Anda di halaman 1dari 65

TEKNOLOGI SEDIAAN FARMASI

“PRODUKSI SEDIAAN INJEKSI


PHENOBARBITAL YANG BAIK”

Dosen :
Prof. Dr. Teti Indrawati, MS, Apt

Disusun Oleh :
Apoteker 41
Kelas E/ Kelompok 1

Novella Dwi Saputri (20344152)


Susanti (20344153)
Umu Wafika Rohmah (20344154)
Siti Holisoh (20344155)
Junaidi Fatrizal (20344156)

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Karena
atas berkat dan rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini. Penulis makalah
ini dilakukan dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Teknologi Sediaan Farmasi
tentang “Produksi Sediaan Injeksi Phenobarbital Yang Bak” sesuai tepat waktu.
Dalam penulisan makalah ini penulis banyak menerima bantuan dan
masukkan, untuk itu dengan penuh kerendahan hati dan hormat, penulis
menyampaikan terimakasih kepada Prof. Dr. Teti indrawati, M.Si, Apt selaku Dosen
Mata Kuliah Teknologi sediaan Farmasi dan teman-teman kelompok yang telah
banyak membantu dalam penulisan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya karena keterbatasan ilmu dan
kemampuan penulis. Oleh karena itu penulis sangat membutuhkan segala kritik dan
saran yang membangun guna menghasilkan Makalah yang jauh lebih baik lagi dari
sekarang.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalain.

Jakarta, April 2021

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3
2.1 Injeksi 3
2.1.1 Karakteristik Sediaan Injeksi Yang Baik 3
2.1.2 Komponen dan Fungsi Injeksi 4
2.1.3 Tujuan dan Fungsi Injeksi 10
2.1.4 Keuntungan dan Kerugian Bentuk Sediaan Injeksi 10
2.1.5 Penggolongan Injeksi 11
2.1.6 Macam-Macam Metode Pembuatan Injeksi 12
2.2 Fenobarbital 13
2.2.1 Sifat Fisika Dan Kimia Fenobarbital 14
2.2.2 Meknisme Kerja 14
2.2.3 Farmakodinamika 14
2.2.4 Farmakokinetika 15
2.2.5 Efek Samping 15
2.2.6 Interaksi Obat 15
2.2.7 Indikasi 15
2.2.8 Kontra Indikasi 15
2.2.9 Penggunaan dan Dosis 16
2.3 Cara Pembuatan Produk Steril Yang Baik 16
2.3.1 Cara Sterilisasi 17
2.4 Produksi 19

2
2.4.1 Alur Penanganan Bahan 19
2.4.2 Ruang Area Pembuatan Produk Steril 24
2.4.3 Klasifikasi Ruang Bersih dan Sarana Udara Bersih 24
2.4.4 Personalia 25
2.4.5 Peralatan 28
2.4.6 Bangunan dan fasilitas 29
2.4.7 Sanitasi 30
2.4.8 Air 30
2.4.9 Pengolahan 31
2.4.10 Pembuatan Secara Aseptis 32
2.5 Evaluasi Sediaan Injeksi 33
2.6 Pengemasan Dan Penandaan Sediaan Injeksi 34
2.6.1 Pengemasan 34
2.6.2 Penandaan 36
2.7 Penyimpanan 37
2.8 Distribusi dan Pemasaran 37
2.9 Data PraFormulasi Sediaan Injeksi Fenobarbital 40
BAB III PEMBAHASAN 44
3.1 Cara Produksi Sediaan Injeksi Phenobarbital Yang Baik 44
3.2 Formulasi Sediaan Injeksi Phenobarbital 45
3.3 Alur Sarana Prasaran, Pengadaan dan Sumber Daya Manusia (SDM) 47
3.3.1 Alur Sarasa Prasarana 47
3.3.2 Alur Pengadaan 48
3.3.3 Alur Sumber Daya Manusia (SDM) 48
3.4 Alur Produksi Sediaan Injeksi Fenobarbital 49
3.4.1 Hasil Evaluasi Sediaan Injeksi Phenobarbital 50
3.4.2 Penyimpanan 50
3.4.3 Distribusi 51
3.5 Bagaimana Memproduksi Formulasi Sediaan Injeksi Phenobarbital (Metode,
Karakteristik dan Evaluasi) 51

3
BAB IV PENUTUP 53
4.1 Kesimpulan 53
4.2 Saran 54
DAFTAR PUSTAKA 55
DISKUSI 56

4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Phenobarbital (asam 5,5 fenil etil barbiturate) merupakan derivate barbiturat
yang berdurasi lama (long acting) karena berbeda dalam darah antara 2-7 hari.
Fenobarbital merupakan senyawa organic pertama yang digunakan dalam
pengobatan antikonvulsi yang efektif untuk kejang parsial sederhana kompleks
dan kejang tonik-klonik umum (grand mal). Efikasi, toksisitas yang rendah, serta
harga yang murah menjadikan fenobarbital obat yang penting untuk tipe-tipe
epilepsi ini (Harsono, 2001).
Phenobarbital mudah mengalami hidrolisis oleh molekul air dalam sediaan
cair seperti injeksi, karena phenobarbital mempunyai gugus imida yang mudah
diserang oleh molekul air sehingga akan terjadi kerusakan pada sistem cincin
phenobarbital. Terjadinya hidrolisis ditandai dengan timbulnya endapan dalam
sediaan, hal ini menyebabkan stabilitas obat dalam sediaan cair dengan
menggunakan pelarut air akan menjadi kecil dan waktu simpan obat menjadi
pendek (Ikasari dkk, 2009). Phenobarbital juga bisa dibuat dalam bentuk sediaan
serbuk, tablet, sirup, suspensi dan injeksi. Phenobarbital adalah obat generik
golongan obat psikotropika yang tersedia dalam bentuk sediaan cairan injeksi
dan tablet. Kandungan phenobarbital tablet 30mg dan 50mg sedangkan
kandungan phenobarbital injeksi 50mg/ml dan 100mg/ml.
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk
yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang
disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau
melalui selaput lendir (FI III, 1979).
Injeksi phenobarbital berfungsi sebagai manajemen terapi darurat sebagai
manajemen terapi darurat kejang akut, mengatasi epilepsi, memberikan efek
menenangkan sebelum operasi, dan memberikan efek mengantuk, dengan dosis

1
intravena 50-200 mg. Persyaratan dibuat injeksi yaitu harus aman dipakai,
larutan jernih, steril, bebas pirogen dan tidak boleh berwana.
Sterilitas merupakan persyaratan dari sediaan injeksi, injeksi yang dibuat
secara tidak tepat dapat mengandung bermacam organisme, dan salah satu yang
paling berbahaya adalah Escherichia coli. Tujuan dari sterilisasi adalah
menjamin sterilitas produk maupun karakteristik kualitasnya, termasuk stabilitas
produk. Sterilisasi adalah menghilangkan semua bentuk kehidupan, baik bentuk
patogen, non patogen, vegetatif, maupun non vegetatif dari suatu objek atau
material (Agoes, 2009).
Literature dan informasi yang sudah kita dapat untuk sediaan injeksi
fenobarbital maka ditentukan formulasi injeksi fenobarbital meliputi
metode,karakteristik dan evaluasi terhadap formulasi yang dibuat.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana memproduksi sediaan injeksi phenobarbital dengan cara baik ?
2. Apa komponen sediaan dan bagaimana rancangan formulasi sediaan injeksi
phenobarbital ?
3. Bagaimana pengadaan barang dan alurnya ?
4. Bagaimana memproduksi sediaan yang baik (alur, proses produksi, evaluasi,
pengemasan, penyimpanan dan distribusi) ?
5. Bagaimana Formulasi sediaan injeksi phenobarbital ?

1.3 Tujuan
1. Menganalisis dan memahami cara produksi sediaan injeksi phenobarbital
yang baik
2. Menganalisis dan memahami komponen sediaan dan bagaimana rancangan
formulasi sediaan injeksi phenobarbital
3. Menganalisis dan memahami pengadaan barang dan alurnya
4. Menganalisis dan memahami proses produksi yang baik (alur, proses
produksi, evaluasi, pengemasan, penyimpanan dan distribusi)
5. Menganalisis dan memahami formulasi sediaan injeksi phenobarbital

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Injeksi
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang
harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang
disuntikkan dengan cara merobek jarigan ke dalam kulit atau melalui kulit atau
melalui selaput lender (FI III, 1979).
Sedangkan menutut Farmakope Indonesia edisi IV, Injeksi adalah injeksi yang
dikemas dalam wadah 100 mL atau kurang. Umumnya hanya larutan obat dalam
air yang biasa diberikan secara intravena. Suspensi tidak biasa diberikan karena
berbahaya yang dapat menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah kapiler
(FI IV, 1995).
Sediaan steril injeksi dapat berupa ampul, ataupun berupa vial. Injeksi vial
adalah salah satu bentuk sediaan steril yang umumnya digunakan pada dosis
ganda dan memiliki kapasitas atau volume 0,5 Ml – 100 mL. Injeksi vial pun
dapat berupa takaran tunggal atau ganda dimana digunakan untuk mewadahi
serbuk bahan obat, larutan atau suspensi dengan volume sebanyak 5 mL atau pun
lebih.
2.1.1 Karakteristik Sediaan Injeksi yang Baik
a. Harus aman dipakai, tidak boleh menyebabkan iritasi jaringan atau efek
toksis. Pelarut dan bahan penolong harus dicoba pada hewan terlebih
dahulu, untuk meyakinkan keamanan pemakaian bagi manusia.
b. Jika berupa larutan harus jernih, bebas dari partikel-partikel padat,
kecuali yang berbentuk suspensi.
c. Sedapat mungkin isohidris yaitu mempunyai pH 7,4 agar tidak terasa
sakit dan penyerapannya optimal.
d. Sedapat mungkin isotonic, yaitu mempunyai tekanan osmose sama
dengan tekanan osmose darah/ cairan tubuh, agar tidak terasa sakit dan

3
tidak tidak menimbulkan haemolisa. Jika terpaksa dapat dibuat sedikit
hipertonis, tetapi jangan hipotonis.
e. Harus steril yaitu bebas dari mikroba hidup, baik yang patogen maupun
yang apatogen, baik dalam bentuk vegetatif maupun spora.
f. Bebas pirogen, untuk larutan injeksi yang mempunyai volume 10 mL
atau lebih sekali penyuntikan.
g. Tidak boleh berwarna kecuali memang zat berkhasiatnya bewarna.

2.1.2 Komponen Sediaan Injeksi


a. Bahan obat/ zat aktif
1) Memenuhi syarat yang tercantum sesuai monografinya masing-masing
dalam Farmakope Indonesia
2) Pada etiketnya tercantum: p.i (pro injection)
3) Obat yang beretiket p.a (pro analisa) walaupun secara kimiawi
terjamin kualitasnya, tetapi belum tentu memenuhi syarat untuk
injeksi.
b. zat pembawa/ pelarut
dibedakan menjasi 2 bagian:
1) Zat pembawa berair
Umumnya digunakan air (aqua pro injeksi) untuk injeksi.
Disamping itu dapat pula digunakan injeksi NaCl, injeksi glukosa,
injeksi NaCl compositus, sol. Petit. Menurut FI IV, zat pembawa
mangandung air, menggunakan air untuk injeksi, sebagai zat pembawa
injeksi harus memenuhi syarat uji pirogen dan uji endotoksin bakteri.
NaCl dapat ditambahkan untuk memperoleh isotonic. Kecuali
dinyatakan lain, injeksi NaCl atau Injeksi ringer dapat digunakan
untuk pengganti untuk injeksi.
Air untuk injeksi (aqua pro injection) dibuat dengan cara
menyuling kembali air suling segar dengan alat kaca netral atau wadah
logam yang dilengkapi dengan labu peracik. Hasil sulingan pertama

4
dibuang, sulingan selanjutnya ditampung dalam wadah yang cocok
dan segera digunakan. Jika dimaksudkan sebagai pelarut serbuk untuk
injeksi, harus disterilkan dengan cara sterilisasi A atau C segera
setelah diwadahkan.
Air untuk injeksi bebas udara dibuat dengan mendidihkan air
untuk injeksi segera selama tidak kurang dari 10 menit sambil
mencegah hubungan dengan udara sesempurna mungkin, didinginkan
dan segera digunakan. Jika dimaksudkan sebagai pelarut serbuk untuk
injeksi, harus disterilkan dengan cara sterilisasi A, segera setelah
diwadahkan.
2) Zat pemawa tidak berair
Umumnya digunakan minyak untuk injeksi (olea pro injection)
misalnya Ol. Sesami, Ol. Olivarum, Ol. Arachidis. Pembawa tidak
berair diperlukan apabila:
- Bahan obatnya sukar larut dalam air
- Bahan obatnya tidak stabil/ terurai dalam air
- Dikehendaki oleh depo terapi

Syarat-syarat minyak untuk injeksi adalah:


- Harus jernih pada suhu 100
- Tidak berbau asing/ tengik
- Bilangan asam 0,2-0,9
- Bilangan iodium 79-128
- Bilangan penyabunan 185-200
- Harus bebas minyak mineral
- Memenuhi syarat sebagai olea pinguia yaitu cairan jernih atau
massa padat yang menjadi jernih diatas suhu leburnya dan tidak
berbau asing atau tengik
- Obat suntik dengan pembawa minyak, tidak boleh disuntikkan
secara i.v, hanya boleh secara i.m

5
c. Bahan pembantu/ zat tambahan
ditambahkan pada pembuatan injeksi dengan maksud:
1) Untuk mendapatkan pH yang optimal
pH optimal untuk darah atau cairan tubuh yang lain adalah 7,4 dan
disebut isohidri. Karena tidak semua bahan obat stabil pada pH cairan
tubuh, sering injeksi dibuat diluar pH cairan tubuh dan berdasarkan
kestabilan bahan terssebut. Pengaturan pH larutan injeksi diperlukan
untuk:
- Menjamin stabilitas obat, misalnya perubahan warna, efek terapi
optimal obat, menghindari kemungkinan terjadinya reaksi dari obat,
menghindari kemungkinan terjadinya reaksi dari obat.
- Mencegah terjadinya rangsangan/ rasa sakit waktu disuntikkan.
- Jika pH terlalu tinggi (lebih dari 9) dapat menyebabkan nekrosis
jaringan (jaringan menjadi mati), sedangkan pH yang terlalu rendah
(dibawah 3) menyebabkan rasa sakit jika disuntikkan. Misalnya
beberapa obat yang stabil dalam lingkungan asam: Adrenalin HCl,
Vitamin C, Vitamin B1.

pH dapat diatur dengan cara:


- Penambahan zat tunggal, misalnya asam untuk alkaloida, basa untuk
golongan sulfa.
- Penambahan larutan dapar, mialnya dapar fosfat untuk injeksi, dapar
borat untuk obat tetes mata

Yang perlu diperhatikan pada penambahan dapar adalah:


- Kecuali darah, cairan tubuh lainnya tidak mempunyai kapasitas dapar
- Pada umumnya larutan dapar menyebabkan larutan injeksi menjadi
hipertonis.

