Anda di halaman 1dari 24

APLIKASI STATISTIK BOSE-EINSTEIN

Oleh:
Musydalifah (1830209040)

DosenPengampu:
Suhadi, M. Si

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG
2021
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Pujisyukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas paper yang
berjudul Aplikasi Statistik Bose-Einstein ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan paper ini adalah untuk memenuhi tugas
Bapak Suhadi, M. Si, pada mata kuliah Fisika Statistik. Selain itu, paper ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang Aplikasi Statistik Bose-Einstein bagi
pembaca dan juga bagi penulis.
Saya mengucapkan terimakasih kepada Bapak Suhadi, M. Si, selaku dosen
pada mata kuliah Fisika Statistik ini, yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni. Saya
juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membagi
Sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan paper ini.
Saya menyadari, paper yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi
kesempurnaan paper ini.

Palembang, 7 Februari 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
PEMBAHASAN ............................................................................................. 3
A. Distribusi Bose-Einstein ...................................................................... 3
B. Radiasi Benda Hitam............................................................................ 3
C. Gas Ideal Boson ................................................................................... 9
D. Kapasitas Zat Padat .............................................................................. 17
PENUTUP ....................................................................................................... 21
A. Kesimpulan ............................................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA

iii
PENDAHULUAN
Pesatnya perkembangan zaman dan teknologi menuntut manusia untuk
perfikir lebih kritis. Teknologi yang berkembang secara pesat dan terus-menerus
ini membuat ilmupengetahuan juga ikut berevolusi mengikuti perkembangan
zaman. Penyelesaian terhadap masalah yang lebih rinci dan rumit dalam
kehidupan sehari-hari yang tidak lepas dari peran penting ilmu pengetahuan, salah
satunya adalah fisika dan matematika.
Fisika statistik adalah ilmu yang mempelajari tentang sifat atau perilaku
sistem yang terdiri dari banyak partikel. Generalisasi perilaku partikel merupakan
ciri pokok dari pendekatan statistik. Fisika statistik digunakan dalam keadaan
setimbang dalam mengungkapkan informasi tentang kumpulan benda banyak
melalui lukisan makro dan lukisan mikro. Anggapan yang digunakan adalah
untuk sistem yang ada dalam keadaan setimbang, hasil pengamatan akan banyak
ditentukan konfigurasi keadaan makro yang mencerminkan ragam lukisan mikro
paling banyak atau konfigurasi dengan peluang yang terbesar (Viridi, 2010).
Perilaku materi secara makroskopik berhubungan era dengan sifat
mikroskopik, yang dapat diungkapkan melalui fisika statistik atau yang biasa
disebut hukum distribusi statistik. Penggambaran secara kwantitatif perilaku
materi tersebut dapat ditinjau melalui tiga hukum distribusi statistik, yaitu:
1. Hukum distribusi statistik Maxwell-Boltzmann
2. Hukum distribusi statistik Bose-Einstein
3. Hukum distribusi statistik Fermi-Dirac
Metode yang sering dipakai untuk meninjau sistem banyak partikel adalah
termodinamika dan fisika statistik. Pada fisika statistik, sifat-sifat makroskopik
suatu sistem seperti temperature T, tekanan p, energi E, dan lain-lain diturunkan
dari pengetahuan (asumsi) mengenai keadaan partakel-partikel penyusunnya. Kata
sifat statistik menunjukkan bahwa hasil-hasil dalam metode ini diperoleh dengan
mengambil nilai rata-rata dari keadaan banyak partikel (F.W Sears, 1975).
Pendekatan statistik mempunyai kaitan yang erat dengan termodinamika dan
teori kinetik. Untuk sistem-sistem partikel dimana energi partikel dapat ditentukan
dengan bantuan statistik, persamaankeadaan dan persamaan energi suatu subtansi

1
dapat diturunkan. Metode statistik tidak hanya dapat diterapkan pada molekul-
molekul, tapi juga pada foton, fonon (gelombang elastik dalam zat padat) dan
bahkan pada besaran-besaran mekanika kuantum yang lebih abstrak seperti fungsi
gelombang. Dalam konteks ini dapat digunakan tiga macam statistik yaitu
statistika klasik/semi klasik dari Maxwell-Boltzmann, statistika kuantum dari
Bose-Einstein dan statistika kuantumdari Fermi-Dirac (Fauzi, 2013).
Distribusi statistik Maxwell-Boltzmann menggambarkan jenis partikel
identik tidak dapat dibedakan, kategori partikel adalah energi klasik contohnya
molekul gas, ion dan atom. Distribusi statistik Bose-Einstein menggambarkan
jenis partikel tak berdekatan, identik dan tidak memenuhi prinsip eksklusi Pauli
yang artinya tidak ada larangan jumlah partikel menempati suatu keadaan energi.
Statistika Fermi-Dirac menjekaskan jenis partike lidentik dan tak terbedakan dan
memenuhi asas larangan Pauli.
Aplikasi fisika statistik banyak ditemukan dalam permasalahan fisika
seperti pada termodinamika, fisika kuantum, zat padat dan lain-lain. Statistik
Bose-Einstein diterapkan pada assembli boson, yaitu partikel kuantum dengan
spin yang merupan kelipatan bilangan bulat dari h. Contoh boson adalah foton dan
atom helium. Oleh karena banyaknya aplikasi statistika Bose-Einstein maka akan
dibahas aplikasi statistika Bose-Einstein pada paper ini.

