Anda di halaman 1dari 33

Shindy Apriliany 1

[RESUME WEBINAR PD IAI JABAR X PAFI JABAR 18 Agustus 2021]


Junjung Praktik Profesi Hati Hati Tidak Sesuka Hati dan Etik Disiplin Apoteker
Indonesia Cerminan Jati diri
Tema "Binwasdik Pemangku Kepentingan Terhadap Kinerja Tenaga
Kefarmasian pada Sarana Kefarmasian berbasis Resiko di Jawa Barat"
PD IAI : Pengurus Daerah Ikatan Apoteker Indonesia
PAFI : Persatuan Ahli Farmasi Indonesia
SESI 1 Moderator Pak Rahmat
MATERI 1
Aspek-aspek perundang undangan di bidang kefarmasian dan alat kesehatan
Pemateri : Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat → dr. R. Nina Susana Dewi,
Sp.PK(K), M.Kes, MMRS
Peraturan Peraturan di Bidang Kefarmasian dan Alat Kesehatan
• Hierarki peraturan perundang-undangan (UU No 12 Tahun 2011 tentang pembentukan
peraturan perundang-undangan) : UUD 1945 – Tap MPR – UU/Perpu – Peraturan
Pemerintah – Peraturan Presiden – Perda Provinsi – Perda Kabupaten / Kota
• Sarana kefarmasian di jabar yang paling banyak itu apotek dan disusul dengan toko
obat dan posisi terendah yaitu took alkes.
• UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah daerah → yang melakukan pembinaan di
kabupaten kota itu presiden di bantu gubernur. Urusan pemerintah pusat : pembinaan
pengawasan terhadap urusan pemerintah daerah,

• Regulasi Kefarnasian
UU No 36 Tahun 2009 tentang kesehatan
PP No 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian
Terkait standar pelayanan kefarmasian :
Permenkes 74 Tahun 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian di Puskesmas
Shindy Apriliany 2

Permenkes 73 Tahun 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek


Permenkes 72 Tahun 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian di RS
Terkait Distribusi
Permenkes 1148 Tahun 2011 Tentang PBF dan Perubahannya (Permenkes 34 Tahun
2014 dan Permenkes 30 Tahun 2017)
Terkait Pelayanan Kefarmasian
Permenkes 9 Tahun 2014 tentang Klinik
Permenkes 9 tahun 2017 tentang Apotek
Terkait registrasi
Permenkes 889 Tahun 2011 tentang registrasi izin praktek dan izin kerja tenaga
kefarmasian dengan perubahannya (Permenkes 31 tahun 2016 dan permenkes 80 Tahun
2016 tentang asisten nakes)
PP No 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan sediaan farmasi dan alkes.
UU No 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
• Perizinan Sarana Kefarmasian dan alkes berbasis resiko
Tujuan UU CIPTA KERJA
• Menciptakan dan meningkatkan lapangan kerja dengan memberikan
kemudahan, pelindungan dan pemberdayaan terhadap koperasi dan UMK-M
serta industri dan perdagangan nasional
• Menjamin setiap warga negara memperoleh pekerjaan
• Melakukan penyesuaian berbagai aspek pengaturan yang berkaitan dengan
keberpihakan, penguatan dan perlindungan bagi koperasi dan UMK-M serta
industri nasional
• Kemudahan dan percepatan proyek strategisNasional
Kebijakan Strategis cipta kerja → Peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan
berusaha
PP No 5 Tahun 2021 tentang penyelenggaraan perizinan berushaha berbasis risiko
untuk peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha melalui :
a. Pelaksanaan penerbitan perizinan berusaha lebih efektif dan sederhana
b. Pengawasan kegiatan usaha yang transparan terstruktur dan dapat
dipertanggungjawabkan.
Pemenuhan persyaratan kegiatan berusaha :
• Persyaratan dasar perizinan perusaha
• Perizinan berusaha berbasis resiko
Persyaratan dasar perizinan berusaha meliputi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang,
persetujuan lingkungan, bangunan Gedung dan sertifikat layak fungsi
Perizinan berusaha berbasis resiko meliputi 16 sektor termasuk sector kesehatan.obat
dan makanan.
• PP No 5 Tahun 2021 Penyelenggaran perizinan berusaha berbasis resiko
• Peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha sesuai UU No. 11/2020
tentang Cipta Kerja melalui :
a. Pelaksanaan penerbitan Perizinan Berusaha secara lebih efektif dan
sederhana
Shindy Apriliany 3

b. Pengawasan kegiatan usaha yang transparan, terstruktur, dan dapat


dipertanggungjawabkan
• Untuk memulai dan melakukan kegiatan usaha, Pelaku Usaha wajib memenuhi:
a. Persyaratan dasar Perizinan Berusaha; dan/atau Perizinan Berusaha
Berbasis Risiko
• Prinsip dasar: closed list seluruh Perizinan Berusaha harus mengacu pada PP ini
Penilaian risiko berdasarkan aspek : kesehatan, keselamatan, lingkungan, pemanfaatan
dan pengelolaan sumber daya → analisis resiko terintegrasi potensi bahaya vs
probabilitas terjadinya.

• Pokok muatan Permenkes No. 14 Tahun 2021:


• Menetapkan standar kegiatan u usaha dan pro roduk pada Penyelenggaraan Perizinan
Berusaha Berbasis Risiko Sektor Kesehatan yang tercantum pada Lampira ran PP No
5 Tahun 2021
• Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Kesehatan dilaksanakan melalui Sistem
Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik
• Peraturan Menteri yang mengatur mengenai Standar Kegiatan Usaha dan Standar
Produk dalam Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Sektor Kesehatan dinyatakan
masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dertan Peraturan Menteri No. 14
Tahun 2021
UU NO 11 Tahun 2020 tentang cipta kerja
PP No 5 Tahun 2021 tentang penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis resiko
Permenkes RI no 14 tahun 2001 tentang standar kegiatan usaha dan produk pada
penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis resiko sektor kesehatan
• OSS RBA
Soft launching tanggal 2 agustus 2021, peralihan dari penyelenggaraan perizinan
berusaha menjadi penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis resiko dengan melalui
OSS.
Perizinan sebelum oss : dilakukan masing-masing K/l secara parsial, perizinan sudah
ada yang secara elektronik tapi tidak terintegrasi.
Perizinan setelah ada oss : perizinan dilakukan secara elektronik dan terintegrasi dengan
oss, penggunaan data sharing k/l, penyederhanaan persyaratan dan proses perizinan
mengurangi SLA

Sistem online single submission (oss) versi risk based analysis (RBA)
Shindy Apriliany 4

• PP No 5 Tahun 2021 Tentang Perizinan berusaha sektor kesehatan obat dan makanan
• Sub sektor kesehatan :
Pelayanan kesehatan
Kefarmasian, alkes dan PKRT
Pengendalian vector dan binatang pembawa penyakit
• Sub sektor obat dan makanan
LAMPIRAN I Perizinan Berusaha ya ang diatur, meliputi:
Bidang usaha, Risiko, perizinan berusaha, durasi Pemerintah (SLA), masa berlaku, dan
Kewenangan Pemerintah
LAMPIRAN II -> Persyaratan dan Kewajiban, meliputi:
Bidang usaha, Persyar aratan, Durasi Pelaku Usaha (diatur dalam Standar), Kewajiban,
dan Jangka Waktu Pemenuhan Kewajiban
Standar Kegiatan Usaha atau Produk diatur dengan Peraturan MenteriLembaga