Bahan obat akan diabsorpsi bila kapasitas dapar sudah hilang, maka
sebaiknya obat didapar pada pH yang tidak jauh dari isohidris. Jika

6
kestabilan obat pada pH yang jauh dari pH isohidris, sebaiknya obat
tidak usah didapar, karena perlu waktu lama untuk meniadakan
kapasitas dapar
2) Untuk mendapatkan larutan yang isotonis
Larutan obat suntik dikatakan isotonis jika:
- Mempunyai tekanan osmotis sama dengan tekanan osmosis cairan
tubuh (darah, cairan lumbal, air mata) yang nilainya sama dengan
tekanan osmotis larutan NaCl 0,9% b/v.
- Mempunyai titik beku sama dengan titik beku cairan tubuh, yaitu
-0,52̊C. jika larutan injeksi mempunyai tekanan osmotis lebih besar
dari larutan NaCl 0,9% b/v disebut “hipotonis”.
Jika larutan injeksi yang hipertonis disuntikkan, air dalam sel akan
ditarik keluar dari sel, sehingga sel akan mengkerut, tetapi keadaan ini
bersifat sementara dan tidak akan menyebabkan rusaknya sel tersebut.

Jika larutan injeksi yang hipotonis disuntikkan, air dari larutan


injeksi akan diserap dan masuk ke dalam sel, akibatnya dia akan
mengembang dan menyebabkan pecahnya sel itu dan keadaan ini
bersifat tetap. Jika yang pecah itu sel darah merah, disebut “haemolisa”.
Pecahnya sel ini akan dibawa aliran darah dan dapat menyumbat
pembuluh darah yang kecil.
Jadi sebaiknya larutan injeksi harus isotonis, jika terpaksa dapat
sedikit hipertonis, tetapi jangan sampai hipotonis. Cairan tubuh kita
masih dapat menahan tekanan osmotis larutan injeksi yang sama
nilainya dengan larutan NaCl 0,6-2,0% b/v.
Larutan injeksi dibuat isotonis terutama pada penyuntikan:
- Subkutan: jika tidak isotonis dapat menimbulkan rasa sakit, sel-sel
sekitar penyuntikan dapat rusak, penyerapan bahan obat tidak dapat
lancer.

7
- Intralumbal: jika terjadi perubahan tekanan osmotis pada cairan
lumbal, dapat menimbulkan perangsangan pada selaput otak.
- Intravenous, terutama pada infus intravena, dapat menimbulkan
haemolisa.
3) Untuk mendapatkan larutan isotonis
Yang dimaksud isoioni adalah larutan injeksi tersebut mengandung ion-
ion yang sama dengan ion-ion yang terdapat dalam darah, yaitu:K +,
Na+, Mg++, Ca++, Cl-. Isoioni diperlukan pada penyuntikan dalam jumlah
besar, misalnya pada infus intravena.
4) Sebagai zat bakterisida
Zat bakterisida perlu ditambahkan jika:
- Bahan obat tidak disterilkan, larutan injeksi dibuat secara aseptic.
- Bila larutan injeksi disterilkan dengan cara penyaringan melalui
penyaringan bakteri steril.
- Bila larutan injeksi disterilkan dengan cara pemanasan pada suhu
98̊-100̊C selama 30 menit.
- Bila larutan injeksi diberikan dalam wadah takaran berganda.
Zat bakterisida tidak perlu ditambahkan jika:
- Sekali penyuntikan melebihi 15 mL
- Bila larutan injeksi tersebut sudah cukup daya bakteriostatikanya
(tets mata atropine sulfat dalam pembawa asam borat, tidak perlu
ditambahkan bakterisida, karena asam borat dapat berfungsi pula
sebagai antiseptik).
- Pada penyuntikan: intralumbal, intratekal, peridural, intrasisternal,
inta arterium dan intrakor.
- Sebagai pemati rasa setempat (anestetika lokal)
Digunakan untuk mengurangi rasa sakit pada tempat dilakukan
penyuntikan, yang disebabkan larutan injeksi tersebut terlalu asam.
Misalnya procain dalam injeksi penicillin dalam minyak, novacain

8
dalam injeksi Vit.B-compleks, Benzil alkohol dalam injeksi luminal-
Na.
5) Sebagai stabilator
Digunakan untuk menjaga stabilitas larutan injeksi dalam
penyimpanan. Stabilisator digunakan untuk:
a) Mencegah terjadinya oksidasi oleh udra, dengan cara:
- mengganti udara di atas larutan injeksi dengan gas inert, misalnya
gan N2 atau gas CO2.
- menambah antioksidan untuk mlarutan injeksi yang tidak tahan
terhadap O2 dari udara. Contohnya: penambahan Na-metabisulfit/
Na-pirosulfit 0,1% b/v pada larutan injeksi Vit C, Adrenalin dan
Apomorfin.
b) Mencegan terjadinya endapan alkaloid pleh sifat alkalis dari gelas.
Untuk ini dapat dengan menambah chelating agent EDTA (Etilen
Diamin Tetra Asetat) untuk mengikat ion logam yang lepas dari
gas/ wadah kaca atau menambah HCl sehingga bersuasana asam.
c) Mencegah terjadinya perubahan pH dengan menambah larutan
dapar.
d) Menambah/ menaikkan kelarutan bahan obat, misalnya injeksi
luminal dalam sol.petit, penambahan etilen diamin pada injeksi
Thiophyllin.

Menurut FI IV, bahan tambahan untuk mempertinggi stabilitas dan


efektivitas harus memenuhi syarat antara lain tidak berbahaya dalam
jumlah yang digunakan, tidak mempengaruhi efek terapetik atau respon
pada uji penetapan kadar.
Tidak boleh ditambahkan bahwa pewarna, jika hanya mewarnai
sediaan akhir. Pemilihan dan penggunaan bahan tambahan harus hati-hati
untuk injeksi yang diberikan lebih dari 5 mL, kecuali dinyatakan lain
berlaku sebagai berikut:

9
a) Zat yang mengandung raksa dan surfaktan kationik, tidak lebih dari
0,01.
b) Golonga klorbutanol, kreosol dan fenoltidak lebih dari 0,5%.
c) Belerang dioksida atau sejumlah setara dengan kalium atau Natrium
Sulfit, bisulfit atau metabisulfit, tidak lebih dari 0,2%.

2.1.3 Tujuan dan Fungsi Injeksi


Tujuan obat dibuat steril (seperti injeksi) karena berhubungan
langsung dengan darah atau cairan tubuh dan jaringan tubuh lain dimana
pertahanan terhadap zat asing tidak selengkap yang berada di saluran cerna/
gastrointestinal, misalnya hati yang berfungsi untuk metralisir/
menawarkan racun (detoksikasi = detoksifikasi). Pada umumnya injeksi
dilakukan dengan tujuan untuk mempercepatproses penyearapan (absorbsi)
obat untuk mendapatkan efek obat yang cepat.
Sediaan farmasi yang perlu disterilkan adalah obat suntik/ injeksi,
tablet implant, tablet hipodermik dan sediaan untuk mata seperti tetes mata/
guttae opthal, cuci mata/ collyrium dan salep mata/ oculenta.

2.1.4 keuntungan dan Kerugian Bentuk Sediaan Injeksi


a. Keuntungan:
1) Bekerja cepat, misalnya pada injeksi adrenalin pada shock afilaksis.
2) Dapat digunakan jika: obat rusak jika kena cairan lambung,
merangsang jika ke cairan lambung, tidak diabsorbsi secara baik oleh
cairan lambung.
3) Kemurnian dan takaran zat khasiat lebih terjamin.
4) Dapat digunakan sebagai depo terapi
b. Kerugian:
1) Karena bekerja cepat, jika terjadi kekeliruan sukar dilakukan sukar
dilakukan pencegahan.
2) Cara pemberian lebih sukar, harus memakai tenaga khusus.

10
3) Kemungkinan terjadinya infeksi pada bekas suntikan.
4) Secara ekonomis lebih mahal dibanding dengan sediaan yang
digunakan per oral.

2.1.5 Penggolongan Injeksi


a. Injeksi subkutan (s.c)
Umumnya larutan isotonis, jumlah larutan yang disuntikkan tidak lebih
dari 1 mL. Disuntikkan ke dalam “alveola”, kulit mula-mula diusap dengan
cairan desinfektan (etanol 70%).
b. Injeksi intrakutan atau intradermal (i.c)
Biasanya berupa larutan atau suspensi dalam air, volume yang disuntikkan
sedikit (0,1-0,2 mL). Digunakan untuk tujuan diagnostic. Biasanya yang
digunakan adalah ekstrak alergenik.
c. Injeksi intramuscular (i.m)
Merupakan larutan atau suspensi dalam air atau minyak atau emulsi.
Disuntikkan masuk ke dalam otot daging dan volume sedapat mungkin
tidak lebih dari 4 mL. penyuntikan volume besar dilakukan dengan
perlahan-lahan untuk mencegah rasa sakit, sedapat mungkin tidak lebih
dari 4 mL.
d. Injeksi intravena (i.v)
Merupakan larutan dapat mengandung cairan yang tidak menimbulkan
iritasi yang dapat bercampur dengan air, volume 1 mL sampai 10 mL.
Larutan injeksi intravena harus jernih betul, bebas dari endapan atau
partikel padat, karena dapat menyumbat kapiler dan menyebabkan
kematian.
e. Injeksi intraarterium (i.a)
Umumnya berupa larutan, dapat mengandung cairan non-iritan yang dapat
bercampur dengan air, volume yang disuntikkan 1 mL sampai 10 mL dan
digunakan bila diperlukan efek obat yang segera dalam daerah perifer.
Tidak boleh mengandung bakterisida.

11
f. Intra kardial
Disuntikkan langsung ke dalam jantung, digunakan ketika kehidupan
terancam dalam keadaan darurat seperti gagal jantung.
g. Intra serebral
Injeksi ke dalam serebrum, digunakan khusus untuk aksi local sebagaimana
penggunaan fenol dalam pengobatan trigeminal neuroligia.
h. Intra spinal
Injeksi ke dalam spinal menghasilkan konsentrasi tinggi dari obat dalam
daerah local. Untuk pengobatan penyakit neoplastic seperti leukemia.
i. Intraperitoneal dan intrapleural
Merupakan rute yang digunakan untuk pemberian berupa vaksin rabies.
Rute ini juga digunakan untuk pemberian larutan dialisis ginjal.
j. Intra articular
Injeksi yangdigunakan untuk memasukkan bahan-bahan seperti obat
antiinflamasi secara langsung ke dalam sendi yang rusak atau teriritasi.
k. Inrasisternal dan peridual
Injeksi ke dalam sisterna intracranial dan durameter pada urat spinal.
Keduanya merupakan cara yang sulit dilakukan, dengan keadaan kritis atau
injeksi.
l. Intra tekal
Larutan yang digunakan untuk menginduksi spinal atau anestesi lumbar
oleh larutan injeksi ke dalam ruang sub arachnoid. Cairan serebrospinal
biasanya diam pada mulanya untuk mencegah peningkatan volume cairan
dan pengaruh tekanan dalam serabut saraf spinal. Volume 1-2 mL biasa
digunakan. Berat jenis dari larutan dapat diatur untuk membuat anestesi
untuk bergerak atau turun dalam kanal spinal, sesuai keadaan tubuh pasien.

