Anda di halaman 1dari 9

PROSIDING KONFERENSI INTEGRASI INTERKONEKSI ISLAM DAN SAINS

ISSN 1535697734 (cetak), ISSN 1535698808 (elektronik)


Volume 3 – Februari 2021

LOGIKA SEBAGAI LANDASAN BERPIKIR DAN BERILMU


PENGETAHUAN

Martin Putra Perdana, Mohammad Muslih


Program Pascasarjana Universitas Darussalam Gontor Ponorogo
Jl. Raya Siman Km. 06, Demangan, Siman, Ponorogo, 63471, Jawa Timur.
Phone: (+62352) 3574562, Fax: (+62352) 488182 - Indonesia
Email*: martinputa@mhs.unida.gontor.ac.id, muslih@unida.gontor.ac.id

Abstract. Dalam mempelajari ilmu filsafat, sepertinya tidaklah sempurna apabila melewatkan study mengenai ilmu logika.
Ilmu logika merupakan ilmu yang sangat penting dan paling mendasar dalam memahami ilmu filsafat. Logika mengajarkan
kita bagaimana seseorang bisa berpikir secara tepat dan benar. Sebagaimana fitrah manusia dengan kemampuannya untuk
memperoleh dan mengetahui ilmu pengetahuan. Manusia diberikan keluasaan untuk bisa mengigat, merespon, mengetahui
hal-hal baru, berbicara, berfikir, berargumentasi, menulis, membaca dan berorganisasi. Disepanjang perjalanan peradaban
manusia, Ilmu logika atau dalam dunia Islam bisa disebut dengan ilmu al-mantiq senantiasa mewarnai perkembangan ilmu
pengetahuan. Berpikir dan berilmu pengetahuan bagaikan dua mata koin yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Basis dari
segala ilmu baik ilmu humaniaora maupun ilmu keislaman adalah logika, cara berpikir yang benar. Sadar atau tidak sadar,
segala macam bentuk perbuatan manusia senantiasa ditemani dengan kerja akal. Berpikir yang benar akan membuahkan
prilaku dan gaya hidup yang benar juga. Jadi seseorang yang konsen dalam berilmu pengetahuan sudah sepaatutnya menguasai
disiplin ilmu ini. Tidak heran apabila ilmu logika ini dijadikan bangunan dasar (basic structure) oleh para pemikir dan
sejumlah filsuf Muslim, seperti halnya al-Ghazali, al-Farabi, Ibnu Sina, al-Kindi dan Ibnu Rusyd. Artikel ini akan
menunjukkan mengenai posisi logika dalam bangunan ilmu pengetahuan, konsep kunci dan perkembangan logika, serta
pengaruh logika dalam ilmu pengetahuan.

Kata Kunci: Logika, berpikir, berpengetahuan, nalar burhani

PENDAHULUAN logika sendiri berasal dari kata “Logos” diambil dari

Banyak anggapan awam menyatakan bahwa ilmu bahasa latin yang berarti sabda. Dalam bahasa Arab
logika merupakan ilmu yang rumit, membuat orang digunakan kata “mantiq” yang diambil dari kata

cenderung berpikir liar dan tidak ada kaitannya nataqa yang berarti berucap atau berkata (Ahmad
dengan realitas kehidupan manusia. Seperti halnya Warson Munawir, 1984). Secara istilah, mantiq
dengan ilmu matematika maupun filsafat yang diartikan sebagai penyelidikan mengenai dasar-

dianggap hanya sekedar untuk mengaktualisasikan dasar dan metode berpikir benar (George F. Kneller,

nalar (Muhammad Nuruddin, 2019). Dugaan seperti 1966). Dalam kitab munjid, mantiq diartikan sebagai

ini biasanya didasari karena ketidaktahuan tentang hukum yang memelihara hati nurani dari kesalahan

pentingnya ilmu logika. Mereka menganggap bahwa berpikir (Lois Ma’luf, 1973). Irvin M. Copi

ilmu logika ini tidak pernah diajarkan oleh Nabi, berpendapat bahwa yang dimaksud dengan logika

tidak memiliki kemanfaatan yang jelas serta tidak adalah ilmu yang mengkaji metode dan hukum-

memiliki kaitan dengan agama. hukum yang digunakan guna membedakan antara
penalaran yang benar dan yang salah (Irving M.
Logika sendiri merupakan sebuah ilmu
Copi, 1978).
yang termasuk dalam kajian epistemologi. Kata

