adalah:
(1) Analisis Tujuan dan Karakteristik Bidang Studi
(2) Analisis Sumber belajar (kendala)
(3) Analisis Karakteristik si-belajar
(4) Menetapkan tujuan belajar dan isi pembelajaran
(5) Menetapkan strategi pengorganisasian isi pembelajaran
(6) Menetapkan strategi penyampaian isi pembelajaran
(7) Menetapkan strategi pengelolaan pembelajaran
(8) Pengembangan prosedur pengukuran hasil pembelajaran.
Kedelapan langkah ini dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu:
analisis kondisi pembelajaran, pengembangan strategi
pembelajaran, dan pengembangan prosedur pengukuran hasil
pembelajaran. Langkah analisis kondisi pembelajaran mencakup
langkah (1), (2), (3), dan (4). Langkah pengembangan mencakup
langkah (5), (6), dan (7). Langkah (8) termasuk langkah
pengukuran hasil pembelajaran. Analisis kondisional dilakukan
pada langkah-langkah awal, yang selanjutnya dijadikan pijakan
dalam mengembangkan strategi pembelajaran.
Analisis tujuan dan Karakteristik
Bidang Studi
Analisis tujuan dan karakteristik isi bidang studi perlu dilakukan pada
tahap awal kegiatan perancangan pembelajaran.
Analisis karakteristik isi bidang studi dilakukan untuk mengetahui tipe
isi bidang studi apa yang akan dipelajari siswa: apakah berupa fakta,
konsep, prosedur, ataukah prinsip.

Analisis Sumber Belajar


(Kendala)
Analisis Karakteristik Si-belajar
Menetapkan Tujuan dan Isi Pembelajaran
Menetapkan Strategi Pengorganisasian
Menetapkan Strategi Penyampaian
Menetapkan Strategi Pengelolaan
Pengukuran Hasil Pembelajaran
ANALISIS
SUMBER
BELAJAR
PENETAPAN
STRATEGI
PENYAMPAIAN

ANALISIS
TUJUAN DAN
PENETAPAN PENETAPAN PENGUKUR
KARAKTERIS
STRATEGI AN HASIL
TIK ISI TUJUAN
PENGORGANISA PEMBELAJ
BELAJAR DAN
ISI SIAN ARAN

PENETAPAN
STRATEGI
ANALISIS PENGELOLAAN
KARAKTERISTI
K SI BELAJAR

Diagram I Model Desain Pembelajaran


(Degeng, 1990)
4

PERKEMBANGAN MENUJU
TEORI ELABORASI
Kajian teoritik model Elaborasi berkisar pada 4 bidang masalah,
yang diacukan oleh Reigeluth dan Stein (1983, dalam Degeng,
1988) sebagai 4S, yaitu: selection, sequencing, synthesizing, dan
summarizing isi bidang studi. Selection menaruh perhatian pada
pemilihan isi-isi penting bidang studi yang akan diajarkan.
Gagasan Bruner (1960) mengenal a spiral curriculum juga
menunjang lahirnya teori elaborassi. Dengan konsep kurikulum
spiral, berarti pengurutan isi pembelajaran dimulai dengan
mengajarkan isi yang lebih umum, kemudian secara bertahap
kembali mengajarkan isi yang sama dalam cakupan yang lebih
rinci. Jadi, pendekatan pengurutan umum-ke-rinci juga digunakan
dalam konsepsi kurikulum spiral.
Gagasan Norman (1973) mengenai Webteaching sebagai
prosedur untuk menata urutan isi bidang studi juga mendukung
pengembangan teori elaborasi. Prosedur ini dikembangkan
dengan menampilkan pentingnya peranan struktur pengetahuan
yang telah dimiliki oleh siswa dan struktur isi bidang studi yang
akan dipelajari. Supposition-assertion dijadikan sebagai
landasan pengembangan webteaching, di mana pengetahuan
baru, secara bertahap, harus diintegrasikan dengan struktur
pengetahuan yang telah dimiliki oleh siswa (Tillema, 1983).
Teori elaborasi menetapkan cara pengorganisasian isi
pembelajaran dengan mengikuti urutan umum-ke-rinci yang
dimaksudkan untuk membangun struktur kognitif dan secara
kontinyu menunjukkan konteks dari pengetahuan yang sedang
dipelajari. Urutan umum-ke-rinci ini dimulai dengan
menampilkan epitome (kerangka isi penting), kemudian
mengelaborasi isi-isi yang ada dalam epitome secara lebih rinci.
Konteks setiap isi selalu ditunjukkan dengan menampilkan
pensintesis secara bertahap. Demikian pula, rangkuman selalu
disajikan pada setiap tahapan elaborasi. Pengurutan isi seperti ini
dihipotesiskan akan dapat meningkatkan perolehan belajar,
retensi, dan daya tarik pembelajaran.
KOMPONEN STRATEGI TEORI
ELABORASI