2.1.6 Macam-Macam Metode Pembuatan Injeksi


a. Injeksi Volume Kecil
1. Sterilisasi alat dan bahan

12
2. Penimbangan bahan aktif dan tambahan
3. Pembuatan API (aqua pro injeksi)
4. Pelarutan bahan obat dan bahan tambahan dalam pembawa
5. Pengukuran volume I (larutan obat)
6. Penyaringan
7. Pengukuran volume II (aqua Pro Injeksi)
8. Pengisian dengan buret
9. Ampul berisi larutan obat dialiri uap air untuk mencegah pengarangan
dengan gas N2
10. Pengemasan atau penutupan ampul
b. Injeksi volume besar
1. Sterilisasi alat dan bahan
2. Penimbangan bahan aktif dan tambahan
3. Pembuatan API (Aqua Pro Injeksi)
4. Pelarutan bahan obat da bahan tambahan dalam pembawa
5. Penghilangan pirogen
6. Penyaringan
7. Pengukuran volume (add kan dengan API bebas Pirogen)
8. Pengisian dengan buret
9. Pengisian dan penutupan botol

2.2 Fenobarbital
Fenobarbital (asam 5,5 fenil etil barbiturat) merupakan derivat barbiturat yang
berdurasi lama (long acting) karena berada dalam darah antara 2-7 hari.
Fenobarbital merupakan senyawa organik yang pertama digunakan dalam
pengobatan antikonvulsi yang efektif untuk kejang parsial sederhana kompleks
dan kejang tonik-klonik umum (grand mall). Efikasi, toksisitas yang rendah, serta
harga yang murah menjadikan fenobarbital obat yang penting untuk tipe-tipe
epilepsi ini (Harsono, 2001).

13
Aksi utama fenobarbital terletak pada kemampuannya untuk menurunkan
konduktan natriumm dan kalium. Fenobarbital menurunkan kadar kalsium dan
mempunyai efek lansung terhadap reseptor GABA, aktivitas reseptor barbiturat
akan meningkatkan kondukta post-sinap klorida (Wibowo dan Gofir, 2006).

2.2.1 Sifat Fisika Fenobarbital


Berbentuk hablur kecil atau serbuk hablur putih baerkilat, tidak berbau,
tidak berasa, dapat terjadi polimorfisma. Fenobarbital stabil diudara serta
dalam pH larutan jenuh lebih kurang 5. Sifat lainnya adalah sangat sukar
larut dalam air, namun fenobarbital larut dalam etanol, dalam eter, dan
larutan alkali hidroksida dan dalam alkali karbonat. Selain itu agak sukar
larut dalam kloroform (FI IV, 1995).

2.2.2 Mekanisme Kerja


Fenobarbital dan obat golongan barbiturate lainnya bekerja dengan
mempengaruhi reseptor GABA, reseptor GABA yang dipengaruhi
barbiturate adalah subtipe A (GABAA) dan B (GABAB). Barbiturat akan
memperpanjang pembukaan kanal ion klorida pada reseptor GABA, yang
akan mengakibatkan keadaan hiperpolariasi menjadi lebih panjang
sehingga terjadi peningkatan proses inhibisi. Barbiturat dapat mengurangi
depolarisasi pada reseptor glutamate. Pada dosis tinggi barbiturat dapat
bersifat GABA mimetic, sehingga dapat mengaktifkan reseptor GABA
tanpa adanya GABA (Katzung dan Master, 2012).

2.2.3 Farmakodinamika
Fenobarbital (asam 5,5 fenil etil barbiturat) secara struktural adalah
turunan dari barbiturat yang berdurasi lama (long acting) karena berada
dalam darah antara 2-7 hari. Fenobarbital merupakan senyawa oerganik
pertama yang digunakan dalam pengobatan antikonvulsi yang efektif untuk
kejang parsial sederhana kompleks dan kejang tonik-klonik umum (grand

14
mal). Efikasi, dan toksisitas yang rendah menjadikan fenobarbital obat
yang penting untuk tipe-tipe epilepsy ini.

2.2.4 Farmakokinetika
Bioavailabilitas fenobarbital sekitar 90%. Konsentrasi obat dalam
plasma terjadi beberapa jam setelah pemberian dosis tunggal. 40-60%
terikat dengan protein plasma dan mempunyai efek pada jaringan ikat,
termasuk otak. Kadar puncak dalam waktu 1-3 jam dengan durasi kerja 10-
12 jam. Waktu paruh eliminasi fenobarbital adalah 75-120 jam. Obat ini
dimetabolisme di hati dan diekskresikan melalui ginjal. Lebih dari 25%
fenobarbital diekskresikan di urin dalam bentuk utuh.

2.2.5 Efek Samping


Hang over/ after effects, berupa vertigo, mual, muntah, diare. Kadang
timbul kelainan emosional dan fobia jadi tambah hebat, eksitasi paradoksal,
rasa nyeri (myalgia, neuralgia, artrargia), hipersensitivitas (alergi,
dermatitis, erupsi, demam, delirium/ kerusakan degeneratif hati).

2.2.6 Interaksi obat


Kombinasi dengan etanol akan meningkatkan efek depresinya.
Antihistamin, INH, Metilfenidat, penghambat MAO juga dapat
meningkatkan depresi trisiklik. Penggunaan absorbsi kumarol dan
griseovulvin.

2.2.7 Indikasi
Fenobarbital digunakan untuk semua jenis epilepsi kecuali petit mal.
Untuk pengobatan epilepsi terutama untuk terapi penderita serangan grand
mal atau berbagai serangan kortikal lainnya, juga terhadap status
epileptikus.

2.2.8 Kontra Indikasi

15
Pasien alergi barbiturat, penyakit hati dan ginjal, hipoksia, penyakit
Parkinson, pasien psikoneuritik tertentu.

2.2.9 Penggunaan dan Dosis


Fenobarbital secara umum digunakan oral, sediaan yang umum
digunakan tablet, suspense, dan injeksi. Dosis untuk fenobarbital peroral 5-
8 mh/ hari. Untuk injeksi i.m dan i.v 50-200 mg, ulangi setelah 6 jam bila
perlu, maksimal 600 mg/ hari. Encerkan dalam air 1:10 untuk intravena
status epileptikus dengan kecepatan injeksi intravena tak lebih dari 100 mh/
menit, sampai bangkitan teratasi atau sampai maksimal 15 mg/ hari
tercapai (BPOM, 2017).

2.3 Cara Pembuatan Produk Steril Yang Baik


Menurut CPOB produk steril hendaklah dibuat dengan persyaratan khusus
dengan tujuan memperkecil resiko kontaminasi mikroba, partikulat dan pirogen,
yang sangat tergantung dari keterampilan, pelatihan dan sikap personel yang
terlibat. Pemastian mutu sangatlah penting dan pembuatan steril harus
sepenuhnya mengikuti secara ketat metode pembuatan dan proedur yang
ditetapkan dengan seksama dan tervalidasi. Secara garis besar, proses pembuatan
obat steril dibagi menjadi 2 kategori:
a. Produk disterilkan dalam wadah akhir (sterilisasi akhir-post sterilization)

16
b. Produk di proses secara aseptis, pada sebagian atau semua tahap (Aseptic
Prosessing)

2.3.1 Cara Sterilisasi


a. Sterilisasi Akhir
Produk yang ditujukan untuk menjadi steril, bilamana memungkinkan,
hendaklah diutamakan disterilisasi akhir dengan cara panas dalam
wadah akhir. Bila sterilisasi cara panas tidak memungkinkan karena
stabilitas dari formula produk hendaklah dipakai metode sterilisasi akhir
yag lain setelah dilakukan filtrasi dan/ atau proses aseptis.
b. Sterilisasi cara panas
Tiap siklus sterilisasi panas hendaklah dicatat pada suatu lembar
pencatat waktu/ suhu dengan skala yang cukup besar atau dengan alat
perekam yang mempunyai akurasi dan presisi yang dapat diandalkan.
Posisi probe pengukur suhu yang dipakai untuk memantau dan/ atau
mencatat hendaklah sudah ditentukan saat melakukan validasi dan
bilamana sesuai, juga dibandingkan terhadap suatu probe pengukur suhu
lain yang independen dan ditempatkan pada posisi yang sama.
c. Sterilisasi cara basah

17
- Suhu dan tekanan hendaklah digunakan untuk memantau proses
sterilisasi. Instrument pengendali hendklah independen terhadap
instrument pemantau dan lebar pencatat. Pemakaian sistem
pengendali dan pemantau otomatis hendaklah tervalidasi untuk
memastikan pencapaian persyaratan proses kritis.
- Selain produk dalam wadah yang disegel, produk yang akan
disterilkan hendaklah dibungkus dengan bahan yang memungkinkan
penghilangan udara dan penetrasi uap, tapi dapat mencegah
rekontaminasi setelah sterilisasi. Semua bagian muatan hendaklah
bersentuhan dengan agen pensteril pada suhu dan waktu yang
disyaratkan.
d. Sterilisasi cara kering
Sterilisasi cara panas kering cocok untuk cairan non air atau serbuk
kering. Proses ini hendaklah dilakukan dengan menyirkulasikan udara
dalam chamber dan menjaga tekanan positif untuk mencegah udara
nonsteril masuk. Udara yang masuk hendaklah melalui filter HEPA.
Bila proses ini juga digunakan untuk menghilangkan pirogen, uji
tantang menggunakan endotoksin hendaklah dilakukan sebagian dari
validasi.
e. Sterilisasi cara radiasi
Sterilisasi dengan cara radiasi terutama digunakan untuk bahan dan
produk yang peka terhadap panas. Banyak obat dan bahan pengemas
peka terhadap radiasi, sehingga metode ini hanya dipakai jika terbukti
tidak berdampak merusak yamg dibukikan melalui eksperimen.
Biasanya radiasi ultraviolet tidak diterima sebagai metode sterilisasi.
f. Sterilisasi dengan etilen oksida
Metode sterilisasi ini hendaklah hanya digunakan bila cara lain tidak
dapat diterapkan selama proses validasi hendaklah dibuktikan bahwa
tidak ada akibat yang merusak produk. Kondisi dan waktu yang
diberikan untuk menghilangkan gas hendaklah ditentukan untuk

18
mengurangi gas residu dan zat hasil reaksi sampai pada batas yang dapat
diterima yang sudah ditetapkan untuk tiap produk atau bahan.
2.4 Produksi
2.4.1 Alur Penanganan Bahan
a. Pembelian/ procurement
1) Pembelian bahan awal adalah satu aktifitas pentinb dan oleh karena itu
hendaklah melibatkan staf yang mempunyai pengetahuan khusus dan
menyeluruh perihal pemasok.
2) Harus dilakukan kualifikasi pemasok (Vendor qualification).
3) Pembelian bahan awal hendaklah hanya dari pemasok yang telah
disetujui dan memenuhi spesifikasi yang relevan, dan bila
memungkinkan, langsung dari produsen.
4) Dianjurkan agar spesifikasi yang dibuat oleh pabrik pembuat untuk
bahan awal dibicarakan dengan pemasok. Sangat menguntungkan bila
semua aspek produksi dan pengawasan bahan awal tersebut, termasuk
persyaratan penanganan, pemberian label dan pengemasan, juga
prosedur penanganan keluhan dan penolakan, dibicarakan dengan
pabrik pembuat dan pemasok.
b. Penerimaan Bahan Baku

19
1) Pada tiap penerimaan hendaklah dilakukan pemeriksaan visual tentang
kondisi umum, keutuhan, wadah dan segelnya, ceceran dan
kemungkinan adanya kerusakan bahan, dan tentang kesesuaian catatan
pengiriman dengan label dari pemasok. Sampel diambil oleh personil
dan dengan metode yang telah disetujui oleh kepala bagian
pengawasan mutu.
2) Semua penerimaan, pengeluaran dan jumlah bahan tersisa hendaklah
dicatat. Catatan hendaklah berisi keterangan mengenai pasokan, nomor
bet/ lot, tanggal penerimaan atau penyerahan, tanggal pelulusan dan
tanggal daluarsa bila ada.
3) Wadah dari nama sampel bahan awal diambil hendaklah diberi
identifikasi.
4) Sampel bahan awal hendaklah diuji pemenuhannya terhadap
spesifikasi. Dalam keadaan tertentu, pemenuhan sebagian atau
keseluruhan terhadap spesifikasi dapat ditunjukkan dengan sertifikat
analisis yang diperkuat dengan pemastian identitas yang dilakukan
sendiri.
5) Hendaklah diambil langkah yang menjamin bahwa semua wadah pada
suatu pengiriman berisi bahan awal yang benar, dan melakukan
pengamanan terhadap kemungkinan salah penandaan wadah oleh
pemasok.
6) Bahan awal yang diterimahendaklah dikarantina sampai diseyujui dan
diluluskan untuk pemakaian oleh kepala bagian pengawasan mutu.
c. Penandaan Bahan Baku
1) Bahan awal di area penyimpanan hendaklah memuat keterangan
paling sedikit sebagai berikut:
- Nama bahan dan bila perlu nomor kode bahan
- Nomor bets/ control yang diberikan pada saat penerimaan bahan
- Status bahan (missal: karantina, sedang diuji, diluluskan, ditolak)
- Tanggal daluarsa dan taggal uji ulang bela perlu.

