Anda di halaman 1dari 8

MUHI SEKOLAHKU, KRAPYAK PONDOKKU

1975-1977
Setelah berganti bus di terminal Solo, akhirnya Saya sampai di Terminal bus Yogyakarta yang
berada di Jalan Brigjen Katamso. Bapakku turun lebih dulu lewat pintu belakang sambil
menenteng tas dan Runselku. Di samping bus, Saya berdiri memegangi rangsel menunggu
barang bawaan. Sedangkan bapakku mengawasi sepeda yg diturunkan kenek dari atas Kap Bus
dan menerimanya.

Sepeda “lanang” yang catnya sudah kusam itu dinaiki bapakku dan saya naik becak bawa
barang dan Ransel mengikutinya menuju Ngupasan. Tujuannya adalah di jalan Patuk, tempat
kos yang pernah ditinggali mas Hadi, kakakku ketika kuliah di Yogya, depannya ada masjid yg
ramai jamaah sholat 5waktu.

Kakakku yang sulung ini awal th 70.an kuliah di Yogya


dan aktif di masjid Suhada dan organisasi HMI
sehingga banyak kenal dengan para aktifis. Bahkan
pernah “nderek” di rumahnya pak AR. Setelah lulus
Tahun 1974 kerja di Jakarta. Sepeda “Lanang” yang
akan saya pakai sekolah itu, dulunya adalah sepeda
yang dipakai kakakku ketika kuliah di Yogya. Kakakku
jugalah yang mendaftarkanku masuk di SMA
Muhammadiyah 1 (bersubsidi) Yogyakarta.

Awal tahun 1975, secara resmi saya diterima sebagai siswa SMA Muhi setelah melalui test
tertulis dan wawancara. Lokasi SMA ini tepatnya di Jalan Kapten Tendean No.1B,
Patangpuluhan. Sekarang digunakan sebagai SMAM.3.
Sejak saat itu adalah awal saya hidup mandiri di rantau, meninggalkan kampung halaman.

Sehari sebelum masuk sekolah saya diajak bapakku naik Becak ke Jalan Cik Di Tiro. “Ayo sowan
pak AR”, kata bapakku, saya belum tau siapa itu pak AR. Sesampainya di alamat rumah yang
dituju, disambut Orang setengah baya seusia bapakku namun lebih gemuk, yg mengenakan
sarung dan berpeci. Bapakku bertanya apa betul ini rumahnya bapak AR? “Inggih Leres pak,
mongo-monggo pinarak nglebet”. Jawab beliau sambal mempersilakan kami masuk. Rupanya
bapakku juga belum pernah ketemu yang namanya pak AR. Kami diterima diruang tamu. Kami
duduk berhadapan di kursi rotan. Beliau ini sangat santun, ngomongnya menggunakan Bahasa
jawa halus. Belakangan saya baru paham bahwa pak AR itu adalah KH AR FACHRUDIN Pimpinan
Pusat Muhammadiyah.
Silaturahim apalagi dengan ulama besar tentu merupakan bagian dari perjalanan spiritual yang
akan mewarnai perjalanan hidupku.

Saya semakin bangga dengan bapakku, walau hanya Lulusan Sekolah Rakyat yang tinggal di
kampung, 30km jauhnya dari ibukota kabupaten, Namun semangat mendidik anak-anaknya
luarbiasa. Dengan penuh keyakinan bahwa Warisan Iman dan ilmu itu jauuuhh lebih utama
daripada Warisan Harta. Tentu bapakku menyadarai bahwa tidak banyak harta yg bisa
diwariskan kepada 6 anak-anaknya. Bapakku menyadari bahwa Pendidikan anak-anak dan
masyarakat perlu mendapat perhatian khusus agar masa depanya lebih baik. Tidak
mengherankan, ketika saya masih sekolah di madrasah akhir tahun 60.an di rumah bapakku di
jadikan sekolah TK “Bustanul athfal Aisyiah” yang masuk pagi hari dan sorenya di pakai sekolah
PGA Muhammadiyah, walaupun akhirnya umurnya tidak sampai 5tahun. Karena kesulitan
beaya dan susahnya mencari tenaga pengajar.