2
PEMBAHASAN

A. Distribusi Bose-Einstein
Distribusi statistik Bose-Einstein menggambarkan jenis partikel tak
berdekatan, identik dan tidak memenuhi prinsip eksklusi Pauli yang artinya
tidak ada larangan jumlah partikel menempati suatu keadaan energi. Partikel
dapat digolongkan atas tiga jenis, yaitu partikel klasik atau boltzon, partikel
kuantum simetris klasik atau boson dan partikel taksimetris atau fermion (A.
Beiser, 1987).
Menurut Hakim (2010), Syarat berlakunya hukum distribusi Bose-
Einstein, yaitu; berlaku untuk partikel-partikel boson, yaitu semua partikel
yang memiliki fungsi gelombang simetrik: foton, fonon, 4He dan lain-lain;
statistik kuantum; tidak berlaku Asas Pauli (tidak ada Batasan jumlah partikel
yang dapat menempatis uatu status).
Hukum distribusi Bose-Einstein dapa tdituliskan sebagai berikut:
𝑔𝑖
𝑁𝑖 = 𝛽𝐸
𝐴𝑒 𝑖 − 1

Dengan 𝛽 = 1⁄𝑘𝑇 dan 𝐸𝑖 = ℎ𝑓

Jika suhu rendah maka nilai 𝐴𝑒 𝛽𝐸𝑖 ⋘ 1 sehingga pada kondisi tersebut
Hukum Distribusi Bose-Einstein sama dengan Hukum Distribusi Maxwell-
Boltzmann. Fungsi distribusi Bose-Einstein dituliskan,

1
𝑓𝑖 = ℎ𝑓
𝑒 ⁄𝑘𝑇 −1

B. Radiasi Benda Hitam


Dalam fisika benda hitam dikemukakan bahwa atom-atom di dalam
dinding benda itu mampu menyerap radiasi dan mengemisikannya kembali
secara sempurna. Penyerapan dan pengemisian radiasi berlangsung secara
kontinu hingga tercapai keadaan setimbang. Dalam keadaan setimbang, laju
penyerapan sama dengan laju pengemisian. Spektrum emisi itu diungkapkan
dengan intensitas sebagai fungsi panjang gelombang (Siregar, 2012).

3
Dalam interaksinya dengan material, radiasi sebagai partikel yang disebut
foton. Foton adalah kuantum gelombang elektromagnetik. Momentumnya
dirumuskan seperti ℎ⁄𝜆 dan energi ℎ𝑣, dimana 𝜆 dan 𝑣 masing-masing
adalah Panjang gelombang dan frekuensi radiasi tersebut. Radiasi benda
hitam dapat diasumsikan sebagai gas foton. Antar foton tidak ada interaksi,
interaksi hanya dengan atom dinding saja.
Menurut Abdullah (2007), Karena gelombang elektromagnetik memiliki
dua kemungkinan arah osilasi (polarisasi) yang saling bebas, maka kerapatan
keadaan foton dalam kotak merupakan dua kali kerapatan gelombang
stasioner, yaitu
8𝜋
𝑔(𝜆)𝑑𝜆 = 𝑑𝜆
𝜆4

Dengan demikian, jumlah foton dengan Panjang gelombang antara 𝜆 sampai


𝜆 + 𝑑𝜆 adalah
𝑔(𝜆)𝑑𝜆
𝑛(𝜆)𝑑𝜆 = 𝐸⁄
𝑒 𝑘𝑇 −1

Karena energi satu foron adalah 𝐸 = ℎ𝑐 ⁄𝜆 maka energi foton yang memiliki
panjang gelombang antara 𝜆 sampai 𝜆 + 𝑑𝜆 adalah

ℎ𝑐
𝐸(𝜆)𝑑𝜆 = 𝑛(𝜆)𝑑𝜆
𝜆
8𝜋ℎ𝑐 𝑑𝜆
= 5 ℎ𝑐⁄𝜆𝑘𝑇
𝜆 𝑒 −1

Ekspresi dalam persamaan diatas dikenal sebagai Hukum Radisi Plack


untuk distribusi spektral dari energi radiasi dalam suatu lingkungan tertutup
bertemperatur konstan.
1. Hukum Pergeseran Wien
Hukum pergeseran Wien menyatakan hasil kali panjang
gelombang maksimum (𝜆m) dengan temperatur (T) adalah kontan.
Penurunan hukum pergeseran Wien secara analitik didapatkan dari
penyeesaian persamaan kerapatan energi (U𝜆) dari hukum Plack (Gupta,
2003).

4
Menurut Abdullah (2007), Gambar 3 adalah plot E(𝜆) sebagai
fungsi 𝜆 pada berbagi suhu. Tampak bahwa E(𝜆) mula-mula naik,
kemudian turun setelah mencapai nilai maksimum pada panjang
gelombang 𝜆m. 𝜆m dapat ditentukan dengan mendiferensial E(𝜆) terhadap 𝜆
dan menyamakan 𝜆 dengan 𝜆m, atau

𝑑𝐸(𝜆)
] =0
𝑑𝜆 𝜆𝑚

Berdasarka persamaan distibusi Bose-Einsein, maka

𝑘𝑇 5 1
𝐸(𝜆) = 8𝜋ℎ𝑐 ( ) 5 1⁄𝑥
ℎ𝑐 𝑥 (𝑒 − 1)

Untuk memudahkan diferensiasi persamaan diatas dimisalkan x =kT / hc.


