Anda di halaman 1dari 20

REFERAT

Gangguan Spektrum Autisme

Pembimbing:

dr. Suhesti Handayani, Sp.A

Disusun oleh:

Riama Sihombing

112020002

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

PERIODE 19 APRIL 2021 – 26 JUNI 2021

RSAU dr. ESNAWAN ANTARIKSA


DAFTAR ISI

Pendahuluan …………………………………………………….………1

Definisi …………………………………………………….….…...2

Epidemiologi ………………………………………………….…...….…2

Etiologi ……………………………………………………….……3

Patofisiologi ……………………………………………………….……5

Gejala dan Tanda Autisme ……………………………………………………….……5

Kriteria Diagnosis ……………………………………………………………10

Pemeriksaan Medis ……………………………………………………………10

Diagnosis Banding ……………………………………………………….…...11

Penatalaksanaan ………………………………………………….………...12

Deteksi Dini ……………………………………………………….…...15

Edukasi ……………………………………………………………16

Prognosis ……………………………………………………………17

Kesimpulan …………………………………………………….……...17

Daftar Pustaka ……………………………………………………………18


PENDAHULUAN

Anak-anak dengan Autisme Spectrum Disorder (ASD) atau gangguan spektrum autistik
(GSA) mengalami risiko lebih tinggi secara signifikan untuk kebutuhan perawatan kesehatan
yang tidak terpenuhi dan orang tua melaporkan kurang puas dengan perawatan mereka
walaupun literatur saat ini tidak sepenuhnya menjelaskan mengapa masalah ini tetap ada.1,2

Menurut kriteria diagnostik dari ICD-X dan DSM-V label gangguan spektrum autisme cukup
jelas dan bersifat permanen atau 0-3’s Diagnostic Classification of Mental Health and
Developmental Disorders of Infancy and Early Childhood dimana diagnosis suatu gangguan
yang muncul masih terbuka untuk perubahan dan perkembangan dari masing-masing anak.

Gangguan Spektrum Autisme merupakan salah satu jenis gangguan neurodevelopmental


yang biasanya muncul sebelum usia 3 tahun. Gangguan ini dahulu juga dikenal dengan istilah
Autisme Infantil. Menurut kriteria ICD-X dikenal dengan istilah gangguan perkembangan
pervasif. Karakteristik dari gangguan ini adalah pada interaksi sosial, pola komunikasi, minat
dan gerakan yang terbatas, stereotipik dan diulang-ulang. Kondisi yang sama apabila
memakai kriteria diagnostik zero to three diagnosis classification dikenal sebagai
Multisystem Developmental Disorder (MSDD).

Kondisi seperti ini tentulah akan sangat mempengaruhi perkembangan baik mental maupun
fisik anak tersebut. Apabila tidak dilakukan intervensi secara dini, dan tatalaksana yang tepat,
sulit diharapkan perkembangan yang optimal akan terjadi pada anak-anak ini. Mereka akan
semakin terisolir dari dunia luar dan hidup dalam dunianya sendiri, dengan berbagai
gangguan mental dan perilaku yang semakin mengganggu dan tentunya semakin banyak
dampak negatif yang akan terjadi di kemudian hari.

Diharapkan dengan penyebaran informasi dan pengetahuan mengenai berbagai hal yang
berhubungan dengan autisme ini, akan dapat membantu para dokter, terutama yang
berkecimpung di dunia anak untuk dapat lebih memahami dan mengerti apa itu autisme dan
bagaimana cara intervensi dini dan penatalaksanaannya, maupun bagaimana kelanjutan
perkembangan anak dengan gangguan autisme ini.

1
DEFINISI

Autisme merupakan suatu kumpulan sindrom yang menganggu saraf pada anak. Penyakit ini
menganggu pada perkembangan anak, diagnosisnya diketahui dari gejala-gejala yang muncul
dan ditunjukan dengan adanya penyimpangan perkembangan. Autisme adalah gangguan yang
sering terjadi pada anak, yang menyebabkan anak memiliki perilaku tidak peduli dengan
lingkungan sosialnya sehingga dapat mempengaruhi perkembangan bahasanya. Gejala yang
harus dikenal orang tua dan dokter tentang gangguan autis yang meliputi dalam bidang
interaksi, komunikasi, perilaku dan cara bermain anak yang berbeda. Autisme adalah suatu
kondisi yang ditandai oleh ketidakmampuan dalam bahasa dan keterampilan sosial yang
timbal balik serta perilaku repetitif dan tidak biasa. Anak dengan autisme juga memiliki pola
berpikir yang berbeda dan memiliki gangguan pada modulasi sensorik. Ketidakmampuan ini
dapat menganggu kemampuan mereka untuk hidup mandiri.3

Autisme ini mengacu pada masalah dengan interaksi sosial, komunikasi, dan bermain
imajinatif, yang mulai muncul sejak anak berusia di bawah 3 tahun. Mereka mempunyai
keterbatasan pada level aktivitas dan interest. Dan hampir 75% dari anak autis mengalami
beberapa derajat retardasi mental atau keterbelakangan mental. Autisme biasanya muncul
sejak tiga tahun pertama kehidupan seorang anak.

Autis merupakan salah satu kelompok dari gangguan pada anak pada anak yang ditandai
munculnya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, komunikasi, ketertarikan
pada interaksi sosial, dan perilakunya. Autisme merupakan kelainan perilaku yang
penderitanya hanya tertarik pada aktivitas mentalnya sendiri. Autis dapat terjadi di semua
kalangan masyarakat. Autisme berasal dari kata Yunani “autos” yang berarti self (diri). Kata
autisme ini digunakan didalam bidang psikiatri untuk menunjukkan gejala menarik diri.