20
2) Label yang menunjukkan satus bahan awal hendaklah ditempelkan
hanya oleh personil yang ditunjuk oleh kepala bagian pengawasan
mutu. Untuk mencegah kekeliruan, label tersebut hendaklah berbeda
dengan label yang digunakan oleh pemasok (missal dengan
mencantumkan nama atau logo perusahaan). Bila status bahan
mengalami perubahan.
d. Penyerahan/ Distribusi Bahan/ Material
1) Penyerahan bahan awal hendaklah dilakukan hanya oleh personil yang
berwenang sesuai dengan prosedur yang telah disetujui. Catatan
persediaan bahan hendaklah disimpan dengan baik agar rekonsiliasi
persediaan dapat dilakukan.
2) Penimbangan bahan awal hendaklah dilakukan oleh personil yang
berwenang sesuai prosedur tertulis untuk memastikan bahan yang
benar yang ditimbang atau diukur dengan akurat ke dalam wadah yang
bersih dan diberi label dengan benar.
3) Setiap bahan yang ditimbang atau diukur hendaklah diperiksa secara
independen dan hasil pemeriksaan dicatat.
4) Bahan yang ditimbang atau diukur untuk setiap bets hendaklah
dikumpulkan dan diberi label jelas.
5) Alat timbangan hendaklah diverifikasi tiap hari sebelum dipakai untuk
membuktikan bahwa kapasitas, ketelitian dan ketepatannya memenuhi
persyaratan sesuai dengan jumlah bahan yang akan ditimbang.
e. Alur Pembuatan Sediaan Injeksi
1) Pencampuran
- Pencampuran dalam skala kecil, dilakukan dibawah LAF dan massa
yang telah halus dimasukkan ke dalam countainer stainless steel,
kemudian diaduk dengan mixer salam 1 jam dengan suhu sama
berkisar 40-50̊C. pada tahap ini dilakukan IPC berupa pemerian,
homogenitas, kadar zat aktif, dan viskositas seta diberi label.

21
- Pencampuran pada skala industry, bahan aktif dan pelarut
menggunakan alat khusus untuk menjaga kesterilannya. Maka perlu
suatu alat yang mempunyai kemampuan menjaga atau
mempertahankan keadaan steril. Salah satu alat yang bisa
digunakan alah mixing cair karena saat proses pencampuran berada
pada ryang yang sangat tertutup. Sehingga kesterilan bahan aktif
dan tambahan bisa terjamin.
- Perlu diingat atau diperhitungkan jumlah pelarut yang tersedia atau
konsentrasi zat yang akan dilarutkan, apakah dapat membentuk
larutan yang sempurna.
- Pelarut kadang-kadang dipakai aqua bebas O2 dan CO2 dididihkan
air untuk injeksi lebih kurang 10 menit sambil mencegah hubungan
dengan udara luar sesempurna mungkin, dinginkan dan segera
digunakan. Cara melarutkan akan menentukan hasil kelarutan.
g. Penambahan bahan-bahan
h. Pengadukan dan pemanasan harus hati-hati terhadap stabilitas obat
i. pH larutan dan penambahan dapar
j. filtering
setelah proses proses pencampuran selesai, maka dilanjutkan pada tahap
penyaringan. Akhir yang didapat benar-benar bebas dari partikel-partikel
kasar. Bisa 1 kali atau lebih. Menyaring bisa dengan kertas saring atau
sintered Glass Filter.
k. Pengisian dan pengemasan:
- Wadah dikalibrasi dan volume dilebihkan sesuai ketentuan Farmakope
II dan III.
- Pengisian ke ampul menggunakan spuit/ buret atau alat pengisi lain.
- Setelah ampul diisi, dispul dengan uap air kemudian ditutup dengan
cara melebur.
- Vial dan botol dapat diisi langsung. Tutup dengan tutup karet atau
aluminium.

22
- Persyaratan wadah sediaan injeksi
Wadah termasuk tutupnya harus tidak berinteraksi dengan sediaan,
baik secara fisik maupun kimia. Sehingga akan mengubah kekuatan dan
efektifitasnya. Bila wadah terbuat dari gelas, maka gelas harus jernih dan
tidak berwarna atau berwarna kekuningan, untuk memungkinkan
pemeriksaan isinya. Jenis wadah gelas yang digunakan untuk tiap sediaan
biasanya dinyatakan dalam masing-masing monograf. Sediaan injeksi
ditempatkan pada wadah dosis tunggal atau dosis ganda.
l. Sterilisasi sediaan
- Dilakukan setelah masuk wadah akhir dengan pemanasan dan
penyinaran
- Ada juga kerja aseptis/ dicampur secara aseptis, bila sterilisasi akhir
tidak dapat dilakukan.
m. Pemberian Etiket/ Label
Etiket industri: biru, berisi: nama paten, steril, jumlah obat, komposisi,
nomor bets, nomor registrasi, tanggal kadaluarsa.
n. Pada proses kerja pembuatan sediaan injeksi perlu diperhatikan:
- Cek pH dengan indikator universal/ pH meter setelah volume larutan
mendekati volume yang diminta.
- Menghilangkan pirogen dengan norit setelah larutan dibuat sampai
volume yang diminta atau direncanakan
- Pirogen: zat yang mengakibatkan reaksi demam apabila disuntikkan
kedalam tubuh manusia (± 10 mL).
- Cek kejernihan dari bahan yang akan dipergunakan sebagai bahan aktif
injeksi.
- Perlu adanya pengawet tertentu, apabila sediaan dalam multipledose
sehingga dapat terjadi kontak langsung dengan udara dan mikroba.
- Perlu ditambah antioksidan dan pembuatan dialiri gas inert.

23
2.4.2 Ruang Area Pembuatan Produk Steril
Pada pembuatan produk steril dibedakan 4 kelas kebersihan:
a. Kelas A
Zona untuk kegiatan yang berisiko tinggi, missal zona pengisian,
wadah tutup karet. Ampul dan vial terbuka, penyambungan secara
aseptis. Umumnya kondisi ini dicapai dengan memasang unit aliran
udara laminar (laminar air flow) ditempat kerja. Sistem udara laminar
hendaklah menglirkan udara dengan kecepatan merata berkisar 0,36-
0,54 m/ detik (nilai acuan) pada posisi kerja dalam ruang bersih
terbuka. Keadaan laminar yang selalu terjaga hendaklah dibuktikan
dan divalidasi. Aliran udara searah berkecepatan lebih rendah dapat
digunakan pada isolator tertutup dan kotak bersarung tangan.
b. Kelas B
Untuk pembuatan dan pengisian secara aseptis, kelas ini adalh
lingkungan latar belakang untuk zona kelas A.
c. Kelas C dan D
Area bersih untuk melakukan tahap proses pembuatan yang
mengandung resiko lebih rendah.

2.4.3 Klasifikasi Ruang Bersih dan Sarana Udara Bersih


Ruang bersih dan sarana udara bersih diklasifikasikan sesuai dengan
EN ISO 14644-1. Klasifikasi hendaklah dibedakan dengan jelas dari
pemantauan lingkungan pada saat operasional. Jumlah maksimum
partikulat udara yang diperbolehkan untuk tiap kelas kebersihan adalah
sebagai berikut:

24
Batas mikroba yang disarankan untuk pemantauan srea bersih selama
kegiatan berlangsung adalah:

2.4.4 Personalia
Salah satu faktor yang sangat menentukan keberhasilan atau kegagalan
dalam proses pembuatan produk steril, terutama dengan teknik
pembuatan secara aseptis adalah faktor personalia. Berikut adalah
beberapa persyaratan CPOB yang terkait dengan personalia yang bekerja
diruang steril:
a. Hanya personel dalam jumlah terbatas yang diperlukan boleh berada
di area bersih, hal ini penting khususnya pada proses aseptis. Inspeksi

25
dan pengawasan hendaklah dilaksanakan sedapat mungkin dari luar
area bersih.
b. Personil yang bekerja di area bersih dan steril hendaklah dipilih
secara seksama untuk memastikan bahwa mereka dapat diandalkan
untuk bekerja dengan penuh disiplin dan tidak mengidap suatu
penyakit atau dalam kondisi kesehatan yang dapat menimbulkan
bahaya kontaminasi dari luar area bersih.
c. Standar hygiene perorangan dan kebersihan yang tinggi adalah
esensial. Personel yang terlibat dalam pembuatan produk steril
hendaklah di instruksikan untuk melaporkan semua kondisi kesehatan
yang dapat menyebabkan penyebaran kontaminan yang tidak normal
jumlah dan jenisnya, pemeriksaan kesehatan secara berkala perlu
dilakukan. Tindakan yang diambil terhadap personel yang dapat
menimbulkan bahaya kontaminasi mikrobiologis hendaklah
diputuskan oleh personel kompeten yang ditunjuk.
d. Pakaian rumah dan pakaian kerja reguler tidak boleh dibawa masuk
ke dalam kamar ganti pakaian yang berhubugan dengan kelas B dan
C, untuk tiap personel yang bekerja di kelas A/B, Pakaian kerja steril
(disterilkan atau disanitasi dengan memadai) hendaklah disediakan
untuk tiap sesi kerja. Sarung tangan hendaklah secara rutin
didisinfeksi selama bekerja. Masker dan sarung tangan hendaklah
diganti paling sedikit pada tiap sesi kerja
e. Arloji, kosmetika dan perhiasan tidak boleh dipakai di area bersih
f. Personel yang memasuki area bersih atau area steril hendaklah
mengganti dan mengenakan pakaian khusus yang juga mencakup
penutup kelapa dan kaki. Pakaian ini tidak boleh melepaskan serat
atau bahan partikulat dan hendaklah mampu menahan partikel yang
dilepaskan oleh tubuh. Pakaian ini hendaklah nyaman dipakai dan
agak longgar untuk mengurangi gesekan. Pakaian ini hanya boleh
dipakai di area bersih atau area steril yang relevan

26
g. Pakaian dan mulutnya hendaklah disesuaikan dengan proses dan kelas
kebersihan area kerja. Pakaian tersebut hendaklah dipakai sesuai
dengan tujuannya untuk melindungi produk dari kontaminasi

Deskripsi pakaian kerja yang dipersyaratkan untuk tipe kelas


menurut CPOB adalah sebagai berikut:
1. Kelas D
Rambut dan jika relevan janggut hendaklah ditutup. Pakaian
pelindung reguler, sepatu yang sesuai atau penutup sepatu
hendaklah dikenakan. Perlu diambil tindakan pencegahan yang
sesuai untuk menghindarkan kontaminasi yang berasal dari bagian
luar area bersih.
2. Kelas C
Rambut dan jika relevan jangaut dan kumis hendaklah ditutup,
pakaian model terusan atau model celana-baju, yang bagian
pergelangan tangannya dapat diikat, memiliki leher tinggi dan
sepatu atau penutup sepatu yang sesuai hendaklah dikenakan.
Pakaian kerja ini hendaklah tidak melepaskan serat atau bahan
partikulat.
3. Kelas A/B
Penutup kepala hendaklah menutup seluruh rambut serta jika
relevan janggut dan kumis, penutup kepala hendaklah diselipkan
kedalam leher baju, penutup muka hendaklah dipakai untuk
mencegah penyebaran peracikan. Model terusan atau model celana-
baju, yang bagian pergelangan tangannya dapat diikat dan memiliki
leher tinggi, hendaklah dikenakan. Hendaklah dipakai sarung
tangan plastik atau karet steril yang bebas serbuk dan penutup kaki
steril atau didisinfeksi. Ujung celana hendaklah diselipkan ke dalam
penutup kaki dan ujung lengan baju diselipkan ke dalam sarung
tangan. Pakaian pelindung ini hendaklah tidak melepaskan serat

27
atau bahan partikulat dan mampu partikel yang dilepaskan dari
tubuh.

Gambar 1. Pakaian steril lengkap

2.4.5 Peralatan
a. sedapat mungkin peralatan yang digunakan untuk memproses produk
steril hendaklah dipilih supaya dapat disterilisasi secara efektif dengan
menggunakan uap, atau panas kering atau metode lain.
b. Peralatan kritis yang harus dikualifikasi antara lain sterilisator missal
otoklaf dan oven. Kualifikasi kinerja otoklaf hendaklah mencakup
1) Distribusi panas
Pengukuran hendaklah menggunakan probe/ termokopel minimal
10 buah, 12 buah untuk 2 m3 dan tiap penambahan 1 m3 jumlah
probe/ termokopel hendaklah ditambah 2, dnegan perbedaan suhu
antar probe/ termokopel tidak lebih dari 1̊C sedangkan titik
tertinggi dan terendah hasil pemeriksaan distribusi panas
hendaklah maksimal 5̊C dalam keadaan kosong.
2) Penetrasi panas dilakukan menggunakan mikroba standar antara
lain: Bacillus stearothermophilus

28
c. Kualifikasi hendaklah dilakukan terhadap otoklaf dalam keadaan baik
kosong maupun terisi untuk tiap jenis muatan, missal: wadah terisi,
wadah kosong, pakaian dan sebagainya. Untuk muatan yang berisi
cairan lebih daro 100 mL (misalnya 250 mL, 500 mL dan 1000 mL)
hendaklah dilakukan pemetaan suhu (container mapping). Pemetaan
suhu dapat dilakukan dengan “bracketing method” bila mempunyai
ketiga jenis kemasan tersebut. Untuk proses sterilisasi wadah yang
besar, filter yang sudah dirakit dalam rumah filter dan obat jadi dalam
kemasan yang besar, termokopel dan bioindikator hendaklah
dimasukkan kedalamnya.
d. Kualifikasi kinerja oven: kualifikasi hendaklah dilakukan terhadap oven
dalam keadaan kosong maupun berisi untuk tiap jenis muatan, misal:
wadah kosong, nozzle dan sebagainya. Untuk produk yang harus bebas
pirogen, kualifikasi oven hendaklah mencakup validasi proses
depirogenisasi. Penetrasi panas dilakukan menggunkan mikroba standar
antara lain: bacillus subtilis alat baru diasang, dimodifikasi, dipindahkan
atau penggantian setiap komponen.
e. Kualifikasi hendaklah dilakukan pada tiap perubahan konfigurasi
muatan (“loading pattern”), dan rekualifikasi periodic, yang kritis dari
sterilisator, masalah kontaminasi. Termokopel yang dipakai untuk
melakukan kualifikasi baik otoklaf maupun oven, sterilisator hendaklah
dikalibrasi sebelum dan sesudah kualifikasi.