147
PROSIDING KONFERENSI INTEGRASI INTERKONEKSI ISLAM DAN SAINS 3: 147-155, 2021

Berdasarkan objek kajiannya (bil Had), Russell, 1974). Banyak karya Aristoteles yang telah
ilmu logika atau ilmu mantiq dapat didefinisikan diterjemahkan ke bahasa Arab, khususnya karya-
sebagai: “ilmu yang mengkaji mengenai karya yang berkaitan dengan filsafat. Setelah masuk
pengetahuan berupa tashawwur (gambar) dan ke ruang Islam, karya-karya tersebut tidak langsung
tashdiq (pembenaran), yang sudah diketahui sebagai diterima oleh para ulama dan filsuf Muslim. Namun
jalan yang mengantarkan kita kepada pengetahuan karya tersebut diseleksi, dikritik baru kemudian hal-
tashawwur dan tashdiq lain yang belum diketahui.” hal yang berkesesuaian dengan Islam di adapsi ke
(Muhammad Kholid Muslih, 2015). Secara dalam khazanah keilmuan Islam.
kegunaan (bir Rasm), ilmu logika merupakan “alat Ilmu Logika juga merupakan mukaddimah
pengatur nalar yang apabila dipatuhi akan mampu dari semua disiplin ilmu. Ini dapat membuktikan
menjaga kita dari kesalahan dalam berpikir.” bahwa logika dapat dijadikan alat atau metodologi
(Nuruddin, 2019 ). Logika juga dapat disimpulkan untuk semua ilmu berbentuk teoretikal, seperti ilmu
sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari ushul fiqh dan ilmu kalam. Dalam ilmu kalam,
pekerjaan akal dipandang dari jurusan benar atau terdapat beberapa Mutakalimin selain al-Ghazali
salah (Hasbullah Bakry, 1961). Pengetahuan benar yang memberikan pemaparan singkat terkait kaedah
tersebut diperoleh dengan menggunakan cara-cara mantiq dalam karya ‘ilmu kalam yang
yang bertanggungjawab yang berkesesuaian dengan dihasilkannya. Seperti halnya Fakhruddin Ar-Razi
realitas sebenarnya. Dalam proses berilmu (Muhassal Afkar al-Mutaqaddimin wa al-
pengetahuan, logika memiliki andil penting sebagai Mutaa’akhirin), Imam al-Baydawi (Tawali’ al-
“pintu utama” guna memperoleh pengetahuan yang Anwar min Matali al-Anzar) dan Imam al-Iji (al-
benar. Yang dengan melewatinya, maka akan Mawaqif fi ‘ilm al-Kalam). Kecenderungan para
didapatkan pengetahuan yang tepat. ulama ini dalam membahas karya ilmu kalamnya
METODE PENELITIAN dengan kaedah mantiq menunjukkan bahwa tokoh

Metode penelitian yang dilakukan adalah dengan tersebut telah terpapar pengaruh metode filsafat

menggunakan metode deskriptif-analisis. Dimana Aristotle yang dibawa oleh al-Ghazali (Mohd Fauzi

penelitian ini dimaksudkan untuk membahas konsep bin Hamat, 2002).

logika dalam kaitannya sebagai landasan berpikir Dalam proses berpengetahuan, logika
dan berpengetahuan. memiliki andil yang sangat signifikan sebagai

HASIL DAN PEMBAHASAN “lintasan” atau cara yang efektif dalam mencapai
ilmu pengetahuan yang benar. Dalam mencapai ilmu
Logika Sebagai Landasan Berpikir
pengetahuan yang benar, logika dapat dijadikan
Dalam dunia Islam, ilmu logika mulai dikenal sejak
sebagai sarana untuk berpikir secara sistematis,
diadakannya penerjemahan buku-buku Yunani di
valid dan dapat dipertanggungjawabkan (Amsal
masa Bani Umayyah ataupun masa Bani Abbasiyah
Bakhtiar, 2016). Logika setidaknya memiliki atau
tepatnya di era Khalifah Abu Ja’far al-Mansyur.
menyediakan hukum atau peraturan formal, yang
Ilmu logika dirintis oleh para Kaum Sofis, Socrates
dengannya akan mendapatkan pengetahuan yang
dan Plato. Logika lahir sebagai ilmu atas prakarsa
benar. Hal ini mengindikasikan bahwa pengetahuan
Aristoteles, Theoprostus dan kaum Stoa (Bertrand
yang tepat akan diperoleh dengan mengikuti lintasan

148
PROSIDING KONFERENSI INTEGRASI INTERKONEKSI ISLAM DAN SAINS 3: 147-155, 2021

logika. Pemahaman bahwa pengetahuan yang yang sekaligus benar atau salah. Serperti halnya
“tepat” itu belum tentu benar dan yang “benar” itu baik dan buruk, benar dan salah, serta contoh lainnya
sudah pasti tepat memang ada didalam diskursus yang serupa (Nuruddin, 2019). Contohnya: Apabila
filsafat. Jadi tidaklah aneh apabila kita menyatakan kita mengakui bahwa sesuatu itu bukanlah A maka
bahwa logika merupakan landasan berpikir dan tidak mungkin pada saat itu dia adalah A. Dengan
berilmu pengetahuan. kata lain, dua kenyataan yang saling bertentangan
Logika sebagai landasan berpikir diklasifikasikan tidak mungkin bersama-sama secara simultan

menjadi tiga bagian: (Mundiri, 2019).