Ada 7 komponen strategi yang diintegrasikan dalam teori


elaborasi (Reigeluth dan Stein, 1983), seperti berikut ini:

(1) urutan elaboratif,


(2) urutan prasyarat belajar,
(3) rangkuman,
(4) sintesis,
(5) analogi,
(6) pengaktif strategi kognitif, dan
(7) kontrol belajar.
(1) Urutan elaboratif
Urutan elaboratif adalah urutan dari sederhana-ke-kompleks atau
dari umum-ke-rinci, yang memiliki karakteristik khusus. Ia
dikatakan memiliki karakteristik khusus karena mempreskripsikan
cara yang amat berbeda dengan cara-cara yang umum dipakai
untuk menata urutan pembelajaran. dari umum-ke-rinci.
Epitome sering dikacaukan dengan rangkuman (summary). Dalam
konteks kajian teori elaborasi, kedua istilah ini dibedakan Epitome
dapat dipadankan dengan "kerangka isi". Sebagai kerangka isi, ia
hanya mencakup sebagian kecil isi bidang studi yang amat penting,
yang nantinya akan berfungsi sebagai konteks atau kerangka dari
isi-isi bidang studi yang lebih rinci, sedangkan rangkuman memuat
semua bagian isi bidang studi yang penting. Dalam epitome, isi
bidang studi disajikan pada tingkat aplikasi, konkret, dan
bermakna; sedangkan dalam rangkuman isi bidang studi disajikan
pada tingkat abstrak dan hapalan. Yang dimaksudkan dengan
tingkat aplikasi adalah menggunakan generality untuk menjelaskan
peristiwa-peristiwa baru (Merrill, 1983), atau menggunakan
konsep-konsep untuk mengidentifikasi contoh-contoh yang baru
(Reigeluth dan Darwazeh, 1982).
Epitome:
Komponen Strategi yang berupa kerangka isi
bagian bidang studi terpenting, yang berfungsi
sebagai konteks dari isi-isi bidang studi
lainnya yang lebih rinci

Rangkuman:
Komponen strategi yang memuat semua bagian,
isi bidang studi yang penting, biasanya berupa
pengertian-pengertian singkat dari konsep,
prosedur, atau prinsip yang dipelajari

Struktur konseptual untuk bidang studi yang isinya sarat


dengan konsep, struktur prosedural untuk prosedur, dan
struktur teoritik prinsip
(2) Urutan prasyarat belajar
Struktur belajar sering kali dikacaukan dengan 3 tipe struktur bidang
studi lainnya: struktur konseptual, prosedural, dan teoritik. Cara yang baik
untuk membedakannya adalah bahwa belajar harus dikuasai sebelum si-
belajar bisa mempelajari konsep, prosedur, atau prinsip berikutnya;
sedangkan isi dari struktur konseptual, prosedural, atau teoritik dapat
dipelajari tanpa mempertimbangkan urutannya, meskipun harus diakui
bahwa mempelajari dengan urutan tertentu akan lebih baik dari yang lain.
Dengan pembedaan seperti ini, maka penyajian isi bidang studi tidak akan
dilakukan, sebelum isi bidang studi yang menjadi prasyarat disajikan.