2.4.6 Bangunan dan Fasilitas


a. Semua bangunan fasilitas hendaklah, sedapat mungkin, didesain untuk
mencegah personel, yang melakukan pengawasan atau pengendalian,
masuk bila tidak diperlukan. Area kelas A dan B hendaklah didesain
sehingga semua kegiatan dapat diamati dari luar.
b. Di area bersih, semua permukaan yang terpapar hendaklah halus, kedap
air dan tidak retak untuk mengurangi pelepasan atau akumulasi partikel

29
atau mikroba dan untuk memungkinkan penggunaan berulang bahan
pembersih dan bahan disinfektan.
c. Untuk mengurangi akumulasi debu dan memudahkan pembersihan tidak
boleh ada bagian yang sukar dibersihkan dan lis yang menonjol, rak,
lemari serta peralatan hendaklah dalam jumlah terbatas. Pintu hendaklah
didesain untuk menghindarkan bagian yang tersembunyi dan sukar
dibersihkan, pintu sorong hendklah dihindarkan karena alasan tersebut.
d. Pintu-pintu ruang penyangga udara tidak boleh dibuka secara
bersamaan. Sistem interlock atau sistem peringatan visual dan/ atau
audio hendaklah dioperasikan untuk mencegah lebih dari satu pintu
terbuka pada saat yang bersamaan.

2.4.7 Sanitasi
a. Area hendaklah dibersihkan secara menyeluruh sesuai program tertulis.
Bila menggunakan disinfektan hendaklah memakai lebih dari satu jenis.
Pemantauan hendaklah dilakukan secara berkala untuk mendeteksi
perkembangan jalur mikroba yang resisten. Dengan mempertimbangkan
efektivitasnya yang terbatas, lampu ultraviolet tidak boleh digunakan
untuk menggantikan disinfektan kimiawi.
b. Fumigasi dalam area bersih dapat bermanfaat untuk mengurangi
kontaminasi mikrobiologis pada tempat yang tidak terjangkau.

2.4.8 Air
a. Air yang dipakai untuk membuat produk steril termasuk penyimpanan
dan sistem distribusinya hendaklah selalu dikendalikan untuk menjamin
bahwa spesifikasi yang sesuai dicapai tiap pengoperasian.
b. Air untuk injeksi (WFI) hendaklah diproduksi melalui cara penyulingan
atau cara lain yang akan menghasilkan mutu yang sama.
c. Air untuk injeksi (WFI) hendaklah diproduksi, disimpan dan
didistribusikan dengan cara yang dapat mencegah pertumbuhan
mikroba, misal disirkulasi dengan konstan pada suhu diatas 70̊C.

30
d. Air untuk injeksi (WFI) hendaklah disimpan dalam wadah yang bersih,
steril, non reaktif, non absorptive, non aditif dan terlindung dari
kontaminasi.
e. Alat perekam hendaklah digunakan untuk memantau suhu
penyimpanan.
f. Persyaratan WFI:

2.4.9 Pengolahan
a. Pembuatan produk yang berasal dari sumber mikrobiologis tidak boleh
diproses atau diisi di area yang digunakan untuk pembuatan produk lain,
namun, vaksin yang mengandung organisme mati atau ekstrak bacterial
dapat diisikan kedalam wadah-wadah, didalam bangunan-fasilitasyang
sama dengan produk steril lain, setelah diproses inaktivasi yang
tervalidasi dan pembersihan menurut prosedur yang tervalidasi.
b. Validasi proses aseptis hendaklah mencakup uji simulasi proses
menggunakan media pertumbuhan (media fill). Pemilihan media
pertumbuhan hendaklah dilakukan berdasarkan bentuk sediaan dan
selektifitas, kejernihan, konsentrasi dan cara sterilisasi yang sesuai
untuk media tersebut.

31
c. Jumlah wadah yang digunakan untuk media fill hendaklah cukup
memungkinkan evaluasi absah. Untuk bets ukuran kecil, jumlah wadah
untuk media fill hendaklah minimal sama dengan ukuran bets produk.
Target hendaklah dengan pertumbuhan nol dan ketentuan berikut
hendaklah diterapkan:
1) Bila mengisi kurang dari 5.000 unit, tidak boleh ditemukan unit
tercemar.
2) Bila mengisi 5.000 sampai dengan 10.000 unit:
- Satu (1) unit tercemar hendaklah diikuti dengan investigasi dan
pertimbangan untuk mengulang media fill.
- Dua (2) unit tercemar merupakan pertimbangan untuk dilakukan
vlidasi ulang setelah investigasi
3) Bila mengisi lebih dari 10.000 unit:
- Satu (1) unit tercemar hendaklah diinvestigasi
- Dua (2) unit tercemar merupakan pertimbangan untuk dilakukan
validasi ulang setelah investigasi

2.4.10 Pembuatan Secara Aseptis


a. Komponen setelah dicuci, hendaklah ditangani di lingkungn minimal
kelas D. penanganan bahan awal dan komponen steril, kecuali pada
proses selanjutnya untuk disterilisasi atau disaring dengan
menggunakan filter mikroba, hendaklah dilakukan kelas A dengan
latar nelakang kelas B.
b. Proses pembuatan larutan yang akan disterilkan secara filtrasi
hendaklah dilakukan dilingkungan kelas C, bila tidak dilakukan
filtrasi, penyiapan bahan dan produk hendaklah dilakukan
dilingkungan kelas A dengan latar belakang kelas B.
c. Penanganan dan pengisian produk yang dibuat secara aseptis
hendaklah dilakukan dilingkungan kelas A dengan latar belakang
kelas B.

32
d. Transfer wadah setengah tertutup, yang akan digunakan dalam proses
beku-kering (freeze drying) hendaklah, sebelum proses penutupan
dengan stopper selesai, dilakukan dilingkungan kelas A dengan latar
belakang kelas B atau dalam nampan transfer yang tertutup
dilingkungan kelas B.
e. Pembuatan dan pengisian salep, krim, suspense dan emulsi hendaklah
dilakukan dilingkungan kelas A dengan latar belakang kelas B,
apabila produk terpapar dan tidak akan disaring.

2.5 Evaluasi Sediaan Injeksi


Dilakuan setelah sediaan disterilkan dan sebelum wadah dipasang etiket
dan dikemas.
a. Evaluasi Fisika
1) Penetapan pH (FI IV, hal 1039-1040)
2) Bahan partikulat dalam injeksi (FI IV, hal 981-984)
3) Penetapan volume injeksi dalam wadah (FI IV hal 1044)
4) Uji keseragaman bobot dan keseragaman volume (FI III hal 19)
5) Uji kejernihan larytan (FI IV, hal 998)
6) Uji kebocoran (Goeswin Agus, Larutan Parenteral, Hal 191-192)
- Pada pembuatan kecil-kecilan hal ini dapat dilakukan dengan mata
tetapi untuk produksi skala besar hal ini tidak mungkin dikerjakan
- Wadah-wadah takaran tunggal yang masih panas setelah selesai
disterilkan dimasukkan kedalam larutan biru metilen 0,1%. Jika
ada wadah-wadah yang bocor maka larutan biru metilen akan
dimasukkan kedalamnya karena perbedaan tekanan di luar dan di
dalam wadah tersebut. Cara ini tidak dapat dilakukan untuk
larutan-larutan yang sudah berwarna.
- Wadah-wadah takaran tunggal disterilkan terbalik, jika ada
kebocoran maka larutan ini akan keluar dari dalam wadah.
Wadah-wadah tang tidak dapat disterilkan, kebocorannya harus

33
diperiksa dengan memasukkan wadah-wadah tersebut ke dalam
eksikator yang divakumkan. Jika ada kebocoran akan diserap
keluar.

2.6 Pengemasan dan Penandaan Sediaan Injeksi


2.6.1 Pengemasan
a. Wadah
Wadah untuk injeksi termasuk penutup tidak boleh berinteraksi
melalui berbagai cara baik secara fisik maupun kimiawi dengan sediaan
yang dapat mengubah kekuatan, mutu atau kemurnian diluar persyaratan
resmi, dalam kondisi biasa pada waktu penanganan, pengangkutan,
penyimpanan, penjualan dan penggunaan.
Wadah terbuat dari bahan yang dapat mempermudah pengamatan
terhadap isi. Tipe kaca yang dianjurkan untuk setiap sediaan umumnya
tertera dalam masing-masing monografi.Wadah dapat dibedakan menjadi :
- Wadah dosis tunggal (single dose) adalah wadah untuk sekali pakai
yang harus digunakan setelah tutupnya dibuka. Wadah dosis tunggal
disebut juga ampul. Wadah ini ditutup dengan cara melebur ujungnya
dengan api sehingga tertutup kedap tanpa penutup karet.

- Wadah dosis ganda (multiple dose) adalah wadah yang memungkinkan


dapat diambilnya isinya beberapa kali tanpa mengakibatkan perubahan
kekuatan, mutu atau kemurnian sisa zat dalam wadah tersebut. Wadah
untuk beberapa kali penyuntikan. Wadah dosis ganda disebut dengan

34
vial (flacon), terdiri dari botol kaca dengan penutup sumbat karet yang
dilapisi dengan alumunium seal.

Dibedakan : wadah untuk injeksi dari kaca atau plastik.

1) Wadah Kaca
Syarat wadah kaca :
1. Tidak boleh bereaksi dengan bahan obat
2. Tidak boleh mempengaruhi khasiat obat.
3. Tidak boleh memberikan zarah/partikel kecil ke dalam larutan
injeksi.
4. Harus dapat memungkinkan pemeriksaan isinya dengan mudah.
5. Dapat ditutup kedap dengan cara yang cocok.
6. Harus memenuhi syarat "Uji Wadah kaca untuk injeksi"

2) Wadah plastik
Wadah dari plastik contoh polietilen, polipropilen.Wadah plastik
disterilkan dengan cara sterilisasi gas dengan gas etilen oksida.
Keuntungan : netral secara kimiawi, tidak mudah pecah dan tidak
terlalu berat hingga mudah diangkut, tidak diperlukan
penutup karet.
Kerugian : dapat ditembus uap air hingga kalau disimpan akan
kehilangan air, juga dapat ditembus gas CO2.

35
b. Tutup Karet
Digunakan pada wadah dosis ganda yang terbuat dari gelas/ kaca.
Tutup karet dibuat dari karet sintetis atau bahan lain yang cocok. Untuk
injeksi minyak , tutup harus dibuat dari bahan yang tahan minyak atau
dilapisi bahan pelindung yang cocok. Syarat tutup karet yang baik adalah
bila direbus dalam otoklaf, maka :
Karet tidak lengket atau lekat, dan jika ditusuk dengan jarum suntik,
tidak melepaskan pecahannya serta segera tertutup kembali setelah jarum
suntik dicabut. Setelah dingin tidak boleh keruh. Uapnya tidak
menghitamkan kertas timbal asetat.

2.6.2 Penandaan
Pada etiket tertera nama sediaan, untuk sediaan cair tertera persentase
atau jumlah zat aktif dalam volume tertentu, cara pemberian, kondisi
penyimpanan dan tanggal kadaluarsa, nama pabrik pembuat dan atau
pengimpor  serta nomor lot atau bets yang menunjukkan identitas. Nomor
lot dan nomor bets dapat memberikan informasi tentang riwayat
pembuatan lengkap meliputi seluruh proses pengolahan, sterilisasi,
pengisian, pengemasan, dan penandaan.
Bila dalam monografi tertera berbagai kadar zat aktif dalam sediaan
parenteral  volume besar, maka kadar masing-masing komponen disebut
dengan nama umum misalnya injeksi dekstrosa 5% atau injeksi dekstrosa
(5%).
Bila formula lengkap tidak tertera dalam masing-masing monografi,
Penandaan mencakup informasi berikut :
1. Untuk sediaan cair, persentase isi atau jumlah tiap komponen dalam
volume tertentu, kecuali bahan yang ditambahkan untuk penyesuaian
pH atau untuk membuat larutan isotonik, dapat dinyatakan nama dan
efek bahan tersebut

36
2. Sediaan kering atau sediaan yang memerlukan pengenceran sebelum
digunakan, jumlah tiap komponen, komposisi pengencer yang
dianjurkan, jumlah yang diperlukan untuk mendapat konsentrasi
tertentu zat aktif dan volume akhir larutan yang diperoleh, uraian
singkat pemerian larutan terkonstitusi, cara penyimpanan dan tanggal
kadualarsa.Pemberian etiket pada wadah sedemikian  rupa sehingga 
sebagian wadah tidak tertutup oleh etiket, untuk mempermudah
pemeriksaan isi secara visual.
3.