• Perizinan berusaha, persyaratan dan kewajiban PBF

• Sarana Produksi dan distribusi alkes / PKRT Perbekalan Kesehatan Rumah


Tangga
Distruusi Alkes : distributor alkes, cabang distri, toko alkes
Produksi Alkes / pkrt : produsen alkes, produsen pkrt, perusahan rumah tangga alkes
/ pkrt
• Pengaturan perizinan berusaha berbasis risiko
Shindy Apriliany 5

• Sanksi
o Peringatan : maksimal 3 kali dalam jangka waktu masing2 14 hari
o Penghentian sementara kegiatan berusaha
o Denda administratif
o Pencabutan izin
o Selain sanski administrative tapi bias kena juga penghentian penayangan iklan,
perintah penarikan produk dan atau perintah pemushanan produk.
• Permenkes 14 tahun 2021 tentang standar usaha dan porudk pada penyelenggaraan
perizinan berusaha berbasis resiko sektor kesehatan. Saranan pelayanan kefarmasian
• Standar usaha apotek dan toko obat
o Apotek : KBLI 47721 perdagangan eceran barang dan obat farmasi untuk
manusia di apotek
o Toko obat : KBLI 47722 perdagangan eceran barang dan obat farmasi untuk
manusia bukan di apotek, KBLI 47842 perdagangan eceran kaki lima dan los
pasar farmasi
• Penetapan tingkat resiko kegiatan berusaha


• Penerbitan perizinan berusaha apotek dan toko obat
Shindy Apriliany 6


• Pengawasan Perizinan Berusaha oleh kemenkes, gubernur, bupati walikota sesuai
tugas dan fungsi dan kewenangan penerbitan perizinan berusaha.
Jenis pengawasan :
o Pengawasan rutin
Dasar pengawasan berdasarkan laporan rutin pelau usaha
Inspeksi lapangan 1 kali dalam satu tahun bisa fisik atau virtual, hasilnya
dituangan dalam bap dan di ttd oleh inspector dan pelaku usaha
o Pengawasan insidential
Dasar : pengaduan masyarakat
Pelaksanaan dilakukan inspeksi lapangan atau virtuan
Hasil nya diunggah dalam oss oleh pj inspeksi lapangan
• Persyaratan umum dan khusus usaha
1. Izin baru
2. Perubahan izin
3. Perpanjangan izin
Persyaratan khusus : peta lokasi, denah bangunan, daftar SDM. Daftar sarana,
prasarana, peralatan.
• Perubahan izin apotek dan toko obat
1. Dokumen izin apotek dan toko obat yang berlaku
2. Data dokumen yang mengalami perubahan
3. Self assessment penyenggaraan apotek dan toko obat
4. Pelaporan terakhir.
Perubahan PJ, nama apotek dan toko obat, alamat atau lokasi, nama pelaku usaha.
• Perpanjangan izin apotek dan toko obat
1. Dokumen izin apotek dan toko obat yang berlaku
2. Seluruh persyaratan umum dan khusus
3. Self assessment penyelenggaran apotek dan toko obat
4. Pelaporan terakhir apotek dan toko obat
• Pelayanan
Toko Obat Apotek
Pengelolaan obat bebas terbatas dan obat Pengelolaan obat
bebas
Shindy Apriliany 7

Pelayanan obat bebas terbatas dan obat Pelayanan farmasi klinik


bebas
Pengelolaan obat tradisional suplemen Pengelolaandan pelayanan sediaan
kesehatan dan atau alkes farmasi alin, alkes dan bmhp dan
komiditi lain
Memberikan pelayanan secara elektronik
(telefarmasi) dan pengantaran obat
Bermitra dengan PSEF berupa retail
online atau marketplace
Pelayanan kefarmasian diselenggarakan dalam rangka menjamin ketersediaan dan
akses masyarakat
Patient outcome dan patient safety
• Peraturan terkait HET di masa pandemi
Boleh menjual dengan harga minimal sama atau di bawah HET.

• Peraturan terkait SDM Tenaga Kefarmasian Permenkes Nomor 31 Tahun 2016


UU Nomor 36 tahun 2014 : setiap tenaga kesehatan yang menjalankan praktik di bidang
pelayanan kesehatan wajib memiliki izin → surat izin praktik (SIP)
Pasal 17 Permenkes nomor 31 tahun 2016 : setiap tenaga kefarmasian yang akan
menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki surat izin sesuai tempat tenaga
kefarmasian bekerja.
• Surat Izin Praktik
o Nomenklatur yang berbunyi SURAT IZIN KERJA dalam PMK No. 889/2011,
harus dibaca dan dimaknai sebagai SURAT IZIN PRAKTIK
o Mengubah Pasal 17, Pasal 18 dan Pasal 19 PMK No. 889/2011
o Surat izin kerja dibaca dan dimaknai sebagai surat izin praktik berupa SIP bagi
apoteker dan SIPTTK bagi tenaga teknis kefarmasian.
o Ketentuan pemberian SIPA
Shindy Apriliany 8

o
o Apoteker hanya boleh punya 1 SIA (surat izin apotek) dan boleh memiliki 2
sipa lainnya di fasilitas pelayanan kefarmasian lain
o TTK dapat diberikan SIPTTK paling banyak 3 tempat fasilitas kefarmasian
yang diverifikasi oleh pejabat kabupaten kota yang berwenang dan organisasi
profesi terkait pengaturan jam praktek, jarak tempuh dan sarana kefarmasian
untuk menghindari terjadinya double SIPTTK
o Penerbitan SIPA DAN SIPTTK

o
o Hal yang diatur dalam rekom dinkes dan organisasi profesi : Jam praktek, sipa
selanjutnya take record implementasi standar yanfar, pembinaan dan
pengawasan
o Kegiatan pembinaan sarana pelayanan kefarmasian
1. PErizinan sarana pelayanan kefarmasian dan SDM
2. Pengelolaan sediaan farmasi BMHP dan farmasi klinik
3. Komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) melalui pemberdayaan
masyarakat
4. Monitoring dan evaluasi
DIlakukan secara berjenjang, dinkes provinsi dan kabupaten kota dan organisasi
profesi sesuai kewenangan masing2.
Dilakukan secara berkala ataupun sebagai tindak lanjut hasil pengawasan
Dilakukan sebagai langkah awal dalam menindaklanjuti temuan pelanggaran
Shindy Apriliany 9

• Penutup
1. Standar Usaha SARANA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN pada
Permenkes 14/2021 diterbitkan untuk mendukung upaya peningkatan ekosistem
investasi
2. Pengaturan terkait SDM Tenaga kesehatan untuk kebutuhan Hukum dan agar semua
tenaga Kesehatan yang melakukan praktik Wajib memiliki surat izin praktik
3. Diperlukan penguatan koordinasi stake holder terkait dalam pelaksanaan pembinaan
dan pengawasan n mulai dari Perizinan, Iimplementasi Praktek kefarmasian,monitoring
dan evaluasi agar lebih efektif, sederhana, transparan, terstruktur, dan dapat
dipertanggungjawabkan
Shindy Apriliany 10