1. Asas Identitas (Principium 3. Asas Penolakan Kemungkinan Ketiga

identitatis=Qanun asz-Dzatiyyah) (Principium Exclusi Tertii=Qanun al-

Asas identitas atau Law of Identitiy Imtina)

merupakan dasar dari semua pemikiran dan asas dari Asas Penolakan Kemungkinan Ketiga atau

pemikiran yang lain. Kaidah ini menjelaskan bahwa Law of Excuded Middle merupakan kaedah yang

setiap sesuatu itu memiliki hakikat dan ciri khas menyempurnakan dua kaedah sebelumnya. Apabila

yang bersifat tetap, dimana dengan ciri khas tersebut kaedah kedua berbicara mengenai dua hal yang

mereka bisa dibedakan satu sama lain dan tidak bertentangan tidak mungkin saling membenarkan.
dapat disamakan. Kaedah ini menegaskan bahwa Pada kaedah ketiga ini menjelaskan bahwa dua hal

sesuatu itu adalah dia sendiri bukan yang lainnya. yang saling bertentangan tidak mungkin saling

(asy-sya’i huwa huwa) (Nuruddin, 2019). Jadi mendustakan (an-naqidhan la yukadzdziban).

apabila proposisi itu benar maka benarlah ia. Dengan kata lain, harus ada yang benar diantara dua
Contohnya: Apabila kita mengetahui bahwa sesuatu hal yang bertentangan tadi. Tidak memerlukan

itu Z, maka Z ini bukanlah A, B, atau C. Meskipun kemungkinan ketiga, karena yang ketiga sudah

Z memiliki esensi yang sama dengan A, tetapi terangkat (Mundiri, 2019). Apabila dirumuskan,

identitas mereka tetaplah berbeda pada akhirnya. maka akan berbunyi “Suatu proposisi selalu dalam

Dengan kata lain Z memiliki ciri khas yang berbeda keadaan benar ataupun salah.” (Mundiri, 2019).

dengan A (H. Mundiri, 2019). Contoh lain adalah Prihal mengetahui kebenaran, akal manusia

Tuhan dan makhluk. Hakikat Tuhan dan makhluk yang logis itu ternyata dapat menentukan batasannya

pastinya berbeda. Oleh sebab itu, dalam hukum mengenai apa yang dapat dan tidak bisa diketahui.

logika, kita tidak dapat mengutarakan bahwa Tuhan Dengan akal rasionalnya manusia dapat mengenal
dan makhluk itu adalah suatu yang sama karena benar-salah, baik-buruk serta adil-dzolim. Akal
memiliki ciri khas yang berbeda (Nuruddin, 2019). rasionalah yang kemudian membibimbing dan

2. Asas Kontradiksi (Principum membentuk moral kita. Ditambah dengan konsep

Contradictoris=Qanun ‘Adam at- ikhtiyar dalam Islam, manusiapun dapat

Tanaqudh) memutuskan pilihan yang terbaik diantara yang


terbaik (Henri, 2019).
Asas Kontradiksi atau Law of non-
Tiga landasan berpikir yang tersebut diatas
Contradiction mengatakan bahwa dua hal yang
merupakan dasar yang perlu dipahami sebelum
saling bertentangan tidak mungkin terhimpun (an-
menyelami ilmu logika lebih dalam.
naqidhan la yajtami’an). Jadi tidak ada proposisi

149
PROSIDING KONFERENSI INTEGRASI INTERKONEKSI ISLAM DAN SAINS 3: 147-155, 2021

Keyword Ilmu Logika sebagai sebutan terhadap suatu objek dengan

Dalam mempelajari ilmu logika, kita perlu sebutan “laptop” tadi disebut dengan istilah atau
memahami konsep-konsep kunci yang dengannnya term (al-kalimah). Kemudian, apabila istilah

kita dapat memahami struktur pikir logika. dilukiskan dalam bentuk kalimat dengan

Setidaknya ada beberapa kata kunci yang dapat kita mempertimbangkan intensi dan eksistesinya, maka

bahas disini, seperti konsep (al-tashawwur), itu biasa disebut dengan definition (hadd atau al-
proposisi (al-qadliyah) dan silogisme (istidlal tahdid). Definisi merupakan penjelasan yang berupa

qiyasi). uraian kalimat atas pengertian kita (Muslih, 2017)


