DOSEN PEMBIMBING :
DISUSUN OLEH :
2014301016
TINGKAT 2 REGULER 1
A. Konsep Penyakit
1. Definisi Dx Medik
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.
Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak di sekitar
tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap.
(Price & Wilson, 2006)
Menurut Linda Juall C. dalam buku Nursing Care Plans and Documentation
menyebutkan bahwa Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan
tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang.
Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat
trauma langsung (kecelakaan dll) dan biasanya lebih banyak dialami oleh laki-laki
dewasa. Patah pada daerah ini menimbulkan perdarahan yang cukup banyak
menyebabkan penderitaan. (FKUI, 1995 : 543)
2. Etiologi Dx Medik
Penyebab fraktur femur menurut (Wahid, 2013) antara lain :
a. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan.
Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau
miring.
b. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari
tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling
lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
c. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
3. Patofisiologi / Pathway
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutu bila tidak terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan fraktur terbuka bila
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di
kulit. Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah ke
dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jarring lunak juga biasanya mengalami
kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah
putih dan sel anast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat
tersebut osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus.
Bekuan fibrin direabsorbsidan sel-sel tulang baru umatur yang disebut callus. Bekuan
fibrin direabsorbsidan sel-sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk
tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut syaraf yang
berkaitan dengan pembengkakan yang tidak di tangani dapat menurunkan asupan
darah ke ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan syaraf perifer. Bila tidak terkontrol
pembengkakak akan mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total
dan berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya serabut syaraf maupun jaringan otot.
Komplikasi ini di namakan sindrom compartment. (Brunner & Suddarth, 2002)
PATHWAYS
FRAKTUR
BERGABUNG DENGAN
TROMBOSIT
HAMBATAN MOBILITAS PROTEIN PLASMA
FISIK HILANG
EMBOLI
EDEMA
LASERI KULIT
5. Pemeriksaan Penunjang
Tes-tes yang akan dilakukan untuk mendiagnosis penyebab fraktur, sebagai berikut :
a. X-ray : menentukan lokasi/luasnya fraktur.
b. Scan tulang : memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan
jaringan lunak.
c. Arteriogram : dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler.
d. Hitung darah lengkap : hemokonsentrasi mungkin meningkat, menurun pada
perdarahan, peningkatan leukosit sebagai respon terhadap peradangan.
e. Kretenin : trauma otot meningkatkan beban kretinin untuk krilens ginjal.
f. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi atau
cedera hati.
6. Penatalaksanaan Medis
Prinsip penanganan fraktur meliputi :
a. Reduksi
Reduksi fraktur berarti mengembalikan fregmen tulang pada kesejajarannya dan
rotasi anatomis. Reduksi tertutup, mengembalikan fragmen tulang ke posisinya
(ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Alat
yang digunakan biasanya traksi, bidai dan alat yang lainnya. Reduksi terbuka,
dengan pendekatan bedah. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup,
plat, dan paku.
b. Imobilisasi
Imobilisasi dapat dilakukan dengan metode ekstrem dan interna mempertahankan
dan mengembalikan fungsi status neurovascular selalu dipantau meliputi peredaran
darah, nyeri, perabaan, gerakan. Perkiraan waktu imobilisasi yang dibutuhkan
untuk penyatuan tulang yang mengalami fraktur adalah sekitar 3 bulan.
7. Referensi
Nurarif, Amin Huda dan Kusuma, Hardi. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Mediaction
Publishing.
Alimul, Aziz. (2008). Kebutuhan Dasar Manusia, Edisi 2. Jakarta: Salemba
Medika.
Maryanto, Ismail. Buku Saku Ringkasan Orthopedi Untuk Perawat, Mahasiswa
Fakultas Kedokteran, Fisioterapist, dan Dokter Umum. Surakarta: Universitas
Sebelas Maret.
B. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia
1. Definisi Aman dan Nyaman
Menurut kozier (2010) mengatakan bahwa keamanan adalah keadaan bebas dari segala
fisik fisiologis yang merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi, serta
dipengaruhi oleh factor lingkungan. Sedangkan kenyamanan sebagai suatu keadaan
terpenuhi kebutuhan dasar manusia meliputi ketentraman, kepuasan, kelegaan, dan
tersedia.
Potter & perry (2005) mengungkapkan bahwa kenyamanan atau rasa nyaman adalah
suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan akan
ketentraman, kelegaan, dan transeden. Kenyamanan mesti dipandang secara holistic
yang mencakup empat aspek, yaitu :
a. Fisik, berhubungan dengan sensasi tubuh.
b. Social, berhubungan dengan hubungan interpersonal, keluarga, dan social.
c. Psikospiritual, berhubungan dengan kewaspadaan interneal dalam diri sendiri yang
meliputi harga diri, seksualitas, dan makna kehidupan.
d. Lingkungan, berhubungan dengana latar belakang pengalaman eksternal manusia
seperti cahaya, bunyi, temperature, warna dan unsure alamiah lainnya.
Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum : baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti :
a. Kesadaran penderita : Apatis, spoor, koma, gelisah. Komposmentis
tergantung pada keadaan klien.
b. Kesakitan, keadaan penyakit : akut, kronik, ringan, sedang, berat dan kasus
fraktur biasanya akut.
c. Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk.
2) Head to toe
a. Kepala
Tidak ada benjolan, simetris, tidak ada nyeri tekan.
b. Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada benjolan dan tidak ada
pembesaran kelenjar tiroid. Reflek menelan ada.
c. Wajah
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun
bentuk. Tidak ada lesi, simetris, tidak oedema.
d. Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,
pupil isokor.
e. Telinga
Tes bisik atau weber dalam keadaan normal. Mata simetris kanan dan kiri
serta tidak ada masalah pada pendengaran. Tidak ada lesi atau nyeri tekan.
f. Hidung
Telinga simetris kanan dan kiri, tidak ada pernafasan cuping hidung, dan
tidak ada deformitas.
g. Mulut dan faring
Tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut
kering dan pucat.
h. Thoraks
Inspeksi : Pernafasan meningkat, reguler atau tidak tergantung pada
riwayat penyakit pasien yang berhubungan dengan paru.
Palpasi : Pergerakan sama/simetris, fermitus teraba sama.
Perkusi : Suara ketok sonor, dan tidak ada redup atau suara tambahan
lainnya.
Auskultasi : Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan
lainnya seperti stridor dan ronchi.
i. Jantung
Inspeksi : Tidak tampak iktus kordis.
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba.
Perkusi : Pekak.
Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
j. Abdomen
Inspeksi : Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
Palpasi : Turgor baik.
Perkusi : Suara timpani, ada pantulan gelombang cairan.
Auskultasi : Peristaltic usus normal, bising usus kurang lebih 20
kali/menit.
k. Musculoskeletal
Inspeksi : Warna kemerahan atau kebiruan ataupun hiperpigmentasi,
terjadi pembengkakan, posisi dan bentuk dari ekstremitas.
Palpasi : Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) adanya oedema
terutama disekitar persendian, adanya nyeri tekan serta krepitasi.
l. Ektremitas
Ekstremitas atas : Akral teraba dingin, CRT < 2 detik, turgor kulit baik,
pergerakan baik.
Ekstremitas bawah : Akral teraba dingin, CRT > 2 detik, turgor kulit jelek,
pergerakan tidak simteris, terdapat lesi dan edema.
C. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Rontgen : Sebagai penunjang, yang merupakan pemeriksaan yang
penting dengan menggunakan sinar rontgen (x-ray).
Hal yang harus dibaca pada X-ray :
a) Menentukan lokasi/luasnya fraktur/luasnya trauma.
b) Bayangan adanya kerusakan atau tidak pada jaringan lunak.
c) Tips tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik
atau juga rotasi.
d) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
e) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
2) Pemeriksaan Laboratorium
a) Hitung darah lengkap : HB mungkin meningkat/menurun.
b) Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal.
c) Kalsium serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahapan penyembuhan
tulang.
d) Alkalin fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang.
e) Enzim otot seperti kreatinin kinase, laktat dehidrogenase (LDH-5), aspartat
Amino transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang (Wahid, 2013).
f) Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah dan
transfusi multiple.