MATERI 2
Peran Balai POM dalam peredaran obat di sarana praktik kefarmasian
Pemateri : Kepala Balai POM Bandung Dra apt Susan Gracia Arpan, M.Si
Peran Badan POM dalam Pengawasan obat di saranan pelayanan kefarmasian
• Mengawasi alur makanan atau produk sampai ke konsumen
• Profil Badan POM

• 3 Pilar Pengawasan
1. Pemerintah sebagai regulator
2. Produsen atau pelaku usaha
3. Masyarakat
Pemerintah (BPOM dan berbagai sektor terkait sesuai implementasi inpres 3)
melakukan pengawasan keamanan, mutu dan khasiat atau manfaat OM beredar
Pelaku usaha yang bertanggung jawab
Masyarakat yang berdaya untuk melindungi diri
Masyarakat terlindungi dari obat dan makanan yang tidak memenuhi persyaratan.
• Sistem Pengawasan Obat dan Makanan Badan POM
Shindy Apriliany 11

• Apakah Apoteker itu?


- Berdasarkan PP No. 51 Tahun 2009 Pasal 1 Apoteker adalah sarjana farmasi yang
telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker
- Berdasarkan UU No. 36 Tahun 2014 pasal 11, Apoteker adalah tenaga Kesehatan
yang termasuk dalam kelompok Tenaga Kefarmasian
• Kewenangan Kefarmasian
- Dalam kaitan erat dengan pengawasan obat dan makanan, terdapat faktor penting
yang sangat menentukan dalam penjaminan keamanan dan kebenaran rantai
manajemen rantai pasok yaitu keahlian dan kompetensi, antara lain:
1. Sesuai Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 98 ayat (2)
yaitu : Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan dilarang
mengadakan, menyimpan, mengolah, mempromosikan, dan mengedarkan obat dan
bahan yang berkhasiat obat.
2. Sesuai Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian,
bahwa "Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu
Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau
penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan
informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional". Serta
Tenaga Kefarmasian yang dimaksud adalah tenaga yang melakukan Pekerjaan
Kefarmasian, yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian.
• Aspek Legal Kewenangan Apoteker
Berdasarkan PP No 51 Tahun 2009 Pasal 44 (1) dan 46 (1) Setiap tenaga kesehatan
yang menjalankan praktik wajib memiliki STR (Surat Tanda Registrasi) dan SIP (Surat
Izin Praktik)
• Sanksi apabila apoteker melakukan pekerjaan kefarmasian tanpa kewenangan

1. Berdasarkan UU No. 36 Tahun 2004 Pasal 85 (1) Setiap Tenaga Kesehatan yang
dengan sengaja menjalankan praktik tanpa memiliki STR sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 44 ayat (1) dipidana dengan pidana denda paling banyak
Rp100.000.000 (seratus juta rupiah)
2. Berdasarkan UU No. 36 Tahun 2004 Pasal 86 (1) Setiap Tenaga Kesehatan yang
menjalankan praktik tanpa memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46
ayat (1) dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus
juta rupiah)

• Lapangan Pekerjaan Kefarmasian


Shindy Apriliany 12

1. Pekerjaan Kefarmasian dalam Pengadaan sediaan Farmasi


2. Pekerjaan kefarmasian dalam produksi sediaan farmasi
3. PEkerjaan kefarmasian dalam distribusi atau penyaluran sediaan farmasi
4. Pekerjaan kefarmasian dalam pelayanan sediaan farmasi

• Industri farmasi : PMK 26 tahun 2018 pasal 5 : Paling sedikit 3 orang apoteker sebagai
penanggung jawab pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu
• Industri obat tradisional : PMK 26 tahun 2018 pasal 9 ayat 3 huruf B : Persyaratan
Untuk memperoleh Sertifikat Produksi IOT/IEBA sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas: memiliki apoteker berkewarganegaraan Indonesia sebagai penanggung
jawab teknis. Pasal 10 ayat 3 huruf B : Untuk UKOT yang memproduksi Kapsul dan
COD, Penanggungjawab wajib seorang Apoteker
• Industri kosmetika : PMK 26 tahun 2018 pasal 13 : untuk Industri Kosmetik Golongan
A wajib memiliki Penanggungjawab seorang apoteker, untuk gol. B penanggung jawab
seorang tenaga teknis kefarmasian
• Apoteker di PBF

1. Setiap Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi berupa obat harus memiliki
seorang Apoteker sebagai penanggung jawab. (Pasal 14 (1))
2. Pekerjaan Kefarmasian dalam Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 harus memenuhi ketentuan Cara Distribusi yang
Baik yang ditetapkan oleh Menteri. (Pasal 15)
3. Wajib membuat SOP, (sesuai ddenga perkembangan reg/IP/Tek, melakukan
pencatatan), dan menyesuaikan dengan perkembangan

• Apoteker di saranan Pelayanan KEfarmasian

1. Dalam menjalankan praktek kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian,


Apoteker harus menerapkan standar pelay&nan kefarmasian dan SOP. (Pasal 21 dan
23)
2. Wajib membuat SOP, (sesuai dg perkembangan reg/IP/Tek, melakukan pencatatan),
dan menyesuaikan dengan perkembangan (Pasal 23)
3. Regulasi peran Apoteker di Sarana Pelayanan Kefarmasian

• Dasar Hukum
Shindy Apriliany 13

• Ruang Linkup Pengawasan Pelayanan

Fasilitas pelayanan kefarmasian

Mandiri : apotek, toko obat

Bersama profesi lain : rumah sakit, puskesmas, klinik

Komiditi : obat, bahan obat, narkotika, psikotropika, precursor

PP 51 Tahun 2009 Pasal 21 ayat 1 : Dalam menjalankan praktik kefarmasian pada


fasilitas pelayanan kefarmasian, apoteker harus menerapkan standar pelayanan
kefarmasian.

• Standar Pelayanan Kefarmasian

1. PMK NO 72 tahun 2016 tentang SPK di RS


2. PMK NO 73 Tahun 2016 tentang SPK di apotek
3. PMK Nomor 26 Tahun 2020 tentang perubahan atas PMK nomor 74 tahun 2016
tentang SPK di puskesmas
4. PMK No 9 TAhun 2017 tentang Apotek
5. Per Badan POM No 4 Tahun 2017 tentang pengawasan pengelolaan obat, BO, dan
NPPdi fasilitas pelayanan kefarmasian

Pengelolaan Sediaan Farmasi Pelayanan Farmasi KLinik


ㆍ Pelayanan multidisiplin, terkoordinir Pelayanan kepada pasien dalam rangka
meningkatkan outcome terapi dan
dan menggunakan proses yang efektif
meminimalkan risiko terjadinya efek
samping obat
Shindy Apriliany 14

untuk menjamin kendali mutu dan


kendali biaya.