Autisme Spectrum Disorder (ASD) atau gangguan spektrum autistik (GSA) adalah ditandai
dengan interaksi sosial dan kesulitan komunikasi serta berulang atau perilaku yang dibatasi.
Namun, semakin banyak laporan menunjukkan pengolahan sensorik juga terpengaruh pada
sebagian besar pasien dengan ASD.

EPIDEMIOLOGI

Prevalensi di dunia dilaporkan sekitar 1%, dengan jumlah anak laki-laki yang lebih banyak
mengalami gangguan ini. Berdasarkan data tahun 2011-2012, prevalensinya di Amerika

2
Serikat pada anak laki-laki berkisar 3,23% sementara pada anak perempuan 0,7%. Risiko
mengalami gangguan ini meningkat pada anggota keluarga yang memiliki riwayat keluarga
dengan gangguan spektrum autisme. Suatu penelitian retrospektif juga mendapatkan
hubungan antara meningkatnya usia orang tua lebih dari 35 tahun dengan kejadian autisme.

Di Indonesia belum ada angka yang pasti mengenai prevalensi autisme, namun dari data yang
ada di Poliklinik Psikiatri Anak dan Remaja RSCM pada tahun 1989 hanya ditemukan 2
pasien, dan pada tahun 2000 tercatat 103 pasien baru, terjadi peningkatan sekitar 50 kali.

Biasanya autisme lebih sering ditemukan pada anak laki-laki disbanding anak perempuan,
2,4-4 : 1. Dikatakan bahwa anak laki-laki lebih mudah mendapat gangguan fungsi otak.
Namun anak perempuan penyandang autisme biasanya mempunyai gejala yang lebih berat
dan pada tes intelegensi mempunyai hasil yang lebih rendah dibanding pada anak laki-laki.

Semula diduga penyandang autisme berasal dari keluarga dengan tingkat intelegensi dan
sosio-ekonomi tinggi. Namun dari penelitian terakhir autisme ditemukan pada keluarga
dengan berbagai tingkat sosio-ekonomi dan intelegensi, juga dari berbagai letak geografis di
manapun di dunia.

ETIOLOGI

Sampai saat ini masih belum diketahui dengan pasti penyebab dari gangguan spektrum
autisme. Namun, ada dua faktor yang diyakini sebagai penyebab autisme, antara lain:

a. Faktor genetik: Faktor Genetik dipercaya berperan besar dalam munculnya autisme,
mesikpun tidak yakin sepenuhnya bahwa autisme hanya disebabkan oleh gen dari
keluarga. Hasil penelitian yang dilakukan terhadap anak- anak autis menunjukkan
bahwa kemungkinan 2 anak kembar identik mengalami autisme ialah 60-95%,
sedangkan kemungkinana bagi 2 saudara kandung hanyalah 2,5-8,5%. Sebab, anak
kembar identik mempunyai gen 100% sama, sedangkan saudara kandung hanya
memiliki gen yang 50% sama.
b. Faktor lingkungan: Ada pula dugaan bahwa autisme dikarenakan vaksin Mumps
Measles Rubella (MMR) yang rutin diberikan kepada anak-anak, yang menjadikan
gejal-gejala autisme mulai tampak. Vaksin Mumps Measles Rubella (MMR) adalah
vaksin yang diberikan dengan tujuan agar tubuh terlindung dari penyakit gondong,
campak, dan rubella. Meski bertujuan untuk melindungi tubuh, vaksin ini tidak luput

3
dari kontroversi, yaitu efek sampingnya yang kabarnya dapat membuat anak
mengalami autisme. Pada dasarnya, vaksin Mumps Measles Rubella (MMR) tergolong
gabungan vaksin yang cukup efektif dan aman dalam melawan gondong, campak, dan
rubella sekaligus. Vaksin Mumps Measles Rubella (MMR) ini diberikan hanya dalam
dua kali sesi penyuntikkan untuk dosis penuh. Suntikan ini mengandung virus dari
ketiga penyakit tersebut yang sudah dilemahkan terlebih dahulu. Vaksin disuntikan
pada bagian otot lengan atas atau paha. Vaksin Mumps Measles Rubella (MMR)
diberikan pada saat anak berusia 15-18 bulan dan 6 tahun. Pemberian vaksin Mumps
Measles Rubella (MMR) ini akan memicu sistem imun untuk menghasilkan antibodi,
yang nantinya akan siap melawan virus rubella, campak, dan gondong. Kekhawatiran
tersebut dikarenakan adanya zat kimia yang digunakan untuk mengawetkan vaksin ini
mengandung merkuri. Merkuri (air raksa, Hg) adalah salah satu jenis logam yang
banyak ditemukan di alam dan tersebar dalam batu-batuan, biji tambang, tanah, air
dan udara sebagai senyawa anorganik dan organik. Merkuri merupakan logam yang
dalam keadaan normal berbentuk cairan berwarna abu-abu, tidak berbau dengan berat
molekul 200,59. Tidak larut dalam air, alkohol, eter, asam hidroklorida, hydrogen
bromida dan hidrogen iodide. Larut dalam asam nitrat, asam sulfurik panas dan lipid.
Unsur merkuri itulah yang selama ini diyakini menyebabkan autisme. Meskipun tidak
ada bukti kuat yang mendukung.4 Perilaku orang tua, mungkin juga yang menentukan,
baik dalam menentukan pilihan makanan dan mendorong anak untuk lebih sehat dan
lebih diet dalam jenis makanan. orang tua juga harus menginstruksikan tentang peran
mereka terhadap anak mereka (penderita autisme) dalam menentukan makanan yang
pantang bagi anak mereka pada perilaku makannya. Penelitian menunjukkan, banyak
faktor memenpengaruhi perkembangan otak anak autistik, yang terjadi sejak usia 6
bulan dalam kandungan, dan terus berlanjut dalam kehidupannya. Faktor genetik
merupakan faktor yang sangat berpengaruh. Gangguan perkembangan otak ini
menyebabkan terjadinya gangguan pada kemampuan bahasa, kemampuan kognitif
(pemahaman), kemapuan interaksi sosial, dan fungsi adaptif (penyesuaian diri).
Dengan bertambahnya usia anak, akan semakin besar perbedaan kemapuan di banding
anak lain seumurnya. Semua ini terlihat jelas sebelum akan berusia 3 tahun.