Dengan pemisalan maka dapat ditulis

𝑘𝑇 5 1
𝐸(𝜆) = 8𝜋ℎ𝑐 ( ) 5 1⁄𝑥
ℎ𝑐 𝑥 (𝑒 − 1)

𝑑𝐸(𝜆) 𝑑𝐸(𝜆) 𝑑𝑥 𝑘𝑇 𝑑𝐸(𝜆)


= =
𝑑𝜆 𝑑𝑥 𝑑𝜆 ℎ𝑐 𝑑𝑥

𝑘𝑇 𝑘𝑇 5 𝑑 1
= ( ) 8𝜋ℎ𝑐 ( ) ( 5 1⁄𝑥 )
ℎ𝑐 ℎ𝑐 𝑑𝑥 𝑥 (𝑒 − 1)

Agar terpenuhi dE/dλ=0 maka pada persamaan diatas harus terpenuhi

𝑑 1
( 5 1⁄𝑥 )=0
𝑑𝑥 𝑥 (𝑒 − 1)

Jika dilakukan diferensiasi secara seksama akan didapatkan hubungan


berikut ini.

(1 − 5𝑥)𝑒 1⁄𝑥 − 5 = 0

Dengan demikian 𝜆m memenuhi hubungan

𝜆𝑚 𝑘𝑇
= 0,194197
ℎ𝑐

Atau

5
ℎ𝑐
𝜆𝑚 𝑇 = 0,194197
𝑘

Dengan menggunakan nilai konstanta k = 1,38 x 10-23 J/K, h =


6,625 x 10-34 Js, dan c = 3 x 108 m/s maka kita peroleh

𝜆𝑚 𝑇 = 2,8 × 10−3 mK

Gambar 3. Spekrum radiasi benda hitam pada semua suhu

Persamaan diatas disebut Hukum pergeseran wien. Hukum ini


menjelaskan hubungan antara suhu benda dengan gelombang dengan
intensitas maksimum yang dipancarkan benda tersebut. Makin tinggi suhu
benda maka makin pendek gelombang yang dipancarkan benda tersebut,
atau warna benda bergeser ke arah biru.
Hukum pergeseran Wien telah dipakai untuk memperkirakan suhu
benda berdasarkan spektrum elektromagnetik yang dipancarkannya.
Energi yang dipancarkan benda diukur pada berbagai panjang gelombang.
Kemudian intensitas tersebut diplot terhadap panjang gelombang sehingga
diperoleh panjang gelombang yang memiliki intensitas terbesar. Panjang
gelombang ini selanjutnya diterapkan pada hukum pergeseran Wien guna
memprediksi suhu benda.

2. Persamaan Stefan-Boltzmann

6
Menurut Abdullah (2017), Sebuah benda hitam memancarkan
gelombang elektromagnetik pada semua jangkauan frekuensi dari nol
sampai tak berhingga. Hanya intensitas gelombang yang dipancarkan
berbeda-beda. Ketika panjang gelombang menuju nol, intensitas yang
dipancarkan menuju nol. Juga ketika panjang gelombang menuju tak
berhingga, intensitas yang dipancarkan juga menuju tak berhingga.
Intensitas gelombang yang dipancarkan mencapai maksimum pada saat
λ=λm. Sekarang kita akan menghitung energi total yang dipancarkan
oleh benda hitam. Energi total tersebut diperoleh dengan mengintegralkan
persamaan di atas dari panjang gelombang nol sampai tak berhingga, yaitu

𝐸 = ∫ 𝐸(𝜆)𝑑𝜆
0

1 𝑑𝜆
= 8𝜋ℎ𝑐 ∫ 5
𝜆 𝑒 ℎ𝑐/𝜆𝑘𝑇 − 1
0

Untuk menyelesaikan integral diatas dimisalkan 𝑦 = ℎ𝑐/𝜆𝑘𝑇.


Dengan pemisalan tersebut maka diperoleh ungkapan-ungkapan berikut ini

1 𝑘𝑇
= 𝑦
𝜆 ℎ𝑐
1 𝑘𝑇 5 5
=( ) 𝑦
𝜆5 ℎ𝑐
𝑘𝑇 1
𝜆= 𝑑𝑦
ℎ𝑐 𝑦 2

Sekarang kita tentukan syarat batas yang berlaku bagi y. Saat λ = 0 maka y
= ∞ dan saat λ = ∞ maka y = 0. Dengan demikian, dalam variable y
integralnya menjadi

∞ ℎ𝑐
𝑘𝑇 5 5 (− 𝑘𝑇𝑦 2) 𝑑𝑦
𝐸 = 8𝜋ℎ𝑐 ∫ ( ) 𝑦
ℎ𝑐 𝑒𝑦 − 1
0

7

𝑘𝑇 4 𝑘𝑇 𝑦 3 𝑑𝑦
= 8𝜋ℎ𝑐 ( ) ( ) ∫ − 𝑦
ℎ𝑐 ℎ𝑐 𝑒 −1
0


𝑘𝑇 4 𝑦 3 𝑑𝑦
= 8𝜋ℎ𝑐 ( ) ∫ 𝑦
ℎ𝑐 𝑒 −1
0

Persamaan di atas merupakan kerapatan energi foton di dalam kotak.