Dengan memaksimalkan tashawwur, kita dapat
1. At-Tashawwur (Concept), Tashdiq
memahami dan mengerti sesuatu yang kita amati.
(Assentment), bermula dari pengalaman
Serupa dengan tashawwur, tashdiq juga
Kata tashawwur merupakan bentuk masdar
merupakan bentuk masdar yang diambil dari kata
dari tashawarra-yatashawwaru yang memiliki arti
kerja shaddaqa-yushaddiqu yang memiliki makna
membayangkan atau menggambarkan. Dengan akar
membenarkan. Secara bahasa, tashdiq dimaknai
kata yang sama lahirlah kata shurah yang memiki
dengan pembenaran atau persetujuan dan secara
arti gambar. Jadi secara bahasa, tashawwur dapat
istilah dapat dimaknai dengan “pengetahuan kita
diartikan sebagai bayangan atau gambaran dan
terhadap sesuatu yang disertai dengan penghukuman
secara istilah dapat diartikan sebagai “pengetahuan
baik secara negatif maupun secara afirmatif (idrak
atau gambaran kita terhadap sesuatu yang tidak
asysya’i ma’a al-hukmi ‘alaihi bi an-nafy aw al-
disertai penghukuman apapun terhadap sesuatu itu.”
itsbat).” Contohnya: dua hal yang saling
(idraku asy-say’i maa adami al-hukmu ‘alaihi).
bertentangan itu tidak pernah terhimpun. Matahari
Simpelnya, tashawwur merupakan pengetahuan
selalu terbit dari sebelah Timur. Muhammad itu
“kasat mata” kita terhadap sesuatu (Nuruddin,
merupakan utusan Allah. Allah merupakan Tuhan
2019).
manusia. Dan contoh-contoh lainnya (Nuruddin,
Dalam aktivitas kehidupan sehari-hari,
2019). Tashawwur (gambaran) memang tidak
pastinya kita sudah terbiasa memanfaatkan benda-
pernah terlepas dari tashdiq (pembenaran) sebagai
benda di sekitar sehingga dapat mengenalnya
legitimasi penilaian. Hal ini dikarenakan tidak ada
dengan baik, atau paling tidak mengetahuinya
pembenaran terhadap sesuatu tanpa adanya
dengan benar. Orang yang mengucapkan “laptop”
gambaran yang hadir dalam nalar guna mengaitkan
misalnya. Kemudian terbayanglah bentuk laptop
antara sesuatu dengan sesuatu yang lainnya (Ali
dalam benak seperti apa yang biasa dilihatnya.
Harb, 2004).
Setelah kita telibat dengan proses identifikasi yang
Dalam prakteknya, proses mengerti ini
sederhana dari situ kita menyebut apa yang ada di
terbentuk atas dasar pengalaman. Pengetahuan
benak kita tadi dengan sebutan “laptop”. Bayangan
seperti ini pada prakteknya memiliki proses yang
terhadap sesuatu tanpa disertai dengan
panjang. Metode yang digunakan adalah trial and
penghukuman (entah laptop itu bagus atau mahal)
error (coba-coba salah): terus menerus mencoba.
itu disebut tashawwur. Sementara, proses
Apabila dalam pengalamannya tidak terjadi kasus
identifikasi sederhana terhadap ciri-ciri laptop tadi
kesalahan, maka itulah yang dinggap sebagai
disebut abstraksi (al-tajrid). Kata yang kita gunakan

150
PROSIDING KONFERENSI INTEGRASI INTERKONEKSI ISLAM DAN SAINS 3: 147-155, 2021

kebenaran (pengetahuan yang benar), sampai- kandaskan. Yakni bagaimana kebenaran atas sesuatu
sampai menolak segala apa yang dianggapnya di itu dapat dipastikan? Apa yang menjadi kriteria
luar yang bisa dialami (Muslih, 2017). sebuah kebenaran? Dan bagaimana manusia dapat

2. Al-Qadliyah (Proposisi) dan Al-Istidlal memperoleh pengetahuannya?. Menjawab

(Silogisme), pondasi penalaran ilmiah. pertanyaan tersebut, William James mengatakan

Setelah kita mengetahui bahwa apa yang bahwa suatu konsep, ide, dan kepercayaan akan
dipikirkan manusia itu dapat di-bahasa-kan, dianggap benar apabila ia selaras (correspond)

maksudnya harus disampaikan, dipahamkan dan dengan realitas yang ada di luar diri, atau serasi

diujikan kepada publik. Maka dapat kita simpulkan (cohere) dengan perkataan lain yang sudah diterima

bahwa orang yang berpengetahuan itu haruslah bisa dalam suatu sistem dan bermanfaat. Namun

mem-bahasakan-nya dengan sarana bahasa (Hans- kekurangan dari definisi ini adalah bahwa realitas

George Gadamer, 2004) sebagai simbolnya. Simbol yang ada di luar diri tidaklah dapat diketahui dengan

minimal dari pengetahuan manusia itu biasa dikenal pasti dikarenakan adanya campur tangan manusia

dengan istilah proposisi (al-qadliyah). Proposisi dalam menafsirkan fakta yang ada. Fakta yang ada

(Muhammad Nur Ibrahimi, 1969). memiliki wujud juga belum tentu benar apabila tidak diletakkan pada

sebagai kalimat, namun tidak semua kalimat bisa tempatnya. Persolan seperti ini tidaklah
dikatakan proposisi. Seperti halnya kalimat perintah, berkesudahan apabila kita taqlid dengan anggapan

kalimat larangan, kalimat sanjungan serta kalimat bahwa kebenaran hanya dapat dicapai dengan

permohonan bukanlah merupakan bagian dari menyelaraskan pada fakta yang ada. Dalam Islam

proposisi. Hanya kalimat berita yang kamil dan sumber kebenaran utama yang tidak mungkin salah
memiliki unsur benar-salahlah yang bisa disebut berpedoman pada al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah

proposisi (Muslih, 2017). yang kemudian didukung dengan pengalaman atas

Ukuran yang dapat kita gunakan untuk pancaindra, khabar shadiq dan penalaran akal (Wan

menentukan kriteria benar-salah adalah: pertama, Mohd Nor Wan Daud, 2019).