Seteha sowah Pak AR, bakda dhuhur saya diajak naik Becak menuju Krapyak. Saat itu tidak
terasa karena sambil melihat-lihat ramainya kota Yogya. Padahal jauh sekali dari Yogya Utara ke
Yogya selatan, tujuannya adalah Pondok Pesantren Krapyak.

Mas Badrun adalah sepupuku anak dari kakak tertua ibuku. Sudah lima tahun jadi santri disitu.
Diantar mas Badrun kami sowan ke ndalem bapak KH.Ali Maksum. Beliau menyampaikan
bahwa saya bisa tinggal di Blok H. sekembalinya dari Rumah Kyai, kami bertiga kembali ke
kamarnya mas Badrun di Blok D. Mas Badrun memberiahu bapakku bahwa kalo di Blok H,
bayarnya lebih mahal daripada di Blok D. Dan kebanyakan yang tinggal di blok H adalah
mahasiswa. Kalo di Blok D, hampir semuanya masak sendiri. Penghuninya dari berbagai daerah
antara lain Gunung Kidul, Wonosobo, Magelang, Cirebon dan beberpa orang dari Bengkulu dan
Jambi. Ada 4 orang yg sudah mahasiswa. Sebagian besar santri Aliyah. Hanya ada 3 anak yg
sekolahnya di luar pesantren.

Atas pertimbangan itulah bapak dan saya ditemani mas Badrun, Lapor ke kantor Pondok.
Bahwa Saya sekolah di SMA Muhi dan ingin tinggal dipondok. Alhamdulillah, diterima bapak Ali
As’at sebagai Lurahnya pondok. Beliau adalah alumni Fakultas Syariah IAIN.

Sejak saat itulah, saya menikmati kehidupan pesantren siang malam sampai pagi dan pagi
sampai siangnya Sekolah di SMA. Setelah mulai sekolah, ketika acara “Khutbatul-Arsy”, masa
orientasi selama seminggu ternyata ada 1anak yg juga tinggal di pondok Krapyak. Syaeful Fatah
namanya, dia beda kelas ketika kelas 1 dan selalu bersama dalam satu kelas ketika kelas 2
sampai lulus. Setelah satu tahun bersama mas Badrun dalam satu kamar yang berisi empat
orang, kakak sepupuku ini lulus Aliyah dan pindah ke Lampung ikut kakaknya.

Dua tahun saya tinggal di Blok D, adik saya menyusul diterima di sekolah di SMA Muhi. Maka
saya pindah ke Blok K, yakni komplek yang dikelola salah satu Keluarga Kyai. Ada satun kamar
kosong yang sudah lama tidak dipakai. Saya berdua dengan adikku tinggal di kamar ini yang
ketika buka jendela langsung berhadapan dengan Jendela kamarnya KH.Ali Maksum.

Tempatnya persis diseberang rumah Kyai, hanya dipisahkan jalan kecil yg menuju kampung.
Jalan kecil inilah yg memisahkan Blok “H” yang merupakan pengembangan pesantren oleh KH
Ali maksum sebagai kediaman beliau dan anak-anaknya. Komplek lainnya yg merupakan Lahan
pesantren awal. Di Blok K ini sebagian besar penghuninya mahasiswa. Ada yg kuliah di UII ada
juga di IAIN bahkan ada yg kuliah di Akademi akutansi. Satu tahun tinggal di Blok ini saya lulus
SMA. Adik saya tetap tinggal disini selama 3 tahun sampai lulus SMA.

ANAKKU SEKOLAH DI PONDOK


Memiliki anak merupakan kebahagiaan bagi orangtua.

Anak-anak berada dalam zaman Digital


Quote yang terkenal dari Ali bin Abi Thalib, RA adalah:
“Didiklah anakmu sesuai dengan jamannya, Karena mereka hidup bukan di jamanmu”
“Kewajiban orang tua terhadap anaknya adalah memberi nama yang baik, memberi
tempat tinggal yang baik, dan mengajari sopan santun ". (HR. baihaqi)[1]

َ ‫أَجْ ر‬ َ ‫أَ ْواَل ُد ُك ْم َوفِ ْت َنةأَ َّن َو ُهعِن َد هَّللا‬ ‫ َواعْ لَمُواأَ َّن َماأَمْ َوالُ ُك ْم‬     
    ‫ٌعظِ ي ٌم‬
Artinya :”Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai
cobaan dan sesungguhnya disisi Allahlah pahala yang besar.” (QS.al-Anfal ayat 28).