3) Pemeriksaan Lain-Lain
a) Elektromyografi : Terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan
faktor.
b) Indium imaging : Pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang.
c) MRI : Menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur. (Wahid, 2013)
3. PERENCANAAN
a. Diagnosa Keperawatan (SDKI)
1) Nyeri akut
Kemungkinan berhubungan dengan :
- Agen pencedera fisik
6) Resiko infeksi
Kemungkinan berhubungan dengan :
- Efek prosedur invasif
7) Resiko syok
Kemungkinan berhubungan dengan :
- Kekurangan volume cairan
8) Resiko jatuh
Kemungkinan berhubungan dengan :
- Penggunaan alat bantu berjalan
b. Tujuan (SMART)
1) Diagnosa 1
Nyeri akut
Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri
berkurang atau hilang dengan kriteria hasil :
1. Kemampuan menuntaskan aktivitas meningkat.
2. Melaporkan bahwa keluhan nyeri berkurang.
3. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.
4. Rasa meringis dan gelisah berkurang.
5. Tanda-tanda vital membaik.
2) Diagnosa 2
Perfusi perifer tidak efektif
Tujuan : Perfusi perifer tidak efektif dapat teratasi.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan perfusi
perifer tidak efektif dapat teratasi dengan kriteria hasil :
1. Tekanan systole dan diastole dalam rentang yang diharapkan.
2. Tidak ada ortostatik hipertensi.
3) Diagnosa 3
Gangguan integritas kulit/jaringan
Tujuan : Gangguan integritas kulit dapat teratasi.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam gangguan integritas
kulit dapat teratasi dengan kriteria hasil :.
1. Perfusi jaringan meningkat.
2. Kerusakan jaringan menurun.
3. Kerusakan lapisan kulit menurun.
4. Tekstur membaik.
4) Diagnosa 4
Gangguan mobilitas fisik
Tujuan : Gangguan mobilitas fisik dapat teratasi.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan gangguan
mobilitas fisik dapat teratasi dengan kriteria hasil :
1. Pasien meningkat dalam aktivitas fisik.
2. Pergerakan ekstremitas meningkat.
3. Kekuatan otot meningkat.
4. Nyeri menurun.
5. Gerakan terbatas menurun.
6. Kelemahan fisik menurun.
5) Diagnosa 5
Defisit perawatan diri
Tujuan : Kemampuan melakukan perawatan mandiri meningkat.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien
mampu merawat diri dengan kriteria hasil :
1. Pasien tampak bersih dan segar.
2. Pasien mampu melakukan perawatan diri secara mandiri atau dengan
bantuan.
3. Minat melakukan perawatan diri meningkat.
6) Diagnosa 6
Resiko infeksi
Tujuan : Pasien tidak mengalami infeksi.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan tidak
terjadi infeksi dengan kriteria hasil :
1. Pasien bebas dari tanda gejala infeksi.
2. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi.
3. Menunjukkan perilaku hidup sehat.
7) Diagnosa 7
Resiko syok
Tujuan : Pasien tidak mengalami syok.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan tidak
terjadi syok dengan kriteria hasil :
1. Nadi dalam batas yang diharapkan.
2. Irama jantung dalam batas yang diharapkan.
3. Frekuensi nafas dalam batas yang diharapkan.
8) Diagnosa 8
Resiko jatuh
Tujuan : Pasien tidak terjatuh saat melakukan aktivitas.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan tidak ada
jatuh pada pasien dengan kriteria hasil :
1. Kemampuan mengidentifikasi faktor resiko meningkat.
2. Kemampuan melakukan strategi kontrol resiko meningkat.
3. Kemampuan menghindari faktor resiko meningkat.
4. Tidak ada kejadian jatuh.