Hubungan antra kerapatan energi yang diradasi dengan energi foton dalam
kotak adalah
𝑐
𝐸𝑟𝑎𝑑 = 𝐸
4

2
𝑘 4 𝑦 3 𝑑𝑦
= 2𝜋ℎ𝑐 ( ) ∫ 𝑦
ℎ𝑐 𝑒 −1
0


𝑘 4
2
𝑦 3 𝑑𝑦 4
= [2𝜋ℎ𝑐 ( ) ∫ 𝑦 ]𝑇
ℎ𝑐 𝑒 −1
0

Persamaan diatas sangat mirip dengan persamaan Stefan-Boltzman tentang


energi yang diradiasi benda hitam, yaitu dengan Erad=σT4 σ konstanta
Stefan-Boltzmann. Jadi, pada persamaan diatas kita dapat menyamakan

2
𝑘 4 𝑦 3 𝑑𝑦
σ = 2𝜋ℎ𝑐 ( ) ∫ 𝑦
ℎ𝑐 𝑒 −1
0

dengan menggunkan intruksi sederhana matematika didapatkan



𝑦 3 𝑑𝑦
∫ 𝑦 = 6,49394
𝑒 −1
0

Selanjutya, dengan memasukkan nilai konstanta-konstanta lain k = 1,38 x


10-23 J/K, h = 6,625 x 10-34 J s, dan c = 3 x 108 m/s di dapatkan nilai
konstanta Stefan-Boltzmann

σ = 5,65 x 10−8 W/m2 K 4

8
C. Gas Ideal Boson
Gas ideal boson merupakan kumpulan boson bebas. Boson bebas artinya
interaksi antar boson dapat diabaikan dibandingkan dengan energi kinetik
energi internal yang dimiliki boson. Contoh gas ideal boson adalah assembli
foton dan fonon (Abdullah, 2017).

Suhu Rendah
Energi suatu partikel gas ideal boson adalah energi kinetik (translasi) saja,
yakni 𝐸 = ℎ2 𝑘 2 ⁄2𝑚. Kerapatan keadaan gas boson adalah sama dengan gas
ideal

2𝑚 3⁄2 1
𝑔(𝐸) = 2𝜋𝑉 ( 2 ) 𝑒 2

Jumlah partikel boson

1
𝑁 = ∑ 𝑛𝑖 ( 𝐸𝑖 ) = ∑
𝑒𝛽(𝐸𝑖 −𝜇) −1
𝑖 𝑖

Karena tingkat-tingkat energinya kontinu maka

𝑁 = ∫ 𝑛(𝐸)𝑔(𝐸)𝑑𝐸

𝑔(𝐸)
=∫ 𝑑𝐸
𝑒𝛽(𝐸𝑖 −𝜇) − 1
0

Karena N tetap maka potensial kimiawi harus bergantung pada suhu: 𝜇 =


𝜇(𝑇).
Jumlah partikel dalam persamaan diatas,
∞ 1
2𝑚 3⁄2 𝐸2
𝑁 = 2𝜋𝑉 ( 2 ) ∫ 𝛽(𝐸 −𝜇) 𝑑𝐸
ℎ 𝑒 𝑖 −1
0

∞ 1
2𝑚 3⁄2 𝑥2
= 2𝜋𝑉 ( 2 ) ∫ −1 𝑥 𝑑𝑥
ℎ 𝑧 𝑒 −1
0

Nyatakanlah

9
𝑉
𝑁= 𝑞3 (𝑧)
𝜆3 2

Di mana

1 𝑥 𝑛−1
𝑞𝑛 (𝑧) = ∫ −1 𝑥 𝑑𝑥
Γ(𝑛) 𝑧 𝑒 − 1
0

Disebut fungsi polilogaritma.


Sekarang, jika 𝑇 → 0, 𝜇 → 0 atau 𝑧 → 1, 𝑞3 (𝑧) ditentukan sebagai berikut.
2

∞ ∞
1 𝑥 𝑛−1 1 𝑧𝑒 −𝑥 𝑥 𝑛−1
𝑞𝑛 (𝑧) = ∫ 𝑑𝑥 = 𝑞𝑛 (𝑧) = ∫ 𝑑𝑥
Γ(𝑛) 𝑧 −1 𝑒 𝑥 − 1 Γ(𝑛) 1 − 𝑧𝑒 −𝑥
0 0

Nyatakanlah

1
= ∑ 𝑧 𝑚 𝑒 −𝑚𝑥
1 − 𝑧𝑒 −𝑥
𝑚

sehingga
∞ ∞
𝑧
𝑞𝑛 (𝑧) = ∫ 𝑑𝑥𝑒 −𝑥 𝑥 𝑛−1 ∑ 𝑧 𝑚 𝑒 −𝑚𝑥
Γ(𝑛)
0 𝑚=0
∞ ∞
1
= ∑ 𝑧 𝑚 ∫ 𝑑𝑥 𝑒 −𝑚𝑥 𝑥 𝑛−1
Γ(𝑛)
𝑚=1 0
∞ ∞
1 𝑧𝑚
= ∑ 𝑛 ∫ 𝑑𝑢 𝑒 −𝑢 𝑢𝑛−1
Γ(𝑛) 𝑚
𝑚=1 0

dimana 𝑢 = 𝑚𝑥. Ingat bahwa definisi fungsi gamma adalah



∫0 𝑑𝑢 𝑒 −𝑢 𝑢𝑛−1 = Γ(𝑛). Jadi,

𝑧𝑚
𝑞𝑛 (𝑧) = ∑
𝑚𝑛
𝑚=1

Untuk z = 1

𝑞𝑛 (1) = 𝜍(𝑛)