 Perhatikan firman Allah surat al-Syura ayat 49-50 di bawah ini:


‫ أَ ْو ي َُزوِّ ُج ُه ْم ُذ ْك َرانا ً َوإِ َنـثا ً َو َيجْ َع ُل َمن‬- ‫ور‬ ُّ ‫ض َي ْخلُ ُق َما َي َشآ ُء َي َهبُ لِ َمن َي َشآ ُء إِ َنـثا ً َو َي َهبُ لِ َمن َي َشآ ُء‬
َ ‫الذ ُك‬ ِ ْ‫ت َواالٌّر‬ ُ ‫هَّلِل ِ م ُْل‬
ِ ‫ك ال َّس َم َـو‬
‫َي َشآ ُء َعقِيما ً إِ َّن ُه َعلِي ٌم َقدِي ٌر‬
Artinya: “Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi. Dia menciptakan apa yang Dia
kehendaki. Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki
dan memberikan anak laki-laki kepada siapa yang Dia kehendaki, atau Dia
menganugrahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa yang
dikehendaki-Nya), dan Dia menjadikan mandul kepada siapa yang Dia kehendaki.
Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa”.

Pada umumnya pendidikan dibedakan menjadi dua yaitu, pendidikan formal dan
pendidikan non formal. Pendidikan formal adalah pendidikan yang didapat dengan
mengikuti program yang tersstruktur dan terencana oleh institusi pemerintah.
Sedangkan pendidikan non formal adalah pendidikan yang bisa didapat dengan
menjalankan aktivitas kehidupan sehari-hari baik individu atau kelompok yang tentunya
tidak terikat oleh institusi pemerintah.

Melihat perkembangan zaman saat ini banyak orang tua yang resah terhadap
perkembangan anaknya, pengaruh lingkungan maupun pergaulan. Untuk menyikapi
keresahan tersebut para orang tua memilih untuk menyekolahkan anak mereka ke
pesantren, dengan alasan selain belajar ilmu agama pesantren juga lebih terjaga dan
aman dari pengaruh luar karena bersistem asrama.
Perkara menyekolahkan anak ke pesantren bukan hanya saja mengantarkan anak ke
pesantren lalu membiayai pendidikannya. Namun ada hal-hal penting yang orang tua
harus memahami tentang kehidupan di pesantren. Seperti kita ketahui, pada umumnya
pesantren memiliki sistem dan disiplin yang ketat yang harus di taati oleh santrinya.
Pesantren mengatur berbagai peraturan dalam setiap kegiatan santri di pesantren,
mulai dari bangun tidur hingga tidur kembali.
Nah, dalam hal penerapan disiplin, terkadang ada sebahagian wali santri kurang
memahaminya, sehingga di dalam perjalanan pendidikan anaknya di pesantren
menimbulkan keselahpahaman terhadap pendidikan pesantren. Maka alangkah
baiknya, sebelum menyekolahkan anak ke pesantren para orang tua harus terlebih
dahulu teredukasi dengan pendidikan di pesantren. Para orang tua harus terlebih
dahulu mempelajari kehidupan di pesantren, mulai dari disiplinnya, sistem, kegiatan dan
sebagainya. 