(3) Rangkuman
Tinjauan kembali (review) terhadap apa yang telah dipelajari penting
sekali dilakukan untuk mempertahankan retensi. Sebagai komponen
strategi teori elaborasi, rangkuman berfungsi untuk memberikan
pernyataan singkat mengenai isi bidang studi yang telah dipelajari, dan
contoh-contoh acuan yang mudah diingat untuk setiap konsep, prosedur,
atau prinsip yang diajarkan.
Ada 2 jenis rangkuman yang diperkenalkan dalam teori elaborasi:
rangkuman internal dan eksternal. Rangkuman internal (internal
summarizer) diberikan. pada setiap akhir suatu pelajaran dan hanya
merangkum isi bidang studi yang baru diajarkan. Rangkuman
eksternal (within-set summarizer) diberikan setelah beberapa kali
pelajaran, yang merangkum semua isi yang telah dipelajari dalam
beberapa kali pelajaran itu.
Rangkuman berfungsi untuk memberikan:
1. Pernyataan singkat mengenai isi bidang studi yang telah dipelajari dan
2. Contoh-contoh acuan yang mudah diingat untuk setiap konsep,
prosedur,
atau prinsip yang diajarkan
Ada 2 jenis rangkuman: internal dan eksternal
(4) Pensintesis (synthesizer)
Pensintesis adalah komponen strategi teori elaborasi yang
berfungsi untuk menunjukkan kaitan-kaitan di antara konsep-
konsep, prosedur-prosedur, atau prinsip-prinsaip yang diajarkan.
Komponen strategi ini penting sekali karena ia akan memberikan
se jumlah pengetahuan tentang kaitan di antara konsep-konsep,
prosedurprosedur, dan prinsip-prinsip.
Pensintesis berfungsi untuk menunjukkan keterkaitan di antara
konsep, prosedur, atau prinsip.yang diajarkan:
Komponen strategi ini berpeluang untuk:
(1) memudahkan pemahaman,
(2) meningkatkan motivasi,
(3) meningkatkan retensi
(5) Analogi
Analogi merupakan komponen strategi teori elaborasi yang amat
penting karena ia dapat memudahkan pemahaman terhadap
pengetahuan yang baru dengan cara membandingkannya dengan
pengetahuan yang sudah dikenal oleh si-belajar (Dreistadt, 1969;
Reigeluth, 1983b).

(6) Pengaktif strategi kognitif (cognitive strategy activator)


Pembelajaran akan menjadi lebih efektif apabila ia mampu
mendorong si-belajar, baik secara sadar ataupun tidak, untuk
menggunakan strategi kognitif yang sesuai (Bruner, 1966; Gagne,
1977; Rigney, 1978). Yang dimaksud dengan strategi kognitif
dalam konteks ini adalah ketrampilan-ketrampilan yang diperlukan
si-belajar untuk mengatur proses-proses internalnya ketika ia
belajar, mengingat, dan berpikir (Gagne, 1985).
(7) Kontrol belajar
Menurut Merrill (1979), konsepsi mengenai kontrol belajar
mengacu kepada kebebasan si-belajar dalam melakukan pilihan
dan pengurutan terhadap isi yang dipelajari (content control),
kecepatan belajar (pace control), komponen strategi pembelajaran
yang ingin digunakan (display control), dan strategi kognitif yang
ingin digunakannya (conscious cognition control). Sebagai
komponen strategi yang diintegrasikan ke dalam teori elaborasi,
kontrol sibelajar terhadap keempat hal di atas amat dimungkinkan
pada tingkatan tertentu.
Di samping itu, kontrol si-belajar terhadap penggunaan
komponen strategi pembelajaran juga amat terbuka dalam model
elaborasi. Si-belajar dapat diberi kebebasan untuk menentukan
apakah dan kapan ia memerlukan rangkuman, atau pensintesis,
atau analogi. Si-belajar juga diberi kebebasan untuk memilih
strategi kognitif yang paling cocok baginya untuk digunakan dalam
suatu situasi pembelajaran.
MODEL ELABORASI

Analogi
Analogi berikut ini akan sangat membantu untuk memahami
pembelajaran yang diorganisasi dengan menggunakan model
elaborasi. "Studying a subject matter through the elaboration
model is similar in many respects to studying a picture through a
zoom lens on a movie camera" (Reigeluth dan Stein, 1973).
Seseorang biasanya akan mulai dengan pandangan yang
menyeluruh, yang menunjukkan bagian-bagian utama dari suatu
gambar dan hubungan-hubungan utama di antara bagian-bagian itu
(misalnya, komposisi atau keseimbangan dari gambar itu) tanpa
memberikan perhatian khusus pada hal-hal yang rinci. Setelah
gambaran menyeluruh diperoleh, baru kemudian mengarahkan
perhatian kepada suatu bagian dan terus ke bagian-bagian utama
lainnya. Memberikan perhatian kepada satu bagian akan
memungkinkan seseorang melihat sub bagian utama dari bagian
itu, dan sekaligus hubungan-hubungan yang ada di antara sub-sub
bagian.
Prinsip-prinsip model elaborasi