10
3 3
adalah fungsi zeta dari Riemann. Untuk 𝑛 = 2 , 𝑞3 (1) = 𝜍 (2) = 2,612.
2

Dengan demikian maka persamaannya menjadi


3
3 𝑉 2𝜋𝑚𝑘𝐵 𝑇𝐶 2
𝑁 = 𝜍 ( ) 3 = 2,612𝑉 ( ) = 𝑁𝑒𝑘𝑠𝑚𝑎𝑥
2 𝜆 ℎ2

dimana 𝑇𝐶 adalah suhu kritis di mana z = 1(maksimum) atau potensial


kimiawi 𝜇 = 0 (maksimum). Jumlah N dalam persamaan diatas adalah sama
dengan jumlah maksimum partikel tereksitasi, 𝑁𝑒𝑘𝑠𝑚𝑎𝑥 . Suhu kritis itu dapat
dinyatakann seperti
2
ℎ2 𝑁 3
𝑇𝐶 = ( )
2𝜋𝑚𝑘𝐵 2,612𝑉

Untuk suhu 0 ≤ 𝑇 ≤ 𝑇𝐶 potensial kimiawi 𝜇 = 0. Jika suhu dinaikkan, 𝑇 <


𝑇𝐶 , jumlah partikel tereksitasi tidak bertambah karena 𝜇 < 0. Pada suhu 𝑇 <
𝑇𝐶 jumlah partikel teresitasi adalah
3
𝑇 2
𝑁𝑒𝑘𝑠 = 𝑁( ) ; 𝑇 ≤ 𝑇
𝑇𝐶

Partikel-partikel boson yang tidak tereksitasi berada pada keadaan dasar E =


0. Sesuai dengan persamaan diatas jumlah partikel itu adalah
1 𝑧
𝑁0 = 𝑛(0) = =
𝑒 −𝛽𝜇 − 1 1−𝑧

dengan 𝑧 = 𝑒 𝛽𝜇 . Jika 𝑇 → 0, 𝜇 → 0 atau 𝑧 → 1 maka 𝑛(0) → 𝑁. Artinya,


pada suhu 𝑇 < 𝑇𝐶 , jumlah partikel pada keadaan dasar adalah
3
𝑇 2
𝑁0 = 𝑁 − 𝑁𝑒𝑘𝑠 = 𝑁 [1 − ( ) ] ; 𝑇 ≤ 𝑇𝐶
𝑇𝐶

Persamaan diatas menunjukkan bahwa jika suhu diturunkan mulai dari 𝑇𝐶 ,


partikel boson mulai terkondensasi di keadaan dasar, dan jumlah partikel di
keadaan dasar itu terus bertambah jika T→0K. Ketika semua atau hampir
semua partikel bertumpuk di keadaan dasar, maka keseluruhan partikel itu
berbagi fungsi keadaan dasar dan oleh sebab itu berkelakuan sebagai suatu

11
partikel tunggal. Inilah yang disebut kondensasi Bose-Einstein (K. Huang,
1987).

Suhu Tinggi
Meninjau gas boson pada suhu tinggi, 𝑧 = 𝑒 𝛽𝜇 ≪ 1. dari persamaan
jumlah partikel
3 ∞ 1 3 ∞ 1
2𝑚 2 𝐸2 2𝑚 2 𝐸 2 𝑒 −𝛽(𝐸−𝜇)
𝑁 = 2𝜋𝑉 ( 2 ) ∫ 𝛽(𝐸−𝜇) 𝑑𝐸 = 2𝜋𝑉 ( 2 ) ∫ 𝑑𝐸
ℎ 𝑒 −1 ℎ 1 − 𝑒 −𝛽(𝐸−𝜇)
0 0

Misalkan 𝑥 = 𝛽𝐸 maka
3 ∞ 1
2𝑚 2 𝑧 𝑥 2 𝑒 −𝑥
𝑁 = 2𝜋𝑉 ( 2 ) 3 ∫ −𝑥
ℎ 𝛽 2 1 − 𝑧𝑒 0

Karena 𝑧 = 𝑒 𝛽𝜇 ≪ 1, maka dapat dilakukan ekspansi


3 ∞
2𝑚 2 𝑧 1
𝑁 = 2𝜋𝑉 ( 2 ) 3 ∫ 𝑥 2 𝑒 −𝑥 (1 + 𝑧𝑒 −𝑥 + ⋯ )𝑑𝑥
ℎ 𝛽2 0

3 ∞
2𝑚 2 𝑧 2 2
= 2𝜋𝑉 ( 2 ) 3 ∫ 2𝑢2 𝑒 −𝑢 (1 + 𝑧𝑒 −𝑢 + ⋯ )𝑑𝑥
ℎ 𝛽2 0

Dari x = u2. Tampak bahwa integral diatas adalah integral Gauss, di mana


𝑢2 (2𝑛 − 1)! 𝑎 2𝑛+1
∫ 𝑢2𝑛 𝑒 − 𝑎 𝑑𝑢 = √𝜋 ( )
𝑛! 2
0

Akhirnya diperoleh

𝑧 𝑧
𝑁=𝑉 (1 + +⋯)
𝜆3 2√2

Dengan

1
2
𝛽ℎ2 2 ℎ2
𝜆=( ) =( )
2𝜋𝑛 2𝜋𝑛𝑘𝐵 𝑇
Adalah panjang gelombang termal partikel boson.