Pemahaman wali santri yang matang terhadap kehidupan pesantren akan


memudahkan proses pendidikan anak selama di pesantren. Para orang tua tidak akan
mengalami lagi yang namanya “culture shock” dengan kehidupan pesantren. Mental
dan para orang tua wali hal yang harus di perhatikan oleh para orang tua sebelum
memutuskan menyekolahkan anak di pesantren, agar nantinya tidak menimbulkan
protes kecil-kecilan terhadap sistem pendidikan pesantren.
Karena dalam keseharian pengurus pesantren, para dewan guru tidak hanya berurusan
dengan santri, tapi juga akan berhadapan dengan wali santri. Para pendidik akan
sedikit kewalahan jika ada wali santri yang kurang memahami kehidupan pesantren,
karena pasti akan ada satu dua hal yang berbenturan dengan pandangan wali santri,
terutama dalam hal penegakan disiplin terhadap santri.
Memahami pola pendidikan pesantren adalah hal yang sangat disarankan kepada para
orang tua sebelum memutuskan menyekolahkan anak di pesantren. Menguatkan
mental dan mengikhlaskan anak untuk sekolah di pesantren adalah salah satu kunci
suksesnya anak kita belajar di pesantren. Membina komunikasi yang baik dengan
dewan guru dan memantau perkembangan anak secara kontinuitas.
Untuk menyikapi mental wali santri, KH. Hasan Abdullah Sahal, Pimpinan Pondok
Modern Darussalam Gontor Jawa Timur turut memberi wejangan kepada wali santri.
Seperti kita ketahui, Pondok Modern Gontor salah satu pesantren terbesar di Indonesia,
tentu mereka sudah sangat berpengalaman dalam menghadapi para orang tua wali
santri. Dengan pengalaman tersebut KH. Hasan Abdullah Sahal ingin mencerahkan
para orang tua yang sudah memutuskan menyekolahkan anaknya di pesantren.
Ini dia pesan KH. Hasan Abdullah Sahal kepada orang tua wali :
“Kalo mau punya anak bermental kuat, orang tua-nya harus lebih kuat, punya
anak itu jangan hanya sekedar sholeh tapi juga bermanfaat untuk umat, orang tua
harus berjuang lebih..ikhlas.. ikhlas.. ikhlas..
Anak-anak mu di pondok pesantren gak akan mati karena kelaparan, gak akan bodoh karena
gak ikut les ini dan itu, gak akan terbelakang karena gak pegang “gadget”.
Insya Allah Anakmu akan dijaga langsung oleh Allah karena sebagaimana janji Allah yang
akan menjaga Alqur’an..yakin.. yakin..harus yakin..
Lebih baik kamu menangis karena berpisah sementara dengan anakmu, karena menuntut
ilmu agama dari pada kamu nanti “yen wes tuwo nangis karena anak-anak mu lalai urusan
akhirat..  kakean mikir ndunyo, rebutan bondo, pamer rupo..lali surgo..” (kalau sudah tua menangis
karena anak-anak kamu lalai terhadap urusan akhirat….kebanyakan memikirkan urusan
dunia, berebut harta, pamer rupa wajah…lupa surga).” – KH. Hasan Abdullah Sahal-

Untuk menyikapi mental wali santri, KH. Hasan Abdullah Sahal,


Pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor Jawa Timur turut
memberi wejangan kepada wali santri. Ingin mencerahkan para
orang tua yang sudah memutuskan menyekolahkan anaknya di
pesantren.
Ini dia pesan KH. Hasan Abdullah Sahal kepada orang tua wali :
“Kalo mau punya anak bermental kuat, orang tua-nya harus
lebih kuat, punya anak itu jangan hanya sekedar sholeh tapi
juga bermanfaat untuk umat, orang tua harus berjuang
lebih..ikhlas.. ikhlas.. ikhlas..
Anak-anak mu di pondok pesantren gak akan mati karena
kelaparan, gak akan bodoh karena gak ikut les ini dan itu,
gak akan terbelakang karena gak pegang “gadget”.
Insya Allah Anakmu akan dijaga langsung oleh Allah karena
sebagaimana janji Allah yang akan menjaga Alqur’an..yakin..
yakin..harus yakin..
Lebih baik kamu menangis karena berpisah sementara
dengan anakmu, karena menuntut ilmu agama dari pada
kamu nanti “yen wes tuwo nangis  karena anak-anak mu lalai
urusan akhirat.. kakean mikir ndunyo, rebutan bondo, pamer rupo..lali
surgo..” (kalau sudah tua menangis karena anak-anak kamu
lalai terhadap urusan akhirat….kebanyakan memikirkan
urusan dunia, berebut harta, pamer rupa wajah…lupa
surga).”
Tidak ada orang tua yang mempunyai maksud atau tujuan agar
anaknya menjadi anak yang tidak saleh, tidak ada guru yang ingin
anak muridnya menjadi tidak baik atau nakal dan juga tidak ada
kyai yang ingin santrinya menjadi santri yang tidak alim.
Pemahaman wali santri yang matang terhadap kehidupan pesantren akan memudahkan proses
pendidikan anak selama di pesantren. Para orang tua tidak akan mengalami lagi yang
namanya “culture shock” dengan kehidupan pesantren. Mental dan para orang tua wali hal
yang harus di perhatikan oleh para orang tua sebelum memutuskan menyekolahkan anak di
pesantren, agar nantinya tidak menimbulkan protes kecil-kecilan terhadap sistem pendidikan
pesantren.