4
PATOFISIOLOGI7

Saat ini telah diketahui bahwa autisme merupakan suatu gangguan perkembangan, yaitu suatu
gangguan terhadap cara otak berkembang. Akibat perkembangan otak yang salah maka
jaringan otak tidak mampu mengatur pengamatan dan gerakan, belajar dan merasakan serta
fungsi-fungsi vital dalam tubuh.

Penelitian post-mortem menunjukkan adanya abnormalitas di daerah-daerah yang berbeda


pada otak anak-anak dan orang dewasa penyandang autisme yang berbeda-beda pula. Pada
beberapa bagian dijumpai adanya abnormalitas berupa substansia grisea yang walaupun
volume nya sama seperti anak normal tetapi mengandung lebih sedikit neuron.

Kimia otak yang paling jelas dijumpai abnormal kadarnya pada anak dengan autis adalah
serotonin 5-hydroxytryptamine (5-HT), yaitu sebagai neurotransmitter yang bekerja sebagai
pengantar sinyal di sel-sel saraf. Anak-anak penyandang autisme dijumpai 30-50%
mempunyai kadar serotonin tinggi dalam darah. Perkembangan norepineprine (NE), dopamin
(DA), dan 5-HT juga mengalami gangguan.

GEJALA DAN TANDA AUTISME

Menurut kemenkes tahun 2012 dalam buku instrumen stimulasi, deteksi dan invtervensi dini
tumbuh kembang anak. Bahwa di umur 18 bulan sampai 36 bulan orang tua bisa mendeteksi
dini penyimpangan tumbuh kembang anak mereka salah satunya adalah autisme.

5
Tabel 1. Umur Anak dan Jenis Skrining/Deteksi Dini Penyimpangan Tumbuh Kembang 5

Keterangan :
BB/TB: Berat Badan terhadap Tinggi Badan
LK: Lingkaran Kepala
KPSP: Kuesioner Pra Skrining Perkembangan
TDL: Tes Daya Lihat
TDD: Tes Daya Dengar
KMME: Kuesioner Masalah Mental Emosional
Chat: Checlist for Autism in Toddlers-cek Lis Deteksi Dini Autis
GPPH: Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas

Menurut dr.Rudy Sutadi, SpA, MARS seorang konsultan ahli autisme, gejala autisme pada
sebagian anak sudah ada sejak lahir. Orang tua yang cukup jeli memperhatikan
perkembangan buah hatinya, sudah akan melihat beberapa keganjilan sebelum si kecil
berumur satu tahun. Yang sangat menonjol adalah tidak adanya atau sangat kurangnya kontak
mata. Bayi secara aktif menghindari kontak mata, bahkan dengan ibunya sekalipun. Juga, ia
tak memberikan respons bila dipanggil namanya atau diajak bergurau. Namun ia bisa sangat
senang dan tertawa melihat mainan berputar yang tergantung di atas tempat tidurnya atau
disekitar anak tersebut.

Sebagian kecil anak autistik mungkin ada yang berkembang normal, namun sebelum
mencapai umur 3 tahun perkembangannya terhenti, kemudian timbul kemunduran dan mulai
tampak gejala-gejala autistik. Orang tua umumnya mulai sadar adanya perbedaan antara
anaknya dengan kakaknya atau anak orang lain, dalam dua tahun pertama usia anak. Tanda
dan gejala bisanya timbul secara berangsur dan sesuai tahap perkembangan anak. Mungkin
orang tua sudah menyadari adanya keanehan pada si kecil sejak lahir yaitu tidak adanya
respon terhadap orang sekitarnya, dan perhatiannya yang terfokus lama pada suatu hal
tertentu atau benda tertentu.

Ada juga anak-anak yang semula berkembang relatif normal, kemudian terjadi regresi
(kemunduran) pada usia 18 bulan. Beberapa kemampuan yang tadinya mulai ada misalnya
berbicara sepatah-dua patah tiba-tiba menghilang begitu saja dan tampak beberapa gejala
autistik. Regresi ini diduga erat hubungannya dengan jamur candida albicans, virus,
vaksinasi, serta terjadi kejang.

Tak jarang terjadi, saat orang tua melihat keanehan pada anak mereka, kemudian menyatakan
kekhawatirannya pada para kerabat, maka kerabat akan mengemukakan mitos-mitos yang

6
tidak benar tentang hal itu. Contohnya ungkapan semacam “ Ah kau itu terlalu khawatir,
anak Si Anu juga dulu lambat bicara tapi liat sekarang cerewatnya minta ampun “ . Bahkan
mitos-mitos yang kurang tepat ini terkadang juga disampaikan beberapa profesional. Namun
orang tua yang sehari-hari bersama dan memperhatikan anak mereka, akan melihatn bahwa
semakin hari anak mereka semakin berbeda dengan anak pada umumnya. Karena itu, tak
jarang lalu terjadi “professional shopping” yang artinya orang tua akan berkeliling membawa
anak mereka dari satu profesional ke profesional lainnya, guna mendapatkan diagnosis.

Dan akhirnya saat bertemu profesional yang tepat, baru diperoleh diagnosis yang tepat dan
benar untuk anak mereka. Mungkin patut disayangkan jika orang tua tak mau membawa anak
mereka ke profesional sebagaimana yang diharapkan. Karena diagnosis yang mengarah pada
pemberian terapi secara tepat, tidak akan pula mereka temukan.