2.7 Penyimpanan
Area penyimpanan hendaknya cukup luas untuk memungkinkan penyimpanan
yang memadai dari berbagai kategori baik bahan maupun produk, seperti bahan
awal, produk antara, ruahan dan produk jadi, produk yang dikarantina, dan
produk yang lulus uji, ditolak, dikembalikan atau ditarik dari peredaran.
Area penyimpanan hendaknya dirancang atau disesuaikan untuk menjamin
kondisi penyimpanan yang baik. Harus bersih, kering dan dirawat dengan baik.
Bila diperlukan area dengan kondisi khusus (suhu dan kelembaban) hendaknya
disediakan, diperiksa dan dipantau fungsinya.
Tempat penerimaan dan pengiriman barang hendaknya dapat melindungi
material dan produk dari pengaruh cuaca. Area penerimaan hendaknya dirancang
dan diberi peralatan untuk memungkinkan barang yang datang dapat dibersihkan
apabila diperlukan sebelum disimpan. Area penyimpanan untuk produk karantina
hendaknya diberi batas secara jelas. Bahan berbahaya hendaknya disimpan
secara aman.

2.8 Distribusi dan Pemasaran


Distribusi merupakan kegiatan penting yang teritegrasi dengan manajemen
rantai pasok sediaan farmasi. Dalam prakteknya perlu dilakukan penjaminan
mutu pada semua aspek di setiap proses distribusi, mulai dari pengadaan,
penyimpanan, peraturan dan registrasi distribusi hingga diberikan kepada pasien.

37
Lemahnya sistem distribusi dapat membuka jalan untuk penyebaran sediaan
farmasi palsu dan penjualan yang ilegal.
Setiap aspek dalam proses distribusi sediaan farmasi harus dapat
bertanggung jawab terhadap kualitas dan keamanan dari produk. Dalam
pelaksanaannya, sistem yang memadai harus tersedia untuk memastikan produk
dapat ditelusuri. Prosedur pengadaan dan perilisan harus dikeluarkan secara
resmi, guna memastikan bahwa produk farmasi yang akan didistribusikan
bersumber dari pemasok yang legal.
Semua identitas dalam proses rantai pasok harus dapat terlacak berdasarkan
jenis produk farmasi tersebut dan harus dilengkapi prosedur dan catatan tertulis
yang dapat menjamin ketelusuran produk. Kegiatan penjaminan mutu dalam
proses distribusi meliputi managemen mutu, manajemen resiko mutu, kajian
dan pemantauan manajemen serta pengelolaan kegiatan distribusi berdasarkan
kontrak
Sertifikat kesesuaian sistem mutu yang berlaku baik nasional maupun
internasional (seperti International Standardization Organization (ISO)) sangat
direkomendasikan untuk suatu PBF. Jika tidak memiliki sertifikat tersebut,
dapat digantikan dengan guidelines pelaksanaan prinsip GMP terkait produk
farmasi. SOP resmi untuk setiap kegiatan operasional harus tersedia.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam proses pengiriman:
a. Kondisi khusus yang diperlukan produk selama proses pengiriman harus
dipantau dan dicatat.
b. Proses pengiriman tidak boleh memberikan efek negative terhadap integritas
dan kualitas dari sediaan farmasi
c. Prosedur tertulis harus disertai selama proses untuk dilakukan investigasi
terhadap segala penyimpangan terkait kondisi penyimpanan, contohnya jika
suhu tempat penyimpanan produk saat proses pengiriman tidak sesuai.
d. Produk yang dikirim harus dapat dilacak selama proses distribusi
e. Semua produk farmasi harus disimpan dan didistribusikan dalam wadah
yang tidak memberikan efek buruk terhadap kualitas produk, dan

38
memberikan perlindungan memadai dari pengaruh eksternal, termasuk
kontaminasi mikroba. Label yang ditempelkan di wadah harus jelas, tidak
ambigu, secara permanen tertuju pada wadah dan tidak mudah terhapuskan.
Informasi tentang label harus sesuai dengan produk. Produk yang
mengandung dari bahan aktif dan radioaktif obat dan bahan berbahaya
lainnya yang memberikan risiko penyalahgunaan, kebakaran, atau ledakan
(misalnya, cairan yang mudah terbakar, padatan dan gas bertekanan) harus
disimpan dan diangkut di dalam wadah yang aman.

Produk farmasi hanya boleh dijual dan didistribusikan kepada pihak yang
berhak. Bukti otoritas tertulis harus diperoleh sebelum dilakukan pengiriman ke
pihak tersebut. Pemasok produk farmasi harus dipastikan sebelum dilakukan
pengiriman, dipastikan personil yang menyetujui kontrak terkait pengiriman dan
penyimpanan produk. Pengiriman dan pengantaran produk farmasi dilakukan
setelah diterimanya permintaan pengiriman material, jika ada rencana
penambahan harus terdokumentasi.
Rekap data pengiriman produk farmasi harus memuat informasi sebagai
berikut:
a. Waktu pengiriman
b. Nama dan alamat yang bertanggung jawab untuk pengiriman
c. Nama, alamat, status instansi seperti retail farmasi, rumah sakit dan
komunitas klinik
d. Deskripsi produk meliputi nama, bentuk dan kekuatan sediaan
e. Jumlah produk, seperti jumlah container dan jumlah produk per container
f. No batch dan tanggal kadaluarsa
g. Kondisi transportasi dan penyimpanan
h. Nomor unik untuk memungkinkan identifikasi pesanan pengiriman.
Sistem dan prosedur tertulis diperlukan untuk mendeteksi secara cepat dan
efektif produk farmasi yang diketahui atau diduga cacat, dengan personil yang
bertanggung jawab untuk melakukan recall.

39
Pihak manufaktur juga harus diberi tahu jika dilakukan recall. Jika penarikan
kembali dilakukan oleh entitas selain produsen asli dan/atau pemegang otorisasi
pemasaran, konsultasi dengan produsen asli dan/atau pemegang otorisasi
pemasaran harus dilakukan, jika memungkinkan, dilakukan sebelum
dilaksanakan recall. Semua pelanggan dan otoritas terkait harus segera diberitahu
jika dilakukan recall mengingat mutu dari produk tersebut.
Semua produk farmasi yang ditarik harus disimpan di area terpisah yang
aman untuk menunggu tindakan yang tepat. Kondisi penyimpanan yang sesuai
untuk produk farmasi yang ditarik kembali harus dipertahankan selama
penyimpanan sampai saat keputusan telah dibuat terkait produk tersebut.
Dokumentasi harus tersedia untuk personil yang ditunjuk bertanggung jawab
atas penarikan kembali. Dokumen harus memuat informasi yang cukup tentang
produk farmasi yang diberikan kepada pelanggan (termasuk jika produk
diekspor). Proses recall harus dicatat dan laporan akhir dikeluarkan, mencakup
rekonsiliasi antara jumlah produk yang dikirim dan yang diperoleh kembali.

2.9 Data Praformulasi Sediaan Sediaan Injeksi Fenobarbita


a. Nama Bahan Aktif: Phenobarbital
Phenobarbital mengandung tidak kurang dari 98% dan tidak lebih dari 101,0%
C12H12N2O3, dihitung terhadap zat yang dikeringkan.
No Parameter Data

1. Pemerian Hablur kecil atau serbuk hablur putih berkilat,


tidak berbau, tidak beras, dapat terjadi
polimorfisme, stabil diudara, pH larutan jenuh
kurang dari 5

2. Kelarutan Sangat sukar larut dalam air, larut dlam etanol,


dalam eter dan dalam larutan alkali hidroksida,
dan dalam alkali carbonat, agak sukar larut
dalam kloroform.

3. BM 232,24

40
b. Phenobarbital Natrium (Luminal Na)
Mengandung tidak kurang dari 98,5% dan tidak lebih dari 101,0%
C12H11N1NAO3 dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan
No Parameter Data

1. Pemerian Hablur berlapis, atau hablur berbentuk granul,


putih atau serbuk putih higriskopis, tidak berbau,
rasa pahit. Larutan bersifat basa terhadap
fenolftalein dan terurai bila dibiarkan.

2. Kelarutan Sangat mudah larut dalam air, larut dalam etanol,


praktis tidak larut dalam eter dan kloroform

3. Sterilisasi Otoklaf

4. BM 254,22

c. Bahan Tambahan: Dinatrium edetat (FI III hal 669)


No Parameter Data

1. Pemerian Serbuk hablur,putih tidak berbau,rasa agak asam

2. Kelarutan Larut dalam 11 bagian air,sukar larut dalam


etanol 95% p,praktis tidak larut dalam kloroform
dan dalam eter p

3. pH Antara 4,0 dan 6,0

4. Khasiat Pengkhelat

5. OTT Pengoksidasi kuat, basa kuat, ion logam


polivalen seperti besi, nikel

d. Bahan Tambahan: Hydroclorid Acid (FI III hal 53)


No Parameter Data

1. Pemerian Cairan tidak bewarna, berasap, bau merangsang.


Jika diencerkan dengan 2 bagian air, asap dan

41
bau hilang.

2. Penyimpanan Dalam wadah tertutup baik

3. Kegunaan Pengatur pH

e. Bahan Tambahan: Propilen Glikol (FI III hal 534)


No Parameter Data

1. Pemerian Cairan kental jernih, tidak berwarna, tidak


berbau, rasa agak manis, higroskopik.

2. Kelarutan Cairan kental jernih, tidak berwarna, tidak


berbau, rasa agak manis, higroskopik.

3. Penyimpanan Dalam wadah tertutup baik

4. kegunaan Zat pembawa

f. Bahan Tambahan: Etanol


No Parameter Data

1. Pemerian Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap dan


mudah bergerak, bau khas, rasa panas, mudah
terbakar dengan memberikan nyala biru yang
tidak berasap.

2. Kelarutan Sangat mudah larut dalam air, dalam klorofrm


P,dan dalam eter P

3. Bobot jenis 0,8119 sampai 0,8139

4. Kegunaan Zat pembawa

g. Bahan Tambahan: Gliserin (FI IV hal 413, HOPE edisi 6 hal 286)
No Parameter Data

1. Pemerian Cairan seperti sirup, jernih, tidak berwarna, tidak


berbau, manis diikuti rasa hangat, higroskopis,
jika disimpan beberapa lama pada suhu rendah

42
dapat memadat membentuk massa hablur
berwarna yang tidak hingga suhu mencapai lebih
kurang 20 derajat.

2. Kelarutan Dapat bercampur dengan air, dan dengan etanol


95%, praktis tidak larut dalam kloroform P,
dalam eter P, dan dalam minyak lemak

3. BM 92,09

4. Kegunaan Pelarut

h. Bahan Tambahan: Natrium Hidroksida


No Parameter Data

1. Pemerian Putih atau praktis putih, massa melebur,


berbentukpellet, serpihan atau batang atau
bentuk lain. Keras, rapuh dan menunjukkan
pecahan hablur. Bila dibiarkan diudara, akan
cepat menyerap karbon dioksida dan lembab.

2. Kelarutan Mudah larut dalam air dan dalam etanol

3. OTT Natrium hidroksida adalah basa kuat dan tidak


sesuai dengan senyawa apa pun yang mudah
mengalami hidrolisis atau oksidasi, itu akan
bereaksi dengan asam, ester, dan eter, terutama
dalam larutan berair.

4. Penyimpanan Dalam wadah tertutup rapat

i. Bahan Tambahan: Aqua Pro Injectio (FI IV hal 12-113)


No Parameter Data

1. Pemerian Air untuk injeksi yang disterilkan dan dikemas


dengan cara yangsesuai, tidak mengandung
bahan antimikroba atau bahan tambahan lain,
cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau

2. Kelarutan Bercampur dengan banyak pelarut polar.

43
3. pH Antara 5.0 dan 7.0

4. Cara Sterilisai Sterilisasi A

Pemanasan dalam autoklaf sediaan yang akan


disterilkan diisikan kedalam wadah yang
cocok, kemudian ditutup kedap.

Sterilisasi C

Penyaringan : larutan disaring melalui penyaring


bakteri steril, diisikan kedalam wadah akhir yang
steril, kemudian ditutup kedap dengan cara
teknik aseptik.