MEningkatkan mutu pelayanan → kepastian hokum → perlindungan pasien

• Prinsip Penjualan obat

PP No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian Pekerjaan Kefarmasian:


pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan,
penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran_obat, pengelolaan obat, pelayanan
obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat
dan obat tradisional termasuk penjualan obat

PERSYARATAN PENJUALAN OBAT :

1. dilakukan oleh Tenaga Kefarmasian (Apoteker / Tenaga Teknis Kefarmasian yang


mempunyai kompetensi dan kewenangan

ㆍPasal 108 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

2. dilakukan'di Fasilitas Pelayanan Kefarmasian berizin (Apotek, Pedagang Eceran


Obat / Toko Obat Berizin, RS, Klinik)

Pasal 19 PP No.51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian

3. produk yang dijual harus memiliki izin edar dari Badan POM yang terjamin mutu,
khasiat, dan keamanannya

ㆍ Pasal 106 UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehttan

• Penyerahan dan penjualan obat

1. Permenkes nomor 3 tahun 2015 tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan


pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi

Pasal 19 Apotek, Puskesmas, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, dan Instalasi Farmasi
Klinik hanya dapat menyerahkan Narkotika dan/atau Psikotropika kepada pasien
berdasarkan resep dokter

2. Peraturan Badan POM nomor 4 Tahun 2018 tentang Pengawasan Pengelolaan Obat,
Bahan Obat, Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi di Fasilitas Pelayanan
Kefarmasian

Poin 4.2 Penyerahan Obat Golongan Obat Keras_kepada pasien hanya dapat dilakukan
berdasarkan resep dokter

• Peraturan Badan POM No 4 Tahun 2018 tentang Pedoman Pengawasan Pengelolaan


Obat, Narkotika, Psikotropika dan Prekursor di Fasilitas Pelayanan Kefarmasian
- Bab I. Ketentuan Umum (Pasal 1-2)
Shindy Apriliany 15

Definisi
- Bab II. Pengelolaan Obat, Bahan Obat, Narkotika, Psikotropika Dan Prekursor
Farmasi (Pasal 3-9)
Persyaratan Produk (memiliki NIE & memenuhi persyaratan keamanan, khasiat dan
mutu) Ruang lingkup Pengelolaan (Pengadaan, Penerimaan, Penyimpanan,
Penyerahan,Pengembalian, Pemusnahan dan Pelaporan) Seluruh kegiatan pengelolaan
di Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik, dan Puskesmas
wajib berada di bawah tanggung jawab seorang Apoteker penanggung jawab Seluruh
kegiatan pengelolaan di Toko Obat wajib berada di bawah tanggung jawab seorang
Tenaga Teknis Kefarmasian penanggung jawab. (Pasal 6) Tenaga Kefarmasian dalam
pengelolaan obat, bahan obat, Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi di
fasilitas pelayanan kefarmasian harus sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian.
Badan POM melakukan pembinaan melalui pemantauan dan pemberian bimbingan
teknis dan pembinaan terhadap pelayanan kefarmasian

- Bab IIl. Pengawasan (Pasal 10-11)

Kewenangan petugas pengawas

- Pengawasan dilaksanakan melalui pemeriksaan oleh petugas

1. Memasuki setiap tempat yang diduga digunakan dalam kegiatan Pengelolaan Obat,
Bahan Obat dan NRP untuk memeriksa, meneliti dan mengambil contoh segala sesuatu
yang digunakan dalam kegiatan pengelolaan Obat, Bahan Obat, dan NPP

2. Membuka dan meneliti kemasan obat, bahan Obat Narkotika, Psikotropika dan
Prekursor Farmasi

3. Memeriksa dokumen dan catatan lain dalam kegiatan pengelolaan obat termasuk
menggandakan atau mengutip keterangan tersebut Mengambil gambar dan/atau foto
seluruh atau sebagian fasilitas dan peralatan yang digunakan dalam pengelolaan Obat,
Bahan Obat dan NPP

- Bab IV. Sanksi

Pemberian sanksi administratif bila terjadi pelanggaran berupa :

1. Peringatan Tertulis → peringatan dan peringatan keras


2. Penghentian Sementara Kegiatan
3. Pencabutan izin → rekomendasi pencabutan izin kepada Dinas Kesehatan Provinsi,
Dinas Kesehatan Kabupaten Kota atau Perangkat Daerah Penerbit Izin

- BAB VI. Ketentuan Peralihan

Puskesmas yang belum memilikiApoteker sebagai penanggung jawab maka


penyelenggaraan pengelolaan Obat dilakukan oleh tenaga teknis Kefarmasian atau
tenaga kesehatan lain yang ditugaskan oleh Kepala dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
dan berada dibawah pembinaan Apoteker yang ditunjuk oleh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
Shindy Apriliany 16

BAB VII. Ketentuan Penutup

• HASIL PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PENINDAKAN TERHADAP


PRAKTEK PEKERJAAN KEFARMASIAN DI WILAYAH JAWA BARAT

1. Pembinaan dan Pengawasan

a. Sarana Pelayanan Kefarmasian yang dibina dan diawasi adalah Apotek, Rumah Sakit
Puskesmas, Pedagang Eceran Obat, dan Klinik
b. Balai Besar POM di Bandung mengawasi sarana di 19 Kabupaten/Kota.
c. Loka POM Kota Tasikmalaya mengawasi sarana di Kota dan Kabupaten Tasikmaiaya,
Kabupaten Ciamis, Kota Banjar dan Kabupaten Pangandaran (5)
d. Loka POM Kabupaten Bogor mengawasi sarana di Kota dan Kabupaten Bogor dan
Kota Depok (3)

2. Tindak Lanjut Hasil Pengawasan

a. Sanksi terhadap sarana yang tidak memenuhi ketentuan berupa sanksi administratif
yaitu Peringatan, Peringatan Keras, Penghentian Sementara Kegiatan.
b. Sanksi disampaikan kepada sarana yang diperiksa dengan tembusan Pemda Setempat
(Walikota/Bupati), Direktorat Pengawasan Distribusi dan Pelayanan Obat, Narkotika,
Psikotropika dan Prekursor Badan POM RI serta Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten
setempat.

3. Penindakan

a. Penindakan terhadap praktek kefarmasian dilakukan berdasarkan UU No. 36 tahun


2009 tentang Kesehatan yaitu : Pelanggaran terhadap Pasal 196 yaitu memproduksi
atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat Kesehatan yang tidak memenuhi
standar. Pelanggaran terhadap Pasal 197 yaitu memproduksi atau mengedarkan sediaan
farmasi dan/atau alat Kesehatan yang tidak memiliki izin edar. Pelanggaran terhadap
Pasal 198 yaitu tidak memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukan praktek
kefarmasian.
Shindy Apriliany 17

Contoh Pelanggaran
Shindy Apriliany 18

MATERI 3
Strategi Ditreskrimsus Polda Jabar Dalam Penanganan Tindak Pidana Bidang Kefarmasian
Pemateri : Direktur Reskrimsus Polda Jabar Kombes. Pol. Arif Rachman, SIK, MTCP
Dasar Hukum

Latar Belakang Proses Bisnis


Industri farmasi → PBF – RS, klinik, apotek, toko obat → Konsumen
• Persyaratan Badan Usaha Farmasi