ditelisik ada-tidaknya bertentangan dengan kalimat Dalam apalikasinya, aktivitas logika bukan

itu. Kedua, ditelisik dari ada-tidaknya kaitan dengan hanya menggunakan rasio, namun juga imajinasi.

kenyataan. Demikianlah syarat yang harus dipenuhi Imajinasi memiliki andil dalam mengembangkan

apabila kita ingin mengetahui proposisi yang benar rasio yang kita miliki. Misalnya: ada orang yang

dan tidak cacat. Dalam pembahasan mengenai berteriak:“Gempa, gempa.....”. Ini disebut lompatan
proposisi, ada beberapa unsur yang tidak boleh berpikir, karena hanya orang yang peka terhadap
luput, yakni; term subjek, term predikat dan term imajinasi yang bisa melakukannya. Hal ini

penghubung atau disebut kopula dan quantifer. dikarenakan di ‘kepala’ orang yang berteriak tadi,

Hakikat yang dimiliki term-term ini dalam kajian sudah mempunyai common sense (pengetahuan

logika cukuplah menarik. Hal ini dikarenakan umum): disetiap ada guncangan aneh pasti ada

dengan term ini, proposisi dapat terlihat kualitas gempa, jika guncangannya kecil maka jarak pusat

ataupun kuantitasnya (Muslih, 2017). gempa jauh dari tempat ia bermukim, namun jika

Kebenaran sebagai ciri penting dalam ilmu guncangannya besar maka pusat gempa ada disekitar
memiliki sekelumit pertanyaan yang musti di

151
PROSIDING KONFERENSI INTEGRASI INTERKONEKSI ISLAM DAN SAINS 3: 147-155, 2021

tempatnya berpijak. Memang tidak menentu, namun Nalar Burhani, sebuah logika berpikir
terkadang juga tentu (Muslih, 2017). Istilah Burhani (Mohammad Muslih, 2016). yang
Adanya lompatan berpikir seperti ini yang memiliki akar pemikiran dalam filsafat Aristoteles
bagi logika disebut ilmiah. Inilah yang biasa disebut telah digunakan oleh al-Jabiri (Muhammad ’Abid
dengan ‘ilm al-yaqin. Ketika merasakan adanya Al-Jabiri, 2018). sebagai sebutan untuk sebuah
getaran yang tidak biasa tadi, orang bisa saja sistem pengetahuan yang menggunakan metode dan
langsung menelpon tim SAR atapun polisi. Tidak pandangan dunia tersendiri, tanpa menyandarkan
dengan perlu membuktikan terlebih dahulu, apakah dirinya kepada otoritas pengetahuan yang lain.
itu gempa atau bukan. Kemudian setelah Dalam bahasa Arab, al-burhan dimaknai sebagai
mengafimasi bahwa itu gempa baru ia menelpon tim argumen (al-hujjah) yang jelas (al-bayyinah; clear)
SAR. Dibanding cara logika, langkah seperti ini dan distinc (al-fashl), bahasa Inggrisnya adalah
lebih meyakinkan, dan oleh sebab itu disebut al- demonstration, dalam bahasa latin: demonstratio
yaqin. Namun dengan tujuan membuktikannya, (memberi isyarat, sifat keterangan, dan penjelasan)
mungkin saja sudah tidak ada lagi yang bisa (Muslih, 2017). Nalar Burhani merupakan sebuah
diselamatkan akibat kejadian tadi (Muslih, 2017). sistem pengetahuan yang menggunakan kekuatan
Dalam logika, lompatan berpikir masuk ke logika dan eksperimentasi. Ia dibangun atas logika
dalam pembahasan silogisme (Richard B. Angel, induktif, sehingga berbeda dengan nalar bayani yang
1964). atau biasa disebut istidlal qiyasi. Silogisme relevan dengan logika deduktif. Nalar burhani
memiliki bentuk-bentuk yang dibedakan atas dasar tercipta bukan untuk menegaskan kekuatan teks
meduim (term penengan/middle term) dalam (Paul Ricoeur, 1982) , namun merangkai hukum-
premis. Bentuk-bentuk silogisme yang terdiri dari hukum universal melalui kasus-kasus parsial
tiga proposisi antara lain: dua proposisi pertama (Mohamad Aso Samsudin, 2019).
yang dinamakan premis (muqaddimah), yakni
Dari pandangan Abid al-Jabiri seperti yang
premis mayor (muqaddimah kubro) dan premis
telah dijelaskan sebelumnya. Dapat disimpulkan
minor (muqaddimah sughra), kemudian proposisi
bahwa posisi logika berkembang bukan hanya
ketiga dinamakan kesimpulan (natijah). Dengan
sebagai metodologi penalaran ilmiah, melainkan
silogisme, seseorang dapat meramalkan sesuatu
telah menjadi semacam “pandangan dunia”
dengan tepat. Hal inilah yang dinamakan inferensi
(worldview) yang mempunyai keunikan tersendiri.
(pola pikir meramal dengan jika-maka) yang unik
Dengan menjadi sebuah worldview, (Hamid Fahmy
dari kajian logika (Muslih, 2017). Contoh dari
Zarkasyi, 2018) logika dapat dilihat dari
silogisme secara cammon adalah; semua manusia
pandangannya mengenai realitas, pendekatan yang
pasti akan mati, Aristoteles adalah manusia,
digunakan guna memahami dan menafsirkan
Aristoteles pasti akan mati. Manusia adalah middle
realitas, bagaimana memberikan peran pada akal,
term yang menghubungkan antara Aristoteles
dan apa yang di “cari” dari sekian proses dari usaha
dengan kepastian akan mati sehingga kita dapat
logika
mengetahui, meskpun Aristoteles belum mati,
Dalam proses pencarian ilmu burhani, ada
dikemudian hari dia pasti akan mati (A.C. Ewing,
tiga hal yang perlu dilakukan: pertama adalah proses
2008).
eksperimentasi, yaitu pengamatan terhadap realitas;