Apa saja pertimbangan memilih sekolah untuk si kecil? 


Setiap orangtua menginginkan pendidikan yang terbaik untuk
anaknya. Namun tetap dalam koridor terjangkau biayanya>
Ada yang bilang, pendidikan adalah investasi jangka panjang.
Biaya yang mahal belum tentu menentukan kualitas sekolah.
Memilih sekolah tidak hanya sekedar fasilitas sekolah yang
dijadikan pertimbangan. Tentu salah satunya adalah sekolah
yang akan memberikan dampak besar bagi pertumbuhan dan
kecerdasan anak.

Ayah Dedy
9 Juli 2017 · 
*MENANGISLAH SEKARANG*
Pesan KH. HASAN ABDULLAH SAHAL, pimpinan pondok gontor untuk para orangtua yang melepas putra-
putrinya untuk menuntut ilmu.
"Kalau mau punya anak bermental kuat, orangtua-nya harus lebih kuat, punya anak itu jangan hanya sekedar
sholeh tapi juga bermanfaat untuk umat, orangtua harus berjuang lebih ikhlas.. ikhlas.. ikhlas".
Anak-anak mu di pondok pesantren gak akan mati karena kelaparan, gak akan bodoh karena gak ikut les ini
dan itu, gak akan terbelakang karena gak pegang "gadget". Insya Allah Anakmu akan dijaga langsung oleh
Allah karena sebagaimana janji Allah yang akan menjaga Alqur'an..yakin.. yakin..dan harus yakin.
Lebih baik kamu menangis karena berpisah SEMENTARA dengan anakmu untuk menuntut ilmu agama, dari
pada kamu nanti "yen wes tuwo nangis karena anak-anak mu lalai urusan akhirat.. kakean mikir ndunyo,
rebutan bondo, pamer rupo..lali surgo.." (kalau sudah tua menangis karean anak2 kamu lalai thdp urusan
akhirat....kebanyakan memikirkan urusan dunia, berebut harta, pamer rupa wajah...lupa surga)
“Jadi wali santri itu harus punya 5 sifat dan sikap, yaitu T.I.T.I.P."
1.Tega
Harus tega… harus tega… harus tega… harus percaya kalau di pesantren anakmu itu dididik bukan dibuang.
Harus tega, karena pesantren adalah medan pendidikan dan perjuangan…
2.Ikhlas
Harus ikhlas…harus sadar kalau anakmu itu tidak akan dibiarkan terlantar… harus ikhlas anakmu dididik,
dilatih, ditempa, diurus, ditugaskan, disuruh hafalan, dan sebagainya… kalau merasa anakmu dibuat nda
senyaman hidup dirumah… ambil anakmu serkarang juga..!
3.Tawakkal
Setelah itu serahkan sama Allah. Berdoalah! Karena pesantren bukan tukang sulap, yang bisa merubah begitu
saja santri-santrinya… maka berdoalah…
4.Ikhtiar
Dana dan do'a. Ini adalah kewajiban. Amanat.
5.Percaya
Percayalah bahwa anak kalian ini dibina, betul-betul DIBINA. Apa yang mereka dapatkan disini adalah bentuk
pembinaan. Jadi kalau melihat anak-anakmu diperlakukan bagaimanapun, percayalah itu adalah bentuk
pembinaan. Itu adalah pendidikan.
Jadi, jangan SALAH PAHAM !
Jangan SALAH SIKAP !
Jangan SALAH PERSEPSI !
Mereka itu beribadah dengan menuntut ilmu
Mereka selalu diajarkan untuk mendoakan ibu-bapaknya.
Mereka pergi untuk kembali.
Bertemulah jarang-jarang agar CINTA makin berkembang.

.
 

"Jangan sampai kamu merasa ragu, terhadap janji Alloh, karena tidak
terlaksananya apa yang telah dijanjikan itu, walaupun telah tertentu
waktunya, supaya tidak menyalahi pandangan mata hatimu, atau
memadamkan cahaya hatimu."

Pesan.7 dari ibnu 'Atho'illah asSyakandary-AlHikam

Anda mungkin juga menyukai