Prinsip-prinsip yang mendasari model elaborasi adalah sebagai berikut:

Prinsip kesatu: Penyajian kerangka isi. Kerangka isi, yang menunjukkan bagian-bagian
utama bidang studi dan hubungan-hubungan utama di antara bagian-bagian itu, hendaknya
disajikan pada fase pertama pembelajaran.

Prinsip kedua: Elaborasi secara bertahap. Bagian-bagian yang tercakup dalam kerangka isi
hendaknya dielaborasi secara bertahap.

Prinsip ketiga: Bagian terpenting disajikan pertama kali. Pada suatu tahap elaborasi, apapun
pertimbangan yang dipakai, bagian yang terpenting hendaknya dielaborasi pertama kali.

Prinsip keempat: Cakupan optimal elaborasi. Kedalaman dan keluasan tiap-tiap elaborasi
hendaknya dilakukan secara optimal.

Prinsip kelima: Penyajian pensintesis secara bertahap. Pensintesis hendaknya diberikan


setelah setiap kali melakukan elaborasi.

Prinsip keenam: Penyajian jenis pensintesis. Jenis pensintesis hendaknya disesuaikan dengan
tipe isi bidang studi.

Prinsip ketujuh: Tahapan pemberian rangkuman. Rangkuman hendaknya diberikan sebelum


setiap kali menyajikan pensintesis.
Konsep-Konsep Khusus yang sering
Digunakan dalam Model Elaborasi

Beberapa istilah dan konsep khusus yang sering digunakan


dalam model elaborasi tampak perlu dikemukakan di sini. Konsep-
konsep yang dimaksud adalah sebagai berikut:
(1) Konstruk isi (content construct) dan struktur bidang studi
(subject-matter structure)
Konstruk isi adalah suatu fakta, konsep, prinsip atau langkah
(dari suatu prosedur).
Struktur Bidang Studi adalah sejumlah konstruk isi yang
dikelompokkan atas dasar keterkaitannya yang amat erat di
antara konstruk-konstruk isi tersebut. Struktur isi bidang studi
dapat diklasifikasi menjadi 3, yaitu:
(1.1) Struktur orientasi,
(1.2) Struktur pendukung,
(1.3) Struktur ganda.
(2) Struktur orientasi adalah suatu struktur yang amat inklusif,
yang di dalamnya tercakup semua atau sebagian besar isi
bidang studi yang akan diajarkan. Struktur orientasi dapat
bersifat konseptual, prosedural, atau teoretik. Fungsinya adalah
memperkenalkan semua bagian bidang studi yang penting, yang
nantinya dapat dijadikan sebagai kerangka untuk mengaitkan
bagian-bagian isi yang lebih rinci
(3) Struktur pendukung adalah suatu struktur yang tidak begitu
inklusif jika dibandingkan dengan struktur orientasi. Struktur
ini dapat berisi faktafakta, konsep-konsep, prosedur-prosedur,
atau prinsip-prinsip yang melengkapi struktur orientasi. Ia
diperlukan untuk membantu memahami konsepkonsep, atau
prosedur-prosedur, atau prinsip-prinsip yang dimasukkan
dalam struktur orientasi.
(4) Struktur ganda adalah suatu struktur yang menunjukkan
kaitan di antara struktur-struktur suatu bidang studi. Struktur
ini akan melibatkan struktur orientasi dan struktur pendukung.
Oleh karena itu, struktur ini akan memasukkan hampir semua
isi bidang studi yang penting. mulai dari fakta, konsep,
prosedur, sampai prinsip.
Struktur orientasi seperti terlihat dalam pembagian di atas
dapat bersifat konseptual, prosedural, dan teoretik, sedangkan
struktur pendukung, di samping dapat mengambil ketiga sifat itu, ia
juga bisa berupa struktur belajar (hirarkhi belajar).
(5) Struktur konseptual adalah suatu struktur yang menunjukkan
hubungan lebih tinggi/setingkat/lebih rendah di antara konsep-
konsep. Struktur konseptual pada hakikatnya memuat konsep-
konsep bidang studi untuk mencapai tujuan orientasi
konseptual.
Ada 3 tipe penting dari struktur konseptual, yaitu:
(5.1) taksonomi bagian,
(5.2) taksonomi jenis, dan
(5.3) matriks atau tabel.