• Perbedaan badan usaha Distribusi Farmasi


Rumah Sakit / Klinik Apotek Toko Obat
Ijin Kemenkes, Pemda Ijin pemda Ijin pemda
Apoteker Apoteker Tenaga Kefarmasian
Melayani obat keras Melayani obat keras Tidak melayani obat
dengan resep dokter dengan resep dokter keras, tidak melayani resp
dokter
Melayani semua golongan Melayani semua Hanya obat bebas dan
obat golongan obat obat bebas terbatas
• Permasalahan
Shindy Apriliany 19

Untuk mengatur harga obat di pasaran agar tidak merugikan masyarakat, Menteri
Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin menetapkan harga eceran tertinggi
obat terapi COVID-19 melalui Keputusan Menteri Kesehatan nomor
HK.01.07/MENKES/4826/2021 tentang Harga Eceran Tertinggi Obat Dalam Masa
Pandemi COVID-19.
Usaha Farmasi di tengah situasi pandemi covid-19 → demand obat covid meningkat
“kelangkaan” → Harga obat covid melonjak disertai peluang mencari keuntungan
butterfly effect determination atau stokastik – kepmenkes terkait het obat covid-19 →
masih ada obat covid yang tidak sesuai het → perlu penegakan hukum

• Strategi penegakan HET di masa pandemic covid-19


1. Penguatan koordinasi dengan instansi terkait (dinkes, PBF, apotek dan toko obat)
2. Sinkronisasi dengan criminal justice system (Kejaksaan dan pengadilan)
3. Penegakan hokum sebagai langkah ultimatum remedium
4. Harmonisasi hokum, extention discretion
• Ketentuan Pidana
Shindy Apriliany 20


• Modus Operandi Umum (Tindak Pidana Kefarmasian)
1. MEMPRODUKSI / MENGEDARKAN OBAT KERAS TANPA RESEP DOKTER
(UMUMNYAYANG MENGANDUNG ZAT ADIKTIF DAN SEDATIF) :
MELANGGAR PASAL 196 UURI NO. 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN
2. MEMPRODUKSI / MENGEDARKAN SEDIAAN FARMASI TANPA DISERTAI
JIN EDAR : MELANGGAR PASAL 197 UURI NO. 36 TAHUN 2009 TENTANG
KESEHATAN
3. MELAKUKAN PRAKTEK KEFARMASIAN TANPA KEAHLIAN DAN
KEWENANGAN : MELANGGAR PASAL 198 UURI NO. 36 TAHUN 2009
TENTANG KESEHATAN
4. MEMPRODUKSI / MENGEDARKAN SEDIAAN FARMASI YANG SUDAH
KADALUARSA : MELANGGAR PASAL 196 UURI NO. 36 TAHUN 2009
TENTANG KESEHATAN DAN ATAU PASAL 62 AYAT (1) jo PASAL 8 AYAT
(3) UURI NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN (SAAT
INI JUGA SEDANG DITANGANI OLEH DITRESKRIMSUS POLDA JABAR
DIMANA SALAH SATU TERSANGKA ADALAH APOTEKER)
• Strategi Integrasi Hexagonal
Ada pihak2 yang saling mendukung : Media, akademisi, Tenaga professional pelaku
usaha, tokoh2 yang disertai dengan pemerintah yang dibersamai TNI Polri
Bersatu kita teguh bercerai kita runtuh
• Pesan dari bapak :
Shindy Apriliany 21

TANYA JAWAB SESI 1


1. Bagaimana pendapat ibu terkait di lapangan tidak ada yang berani menjual obat covid
karena harga belinya di atas HET.
2. SIPA
3. Syarat2 untuk relaksasi SIPA
4. Bolehkan berjualan obat secara online
SESI 2 Moderator : Pak Farhan
Shindy Apriliany 22

MATERI 4
Etika dan Disiplin Profesi Apoteker
Pemateri : apt. Drs. Made Pasek Narendra., MM (Ketua MEDAI PD IAI Jawa Barat)
Kode Etik Apoteker dan Disiplin Apoteker Indonesia.

• MAJELIS ETIK DAN DISIPLIN APOTEKER INDONESIA MEDAI


Anggaran Dasar Ikatan Apoteker Indonesia pasal 28
Tugas MEDAI :
- Membina
- Mengawasi
- Menilai pelaksanaan Kode Etik Apoteker
- Menegakkan Disiplin Apoteker Indonesia
• Praktik Profesi Apoteker yang bertanggung jawab
- Praktik profesi yang baik dan benar, mampu menjamin bahwa obat / informasi
obat yang diberikan:
➔ Berkualitas, berkhasiat, berada pada waktu, tempat dan untuk orang yang tepat.
• Mukadimah profesi apoteker
Lulus Pendidikan profesi apoteker (Knowlegde, skill, attitude) → angkat sumpah →
apoteker → anggota IAI → Mendapat legislasi kewenangan melalui kepemilikan
Serkom, STRA, SIPA dan Izin Sarana) → Praktik Apoteker
• Filosofi Praktik apoteker
Nilai dan cita2 yang sama + Pendidikan dan keahlian yang sama → kewenangan profei
→ membentuk etika dan disiplin, standar profesia, angkat sumpah (PP 20/1962) →
menuntun praktik apoteker
• Sumpah Apoteker
Apoteker praktik-mengabdi (demi Allah)
1. Membaktikan hidup → perikemanusiaan (kesehatan)
2. Merahasiakan segala sesuatu → Pekerjaan dan keilmuan (apoteker)
3. TIdak akan menyalahgunakan pengetahuan kefarmasian → yang bertentangan
dengan hokum kemanusiaan)
4. Menjalankan tugas → sesuai martabak dan tradisi luhur Jabatan Kefarmasian
5. Menunaikan kewajiban dengan ikhtiar sungguh sungguh → Tidak terpengaruh
(Agama, suku, politik partai, atau kedudukan social).
• Lapangan pengabdian apoteker
1. Praktik apoteker di industry farmasi (non pelayanan)
2. Praktk apoteker di distribusi farmasi (Non pelayanan)
3. Praktik apoteker (Manajerial di instalasi farmasi/ apotel (Non pelayanan)
4. Praktik pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional (Non pelayanan)
5. Praktik peyanan kefarmasian secara etik, disipilin dan bertanggung jawab
• Lingkup kerja IAI
Mengelola organisasi : pelayanan keanggotaan, membina anggota : knowledge, skill
attitude apoteker → menjaga dan meningkatkan kompetensi apoteker
• Lingkup kerja MEDAI
Assesment : penataan kode etik dan disiplin apoteker
Shindy Apriliany 23

Menetapkan putusan : jenis dan derajat pelanggaran kode etik


Penyelenggaraan praktik kefarmasian di kehidupan sehari-hari (moral)