152
PROSIDING KONFERENSI INTEGRASI INTERKONEKSI ISLAM DAN SAINS 3: 147-155, 2021

kedua adalah proses abstraksi, yaitu terjadinya adanya hubungan yang logis diantara sebab dan
gambaran atas realitas tersebut dalam pikiran; dan kesimpulan; dan ketiga, kesimpulan yang dihimpun
ketiga adalah ekspresi, yakni mengekspresikan haruslah bersifat pasti (dlarurriyyah), hatta tidak ada
realitas dengan kata-kata. Berkaitan dengan proses kesimpulan salain itu. Syarat yang pertama dan
ketiga, pembahasan mengenai silogisme kedua berkenaan dengan silogisme (al-qiyas).
demonstratif atau qiyas burhani menjadi sangat Sedangkan disyarat yang ketiga berkenaan dengan
signifikan. Silogisme demonstratif yang dimaksud karakteristik silogisme burnahi, yakni dimana
disini adalah yang premis-premisnya dibentuk dari kesimpulan (natijah) bersifat pasti dan tak mungkin
konsep-konsep yang benar, yang sesuai dengan menyebabkan kebenaran ataupun kepastian lain. Ini
realitas, yang meyakinkan dan diterima oleh akal dapat terjadi apabila premis-premis tadi benar dan
(Muslih, 2017). kebenarannya terbukti terlebih dahulu dibandingkan

Contoh yang bisa kita ambil dari qiyas kesimpulannya, tanpa adanya premis penengah

burhani adalah: “ada dan tiada adalah dua hal yang (hadd al-awsath) (Muslih, 2017).

bertentangan”, “segala sesuatu yang saling Dalam burhani, kebenaran tidak akan
bertentangan tidak mungkin saling terhimpun”, dan terwujud tanpa adanya hubungan antara putusan-
“ada dan ketiadaan tidak mungkin saling putusan itu sendiri. Dengan arti lain, bahwa
terhimpun”. Kesimpulan yang diambil dari qiyas ini kebenaran dapat diwujudkan atas dasar hubungan
sulit untuk diragukan, kecuali bagi orang-orang antara putusan baru dan putusan lain yang telah ada
yang tidak peduli akan hukum akal. Karena semua sebelumnya dan dipastikan sudah teruji
manusia di dunia ini pasti mengamini bahwa sesuatu kebenarannya hatta kebenaran identik dengan
yang ada tidak mungkin dikatakan tidak ada dalam keterhubungan, konsistensi dan kesesuaian satu
waktu yang sama. Karena ada dan ketiadaan itu sama lain secara sistematis (Muslih, 2017).
saling bertentangan, dan segala hal yang saling Manfaat Logika dalam Ilmu Pengetahuan
bertentangan tidaklah mungkin terhimpun
Dalam realitas kehidupan manusia, setiap orang
(Nuruddin, 2019). Substansi dari silogisme sendiri
hampir selalu dihadapkan dengan problem yang
adalah pembenaran (al-‘ilm al-tasdiqi) bukanlah
membuatnya harus berpikir mendalam untuk
ilmu konseptual (al-‘ilm al-tashawwuri) (Zarkasyi,
mendapat solusi terbaik. Disinilah diperlukan peran
2018).
logika untuk mengarahkan akal agar berpikir secara
Dalam bentukan silogisme, logis sehingga mudah untuk dipahami dan
pengaplikasiannya harus melalui tiga tahapan yakni memahami. Terkadang kita juga dihadapkan dengan
tahap pengertian (ma’qulat), tahap pernyataan pemikiran yang tidak logis, seperti halnya hukuman
(ibarat) dan tahap penalaran (tahlilat). Silogisme bagi para koruptor yang mengambil hak masyarakat
berhani selalu bertujuan untuk mencapai bermiliyar hingga triliunan rupiah disamakan
pengetahuan, bukan untuk interest tertentu seperti dengan pencuri beras yang itupun ia lakukan karena
halnya kaum sophis (Abdul Syukur, 2007). desakan ekonomi yang sulit. Bahkan ada pelaku
Silogisme dapat disebut burhani apabila melengkapi kejahatan yang sudah jelas bersalah namun
tiga syarat: pertama, mengetahui sebab yang dibebaskan karena kurangnya bukti yang ada. Dan
menjadi reason dalam penyusunan premis; kedua,