5. Indikasi Pelarut

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Produksi Sediaan Injeksi Phenobarbital Yang Baik


Cara memproduksi sediaan steril injeksi phenobarbital yang baik dilakukan
oleh apoteker bagian Research and Development (R&D) dimulai dari tahap
formulasi dengan merancang formula sediaan, menentukan metode

44
pembuatan, evaluasi yang akan dilakukan, merancang etiket serta kemasan dari
produk. Proses produksi oleh bagian produksi dipimpin oleh apoteker, dalam
melakukan proses produksi akan banyak melibatkan bagian-bagian atau
departemen-departemen di industri tersebut. Departemen yang dilibatkan dalam
proses produksi antara lain departemen Production Planning and Inventory
Control (PPIC), bertanggung jawab dalam pengadaan bahan baku. Departemen
Quality Assurance bertanggung jawab menjamin quality (kualitas), efficacy
(efektivitas), dan safety (keamanan) dari produk yang telah di buat. Departemen
Quality Control (QC), yang melakukan kontrol atau pengawasan terhadap mutu
suatu produk. Departemen QC terdapat dua unit yaitu, QC bahan awal
melakukan pemeriksaan terhadap bahan awal. Bahan awal baik berupa zat aktif
maupun zat tambahan yang datang dari pemasok diterima oleh petugas gudang,
seterusnya ihak gudang akan memeriksa kelengkapan dokumen, antara lain
berupa surat jalan, Purchasing Order (PO), sertifikat analisis bahan (CoA) dari
bahan awal tersebut serta tampilan fisik, kesesuaian label dengan bahan dan
kondisi bahan awal. Bila kelengkapan dokumen telah tersedia dan pemeriksaan
secara fisik telah memenuhi syarat, maka gudang akan membuat BPB (Bukti
Penerimaan Barang). BPB terdiri dari 4 rangkap yang seluruhnya diberikan
kepada departemen QC untuk dilakukan analisa dan untuk setiap bahan awal
dibuat nomor kontrol oleh warehouse. QC In Process Control (IPC) bertanggung
jawab dalam pengendalian kualitas produk dari produk awal (ketika proses
produksi masih berjalan) hingga produk ruahan. Pada kegiatan ini yang
melakukan sampling pada saat proses produksi adalah operator dari departemen
produksi. QC bahan kemas memiliki tanggung jawab yaitu malakukan pelulusan
atau penolakan (disposisi) barang masuk/incomingmaterial, melakukan IPC
pengemasan primer dan sekunder, dan menyimpan retain sample produk jadi.
Kemudian dilanjutkan ke departemen Research and Development Formulator
(RnD), formulasi mempunyai tugas menyiapkan, melakukan pengembangan
formula dan pengemasan untuk produk baru serta melakukan reformulasi untuk
produk-produk existing yang memerlukan perubahan. Terakhir departemen

45
produksi, bertanggung jawab terhadap proses pengolahan obat sejak bahan baku
mulai ditimbang oleh departemen gudang hingga pengemasan produk ruahan
yang kemudian akan disimpan ke gudang finished good.

3.2 Formulasi Sediaan Injeksi Fenobarbital


Komponen Nama Bahan Jumlah % Karakteristik Bahan

F1 F2 F3

Bahan Aktif Fenobarbital - 25 50 Hablur kecil atau serbuk putih


berkilat, tidak berbau, tidak berasa,
dapat terjadi polimorfisme, stabil
diudara, pH larutan jenuh kurang dari
5.

Phenobarbital 90 - - hablur berlapis, atau hablur berbentuk


Sodium granul, putih atau serbuk putih
higroskopis, tidak berbau, rasa pahit.
Larutan bersifat basa terhadap
fenolftalein dan terurai bila dibiarkan.

Pengkhelat Natrium EDTA - 0,0 0,0 Serbuk hablur, putih tidak berbau, rasa
05 10 agak asam

Pengatur pH NaOH q.s q.s 10 Putih atau praktis putih, massa melebur,
berbentuk pellet, serpihan atau batang
atau bentuk lain. Keras, rapuh dan
menunjukkan pecahan hablur. Bila
dibiarkan diudara, akan cepat menyerap
karbon dioksida dan lembab.

Hydroclorid Qs - - Cairan tidak berwarna, berasap, bau


Acid merangsang. Jikadiencerkan dengan air,
asap dan bau hilang.

Pelarut Gliserin - - 15 Cairan seperti sirup, jernih, tidak


Steril berwarna, tidak berbau, manis diikuti
rasa hangat, higroskopis, jika disimpan
beberapa lama pada suhu rendah dapat
memadat membentuk massa hablur
berwarna yang tidak hingga suhu

46
mencapai lebih kurang 20 derajat.

Ethanol 14 - - Cairan tak berwarna, jernih, ,udah


0 menguap dan mudah bergerak, bau khas,
rasa panas, mudah terbakar dengan
memberikan nyala biru yang tidak
berasap.

Propilen q.s 90 10 Cairan kental jernih, tidak berwarna, tidak


Glikol berbau, rasa agak manis, higroskopik.

Aqua Pro 40 10 90 Air untuk injeksi yang disterilkan dan


Injctio dikemas dengan cara yangsesuai, tidak
mengandung bahan antimikroba atau
bahan tambahan lain, cairan jernih, tidak
berwarna, tidak berbau

Karakteristik Sediaan F1: Larutan jernih tidak berbau, rasa pahit pH 10,2
F2: Larutan jernih, tidak berbau, rasa pahit pH 10
F3: Larutan jernih, tidak berbau, pH 9,6

Metode Sterilisasi akhir dengan menggunakan metode sterilisasi


panas basah dengan alat autoklaf.

Evaluasi Uji organoleptik, uji penetapan pH, uji kejernihan, uji


sterilisasi, uji keseragaman volume dan uji kebocoran

Sumber

Formula 1: Parker, M.G. et al. 2017. Stable Formulation Of Phenobarbital Sodium


Injection. Jurnal United States.

Formula 2: Ikasari, E. dkk. 2009. Optimasi Pelarut Campur (Propilen Glikol : air)
terhadap kestabilan fenobarbital dalam sediaan injeksi setelah proses
sterilisasi. Jurnal Media Farmasi Indonesia Vol 4 No 2.

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa pada F1 diperoleh larutan jernih,


tidak berbau, rasa pahit dan pH larutan 10,2. Pada F2 diperoleh larutan jernih, tidak
berbau, dan pH 10, dan pada F3 diperoleh larutan jernih, tidak berbau dengan pH 9,6.
Dilhat dari hasil yang diperoleh menggunakan formulasi F1, F2, dan F3 yang
didapatkan hasil larutan jernih, tidak berbau dan pH yang sedikit berbeda. Hal ini

47
berarti bahwa larutan yang dihasilkan sudah menunjukkan kestabilan yang baik dan
bisa disimpan dalam waktu lebih lama.
Dari ke tiga formulasi yang dibuat, F2 merupakan formulasi terbaik dengan
komponen pelarut air untuk injek 10%, propilen glikol 90%, dan bahan aktif
fenobarbital 25. Larutan yang diperolah ini sudah sesuai dengan literatur yang
menyebutkan bahwa injeksi fenobarbital dapat diformulasi dengan menggunakan
pelarut campur yaitu air untuk injeksi dan propilen glikol sebagai pelarut lipofil
dengan pebandingan penggunaan air untuk injeksi 10%, propilen glikol 90%, dan zat
aktif lebih sedikit dari propilen glikol. Komposisi yang tepat dari ketiga komponen
yang mampu memberikan stabilitas fenobarbital yang paling optimum (Reynold,
1982 : 816).
3.3 Alur Sarana Prasarana, Pengadaan, dan Sumber Daya Manusia(SDM)
3.3.1 Alur Sarana Prasarana
a. Pada setiap penerimaan dilakukan pemeriksaan visual tentang kondisi
umum, keutuhan wadah dan segelnya, ceceran dan kemungkinan
adanya kerusakan bahan, serta kesesuaian catatan pengiriman dengan
label dari pemasok. Sampel diambil oleh personil dengan metode yang
telah disetujui oleh kepala bagian Pengawasan Mutu.
b. Semua penerimaan, pengeluaran dan jumlah bahan tersisa dicatat.
Catatan tersebut berisi keterangan mengenai pasokan, nomor bets/lot,
tanggal penerimaan atau penyerahan, tanggal pelulusan dan tanggal
daluwarsa bila ada.
c. Wadah dari mana sampel bahan awal diambil hendaklah diberi
identifikasi.
d. Sampel bahan awal diuji pemenuhannya terhadap spesifikasi. Dalam
keadaan tertentu, pemenuhan sebagian atau keseluruhan terhadap
spesifikasi dapat ditunjukkan dengan sertifikat analisis yang diperkuat
dengan pemastian identitas yang dilakukan.

48
e. Dilakukan pemeriksaan terhadap semua wadah pada suatu pengiriman
berisi bahan awal dengan benar, dan dilakukan pengamanan terhadap
kemungkinan salah penandaan wadah oleh pemasok.
f. Bahan awal yang diterima dikarantina sampai disetujui dan diluluskan
untuk pemakaian oleh kepala bagian Pengawasan Mutu

3.3.2 Alur Pengadaan


Pengadaan barang di industri farmasi tidak dilakukan oleh bagian PPIC
(Production Planning and Inventory Control). Karena proses pembelian
bahan baku harus didasarkan pada rencana produksi, kapan produksi akan
dilakukan, kapasitas produksi, dan lain-lain. Mutu suatu obat ditentukan
oleh bahan baku yang akan digunakan. Setiap bahan baku yang masuk
akan di kontrol kualifikasinya, karena bahan baku yang tidak sesuai
dengan prosedur akan mempengaruhi mutu obat yang akan diproduksi.
Bahan baku yang diterima adalah bahan yang sudah dipemeriksa oleh
bagian Quality Control. Bahan yang tidak masuk spesifikasi akan
dikembalikan pada supplier dan bahan baku yang bagus akan dirubah
labelnya dari karantina menjadi release dan bisa dilanjutkan tahap
produksi.

3.3.3 Alur Sumber Daya Manusia (SDM)


Alur kerja personalia dalam proses produksi injeksi Phenobarbital ini
dimulai dari manufacturing dengan melihat permintaan marketing dan
stock oleh bagian QA, kemudian dilakukan proses rencana produksi dan
control persediaan, kemudian oleh QA dilakukan proses rencana produksi
untuk dilakukan pembelian bahan baku oleh QC dalam proses control.
Stelah pesanan yang dibeli datang diterima oleh bagian QC dan
dimasukkan dalam penyimpanan ruang bahan baku lalu dikarantina oleh
bagian produksi. Karantina dilakukan untuk pemeriksaan secara umum,

49
keutuhan wadah dan segelnya, adanya kerusakan bahan dan kesesuaian
catatan pengiriman dengan label pemasok. Setelah selesai dikarantina dan
diseleksi maka bahan baku ditimbang untuk pencampuran, lalu dilakukan
karantina kembali.
Produk antara dilakukan pengisisan dalam kapsul dengan jumlah
besar dan dilakukan karantina oleh QC dan bagian produksi, kemudian
dilakukan pengemasan yang selanjutnya dimasukkan kedalam
penyimpanan produk jadi dan dikarantina kembali sehingga produk siap
diedarkan.
3.4 Alur Produksi Sediaan Injeksi Phenobarbital
Produksi sediaan injeksi phenobarbital dilakukan dengan sterilisasi akhir
menggunakan metode sterilisasi panas basah dengan autoklaf pada suhu 98 oC
sampai 100oC. Proses produksi dipertanggung jawabkan oleh Manager QC
(Apoteker). Dibawa ini merupakan tahapan alur produksi sediaan injeksi
fenobarbital meliputi:
1. Sterilisasi yaitu sebelum dilakukan pembuatan sediaan injeksi alat-alat yang
akan digunakan harus disterilisasikan menggunakan autoklaf pada suhu 121
oC selama 15 menit.
2. Penimbangan yang dilakukan oleh petugas yang bertangung jawab terhadap
bahan baku dilakukan secara aseptif dibawah LAF. Menimbang bahan-bahan
apa saja yang dibutuhkan saat proses produksi.
3. Pencampuran saat ptoses dilakukan pada ruang yang tertutup dengan alat
mixing steril. Agar kesterilan bahan aktif tetap terjamin. Dilakukan selama 1
jam oleh personil yang bekerja harus dipilih dengan seksama agar tidak
menimbulkan bahaya bagi produk.
4. Penyaringan dolakukan agar sediaan akhir yang didapat benar-benar bebas
dari partikel kasar. Bisa 1 kali atau lebih menggunakan penyaring sintered
glass filter.

50
5. Pengisian larutan steril dilakukan secara otomatis dengan menggunakan
mesin pengisi. Tutup karet pada vial harus cocok dengan mulut wadah
kemudian di seal dengan aluminium.
6. Pengamatan visual dilakukan dengan indera penglihatan untuk mengamati
produk jadi dari suati sediaan. Yang diamati secara visual yaitu kelarutan,
kejernihan serta warna.
7. Pelabelan dan pengemasan untuk dapat menandakan suatu produk agar tidak
tertukar dan memudahkan dalam proses dokumentasi suatu produk.
Kemudian memberikan informasi tentang riwayat pembuatan lengkap dan
pengemasan produk harus steril agar mencegah terjadinya kontaminasi.
8. Produk akhir didaptkan produk akhir sediaan injeksi phenobarbital.

3.4.1 Hasil Evaluasi Sediaan Injeksi Phenobarbital


No Parameter Formula 1 Formula 2 Formula 3
yang
diperiksa

1. Uji Tidak berbau, Tidak berbau, Tidak berbau,


organoleptis rasa pahit, rasa pahit, jernih
(bau, rasa, jernih jernih
warna)

2. Uji pH 10,2 10 9,6

3. Uji sterilitas steril steril Steril

4. Uji kebocoran Tidak bocor Tidak bocor Tidak bocor

5. Uji kejernihan jernih jernih jernih

6. Uji - Sesuai yang Sesuai yang


keseragaman tertera pada tertera pada
volume etiket etiket

3.4.2 Penyimpanan

51
Sediaan injeksi phenobarbital yang sudah dikemas disimpan dalam
lingkungan kelembaban terkendali dan pada suhu yang sesuai. Injeksi
phenobarbital disimpan pada suhu ruang antara 20-25oC. Dijauhkan dari
kelembaban, cahaya matahari langsung, dan sumber panas dan tidak
dibekukan. Lingkungan kelembaban terkendali dan sediaan obat yang harus
disimpan pada suhu dingin dalam suatu lemari pendingin atau pembeku harus
ditempatkan dalam suatu wadah luar yang memenuhi persyaratan monografi
dari sediaan obat yang dikandungnya. Penyimpanan dipertanggung jawabkan
oleh Manager QA (Apoteker).