Banyaknya bayi autistik yang sudah tampak berbeda dari sejak lahir. Dua ciri umum yang
perlu dikenal yaitu menghindari kontak fisik (contohnya membalikkan punggung hingga
menjauhi pengasuh), dan tak bereaksi jika akan digendong. Juga, mereka mungkin terlihat
pasif atau bahkan sebaliknya bergerak berlebihan. Tampak pasif artinya hampir sepanjang
waktu sepenuhnya tenang. Sedangkan untuk bergerak berlebihan artinya tak mau diam dan
banyak menggoyang-goyangkan badan atau membentur-bentur kan kepala.

Ditahun pertama kehidupnnya, perkembangan motorik sebagian bayi umumnya normal, dan
sebagian lain mengalami keterlambatan. Semakin besar, anak autistik akan semakin tampak
terbelakang dibandingkan anak lain seusianya. Yakni dalam bidang komunikasi, ketrampilan
sosial, dan pemahaman. Selain itu, timbul pula perilaku-perilaku yang aneh, seperti stimulasi
diri (perilaku berulang tanpa tujuan: bergoyang-goyang maju-mundur, mengepak-ngepakkan
tangan, dan lain-lain), masalah tidur dan makan, kontak mata buruk, kebal terhadap rasa
sakit, hiper atau hipo-aktif, dan tidak punya kepedulian.

Ciri umum lain anak autistik yaitu keterlekatannya terhadap hal yang sama terus-menerus.
Mereka terpaku berlebihan pada suatu rutinitas, yang jika diubah sedikit saja akan
menyebabkannya bingung dan merasa terganggu, hingga bisa jadi marah atau mengamuk.
Beberapa contoh, misalnya menyukai makanan atau minuman tertentu, memakai pakaian
tertentu, ingin melalui jalan tertentu yang terus-menerus sama. Sebagian anak autistik
menunjukkan pula gangguan pada satu atau beberapa indarnya. Antara lain meliputi
pendengaran, pengelihatan, taktil (perabaan atau sentuhan), pengecapan, keseimbangan,

7
penciuman, dan vestibular (pengindraam pada otot, urat, sendi, dan organ keseimbangan,
yang mendeteksi gerakan maupun otot tubuh).

Masalah pengindraan ini dapat berupa hipersensitif ataupun sebaliknya, hiposensitif. Hal
tersebut menyebabkan anak autistik mengalami kesulitan mengolah informasi dan
rangsangan yang ada. Sebagai contoh misalnya cenderung menghindari segala bentuk kontak
fisik, atau sebaliknya justru tahan dan punya kekebalan terhadap rasa sakit. Sekitar 40% anak
autistik tidak menyukai suara-suara atau frekuensi tertentu, contohnya tangis bayi dan sepeda
motor.

Secara garis besar gejala autisme di bagi menjadi:6

1. Gangguan dalam bidang komunikasi verbal maupun non-verbal


a. Terlambat bicara.
b. Meracau dengan bahasa yang tak dapat di mengerti.
c. Meski mulai bisa mengucapkan kata, namun tak mengerti artinya.
d. Berbicara tidak dipakai untuk berkomunikasi.
e. Meniru ucapan orang.
f. Beberapa anak sangat pandai menirukan nyanyian, baik nada maupun kata-
katanya tapi tidak mengerti artinya.
g. Bila ingin sesuatu cenderung menarik tangan orang terdekat dan memperlakukan
tangan tersebut sebagai alat untuk melakukan sesuatu bagi dirinya.
2. Gangguan dalam bidang interaksi sosial:
a. Menolak atau menghindar untuk bertatap mata.
b. Tidak mau melihat kalau dipanggil.
c. Sering menolak jika dipeluk.
d. Tidak ada usaha melakukan interaksi dengan orang lain, bahkan lebih asyik
bermain sendiri.
e. Bila didekati untuk diajak bermain, malahan menjauh dan menghindar.
3. Gangguan dalam bidang perilaku:
a. Terlihat adanya perilaku yang berlebihan atau berkekurangan.
b. Contoh perilaku yang berlebihan: adanya hiperaktivitas motorik, seperti tak bisa
diam, berlarian tak terarah, melompat-lompat, berputar-putar, memukul-mukul
pintu atau meja, mengulang-ulang suatu gerakan tertentu, dan lain-lain.

8
c. Contoh perilaku berkekurangan: duduk bengong dengan tatapan mata kosong,
bermain monoton dan kurang variatif berulang-ulang, duduk diam terpaku pada
sesuatu contohnya bayangan atau benda yang berputar.
d. Kadang ada kelekatan perhatian pada benda tertentu, seperti sepotong tali, kartu,
kertas, gambar, gelang karet atau apa saja yang terus dipegang dan dibawa
kemana-mana. Sering terjadi perilaku yang ritualistik.
4. Gangguan dalam bidang perasaan/emosi
a. Tak ada atau kurangnya rasa empati, contohnya melihat anak menangis tak merasa
kasihan bahkan malah merasa terganggu, sehingga anak itu didekati dan dipukul.
b. Tertawa-tawa sendiri, menangis, atau marah tanpa sebab.
c. Sering mengamuk tak terkendali terutama bila tak mendapatkan apa yang
diinginkan, bahkan bisa jadi sangat agresif dan destruktif.
5. Gangguan dalam persepsi sensoris:
a. Mencium-cium, menggigit atau menjilat mainan dan benda apa saja.
b. Bila mendengar suara keras langsung menutup telinga.
c. Tak menyukai rabaan atau pelukan.
d. Merasa tidak nyaman bila memakai pakaian dari bahan kasar.

Kapan autisme ini biasanya mulai muncul?