(5.1) Taksonomi bagian adalah struktur konseptual yang


menunjukkan bahwa konsep-konsep merupakan bagian dari
suatu konsep.
(5.2) Taksonomi Jenis adalah struktur konseptual yang
menunjukkan bahwa konsep-konsep merupakan varietas dari
suatu konsep.
(5.3) Matriks atau Tabel adalah struktur konseptual yang
menunjukkan kombinasi dari dua taksonomi atau lebih.
(6) Struktur prosedural adalah struktur yang menunjukkan
hubungan prosedural di antara bagian-bagian bidang studi.

(61) Struktur prosedural-prasyarat adalah struktur prosedural


yang menunjukkan hubungan-hubungan prosedural-prasyarat, yang
menspesifikasi urutan untuk menampilkan langkah-Iangkah dari
suatu prosedur.

(6.2) Struktur prosedural-putusan adalah struktur prosedural


yang menunjukkan hubungan-hubungan prosedural-putusan, yang
mendeskripsikan hal-hal yang diperlukan dalam pengambilan suatu
keputusan tentang prosedur atau sub prosedur mana yang tepat
digunakan dalam suatu situasi.
(7) Struktur teoretik adalah suatu struktur yang menunjukkan
rangkaian hubungan kausal di antara konsep-konsep atau prinsip-
prinsip.
(8) Struktur belajar adalah suatu struktur yang menunjukkan
hubungan prasyarat belajar di antara fakta, konsep, dan prinsip.

(9) Konstruk isi


(9.1) Fakta
(9.2) Konsep
(9.3) Prinsip
(9.4) Prosedur

(9.1) Fakta: asosiasi satu-ke-satu antara objek, peristiwa, atau


simbul yang ada, atau mungkin ada, di dalam lingkungan
nilai atau imajinasi.
(9.2) Konsep: sekelompok objek, peristiwa, atau simbul yang
memiliki karakteristik umum yang sama dan yang
diidentifikasi dengan nama yang sama.
(9.3) Prinsip: hubungan sebab-akibat antara konsepkonsep.
(9.4) Prosedur: urutan langkah untuk mencapai suatu tujuan,
memecahkan masalah tertentu, atau membuat sesuatu.
Dua konsep berikut ini, amat penting kaitannya dengan pembuatan
urutan dan sintesis isi bidang studi, yaitu: epitome dan elaboration.
(10) Epitome adalah struktur konseptual, atau prosedural, atau
teoretik dari seluruh isi penting bidang studi yang akan diajarkan.
Epitome hanya memuat aspek-aspek terpenting dari struktur
orientasi dan keterkaitannya dengan struktur pendukung.

(11) Elaboration adalah tahapan pembelajaran yang menyajikan


konstruk isi yang lebih rinci. Elaborasi tahap pertama, akan
mengelaborasi bagian-bagian yang tercakup dalam epitome;
elaborasi tahap kedua, akan mengelaborasi bagian-bagian yang
tercakup dalam elaborasi tahap pertama, dan begitu seterusnya.
Pengurutan sajian seperti ini akan membuat pembelajaran bergerak
dari umum-ke-rinci (urutan elaboratif).
Langkah Pembelajaran yang
Diorganisasi dengan Model
Elaborasi