12
Energi gas ideal boson adalah

𝑈 = ∫ 𝑛(𝐸)𝐸𝑔(𝐸)𝑑𝐸


𝐸𝑔(𝐸)
=∫ 𝑑𝐸
𝑒𝛽(𝐸−𝜇)
−1
0

Merupakan energi gas boson sebagai fungsi suhu dan potensial kimiawi.
Sedangkan tekanan gas boson

1
𝑝𝑉 = ln 𝐸
𝛽


1
= − ∫ 𝑔(𝐸)ln (1 − 𝑒 𝛽(𝐸−𝜇) )𝑑𝐸
𝛽
0

2𝑚 3⁄2 1
Mengingat 𝑔(𝐸) = 2𝜋𝑉 ( ℎ2 ) 𝐸2, maka integral parsial akan

menghasilkan

2 𝐸𝑔(𝐸) 2
𝑝𝑉 = ∫ 𝛽(𝐸−𝜇) 𝑑𝐸 = 𝑈
3 𝑒 −1 3
0

Persamaan di atas secara implisit merupakan persamaan gas boson.

Sehubung dengan energi, dari persamaan diatas


∞ ∞
𝐸𝑔(𝐸) 2𝑚 3⁄2 𝐸 3/2
𝑈 = ∫ 𝛽(𝐸−𝜇) 𝑑𝐸 = 2𝜋𝑉 ( 2 ) ∫ 𝛽(𝐸−𝜇) 𝑑𝐸
𝑒 −1 ℎ 𝑒 −1
0 0


2𝑚 3⁄2 𝑧 𝑥 3/2 𝑒 −𝑥
= 2𝜋𝑉 ( 2 ) ∫ 𝑑𝑥
ℎ 𝛽 5/2 1 − 𝑧𝑒 −𝑥
0

Atau

2𝑚 3⁄2 𝑧 3
𝑈 = 2𝜋𝑉 ( 2 ) ∫ 𝑥 2 𝑒 −𝑥 (1 + 𝑧𝑒 −𝑥 + ⋯ )𝑑𝑥
ℎ 𝛽 5/2
0

Selanjutnya dengan menggunakan integral Gauss diperoleh

13
𝑉 3𝑧 𝑧
𝑈= (1 + +⋯)
𝜆3 2𝛽 4√2
Mengingat 𝑧 ≪ 1 pada suhu tinggi dan 𝑁𝜆3 ⁄𝑉 ≪ 1, maka dapat dilakukan
pendekatan
𝜆3 𝑁 1 𝜆3 𝑁
𝑧= (1 − +⋯)
𝑉 2√2 𝑉
Subsitusikan ke persamaan diatas akan menghasilkan
3 1 𝜆3 𝑁
𝑈 = 𝑁𝑘𝐵 𝑇 (1 − +⋯)
2 4√2 𝑉
Berdasarkan persamaan diatas, tekanan adalah

1 𝜆3 𝑁
𝑝𝑉 = 𝑁𝑘𝐵 𝑇 (1 − +⋯)
4√2 𝑉

Selisih antara 𝑁𝑒𝑘𝑠𝑚𝑎𝑥 dan N adalah



1 1
𝑁𝑒𝑘𝑠𝑚𝑎𝑥 − 𝑁 = ∫ [ − ] 𝑔(𝐸)𝑑𝐸
𝑒𝛽𝜇 − 1 𝑒𝛽(𝐸−𝜇) − 1
0

Persamaan diatas dapat dituliskan


∞ 1
2𝑚 3⁄2 −𝛽𝜇 𝑒 𝛽𝜇 𝐸 2
𝑁𝑒𝑘𝑠𝑚𝑎𝑥 − 𝑁 = 2𝜋𝑉 ( 2 ) (𝑒 − 1) ∫ 𝛽𝜇 𝑑𝐸
ℎ (𝑒 − 1)(𝑒𝛽(𝐸−𝜇) − 1)
0

Dengan pendekatan itu maka



2𝑚 3⁄2 1
𝑁𝑒𝑘𝑠𝑚𝑎𝑥 − 𝑁 ≈ 2𝜋𝑉 ( 2 ) (−𝛽𝜇) ∫ 1 𝑑𝐸
ℎ 𝐸 2 (𝐸 − 𝜇)
0

Misalkan E = x2 maka
∞ ∞
1 𝑑𝑦 2 −1
𝑥 ∞ 𝜋
∫ 1 𝑑𝐸 = 2 ∫ 2
= 𝑡𝑎𝑛 ( ) =
𝐸 2 (𝐸 − 𝜇) 𝑥 − 𝜇 √−𝜇 √−𝜇 0 √−𝜇
0 0

Jadi,

2𝑚 3⁄2
2
𝑁𝑒𝑘𝑠𝑚𝑎𝑥 − 𝑁 ≈ 2𝜋 𝑉 ( 2 ) 𝑘𝐵 𝑇√−𝜇

14
Sehingga diperoleh

ℎ6 𝑁𝑒𝑘𝑠𝑚𝑎𝑥 − 𝑁 2 1 2
𝜇≈− ( ) ( )
32𝜋 2 𝑚3 𝑉 𝑘𝐵 𝑇
3
1 𝑇𝐶 2
≈− {2.621 [1 − ( ) ]} 𝑘𝐵 𝑇; 𝑇 > 𝑇𝐶
4𝜋 𝑇

Dalam gambar 1 (a) diperihatkan 𝜇 sebagi fungi T dan dalam gambar 1 (b) 𝑁0
dan 𝑁𝑒𝑘𝑠 sebagai fungsi T.