• Praktik bertanggung jawab


Melaksanakan praktik apoteker sesuai sumpah apoteker dalam tuntunan :
1. Ilmu kefarmasian (Knowledge dan skill)
2. Kode Etik Apoteker : Pedoman sikap, tingkah laku, perbuatan apoteker Indonesia
→ dalam melaksanakan praktik kefarmasian di kehidupan sehari hari (moral)
3. Pedoman disiplin apoteker
Tampilan kesanggupan apoteker, taar pada kewajiban dan patuh pada larangan →
sesuai per UU dan atau peraturan praktik apoteker (Hamba Hukum)
• Kode Etik Apoteker
KEp. Kongres XVII/2005 No.007 /Kongres XVII/ISFI/2005
PASAL 1
Sumpah/janji Apoteker, setiap Apoteker harus menjunjung tinggi, menghayati dan
mengamalkan sumpah Apoteker
Pedoman Pelaksanaan:
Sumpah/janji Apoteker yang diucapkan seorang Apoteker untuk bisa diamalkan dalam
pengabdiannya, harus dihayati dengan baik dan dijadikan landasan moral dalam setiap
tindakan dan perilakunya Dalam Sumpah Apoteker ada beberapa poin yang harus
diperhatikan, yaitu:
1. Membaktikan hidup untuk kepentingan peri-kemanusiaan
2. Menjaga rahasia terkait pekerjaan dan keilmuan sebagai Apoteker.
3. Sekalipun diancam, tidak akan mempergunakan pengetahuan kefarmasian untuk
yang bertentangan dengan peri-kemanusiaan
4. Melaksanakan praktik profesi sesuai martabat dan tradisi luhur yang berlandaskan
praktik profesi, yaitu ilmu, hukum dan etik.
5. Tidak terpengaruh oleh pertimbangan S A R A dan kedudukan sosial.
PASAL 2
Setiap Apoteker harus berusaha dengan sungguh- sungguh menghayati dan
mengamalkan Kode Etik Apoteker Indonesia
Pedoman Pelaksanaan:
1. Kesungguhan dalam menghayati dan mengamalkan Kode Etik Apoteker Indonesia,
dinilai dari:
- ada tidaknya laporan masyarakat,
- ada tidaknya laporan dari sejawat apoteker atau sejawat tenaga kesehatan lain,
- serta ada tidaknya laporan dari instansi pemerintah (Jajaran Kesehatan)
2. Pengaturan pemberian sanksi ditetapkan dalam PO
PASAL 3
Setiap apoteker harus senantiasa menjalankan profesinya sesuai Standar Kompetensi
Apoteker Indonesia (SKAI) serta selalu mengutamakan dan berpegang teguh pada
prinsip kemanusiaan dalam menjalankan kewajibannya.
Shindy Apriliany 24

Pedoman Pelaksanaan:
1. Setiap apoteker indonesia harus mengerti, menghayati dan mengamalkan kompetensi
sesuai dengan SKAI
2. Kompetensi yang dimaksud adalah: pengetahuan, keterampilan dan attitude yang
berdasarkan pada limu, Hukum dan Etik
3. Ukuran Kompetensi seorang Apoteker dinilai lewat uji kompetensi.
4. Kepentingan kemanusiaan harus menjadi pertimbangan utama dalam setiap tindakan
dan keputusan seorang Apoteker Indonesia
5. Bilamana suatu saat seorang Apoteker dihadapkan kepadakonflik tanggung jawab
profesional, maka dari berbagai opsi yang ada, seorang Apoteker harus memilih resiko
yang paling kecil dan paling tepat untuk kepentingan pasien serta masyarakat
PASAL 4
Setiap Apoteker harus selalu aktif mengikuti perkembangan di bidang kesehatan pada
umumnya dan bidang farmasi khususnya
Pedoman Pelaksanaan:
1. Seorang Apoteker harus mengembangkan pengetahuan dan keterampilan
profesionalnya secara terus menerus
2. Aktifitas seorang apoteker dalam mengikuti perkembangan di bidang kesehatan, diukur
dari Nilai SKP yang diperoleh dan Hasil Uji Kompetensi
3. Jumlah SKP minimal yang harus diperoleh Apoteker ditetapkan dalam PO

PASAL 5
Di dalam menjalankan tugasnya setiap Apoteker harus menjauhkan diri dari usaha
mencari keuntungan diri semata yang bertentangan dengan martabat dan tradisi luhur
jabatan kefarmasian
Pedoman Pelaksanaan:
1. Seorang apoteker dalam tindakan profesionalnya harus menghindari diri dari perbuatan
yang akan merusak seseorang ataupun merugikan orang lain.
2. Seorang Apoteker dalam menjalankan tugasnya dapat memperoleh imbalan dari pasien
atas jasa yang diberikannya dengan tetap memegang teguh kepada prinsip
mendahulukan kepentingan pasien.
3. Besarnya jasa pelayanan ditetapkan dalam po

PASAL 6
Seorang Apoteker harus berbudi luhur dan menjadi contoh yang baik bagi orang lain
Pedoman Pelaksanaan:
1. Seorang Apoteker harus menjaga kepercayaan masyarakat atas profesi yang
disandangnya dengan jujur dan penuh integritas.
2. Seorang Apoteker tidak akan menyalahgunakan kemampuan profesionalnya kepada
orang lain.
3. Seorang Apoteker harus menjaga perilakunya dihadapan publik
Shindy Apriliany 25

PASAL 7
Seorang Apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya
Pedoman Pelaksanaan:
1. Seorang apoteker dalam memberikan informasi kepada pasien masyarakat harus
dengan cara yang mudah dimengerti dan yakin bahwa informasi tsb sesuai, relevan dan
"up to date"
2. Sebelum memberikan informasi, Apoteker harus menggali informasi yang dibutuhkan
dari pasien ataupun orang yang datang menemui Apoteker mengenai pasien serta
penyakitnya.
3. Seorang Apoteker harus mampu berbagi informasi mengenai pelayanan kepada pasien
dengan tenaga profesi kesehatan yang terlibat.
4. Seorang apoteker harus senantiasa meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap
obat, dalam bentuk penyuluhan, memberikan informasi secara jelas, melakukan
monitoring penggunaan obat dsb.

PASAL 8
Seorang Apoteker harus aktif mengikuti perkembangan per-UU di bidang kesehatan
pada umumnya dan di bidang farmasi pada khususnya
Pedoman Pelaksanaan:
1. Tidak ada alasan bagi Apoteker untuk tidak tahu per UU / peraturan yang terkait dengan
ke farmasian.
- Untuk itu setiap Apoteker harus selalu aktif mengikuti perkembangan peraturan,
sehingga setiap Apoteker dapat menjalankan profesinya dengan tetap berada
dalam koridor UU atau peraturan.
2. Apoteker harus membuat SPO (SOP) sebagai pedoman kerja bagi seluruh personil di
apotik atau tempat praktik profesi lainnya, sesuai kewenangan atas dasar peraturan
perundangan yang ada

PASAL 9
Seorang Apoteker dalam melakukan praktik kefarmasian harus mengutamakan
kepentingan masyarakat menghormati hak azasi pasien dan melindungi makhluk hidup
insani
Pedoman Pelaksanaan:
1. Pelayanan kepada pasien adalah merupakan hal yang paling utama dari seorang
Apoteker.
2. Setiap tindakan dan keputusan profesional dari Apoteker hrs berpihak kepada
kepentingan pasien dan masyarakat.
3. Seorang Apoteker harus mampu mendorong pasien untuk ikut dalam keputusan
pengobatan mereka.
4. Seorang Apoteker harus mengambil langkah2 utk menjaga kesehatan pasien khususnya
anak2 serta orang yang dalam kondisi lemah (Geriatri).
5. Seorang Apoteker harus yakin bahwa obat yang diserahkan kepada pasien adalah obat
yang terjamin kualitas, kuantitas, efikasinya, serta cara pakai obat yang tepat.
Shindy Apriliany 26

6. Seorang Apoteker harus menjaga kerahasiaan data2 pasien (resep dan PMR) dengan
7. Seorang Apoteker harus menghormati keputusan profesi yang telah ditetapkan oleh
dokter dalam bentuk penulisan resep dan sebagainya
8. Dalam hal seorang Apoteker akan mengambil kebijakan yang berbeda dengan
permintaan seorang dokter maka, Apoteker harus melakukan konsultasi / komunikasi
dengan Dokter tersebut, kecuali i UU / peraturan membolehkan Apoteker untuk
mengambil keputusan demi kepentingan pasien baik.