Berpijak pada analogi tentang "zoom-lens" dan prinsipprinsip


yang mendasari, pada bagian berikut ini adalah langkah-langkah
pengorganisasian pembelajaran dengan menggunakan model
elaborasi:
(1) Penyajian kerangka isi. Pembelajaran dimulai dengan
penyajian kerangka isi: struktur yang memuat bagian-bagian
yang paling penting dari bidang studi.
(2) Elaborasi tahap pertama. Elaborasi tahap pertama adalah
mengelaborasi tiap-tiap bagian yang ada dalam kerangka isi,
mulai dari bagian yang terpenting. Elaborasi tiap-tiap bagian
diakhiri dengan rangkuman dan pensintesis yang hanya
mencakup konstruk-konstruk yang baru saja diajarkan
(pensintesis internal).
(3) Pemberian rangkuman dan pensintesis eksternal. Pada akhir
elaborasi tahap pertama, diberikan rangkuman dan diikuti
dengan pensintesis eksternal. Rangkuman berisi pengertian-
pengertian singkat mengenai konstruk-konstruk yang diajarkan
dalam elaborasi, dan pensintesis eksternal menunjukkan (a)
hubungan-hubungan penting yang ada antar bagian yang telah
dielaborasi, dan (b) hubungan antara bagian-bagian yang telah
dielaborasi dengan kerangka isi.

(4) Elaborasi tahap kedua. Setelah elaborasi tahap pertama


berakhir dan diintegrasikan dengan kerangka isi, pembelajaran
diteruskan ke elaborasi tahap kedua -yang mengelaborasi
bagian pada elaborasi tahap pertama- dengan maksud
membawa si-belajar pada tingkat kedalaman sebagaimana
ditetapkan dalam tujuan pembelajaran. Seperti halnya dalam
elaborasi tahap pertama, setiap elaborasi tahap kedua disertai
rangkuman dan pensintesis internal.

(5) Pemberian rangkuman dan pensintesis eksternal. Pada akhir


elaborasi tahap kedua, diberikan rangkuman dan pensintesis
eksternal, seperti pada elaborasi tahap pertama.
(6) Setelah semua elaborasi tahap kedua disajikan, disintesiskan,
dan diintegrasikan ke dalam kerangka isi, pola seperti ini akan
berulang kembali untuk elaborasi tahap ketiga, dan
seterusnya, sesuai dengan tingkat kedalaman yang ditetapkan
oleh tujuan pembelajaran.

(7) Pada tahap akhir pembelajaran, disajikan kembali kerangka isi


untuk mensintesiskan keseluruhan isi bidang studi yang telah
diajarkan.
Langkah Pengorganisasian Isi Bidang Studi Mengikuti Model
Elaborasi
Berikut ini adalah tahapan yang perlu dilewati dalam proses pengembangan
pengorganisasian isi pembelajaran dengan menggunakan model elaborasi.

(1) Menetapkan tipe struktur orientasi,


(2) Memilih dan menata isi ke dalam strukturnya,
(3) Menetapkan isi penting yang akan dimasukkan dalam epitome,
(4) Mengidentifikasi dan menetapkan struktur pendukung,
(5) Menata urutan elaborasi, dan
(6) Merancang epitome, tahapan elaborasi, dan pensintesis.
Menyajikan epitome
- strategi motivasional
- analogi
- prasyarat belajar
- struktur isi
- struktur pendukung

Menyajikan Menyajikan
elaborasi salah rangkuman dan
satu bagian sintesis
dalam epitome Menyajikan
elaborasi dan
yang lain dalam
epitome

Menyajikan Menyajikan
elaborasi bagian rangkuman dan
yang ada dalam sisntesis
elaborasi tahap
pertama
SUMBER PENDUKUNG KESAHIHAN
TEORI ELABORASI
Psikologi Kognitif dan Teori Elaborasi

Psikologi kognitif menjadi pijakan teoretik dari teori elaborasi. Dua bidang
kajian psikologi kognitif yang secara langsung men-dukung kesahihan teori
elaborasi adalah:
(1) Teori tentang struktur representasi kognitif, dan
(2) Proses ingatan (memory): yaitu mekanisme penyandian,
penyimpanan, dan pengungkapan kembali apa yang telah disimpan
dalam ingatan.