3.4.3 Distribusi
Untuk memastikan mutu sepanjang alur pendistribusian, maka kualitas
produk dipantau mulai dari produk masuk gudang hingga sampai di tangan
konsumen. Proses distribusi produk jadi kepada distributor dilakukan
berdasarkan packing list yang dikeluarkan oleh bagian marketing. Dalam hal ini
distributor akan mengirimkan order ke bagian marketing, kemudian marketing
akan memasukkan data pesanan dari distributor (placement order), setelah itu
akan dikeluarkan packing list-nya. Packing list ini kemudian akan dihitung nilai
rupiah dari barang yang akan didistribusikan oleh bagian keuangan, sedangkan
dari petugas gudang akan menyiapkan barang yang diminta dan order
distributor harus sudah sesuai dengan multipack berdasarkan packing list yang
diterima. Setelah barang yang diminta sudah siap, maka akan dibuat surat
panggilan ke distributor untuk mengambil barang. Setelah itu, bagian keuangan
akan melakukan pemotongan stok barang yang ada di dalam sistem (shipment)
dan mencetak invoice. Kemudian barang tersebut akan diserahkan kepada
distributor sesuai dengan jadwal yang ditentukan dan proses penyerahan barang
ke distributor dilakukan di ruang transito untuk dilakukan crosscheck
kesesuaian barang. Distribusi dipertanggung jawabkan oleh Manager QA
(Apoteker)

52
3.5 Formulasi Sediaan Injeksi Phenobarbital
⮚ Formulasi
R/Fenobarbital 25mg/ml
Natrium EDTA 0,005%

NaOH q.s (10-11)

Propilen Glikol 90%

Aqua pro Injeksi 10%

m.f injeksi ad 5ml

⮚ Karakteristik Sediaan : Dengan satu bagian propilen glikol tampak jernih


⮚ Metode : Sterilisasi dengan uap jenuh dalam otoklaf pada suhu 115 0C selama
30 menit
⮚ Evaluasi :
● Uji organoleptik : Dimbil sedikit sediaan injeksi, lalu teteskan
diatas plat tetes, kemudian diamati bau, warna, bentuk dan rasa.
● Uji pH: Dengan menggunakan pH meter, lalu diambil sedikit
sediaan injeksi,dan diberi kertas indikator universal. Kemudian
diamati perubahan warna yang terjadi pada kertas indikator universal.
● Uji kejernihan: Ampul dikocok, lalu cepat dibalik, kemudian
diletakkan sediaan pada latar belakang hitam/putih,kemudiandisinari
dari samping. Untuk memperjelas gunakan kaca pembesar. Jika
kotoran tidak terlihat, maka sediaan dinyatakan jernihd.
● Uji sterilitas : Cairan dari wadah uji dipindahkan dengan
menggunakan pipet / jarum suntik steril secara aseptik. Inokulasi
sejumlah tertentu bahan dari tiap wadah uji kedalam tabung
medialalu campur cairan dengan media. Kemudian diinokulasi
pada media tertentu seperti pada prosedur umum pada media
secara visual sesering mungkin. Sekurang-kurangnya pada hari ke 3, 4
dan pada hari terakhir dari masa uji. Syarat : Jika terjadi kekeruhan
atau terdapat pertumbuhan pada media maka sediaan tidak steril.
● Uji keseragaman volume : Diambil 5 wadah/lebih dgn volume 3 ml /
kurang. Lalu diambil isi tiap wadah dengan alat suntik hipodermik
kering berukuran dan dilengkapi dengan jarum suntik no 2; pasang
tidak kurang dari 2,5 cm. Seetelah itu, isi larutan suntik dapat
dipindahkan kedalam gelas piala kering yang telah ditara, vol dalam

53
ml diperoleh dari hasil perhitungan berat dalam g dibagi BJ cairan. Isi
dari 2/lebih wadah 1ml / 2 ml dapat digabungkan untuk mengukur dgn
menggunakan jarum suntik kering terpisah utk mengambil setiap
wadah. Syarat : vol tdk krg dr vol yang tertera pada wadah diuji satu
persatu vo yang tertera pada penandaan 5,0 ml vol yang dianjurkan
adalah 0,50 mlf.
● Uji kebocoran : Ampul dibenamkan dalam larutan zat warna ( 0,5 –1,0
% metilen blue ), lalu diberikan tekanan atmosfer sehingga
menyebabkan zat warna berpenetrasi ke dalam lubang.Kemudian
Cuci bagian luar ampul, lihat perubahan warna larutan dalam ampul.
Bila terjadi perubahan warna maka ampul bocor. Syaratnya: Ampul
yang tidak menyebabkan masuknya mikroorganisme atau kontaminan
lain yang berbahaya dan isinya tidak bocor.

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
1. produksi sediaan steril injeksi phenobarbital yang baik dilakukan oleh
apoteker bagian Research and Development (R&D) dimulai dari tahap
formulasi dengan merancang formula sediaan, menentukan metode
pembuatan, evaluasi yang akan dilakukan, merancang etiket serta kemasan
dari produk. Proses produksi oleh bagian produksi dipimpin oleh apoteker.
2. Komponen dan formulasi sediaan injeksi phenobarbital terdiri dari bahan
aktif (Phenobarbital), pengkhelat (Natrium EDTA), pengatur pH (NaOH),
Pelarut (Propilen Glikol dan Aqua Pro Injectio). Dibuat dengan Metode
sterilisasi akhir menggunakan metode sterilisasi panas basah dengan alat
autoklaf.
3. Pengadaan barang dan alur pada produksi sediaan injeksi phenobarbital
meliputi alur sarana dan prasarana pada proses menerimaan bahan awal.

54
Pada Alur pengadaan untuk bahan baku dilakukan oleh bagian PPIC
(Prodauction Planning and Inventory Control). Alur sumber daya manusia
dikelola departemen QA dan QC.
4. Produksi sediaan injeksi phenobarbital diawali pada tahap pengadaan
bahan baku oleh bagian quality control (QC), bahan yang memenuhi
spesifikasi diterima, selanjutnya dilakukan proses produksi yang dimuali
dari tahap sterilisasi, penimbangan, pencampuran, penyaringan, pengisian,
evaluasi dan pengemasan. Selama proses produkdi diawasi oleh manager
QC (apoteker), selanjutnya penyimpanan dan distribusi dilakukan serta
diawasi oleh manager QA (apoteker).
5. Formulasi sediaan injeksi phenobarbital meliputi komponen bahan aktif
(Phenobarbital), pengkhelat (Natrium EDTA), pengatur pH (NaOH), Pelarut
(Propilen Glikol dan Aqua Pro Injectio). Karakteristik sediaan larutan jernih
tidak berbau dengan pH 10. Metode yang digunakan pada sterilasi akhir
adalah sterilisasi panas basah dengan alat autoklaf, Tahap selanjutnya
melakukan evaluasi sediaan meliputi uji organoleptik, uji penetapan pH, uji
kejernihan, uji sterilisasi, uji keseragaman volume dan uji kebocoran.

4.2 Saran
Sebaiknya dalam pembuatan sediaan injeksi proses sterilisasi tetap
dipertahankan agar mutu obat tetap terjaga dan tujuan dari penggunaan
obat tercapai.

55
DAFTAR PUSTAKA

Agoes, G. 2009. Seri Farmasi Industri-2 Teknologi Bahan Alam. Penerbit ITB,
Bandung

BPOM RI.2017. Informasi Obat Nasional Indonesia (IONI). Badan Pengawasan


Obat Dan Makanan Republik Indonesia. Jakarta.
Farmakope Indonesia Edisi Keempat. 1995. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. 1979. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Harsono. 2001. Epilepsi, Edisi Pertama. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Ikasari, E dkk. 2009. Optimasi Pelarut Campur (Propilen Glikol : air) terhadap
kestabilan fenobarbital dalam sediaan injeksi setelah proses sterilisasi. Jurnal
Media Farmasi Indonesia Vol 4 No 2.

Katzung BG, Masters SB, Trevor, AJ. 2012. Basic & Clinical Pharmacology

56
Parker, M.G. et al. 2017. Stable Formulation Of Phenobarbital Sodium Injection.
Jurnal United States.

Reynold, J. E. F. 1982. Martindale, The Extra Pharmacopoeia. 28th Ed. London: The
Pharmaceutical Press

Wibowo, S dan Gofir, A. 2006. Obat antiepilepsi, dalam Hadi, G.P. 2015.Evaluasi efek
terapi obat anti epilepsi politerapi pada pasien epilepsi pediatrik rawat jalan di
instalasi kesehatan anak SRUO dr. Sardjito Yogyakarta, Skripsi, Fakultas
Farmasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia.

57
DISKUSI

1. Mengapa pada pembuatan sediaan injeksi Phenobarbital pelarut yang


digunakan tidak hanya air..? (Kel 2: Della Yulia Putra 20344157)
Jawaban Novella Dwi Saputri (20344152) :
Karena phenobarbital mudah mengalami hidrolisis oleh molekul air,
terjadinya hidrolisis ditandai dengan timbulnya endapan dalam sediaan, hal ini
menyebabkan stabilitas obat dalam sediaan cair dengan menggunakan pelarut
air akan menjadi kecil dan waktu simpan obat menjadi pendek.
Maka dengan penambahan pelarut semipolar seperti propilenglikol dalam
sediaan injeksi Phenobarbital dapat memperkecil terjadinya reaksi hidrolisis,
karena tingkat kepolaraan medium berkurang, sehingga Phenobarbital akan
lebih stabil dibandingkan produk hidrolisis, semakin kecil tingkat kepolaran
cairan pembawa maka sediaan injeksi Phenobarbital akan menjadi semakin
stabil.

2. Jelaskan metode sterilisasi yang digunakan pada pembuatan injeksi


phenobarbital ? (Kel 3: Marzuq Nasaruddin 20344162)
Jawaban Susanti (20344153) :
Metode sterilisasi yang digunakan pada pembuatan injeksi phenobarbital
adalah sterilisasi panas basah dengan menggunakan alat autoklaf. Sterilisasi
panas basah yaitu suatu proses sterilisasi yang menggunakan uap air. Uap air
tersebut didapat dari proses pemanasan air. Sterilisasi basah tersebut dapat
membunuh jasad renik atau mikroorganisme karena menyebabkan denaturasi
enzim-enzim didalam sel.

58
3. Secara garis besar pembuatan injeksi dibedakan menjadi aseptic dan non
aseptic.apa yang membedakan cara pembuatan obat tersebut ..? (kel 4: Sitti M
20344167)
Jawaban Umu Wafika Rohmah (20344154) :
● Aseptik prinsip mepertahankan bebas kuman pada pembedahan.
Suasana yang steril harus terus dilakukan supaya menghindari infesi
kuman patogen. Cara aseptic Digunakan bila bahan obatnya tidak
dapat disterilkan, karena akan rusak atau mengurai. Bahan obat Zat
pembawa (steril) Zat pembantu (steril) Alat untuk pembuatan (gelas)
Dicuci Disterilkan Dilarutkan (ruangSteril) Wadah (ampul, vial)
Dicuci Disterilkan Diisi Ditutup kedap Dikarantina Diberi etiket dan
dikemas Diperiksa
● Non aseptic cara dan tindakan yang diperlukan untuk mencapai
keadaan bebas kuman patogen. Aseptic Dilakukan proses sterilisasi
akhir. Bahan obat Zat pembawa Zat pembantu Alat untuk pembuatan
(gelas) Dicuci Dilarutkan (ruang Steril) Wadah (ampul, vial) Disaring
Dicuci Diisi Ditutup kedap Disterilkan Dikarantina Diberi etiket dan
dikemas Diperiksa

4. Hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan klasifikasi dan
pemantauan udara bersih diruang steril pada sediaan injeksi..? (kel 5: Neva
Elvendari 20344175)
Jawaban Siti Holisoh (20344155) :
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan klasifikasi dan
pemantauan udara bersih di ruang steril, sebagai berikut :
● Klasifikasi ruangan berbeda dengan pemantauan ruangan
● Klasifikasi ruangan adalah bagian dari kualifikasi awal fasilitas dan
biasanya juga dilakukan saat rekualifikasi rutin.
● Perlu mempunyai Protap yang mendefinisikan kondisi non operasional
dan

59
● operasional yang mungkin berbeda untuk tiap ruangan produksi dan
mencantumkan peralatan yang dipasang dan beroperasi serta jumlah
karyawan yang ada dalam tiap ruangan
● Klasifikasi dilakukan : operasional dan non-operasional
● Pengambilan sampel udara min. 1 m3 per lokasi untuk Kelas A
● Dipakai alat penghitung portable selang pendek
● Klasifikasi operasional dapat dilakukan selama : Kegiatan rutin, Media
fill dan Kondisi terburuk

5. Apa saja persyaratan dalam ruang steril pada pembuatan sediaan injeksi
phenobarbital..? (kel 8 : Dian Nurhayati 20344191)
Jawaban Junaidi Fatrizal (20344156) :
Ruangan steril harus memenuhi syarat sebagai berikut :
● Jumlah partikel berukuran 0,5 mikron tidak lebih dari 35.000 partikel
● Junlah jasad renik tidak lebih dari 100 per meter kubik udara
● Suhu 18-22℃
● Kelembaban 35-50%
● Dilengkapi High Efficiency Particuler Air (HEPA)Filter
● Tekanan udara di dalam ruang lebih positif dari pada tekanan udara di
luar ruangan

60

Anda mungkin juga menyukai