 Biasanya gejala autisme mulai muncul sebelum usia 3 tahun dan ditandai kegagalan
dalam perkembangan berbahasa dan kegagalan dalam menjalin hubungan dengan
orangtuanya, merupakan alasan yang paling sering dari orangtua anak autistik untuk
mengadakan kontak dengan tenaga medis.
 Sebenarnya bila orangtua/dokter dapat lebih cermat mengamati, anak sudah
memperlihatkan gejala sejak bayi, dengan CD 0-3 sudah dapat dipastikan pada usia 5
bulan anak menderita gangguan relasi dan komunikasi. Sebagai bayi, anak autistik
mungkin akan terbaring di boks nya atau asyik bermain sendiri selama berjam-jam
tanpa menangis ataupun membutuhkan orangtuanya, sehingga pada awalnya orangtua
mengira ia anak yang manis, yang mudah diatur. Walau ada juga yang justru rewel
dan sering menangis tanpa sebab yang jelas.
 Beberapa orangtua takut anaknya tuli, karena anak tidak ada reaksi bila dipanggil.
 Sangat jarang orangtua yang melaporkan anaknya mempunyai perkembangan sosial
dan bahasa yang normal, tetapi yang sering justru kehilangan kemampuan berbahasa
dan menarik diri dari interaksi sosial.

9
 Orangtua sering mengingat adanya suatu peristiwa besar sebelum terjadi perubahan
perilaku ini, seperti kelahiran adik, kematian nenek/kakek, atau suatu penyakit fisik,
namun tidak jelas apakah ada hubungan timbulnya gejala autisme dengan semua
peristiwa tersebut.

KRITERIA DIAGNOSIS9

Kriteria diagnosis autisme menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders-V
(DSM-V), memenuhi kriteria a, b, c, dan d.

a. Hendaya persisten pada komunikasi dan interaksi sosial dalam semua konteks, tidak
berdasarkan keterlambatan perkembangan umum, yang bermanifestasi dari 3 hal
berikut:
1. Defisit pada hubungan timbal balik secara emosional dan sosial.
2. Defisit pada perilaku komunikasi non-verbal yang digunakan untuk interaksi
sosial.
3. Defisit dalam mengembangkan dan mempertahankan hubungan sebaya sesuai
tingkat perkembangan.
b. Pola perilaku, minat, dan aktivitas stereotipik berulang dan terbatas yang
bermanifestasi setidaknya 2 dari hal berikut:
1. Stereotip atau pengulangan dalam bahasa, gerakan motorik, ataupun penggunaan
suatu objek.
2. Kepatuhan terhadap rutinitas, pola ritual, kebiasaan verbal ataupun non-verbal
atau sangat kesulitan terhadap perubahan.
3. Sangat kaku, memiliki ketertarikan tetap terhadap sesuatu sehingga terlihat
abnormal dalam segi intensitas ataupun tingkat konsentrasi.
4. Reaksi yang kurang atau berlebihan terhadap rangsang sensoris ataupun
ketertarikan tidak biasa dari rangsangan sensoris lingkungan.
c. Gejala harus muncul pada usia dini (semuanya tidak akan muncul, sampai saat
tuntutan sosial melebihi kapasitas yang terbatas).
d. Keseluruhan gejala membatasi dan menganggu secara fungsional setiap hari.

PEMERIKSAAN MEDIS

10
Pemeriksaan medis yang dilakukan pada anak dengan autisme (disesuaikan dengan
kebutuhan anak):

 Pemeriksaan fisik.
 Pemeriksaan neurologis.
 Tes neuropsikologis.
 Tes pendengaran dengan BERA (Brainstem Evoked Response Audiometry) atau tes
lain.
 Tes ketajaman penglihatan.
 Berbagai rating scale, misalnya CARS (Chilhood Autism Rating Scales), GARS
(Gillian Autism Rating Scales), dll.
 MRI (Magnetic Resonance Imaging), Ct Scan, Brain Mapping, SPECT dan PET.
 EEG (Electroencephalogram).
 Pemeriksaan sitogenetik untuk abnormalitas kromosom.

DIAGNOSIS BANDING8

Gangguan autistik mesti dibedakan dengan:

1. Retardasi mental: keterampilan sosial dan komunikasi verbal/non-verbal pada anak


retardasi mental adalah sesuai dengan usia mental mereka. Tes intelegensi biasanya
menunjukkan suatu penurunan yang menyeluruh dari berbagai tes, berbeda dengan
anak autistik hasil tes nya tidak menunjukkan hasil yang rata-rata sama. Kebanyakan
anak dengan taraf retardasi yang berat dan usia mental yang sangat rendah
menunjukkan tanda-tanda autisme yang khas, seperti gangguan dalam interaksi sosial,
stereotipi, dan buruknya kemampuan berkomunikasi.
2. Skizofrenia: kebanyakan anak dengan skizofrenia secara umum nampak normal pada
saat bayi sampai sekitar usia 2-3 tahun, dan baru kemudian muncul halusinasi dan
waham, gejala yang tidak terdapat pada autisme. Biasanya anak dengan skizofrenia
tidak retardasi mental, sedang pada autisme sekitar 75-80% adalah retardasi mental.
3. Gangguan perkembangan berbahasa: kondisi ini menunjukkan adanya gangguan pada
pemahaman dan dalam mengekspresikan pembicaraan. Namun komunikasi non-
verbalnya baik, dengan memakai gerakan tubuh dan ekspresi wajah. Juga tidak
ditemukan adanya stereotipi dan gangguan yang berat dalam interaksi sosial.