PASAL 10
Seorang Apoteker harus memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri
ingin diperlakukan
Pedoman Pelaksanaan:
1. Setiap Apoteker harus menghargai teman sejawatnya, termasuk rekan kerjanya
2. Bilamana seorang Apoteker dihadapkan kepada suatu situasi yang problematik, baik
secara moral atau peraturan/undang undang yang berlaku, tentang hubungannya dengan
sejawatnya, maka komunikasi antar sejawat harus dilakukan dengan baik dan santun.
3. Apoteker harus berkoordinasi dengan IAl ataupun langsung dengan Majelis Etik dalam
menyelesaikan permasalahan dengan teman sejawat

PASAL 11
Sesama Apoteker harus selalu saling mengingatkan dan saling menasehati untuk
mematuhi ketentuan kode etik apoteker Indonesia
Pedoman Pelaksanaan:
1. Bilamana seorang Apoteker melihat sejawatnya melanggar kode etik, dengan cara yang
santun dia harus melakukan komunikasi dengan sejawatnya tersebut untuk
mengingatkan kekeliruan tsb.
2. Bilamana ternyata ybs sulit untuk menerima maka, dia dapat menyampaikan kepada
IAl atau Majelis Etik Apoteker Daerah (MEDAi) untuk dilakukan pembinaan.

PASAL 12
Seorang Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk meningkatkan
kerjasama yang baik sesame Apoteker di dalam memelihara keluhuran martabat jabatan
kefarmasian, serta mempertebal rasa saling mempercayai di dalam menunaikan
tugasnya
Pedoman Pelaksanaan:
1. Seorang Apoteker harus menjalin dan memelihara kerjasama dengan sejawat Apoteker
lainnya
2. Seorang Apoteker harus membantu teman sejawatnya dalam menjalankan pengabdian
profesinya
3. Seorang Apoteker harus saling mempercayai teman sejawatnyadalam
menjalin/memelihara kerjasamanya

PASAL 13
Seorang Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk membangun dan
meningkatkan hubungan profesi, saling mempercayai, menghargai dan menghormat
sejawat petugas kesehatan lain.
Shindy Apriliany 27

Pedoman Pelaksanaan:
1. Apoteker hrs mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan bermartabat. tenaga
profesi kesehatan lainnya secara seimbang dan bermartabat.

PASAL 14
Seorang Apoteker hendaknya menjauhkan diri dari tindakan atau perbuatan yang dapat
mengakibatkan berkurangnya atau hilangnya kepercayaan masyarakat kepada sejawat
petugas kesehatan lain
Pedoman Pelaksanaan:
1. Bilamana seorang Apoteker menemui hal2 yang kurang tepat dari pelayanan profesi
kesehatan lainnya, maka Apoteker tsb harus mampu mengkomunikasikannya dengan
baik kepada tenaga profesi tersebut, tanpa ybs harus merasa dipermalukan.

PASAL 15
Seorang Apoteker bersungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan Kode Etik
Apoteker Indonesia dalam menjalankan tugas kefarmasiannya sehari-hari
Pedoman Pelaksanaan:
1. Terhadap pelanggaran kode etik apoteker dapat mengakibatkan sanksi bagi apoteker.
- Sanksi dapat berupa peringatan, pencabutan keanggotaan sementara dan
pencabutan keangotaan tetap.
2. Kriteria pelanggaran kode etik diatur dalam PO dan sanksi ditetapkan setelah melalui
kajian yang mendalam dari MEDAI
3. Selanjutnya, MEDAI Daerah menyampaikan hasil telaahnya kepada PC IAI, PD IAI
dan MEDAI Pusat Daerah.
• Bentuk-bentuk pelanggaran : Disiplin Apoteker Indonesia
1. Melakukan praktik kefarmasian dengan tidak kompeten.
Penjelasan: Melakukan praktik kefarmasian tidak sesuai dengan Standar Praktik Profesi
/ sehingga berpotensi menimbuilkan / standar kompetensi yang benar sehingga
berpotensi menimbulkan atau mengkibatkan kerusakan kerugian pasien atau
masyarakat.
2. Membiarkan berlangsungnya praktik kefarmasian yang menjadi tanggung jawabnya,
tanpa kehadirannya.
Penjelasan:
• Praktik Non Pelayanan Kefarmasian:
>Praktik sebagai APJ di Industri Farmasi → SIPA & Izin Produksi
>Praktik sebagai APJ di Sarana Distribusi Farmasi → SIPA & Izin PBF
> Praktik sebagai APJ di Instalasi Farmasi/Apotek → SIPA & SIA
>Praktik pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional -> belum Diatur
• Praktik Pelayanan Kefarmasian:
Praktik memberikan pelayanan resep dan dispensing dengan skrinning, pengkajian,
pemberian informasi / konseling diInstalasi Farmasi/Apotek
3. Mendelegasikan pekerjaan kepada tenaga kesehatan tertentu dan / atau tenaga-tenaga
lainnya yang tidak memiliki kompetensi untuk melaksanakan pekerjaan tersebut.
Penjelasan: Pelimpahan kewenangan pekerjaan kefarmasian oleh Apoteker, hanya
kepada TTK sesuai kompetensinya
Shindy Apriliany 28