153
PROSIDING KONFERENSI INTEGRASI INTERKONEKSI ISLAM DAN SAINS 3: 147-155, 2021

masih ada sederet persoalan tidak logis yang akan akan dia lakukan. Apakah tindakan tersebut banyak
kita hadapi. membawa manfaat ataupun mudharatnya.
Menghadapi sekelumit persoalan seperti Keselamatan dalam berpikir inilah yang perlu

ini, kita harus arif menyikapinya. Peran logika disini mendapat perhatian khusus. Dimana manusia zaman

sangatlah dibutuhkan, supaya kita dapat mengetahui ini sangatlah mudah mengikuti paham-paham yang

kapan saatnya kita harus berpikir logis, karena setiap menimbulkan kerusakan maupun perpecahan.
tempat dan waktu ada logikanya dan setiap logika Dengan berpikir logis yang disandarkan oleh wahyu,

ada waktu dan tempatnya (Mukhtar Latif, 2014). manusia akan menciptakan kedamaian dan

Dengan mempelajari ilmu logika, kita akan kemananan di muka bumi (Shalahuddin, 2019).

diarahkan untuk berpikir secara sistematik, terukur Dari penjelasan diatas bisa ketahui bahwa
dan mendalam. Dimana kita dituntut untuk dapat peran logika sangatlah urgent. Seperti halnya ketika
berpikir sebelum berbicara, merenung sebelum kelak menjadi orangtua, tentunya harus mempunyai
bertindak, dan menelaah sebelum menghakimi logika yang jernih untuk bisa menjawab pertanya si
orang yang berbeda pemahaman (Nuruddin, 2019). buah hati. Begitu juga disaat kondisi berdiskusi
Bahkan al-Ghazali dalam karyanya al-Mustafa dengan teman sejawat apalagi dengan orang liberal.
menyatakan “sesiapa yang tidak menguasai kaedah Tentunya kita harus memiliki logika yang baik untuk
mantik (logika), maka ilmunya tidaklah dapat menjelaskan dan memahamkan orang-orang yang
dipercayai” (Hamat, 2002). tidak mempercayai dalil kecuali yang aqli itu.

Untuk dapat berpikir logis, manusia Dengan begitu, segala hal mayoritasnya

memerlukan maklumat pengetahuan yang luas. Hal membutuhkan logika berpikir. Dan dengan logika,
ini sudah menjadi semacam syarat yang harus dilalui ilmu pengetahuan dapat berkembang dengan masif.

guna mengembangkan kemampuan logika. Perlu KESIMPULAN


kita ketahui, berpengetahuan merupakan fitrah Hadirnya logika ternyata membuat
manusia guna menjaga eksistensinya di dunia. Oleh kehidupan terasa lebih bermakna. Cakupan
karena itu, manusia diberikan akal untuk berpikir kajiannya yang luas dan mendalam memaksa kita
agar mempermudah mendalami dan memperluas untuk berpikir logis dan kritis. Bahkan apabila kita
ilmu pengetahuan. Dengan kata lain, dapat lihat di Kitab-kitab turats, pengaruh ilmu logika ini
disimpulkan bahwa manfaat logika bagi ilmu sangatlah signifikan untuk membangun argumen
pengetahuan adalah melatih jiwa manusia untuk bisa yang kuat serta berperan dalam memperkokoh
menjernihkan jalan pikirannya dan membiasakan bangunan keilmuan Islam. Pengalaman sehari-hari
manusia untuk dapat berpikir dan berargumentasi pun kita tak luput dari pengaruh logika. Demikian
secara logis agar mudah mengetahui kesalahan juga logika dapat dijadikan alat ukur yang digunakan
sehingga bisa mengevaluasi dengan cermat dan tepat untuk menentukan bukan saja batas keilmiahan
(H.A. Kadir Sobur, 2015). suatu teori ilmu pengetahuan, namun juga
Logika yang baik sangat mendukung keabsahan keilmuan itu sendiri. Logika juga dapat
pemikiran yang baik. Dengan berpikir secara logis, dijadikan worldview dalam melihat dunia. Yakni
secara tidak langsung manusia akan suatu cara pandang yang memposisikan akal sebagai
mempertimbangkan segala bentuk tindakan yang