Gambar 1. (a) Kurva 𝜇 sebagai fungsi T, dan (b) jumlah partikel boson di
keadaan dasar dan keadaan tereksitasi sebagai fungsi T.

Energi total partikel boson untuk suhu tinggi T>TC diperoleh dari
persamaan diatas. Energi total pada T<TC adalah

∞ 3
2𝑚 3⁄2 𝐸2 𝑉1 5
𝑈 = 2𝜋𝑉 ( 2 ) ∫ 𝛽(𝐸−𝜇) 𝑑𝐸 = 3 𝜍 ( )
ℎ 𝑒 −1 𝜆 𝛽 2
0

Berdasarkan persamaan di atas, V/  = Neks / 2,612, sedangkan  (5/ 2)


=2,011, maka

15
3
𝑇 2
𝑈 = 0,77𝑁𝑒𝑘𝑠 𝑘𝐵 𝑇 = 077𝑁𝑘𝐵 𝑇 ( )
𝑇𝐶
3
𝑇 2
= 0,77𝑛𝑅𝑇 ( ) ; 𝑇 > 𝑇𝐶
𝑇𝐶
Kalor jenis molar adalah
3
1 𝜕𝑈 𝑇 2
𝐶𝑉 = ( ) = 1,952𝑅 ( ) ; 𝑇 > 𝑇𝐶
𝑛 𝜕𝑇 𝑉 𝑇𝑐
Gambar grafik molar zat boson

Gambar 2. Kalor jenis molar gas boson ideal.


Gambar 2 memperlihatkan kapasitas kalor molar sebagai fungsi suhu.
Terlihat bahwa sebagai akibat dari sifat potensial kimiawi μ, terjadi transisi
kalor jenis molar CV di T=TC. Pada T yang tinggi sekali CV menuju ke harga
gas ideal klassik (K. Huang, 1987).

D. Kapasitas Zat Padat


Zat padat adalah sistem dari sejumlah besar atom atau molekul yang
posisinya masing-masing dalam keadaan setimbang karena gaya-gaya kohesi
yang kuat hasil dari interaksi listrik. Gerakan yang ada adalah gerak individu
dalam bentuk vibrasi kecil disekitar kedudukan setimbangnya. Karena gaya
kohesi yang kuat, vibrasi satu atom berdampak terhaddap ato tetangganya.
Oleh sebab itu vibrasi berlangsung secara kolektif itu membenntuk

16
gelombang berdiri dalam zat padat; frekuensinya membentuk spektrum
diskrit dengan spasi yang sangat kecil sehingga dapat dipandang kontinu.
Karena vibrasi itu berkaitan dangan sifat elastik bahan, maka gelombangnya
menjalar dengan kecepatan bunyi. Gelombang demikian dinyatakan sebagai
partikel yang disebut fonon (Siregar, 2012).
Untuk gelombang transversal berlaku rumusan untuk fonon,
8𝜋𝑉 2
𝑔𝑡 (𝑣)𝑑𝑣 = 𝑣 𝑑𝑣
𝑣𝑡3
Dan untuk gelombang longitudinal:
4𝜋𝑉 2
𝑔𝑡 (𝑣)𝑑𝑣 = 𝑣 𝑑𝑣
𝑣𝑙3
Jumlah keseluruhan modus dalam daerah frekuensi antara v dan v+dv adalah
1 2
𝑔(𝑣)𝑑𝑣 = 4𝜋𝑉 ( 3 + 3 ) 𝑣 2 𝑑𝑣
𝑣𝑙 𝑣𝑡
Jika N adalah jumlah atom dalam zat padat, maka modus vibrasi harus
digambarkan dalam 3N buah posisi koordinat atom. Jadi, jumlah modus
vibrasi adalah 3N, sehingga
𝑣0 𝑣0
1 2
3𝑁 = ∫ 𝑔(𝑣)𝑑𝑣 = 4𝜋𝑉 ( 3 + 3 ) ∫ 𝑣 2 𝑑𝑣
𝑣𝑙 𝑣𝑡
0 0

Atau
1 2 𝑣03
3𝑁 = 4𝜋𝑉 ( 3 + 3 )
𝑣𝑙 𝑣𝑡 3
di mana v0 disebut frekuensi cut-off. Selanjutnya persamaan jumlah
keseluruhan modus dalam daerah frekuensi antara v dan v+dv dapat
dituliskan seperti:
9𝑁 2
𝑔(𝑣)𝑑𝑣 = 𝑣 𝑑𝑣
𝑣03
Jadi jumlah fonon berenergi hv dalam daerah frekuensi antara v dan v+dv
dalam kesetimbangan suhu pada T adalah
𝑔(𝑣)𝑑𝑣 9𝑁 𝑣 2 𝑑𝑣
𝑑𝑛 = ℎ𝑣/𝑘𝑇 =
𝑒 − 1 𝑣03 𝑒 ℎ𝑣/𝑘𝑇 − 1