Struktur kognitif
Struktur kognitif didefinisikan sebagai struktur organisasional yang ada dalam
ingatan seseorang yang mengintegrasikan unsure-unsur pengetahuan yang
terpisah-pisah ke dalam suatu unit konseptual.
Pengolahan informasi dalam ingatan
Pengolahan informasi dalam ingatan dimulai dari proses
penyandian informasi (encoding), diikuti dengan penyimpanan
informasi (storage), dan akhirnya mengungkapkan kembali
informasi-informasi yang telah disimpan dal am ingatan
(retrieval).
Meskipun cognitive theorists tampaknya memunculkan
gagasan yang berbeda mengenai struktur kognitif dan proses
ingatan, namun semua gagasan berpijak pada asumsi yang sama.
Asumsi itu adalah bahwa ingatan terdiri dari struktur informasi
yang terorganisasi dan proses penyelusuran bergerak secara
hirarkhis, dari informasi yang paling umum dan inklusif ke
informasi yang paling khusus dan rinci, sampai informasi yang
diinginkan diperoleh.
Integrasi Teori Elaborasi dalam
Psikologi Kognitif

Dua bidang kajian psikologi kognitif yang telah diuraikan:


struktur kognitif dan proses ingatan, dijadikan pijakan teoretik
dalam pengembangan teori elaborasi. Semua komponen strategi
yang diintegrasikan ke dalam teori elaborasi bersumber pada
konsepsi-konsepsi teoritik psikologi kognitif. Uraian berikut ini
memperlihatkan integrasi teori elaborasi dalam psikologi kognitif.
Integrasi model elaborasi ke dalam konsepsi psikologi kognitif
dapat dirangkum seperti berikut ini:

(1) Format urutan elaboratif dari umum ke rinci sejalan


dengan karakteristik skemata yang tersusun secara
hirarkhis.
(2) Epitome sebagai kerangka isi sepadan dengan skemata
yang berfungsi untuk mengintegrasikan konstruk-
konstruk ke dalam suatu unit konseptual.
(3) Jenis jenis hubungan antar konstruk yang dispesifikasi
dalam model elaborasi sejalan dengan representasi
struktur pengetahuan dalam ingatan.
(4) Penyajian epitome pada tahap awal dari pembelajar-an
sejalan dengan fungsi skemata sebagai kerangka untuk
mengaitkan informasi-informasi yang lebih rinci.
Model Pembelajaran Kognitif dan
Model Elaborasi

Ausubel (1963) dapat dikatakan sebagai orang yang paling awal


mengemukakan pentingnya ada landasan kognitif dalam tindakan pembelajaran.
Dalam perkembangan berikutnya, Mayer (1981: 25) menyatakan:
Instructional theory should be cognitive. The useful developments in the cognitive
psychology of learning and memory should be incorporated into a general theory
of instruction. During the past 10 years there has been an explosion of knowledge
concerning human cognitive processes and memory structures. A good theory of
instruction must exploit this useful data base.

Tesis, yang menyatakan bahwa perolehan dan retensi pengetahuan baru dapat
dimudahkan dengan cara mengasimilasikannya ke dalam pengetahuan yang sudah
dimiliki oleh si-belajar (subsuming cognitive structure), dijadikan pijakan oleh
Ausubel (1968) dalam menciptakan model pembelajarannya. Model pembelajaran
Ausubel mengintegrasikan 3 komponen struktural, yaitu:
(1) advance organizer,
(2) progressive differentiation,
(3) integrative reconciliation.
TEMUAN PENELITIAN
Temuan Penelitian tentang Teori
Elaborasi
Sebagai suatu model yang berusaha mengintegrasikan strategi-
strategi yang telah teruji sahih, seperti telah didiskusikan
sebelumnya, model elaborasi memerlukan bukti empirik untuk
memperkuat landasan teoritiknya. Kajian tentang hal ini diuraikan
pada bagian berikut.
Sampai kini, sudah tersedia sejumlah temuan penelitian
tentang kesahihan teori elaborasi sebagai strategi untuk
mengorganisasi isi pembelajaran. Hanclosky (1986) adalah orang
pertama yang melakukan penelitian mengenai strategi ini dengan
membandingkan sumbangan teori elaborasi, advance organizer,
dan analisis tugas dalam belajar konsep dan prinsip. Salah satu dari
sejumlah hipotesis yang diuji adalah bahwa untuk belajar konsep
dan prinsip teori elaborasi lebih unggul, jika dibandingkan dengan
advance organizer dan analisis tugas. Hasil seperti ini diramalkan
terjadi dalam pasca-tes. Hasil yang serupa juga diramalkan terjadi
dalam tes yang diadakan setelah lima minggu pasca-tes.

Anda mungkin juga menyukai