154
PROSIDING KONFERENSI INTEGRASI INTERKONEKSI ISLAM DAN SAINS 3: 147-155, 2021

perangkat yang dapat menafsirkan realitas dengan Ma’luf, Lois. Munjid. Beirut, 1973.

akurat. Morewedge, Parviz. Islamic Philosophy and The Classical


Tradition. Edited by S.M. Stern. Coumbia: University of
DAFTAR PUSTAKA
South Corolina Press, 1973.
Acikgence, Alparslan. Islamic Science, Towards Definition.
Munawir, Ahmad Warson. Al-Munawir: Kamus Arab-Indonesia.
Kuala Lumpur: International Institute of Islamic Thought
Yogyakarta: PP Al-Munawir, 1984.
and Civilization-ISTAC, 1996.
Mundiri, H. Logika. Depok: Rajawali Pers, 2019.
Angel, Richard B. Reasoning and Logic. New York: Appleton
Muslih, Mohammad. Falsafah Sains: Dari Isu Integrasi
Century Craft, 1964.
Keilmuan Menuju Lahirnya Sains Teistik. Yogyakarta:
Bakhtiar, Amsal. Filsafat Ilmu. Jakarta: Rajawali Pers, 2016.
LESFI, 2017.
Bakry, Hasbullah. Sistematik Filsafat. Jakarta: WIDJAYA,
———. Filsafat Ilmu: Kajian Atas Asumsi Dasar, Paradigma
1961.
Dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta:
Budianto, Irmayanti M. Realitas Dan Objektivitas: Refleksi LESFI, 2016.
Kritis Atas Cara Kerja Ilmiah. Jakarta: Wedatama Widya
Muslih, Muhammad Kholid. Dowaabit At-Tafkir Al-Mantiqi.
Sastra, 2002.
Ponorogo: Universitas Darussalam Gontor, 2015.
Copi, Irving M. Introduction to Logic. New York: MacMilan
Nuruddin, Muhammad. Ilmu Mantik: Panduan Mudah Dan
Publishing, 1978. Lengkap Untuk Memahami Kaidah Berpikir. Depok:
Daud, Wan Mohd Nor Wan. Budaya Ilmu: Makna Dan Keira, 2019.
Manifestasi Dalam Sejarah Dan Masa Kini. Kuala
Rahman, Miftahur. “Konsep Muhkam Dan Mutasyabih Dalam
Lumpur: CASIS, 2019.
Al-Qur’an Menurut Muhammad ’Abid Al-Jabiri.”
Ewing, A.C. Persoalan-Persoalan Mendasar Filsafat. 2nd ed. Hermeneutik: Jurnal Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir 12, no.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008. 1 (2018): 188.
Gadamer, Hans-George. Kebenaran Dan Metode. Edited by Ricoeur, Paul. Hermeneutics and the Human Sciences, Essays on
Ahmad Sahidah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004. Language, Action and Interpretation. Cambridge:
Grene, Marjorie. A Portrait of Aristotele. London: Faber and Cambridge University Press, 1982.
Faber Limited, 1963. Russell, Bertrand. History of Western Philosophy. London:
Hamat, Mohd Fauzi bin. “Kedudukan Mantik Sebagai George Allen and Unwin, 1974.
Mukaddimah Ilmu: Satu Analisis Pandangan Al-Imam Samsudin, Mohamad Aso. “Revalitas Integrasi Nalar Bayani,
Al-Ghazali.” Afkar 3 (2002): 56. ’Irfani Dan Burhani Dalam Pengembangan Pendidikan
Harb, Ali. Kritik Kebenaran. Yogyakarta: LKis, 2004. Pesantren.” Jurnal Pendidikan Islam Indonesia 3 (2019).

Harjono, Hary Soedarto. “Intensi-Eksistensi Konsep Dalam Shalahuddin, Henri. Mawaqif: Beriman Dengan Akal Budi.
Argumen Kependidikan: Analisis Tekstual.” Pena 1, no. Jakarta: INSIST, 2019.
1 (2011): 14. Sobur, H.A. Kadir. “Logika Dan Penalaran Dalam Perspektif
Ibrahimi, Muhammad Nur. Ilmu Mantiq. Jakarta: Pustaka Azam, Ilmu Pengetahuan.” Tajdid 17, no. 2 (2015): 414.
1969. Syukur, Abdul. “Era Baru Historiorafi Yunani Kuno.” Jurnal
Kneller, George F. Logic and Language of Education. New Sejar Lontar 4, no. 2 (2007): 62.
York, 1966. Zarkasyi, Hamid Fahmy. Kausalitas: Hukum Alam Atau Hukum
Latif, Mukhtar. Orientasi Ke Arah Pemahaman Filasafat Ilmu. Tuhan, Membaca Pemikiran Religio-Saintifik Al-Ghazali.
Jakarta: KENCANA, 2014. Ponorogo: UNIDA Gontor Press, 2018.

155

Anda mungkin juga menyukai