11
4. Gangguan penglihatan dan pendengaran: mereka yang buta dan tuli tidak akan
bereaksi terhadap rangsang lingkungan sampai gangguannya terdeteksi dan memakai
alat bantu khusus untuk mengoreksi kelainannya.
5. Gangguan kelekatan yang reaktif: suatu gangguan dalam hubungan sosial pada bayi
dan anak kecil. Keadaan ini dikarenakan pengasuhan yang buruk, sehingga dengan
terapi dan pengasuhan yang baik dan sesuai, kondisi ini dapat kembali normal.
6. Semua gangguan yang termasuk dalam kelompok PDD: Sindrom Asperger, Sindrom
Rett, Autisme Tak Khas, Gangguan Desintegratif Masa Kanak, PDD-NOS.
7. Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH): banyak anak autisme
yang juga mempunyai gejala hiperaktif, impusif dan inatensi, namun dengan
pengamatan klinis yang teliti akan tampak bedanya dengan GPPH. Pada GPPH anak
masih mempunyai interaksi sosial yang baik, komunikasi non-verbal yang baik dan
minat/aktvitas motorik yang sesuai dan terarah, ada tujuan walau tidak selesai.

PENATALAKSANAAN

Tujuan dari terapi pada gangguan autistik adalah untuk:

 Mengurangi masalah perilaku.


 Meningkatkan kemampuan belajar dan perkembangannya, terutama dalam
penguasaan bahasa.
 Mampu bersosialisasi dan beradaptasi di lingkungan sosialnya.

Tujuan ini dapat tercapai dengan baik melalui suatu program terapi yang menyeluruh dan
bersifat individual, dimana pendidikan khusus dan terapi wicara merupakan komponen yang
penting. Namun yang tidak boleh dilupakan adalah bahwa masing-masing individu anak
adalah unik, sehingga jangan beranggapan bahwa satu metode berhasil untuk satu anak
berarti metode tersebut akan berhasil pula untuk anak yang lain. Akan lebih bijaksana bila
metodenyalah yang disesuaikan untuk si anak, bukan anak yang harus menyesuaikan diri
untuk metode terapi tertentu. Suatu tim kerja terpadu yang terdiri dari tenaga medis
(psikiater, dokter anak), psikolog, ahli terapi wicara, terapi okupasi, pekerja sosial, dan
perawat, sangat diperlukan agar dapat mendeteksi dini, dan memberi penanganan yang sesuai
dan tepat waktu. Semakin dini terdeteksi dan mendapat penanganan yang tepat, akan dapat
tercapai hasil yang optimal.

12
A. Non-medikamentosa
1. Terapi edukasi: intervensi dalam bentuk pelatihan keterampilan sosial,
keterampilan sehari-hari agar anak menjadi mandiri. Tedapat berbagai metode
penganjaran antara lain metode TEACHC (Treatment and Education of Autistic
and related Communication Handicapped Children) metode ini merupakan suatu
program yang sangat terstruktur yang mengintegrasikan metode klasikal yang
individual, metode pengajaran yang sistematik terjadwal dan dalam ruang kelas
yang ditata khusus.
2. Terapi perilaku: intervensi terapi perilaku sangat diperlukan pada autisme.
Apapun metodenya sebaiknya harus sesegera mungkin dan seintensif mungkin
yang dilakukan terpadu dengan terapi-terapi lain. Metode yang banyak dipakai
adalah ABA (Applied Behaviour Analysis) dimana keberhasilannya sangat
tergantung dari usia saat terapi itu dilakukan (terbaik sekitar usia 2-5 tahun).
3. Terapi wicara: intervensi dalam bentuk terapi wicara sangat perlu dilakukan,
mengingat tidak semua individu dengan autisme dapat berkomunikasi secara
verbal. Terapi ini harus diberikan sejak dini dan dengan intensif dengan terapi-
terapi yang lain.
4. Terapi okupasi/fisik: intervensi ini dilakukan agar individu dengan autisme dapat
melakukan gerakan, memegang, menulis, melompat dengan terkontrol dan teratur
sesuai kebutuhan saat itu.
5. Sensori integrasi: adalah pengorganisasian informasi semua sensori yang ada
(gerakan, sentuhan, penciuman, pengecapan, penglihatan, pendengaran) untuk
menghasilkan respon yang bermakna. Melalui semua indera yang ada otak
menerima informasi mengenai kondisi fisik dan lingkungan sekitarnya, sehingga
diharapkan semua gangguan akan dapat teratasi.
6. AIT (Auditory Integration Training): pada intervensi autisme, awalnya ditentukan
suara yang mengganggu pendengaran dengan audimeter. Lalu diikuti dengan seri
terapi yang mendengarkan suara-suara yang direkam, tapi tidak disertai dengan
suara yang menyakitkan. Selanjutnya dilakukan desentisasi terhadap suara-suara
yang menyakitkan tersebut.
7. Intervensi keluarga: pada dasarnya anak hidup dalam keluarga, perlu bantuan
keluarga baik perlindungan, pengasuhan, pendidikan, maupun dorongan untuk
dapat tercapainya perkembangan yang optimal dari seorang anak, mandiri dan
dapat bersosialisai dengan lingkungannya. Untuk itu diperlukan keluarga yang