17
Total energi vibrasi dalam daerah frekuensi itu adalah
9𝑁 𝑣 3 𝑑𝑣
𝑑𝑈 = ℎ𝑣𝑑𝑛 =
𝑣03 𝑒 ℎ𝑣/𝑘𝑇 − 1
Sehingga total energi vibrasi seluruh modus adalah
𝑣0
9𝑁ℎ 𝑣 3 𝑑𝑣
𝑈 = 3 ∫ ℎ𝑣/𝑘𝑇
𝑣0 𝑒 −1
0

Selanjutnya dapat ditentukan kapasitas kalor zat padat pada volume tetap
adalah:
𝑣0
1 𝜕𝑈 9𝑁𝐴 ℎ2 𝑉 4 𝑒 ℎ𝑣/𝑘𝑇
𝐶𝑉 = ( )𝑉 = 3 2 ∫ ℎ𝑣/𝑘𝑇 𝑑𝑣
𝑛 𝜕𝑇 𝑣0 𝑘𝑇 𝑒 −1
0

di mana n menyatakan jumlah mole dan n=N/NA,, NA adalah bilangan


Avogadro.
Dengan menyatakan D=hvo/kB sebagai suhu Debey, kNA=R, dan x=hv/kBT
maka
𝛩𝐷 /𝑇
𝑇 𝑥4𝑒 𝑥
𝐶𝑉 = 9𝑅( )3 ∫ 𝑥 𝑑𝑥
𝛩𝐷 𝑒 −1
0

Kurva CV sebagai fungsi T/D diperlihatkan dalam Gambar 4 Ternyata


kurva di atas dipenuhi oleh padatan-padatan Ag, Al, C(grafit), Al2O3 dan KCl.
Suhu Debey untuk padatan-padatan ini adalah seperti tabel di bawah ini.

Gambar 4. Cv sebagai fungsi suhu.

18
Tabel 1. Suhu Debey dari beberapa jenis padatan
Jenis padatan 𝛩𝐷 (𝐾) Jenis padatan 𝛩𝐷 (𝐾)
Ag 225 Ge 336
Au 165 Na 159
C(grafit) 1860 Ni 456
Cu 339 Pt 229

Dari kurva di atas terlihat bahwa pada suhu D atau di atasnya, kapasitas
kalor semua zat adalah 3R ; hal ini sesuai denga hukum Dulong-Petit yang
dikemukakan pada abad 19. Hal ini juga sesuai dengan prinsip ekipartisi
energi, karena kBT>>hvo=kBD, maka energi vibrasi per derajat kebebasan
adalah 2(½kBT)=kBT, dan untuk 3 derajat kebebasan dari setiap atom adalah
3kBT. Oleh sebab itu, energi dalam adalah

𝑈 = 𝑁(3𝑘𝐵 𝑇) = 3𝑛𝑅𝑇

Yang berkaitan dengan CV = 3R.

19
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan tentang Aplikasi Statistik Bose-Einstein dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Fisika statistik adalah ilmu yang mempelajari tentang sifat atau perilaku
sistem yang terdiri dari banyak partikel. Generalisasi perilaku partikel
merupakan ciri pokok dari pendekatan statistik. Pendekatan statistik
mempunyai kaitan yang erat dengan termodinamikadan teori kinetik
2. Dalam statistika statistik dikenal 3 hukum distibusi statistik, yaitu:
a Hukum distribusi statistik Maxwell-Boltzmann
b Hukum distribusi statistik Bose-Einstein
c Hukum distribusi statistik Fermi-Dirac
3. Statistik Bose-Einstein diterapkan pada assembli boson, yaitu partikel
kuantum dengan spin yang merupan kelipatan bilangan bulat dari h.
Contoh boson adalah foton dan atom helium. Statistik Bose-Einstein juga
aplikasikan pada permasalahan fisika seperti pada termodinamika, fisika
kuantum, zat padat dan lain-lain.
4. Statistika Bose-Einstein dapat digukan dalam menentukan
suhu/menentukan panas dan juga pada kapasitas termal zat padat.

20
DAFTAR PUSTAKA
A. Baiser. 1987. Concept of Modern Physics. McGraw: Hill.
Abdullah, Mikrajuddin. 2007. Pengantar Fisika Statistik untuk Mahasiswa.
Bandung: ITB.
Abdullah, Mikrajuddin. 2017. Mekanika Statistik. Bandung: ITB.
Fauzi, Ahmad. 2013. Fisika Statistik. Padang: Universitas Negeri Padang.
F. W. Sears dan G. L. Salinger. 1975. Thermodynamics, Kinetic Theory, and
Statistical Thermodynamics. Addison: Wesley.
Gupta, Shashikant. 2003. Blackbody Radiation. Indian Institute of Sciense,
Bangalore India.
Hakim, Ikmalul. 2010. Aplikasi Statistika Bose-Einstein Pada Kapasitas Termal
Zat Padat.
K. Huang, Statistical Mechanics, John Wiley & Son 1987
Siregar, Rustam E. 2012. Fisika Statistik. Bandung: UNPAD.
Viridi, Sparisoma, dkk. 2010. Catatan Kuliah Fisika Statistik. Bandung: ITB.

Anda mungkin juga menyukai