13
dapat berinteraksi satu sama lain (antar anggota keluarga) dan saling mendukung.
Oleh karena itu pengolahan keluarga dalam kaitannya dengan manajemen terapi
menjadi sangat penting, tanpa dukungan keluarga rasanya sulit sekali kita dapat
melaksanakan terapi apapun pada individu dengan autisme.
B. Medikamentosa8
Pada sekelompok anak autistik dengan gejala-gejala seperti temper tantrums,
agresivitas, melukai diri sendiri, hiperaktivitas, dan stereotipi, pemberian obat-obatan
yang sesuai dapat merupakan salah satu bagian dari program terapi yang
komprehensif. Juga sering dipakai untuk mengobati kondisi yang terkait seperti
depresi, cemas, perilaku obsesif-kompulsif, membantu mencegah self-injury dan
perilaku lain yang menimbulkan masalah. Menempatkan anak ke level fungsional,
dimana anak memperoleh manfaat dari terapi yang lain. Pemeriksaan yang lengkap
dari kondisi fisik dan pemeriksaan medis harus dilakukan sebelum memulai
pemberian obat-obatan. Periode istirahat dari obat, setiap 6 bulan, dianjurkan untuk
menilai lagi apakah obat masih diperlukan dalam terapi. Obat-obatan yang digunakan
antara lain:
 Antipsikotik: memblok reseptor dopamin.
 SSRI: merupakan selective serotonin reuptake inhibitor.
 Methylphenidate: menurunkan hiperaktivitas, inatensi.
 Naltrexone: antagonis opioida.
 Clomipramine: antidepresan.
 Clonidine: menurunkan aktivitas noradrenergik.
Antipsikotik
Risperidone efektif untuk terapi anak gangguan spektrum autisme yang disertai
dengan emosi dan perilaku yang maladaptif, seperti tantrums, agresivitas, dan
perilaku yang membahayakan diri sendiri, iritabel, stereotipik, hiperaktif, dan
gangguan komunikasi. Beberapa antipsikotik atipikal lain juga mempunyai efek
positif namun masih diperlukan penelitian lebih lanjut:
 Olanzapine (Zyprexa): penelitian pada anak autistik usia 6-16 tahun dengan
menggunakan olanzapine menunjukkan perbaikan dalam iritabilitas,
hiperaktivitas, bicara yang berlebihan, dan komunikasi. Efek samping (ES)
yang sering muncul penambahan BB dan mengantuk.

14
 Aripiprazole (Abilify): mempunyai efek terapi yang hampir sama, dengan ES
penambahan BB yang lebih minimal dibanding obat dari kelompok yang
sama.
SSRI
Selective Serotonin Reuptake Inhibitor termasuk fluoxetine (Prozac), sertraline
(Zoloft), fluvoxamine (Luvox), sangat efektif untuk depresi, cemas dan obsesif,
perilaku stereotipik, juga meningkatkan perilaku secara umum menjadi lebih
terkendali, interest yang terbatas, inatensi, hiperaktif, labilitas mood, proses belajar,
bahasa, dan sosialisasi.
Methylphenidate
Hiperaktivitas dan inatensi merupakan gejala yang sering ditemukan pada anak
dengan gangguan autistik/ASD. Dari penelitian yang dilakukan oleh Research Units
on Pediatric Psychopharmacology (RUPP) Autism Network, didapatkan hasil sekitar
50% anak dengan ASD yang disertai hiperaktivitas memberi respons terhadap
methylphenidate (methylphenidate responders).

DETEKSI DINI6

Pelaksanaan deteksi dini telah diketahui dapat memungkinkan intervensi awal sehingga
meningkatkan prognosis. Agar dapat melakukan deteksi dini, orangtua perlu mengetahui dan
memahami apa yang menjadi penyebab autisme, mengetahui bagaimana perkembangan
ikatan emosional yang normal pada anak usia dibawah 3 tahun yang dapat diamati dari
perilaku anak terhadap orang lain, dan mengetahui gejala-gejala autisme pada anak di bawah
usia 3 tahun. Dengan mengetahui penyebab autisme, ibu dapat menelusuri kembali
pengalaman-pengalaman ibu pada saat hamil, melahirkan dan setelah kelahiran anak tersebut.
Hal ini dalam rangka mengetahui apakah anak berisiko tinggi terhadap autisme atau tidak.
Dengan mengetahui perkembangan ikatan emosional anak terhadap orang lain, ibu dapat
memantau perkembangan anak apakah sesuai dengan yang diharapkan atau tidak. Adapun
pengetahuan mengenai gejala autisme pada masa bayi (0-2 tahun) dan masa toddler (2-3
tahun) dapat digunakan ibu untuk lebih mempertajam deteksi dini. Setelah ibu melakukan
deteksi dini secara kasar dan ternyata anak diduga mengalami autisme, ibu dapat membawa
anak ke psikiater/dokter anak agar anak mendapatkan pemeriksaan yang lengkap dan cermat.
Setelah diketahui bahwa ternyata anak mengalami autisme, psikiater/dokter anak mungkin

15
akan merujuk ke psikolog dan ahli terapi guna dapat menyusun program intervensi dini yang
sesuai untuk anak yang bersangkutan secara terpadu.

Instrumen Skrining untuk ASD:8 The American Academy of Pediatrics telah


merekomendasikan skrining untuk ASD pada semua anak berusia 18 bulan dan 24 bulan
dengan menggunakan prosedur bertahap. Dari banyak instrumen yang tersedia, saat ini
terdapat dua instrumen yang dapat digunakan tanpa biaya untuk penggunaan non komersial.
Instrumen tersebut adalah Modified Checklist for Autism in Toddlers (M-Chat) dan
Childhood Autism Spectrum Disorders Test (CAST) yang dahulu dikenal sebagai Childhood
Asperger Syndrome Test. M-Chat dapat dilengkapi dengan M-CHAT Follow up Interview,
yang juga tersedia di situs M-Chat. Setelah skrining dengan instrumen tersebut, penting
diketahu bahwa perlu dilakukan wawancara dan pemeriksaan oleh professional kesehatan
jiwa anak untuk memastikan diagnosis dan mengurangi kasus positif palsu. Pada setiap
negara dan daerah, terdapat kecenderungan perbedaan mekanisme yang digunakan untuk
mendeteksi gangguan spektrum autisme. Pemberdayaan komunitas dan sistem kesehatan di
masyarakat dapat membantu mengidentifikasi gangguan ini sejak dini. Pada negara
berkembang, skrining disabilitas telah dilakukan di komunitas pada sistem kesehatan
masyarakat dengan mendeteksi gangguan fisik dan mental pada usia dini, termasuk di
dalamnya adalah gangguan spektrum autisme.

EDUKASI

Edukasi yang dapat disampaikan pada orangtua dan keluarga8

 Dapat memahami dan menerima kondisi anak apa adanya: dokter dapat memberitahu
informasi pengetahuan tentang autisme secara benar kepada orangtua sehingga tidak
terjadi salah penanganan karena ketidaktahuan orangtua.
 Mengupayakan penanganan anak sesuai dengan kondisinya: dari mulai intervensi dini
sampai program sekolah yang tepat untuk masing-masing anak.
 Evaluasi setiap program yang telah diterapkan dengan cermat, orangtua harus benar-
benar terlibat dalam setiap tindakan yang dilakukan terhadap anaknya.
 Waktu anak tinggal di rumah biasanya lebih lama dari di sekolah/tempat terapi,
sehingga jangan membuang waktu di rumah tanpa kegiatan yang bermanfaat:
berkomunikasi, bermain dengan anak merupakan satu saat yang sangat berguna bagi
orangtua untuk dapat membina attachment (kelekatan) dengan anak.

16
 Menjadi anggota dari Parents Support Group dapat membantu para orangtua untuk
bisa berbagi pengalaman satu sama lain dan saling memberi dorongan yang positif.
 Mencari sekolah-sekolah yang dapat menerima anak dengan gangguan
perkembangan/kebutuhan khusus, missal anak autistik, ADHD (sekolah
inklusi/terintegrasi/khusus) akan sangat membantu perkembangan pendidikan anak-
anak ini.
 Mencari klinik terapi untuk anak dengan kebutuhan khusus dengan terapis yang
berkualitas sesuai dengan latar belakang pendidikannya.

PROGNOSIS

Prognosis ditentukan oleh ada tidaknya gangguan intelektual dan bahasa (misalnya berbahasa
fungsional pada usia 5 tahun merupakan tanda prognosis baik) serta adanya masalah
kesehatan mental lainnya. Luaran jangka panjang anak dengan GSA/ASD ini sangat
bervariasi dan berubah seiring dengan pertambahan usia anak. Mayoritas penderita GSA akan
mengalami perubahan hingga pada tahap GSA dewasa. Fungsi intelektual dapat sangat baik,
namun penderita akan tetap mengalami kesulitan dalam kemandirian, mencari pekerjaan,
menjalani hubungan sosial, serta mengalami masalah dalam kesehatan mental. Gangguan
spektrum autisme bukan merupakan penyakit degeneratif, dan anak GSA bisa menjalani
kehidupan hingga usia dewasa. Hanya sedikit individu dengan GSA yang dapat mandiri saat
dewasa. Manifestasi gangguan sosial dan komunikasi dan perilaku restriktif/repetitif pada
GSA jelas tejadi pada masa perkembangan. Pada usia anak, gangguan komunikasi dan sosial
akan menghambat proses belajar, terutama belajar untuk berinteraksi sosial. Kesulitan berat
untuk perencanaan, pengorganisasian, dan menghadapi perubahan berdampak pada
menurunnya prestasi akademik, meskipun dengan intelegensi di atas rerata. Pada masa
dewasa, gejala yang tersisa akan tetap menyebabkan gangguan fungsi sosial, okupasi, atau
area fungsional penting lainnya. Anak GSA yang mempunyai IQ di atas 70, mempunyai
ketrampilan adaptif rata-rata, dengan kemampuan komunikasi baik pada usia 5-7 tahun,
mempunyai prognosis yang baik. Prognosis pada umumnya dapat diperbaiki jika lingkungan
rumah mendukung.10

KESIMPULAN

17
Gangguan spektrum autisme (GSA) merupakan salah satu gangguan perkembangan yang
ditandai dengan gangguan komunikasi sosial atau interaksi sosial dan perilaku restriksi,
repetitif dan stereotipik. Rekomendasi AAP menyatakan agar melakukan skrining GSA pada
usia 18 bulan dan 24 bulan. Salah satu instrumen skrining GSA yang mempunyai validasi
yang baik adalah Modified-Checklist for Autism in Toddlers (M-CHAT). Deteksi dini GSA
perlu dilakukan agar dapat melakukan identifikasi dini dan intervensi secara intensif sehingga
dapat memperbaiki luaran perkembangan anak. Diagnosis GSA ditegakkan berdasarkan
DSM-5.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sarah J, Carrington dll. 2016. Knowledge acquisition and research evidence n autism:
researcher and practitioner perspectives and engagement. Research in Developmental
Disabilities. 2016.p.51-52, 126–134.
2. Sarah Russel, dkk. Parent perceptions of care received by children with an autism
spectrum disorder. 2016; 31(1): 21-31.
3. A. Dubois. Daily living pain assessment in children with autism: Exploratory study.
2017; 62: 238-246.
4. Munnal. Kisah inspiratif anak-anak autis berprestasi. Yogyakarta: Perpustakan
nasional katalog dalam terbitan (KDT). 2015.
5. Kementrian Kesehatan RI. Instrumen stimulasi, deteksi dan intervensi dini tumbuh
kembang anak. 2012.
6. Rudy dan Kresno. Autism is curable. Jakarta: PT Elex Media Komputindo; 2017. h.
10-23.
7. Made Ovy Riandewi Griadhi, Nyoman Ratep, Wayan Westa. Diagnosis dan
penatalaksanaan autisme. Denpasar: SMF Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran
Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah; 2011.
8. Ika Widyawati, Fransiska Kaligis. Buku ajar psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit FKUI;
2017. h. 506-514.
9. Kaufmann, Walter E. DSM-5: The new diagnostic criteria for autism spectrum
disorders symposium. Department of Neurology Boston Children’s Hospital: Harvard
Medical School; 2012.
10. Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz P. Autism spectrum disorder. Synopsis of Psychiatry.
Edisi ke-7. 2015.

18

Anda mungkin juga menyukai