4. Membuat keputusan profesional yang tidak berpihak kepada kepentingan pasien


masyarakat.
5. Tidak memberikan informasi yang sesuai, relevan dan "up to date" dengan cara yang
mudah dimengerti oleh pasien / masyarakat, sehingga berpotensi menimbulkan
kerusakan dan / atau kerugian pasien.
6. Tidak membuat dan / atau tidak melaksanakan SOP sebagai Pedoman Kerja bagi
seluruh personil di sarana praktik kefarmasian, sesuai dengan kewenangannya.
7. Memberikan sediaan farmasi terjamin mutu, keamanan, dan khasiat / yang tidak
manfaat kepada pasien.
8. Melakukan pengadaan (termasuk produksi dan distribusi) obat dan / atau bahan baku
obat, tanpa prosedur yang berlaku, sehingga berpotensi menimbulkan tidak terjaminnya
mutu dan khasiat obat.
9. Tidak menghitung dengan benar dosis obat, sehingga dapat menimbulkan kerusakan
atau kerugian kepada pasien.
10. Melakukan penataan, penyimpanan obat tidak sesuai standar, sehingga berpotensi
menimbulkan penurunan kualitas obat.
11. Menjalankan praktik kefarmasian dalam kondisi tingkat kesehatan fisik ataupun mental
yang sedang terganggu sehingga merugikan kualitas pelayanan profesi.
12. Dalam penatalaksanaan praktik kefarmasian, melakukan yang seharusnya tidak
dilakukan atau tidak melakukan yang seharusnya dilakukan, sesuai dengan tanggung
jawab profesionalnya, tanpa alasan pembenar yang sah, sehingga dapat membahayakan
pasien.
13. Melakukan pemeriksaan atau pengobatan dalam pelaksanaan praktik swa-medikasi
(self medication) yang tidak sesuai dengan kaidah pelayanan kefarmasian.
14. Memberikan penjelasan yang tidak jujur, dan / atau tidak etis, dan/atau tidak objektif
kepada yang membutuhkan.
15. Menolak atau menghentikan pelayanan kefarmasian terhadap pasien tanpa alasan yang
layak dan sah.
16. Membuka rahasia kefarmasian kepada yang tidak berhak.
17. Menyalahgunakan kompetensi Apotekernya.
18. Membuat catatan dan / atau pelaporan sediaan farmasi yang tidak baik dan tidak benar
19. Berpraktik dengan menggunakan STRA atau SIPA dan / atau sertifikat kompetensi
yang
20. Tidak memberikan informasi, dokumen dan alat bukti lainnya yang diperlukan MEDAI
untuk pemeriksaan atas pengaduan dugaan pelanggaran disiplin.
21. Mengiklankan kemampuan / pelayanan atau kelebihan kemampuan / pelayanan yang
dimiliki, baik lisan ataupun tulisan.
22. Membuat keterangan farmasi yang tidak didasarkan kepada hasil pekerjaan yang
diketahuinya secara benar dan patut.
• Sanksi Disiplin
Peringatan tertulis → Rekomendasi pembekuan dan atau pencabutan STRA/ SIPA
(STRA/SIPA kuranga atau sama dengan 1 tahun, STRA/SIPA selamanya)
→Kewajiban mengikuti Pendidikan atau pelatiham di institusi Pendidikan apoteker
(Format, latihan knowledge dan skill, magang 3-12 bulan di institusi pendidikan dan
sarana pelayanan kesehatan)
• Tatalaksana penanganan pelanggaran
Shindy Apriliany 29

• Tahap Tahap Sidang MEDAI


Shindy Apriliany 30

MATERI 5
Tata Laksana Advokasi HUKUM DAN KEBIJAKAN IAI di Jawa Barat
Pemateri : apt. Drs. Syarifudin, MARS (Ketua Bidang Advokasi PD IAI Jawa Barat)
❖ Tenaga kesehatan salah satu sumber daya kesehatan yang memiliki tanggung jawab,
etik, moral, keadilan, kewenangan
- Wajib meningkatkan mutunya, melalui Pendidikan dan pelatihan berkelanjutan,
sertifikasi, registrasi, perizinan, pembinaan, pengawasan pemantauan.
- Menyelenggarakan upaya kesehatan dengan memenuhi rasa keadilan dan
perikemanusiaan serta sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi kesehatan.
❖ Alasan adanya regulasi untuk tenaga kesehatan :
1. Masyarakat butuh tenaga kesehatan
2. Masyarakat butuh tenaga kesehatan yang berdaya guna
3. Penggeraan upaya kesehatan yang harus mampu memberikan perlindungan kepada
masyarakat
4. Mutu penyelenggaraan upaya kesehatan harus dipertahankan dan ditingkatkan oleh
tenaga kesehatan
5. Masyarakat dan tenaga kesehatan harus mendapatkan kepastian hokum
❖ Faktor yang dipertimbangkan Menteri dalam menyusun perencanaan tanaga kesehatan
harus memperhatikan factor :
1. Jenis, kualifikasi jumlah, pengadaan dan distribusi tenaga kesehatan
2. Penyelenggaraan upaya kesehatan
3. KEtersediaan fasilitas pelayanan kesehatan
4. Kemampuan pembiayaan
5. Kondisi geografis dan social budaya
6. Kebutuhan masyarakat
❖ Apoteker sebagai tenaga kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga kefarmasian
yang dalam menjalankan praktik wajib memiliki ijazah, stra, sertifikat kompetensi atau
sertifikat profesi, sehat fisik dan mental, surat pernyataan mengucapkan sumpah ,
pernyataan mematuhi dan melaksanakan ketentuan profesi dalam menjalankan praktik
wajib memiliki SIPA yang didapat atas rekomendasi dari organisasi profesi harus
memasang papan nama praktik dan menggunakan jas praktik
❖ PERAN IAI
1. Meningkatkan Motivasi & Kompetensi dalam Praktik Kefarmasian
2. Menjalin & Membina Hubungan, Kerja sama di bidang kesehatan/lainnya
3. Pertemuan IImiah / Pendidikan berkelanjutan/kegiatan lkatan
4. Advokasi Masalah HUKUM Anggota, PERATURAN & KEBIJAKAN terkait
PRAKTIK KEFARMASIAN
5. Memantapkan peran anggota dalam upaya mencegah pencemaran baik profesi,
melindungin masyarakat dari bahaya penyalahgunaan obat, memelihara kesehatan
masyarakat yang bersifat preventif dan promotive, memanfaatkan dan ikut
mengamankan obat, bahan baku obat, kosmetika dan obat tradisional.
❖ Pasal 2 KODE ETIK
Shindy Apriliany 31

Apoteker Harus Berusaha dengan Sungguh Sungguh Menghayati dan Mengamalkan Kode
Etik Apoteker Indonesia
Implementasi nya: MENJAGA NAMA BAIK PROFESI. TERHINDAR dari laporan
MASYARAKAT, SEJAWAT LAIN, TENAGA KESEHATAN LAIN, DINAS
KESEHATAN, BBPOM/BPOM, lainnya
❖ PO.003/PP.IAI/1822/XI/2020 Kriteria Masalah Hukum ANGGOTA atau
PENGURUS yang berhak untuk mendapatkan dukungan advokasi dan pembelaan
adalah :
1. Anggota yang menghadapi masalah hukum pidana atau perdata dalam menjalankan
praktik kefarmasian
2. Pengurus yang menghadapi masalah hukum pidana atau perdata dalam
menjalankan tugas sebagai pengurus Ikatan Apoteker Indonesia Pusat, Daerah dan
Cabang yang sudah sesuai dengan naskah Asasi Organisasi
❖ Tim Advokasi dan pembelaan
Anggota:
1. Pengurus Bidang Advokasi& Pembelaan anggota
2. Tambahan sesuai kebutuhan
3. Diketuai oleh Ketua Bidang Advokasi & Pembelaan Anggota
4. Susunan : Ketua, Sekretaris dan Anggota
Dibentuk maksimal 3 hari setelah ada permohonan advokasi dari anggota/pengurus.
Catatan : Tim bisa dibentuk di Cabang, Daerah dan PP
Tugas dan fungsi tim advokasi dan pembelaan
1. Menindak lanjuti permintaan advokasi dan pembelaan dari anggota atau pengurus
dengan terlebih dahulu melakukan mediasi, paling lama 3 hari setelah permohonan
tersebut diterima.
2. Melakukan pendampingan bagi anggota atau pengurus yang menghadapi masalah
hukum pidana atau perdata.
3. Menggali informasi terkait potensi pelanggaran hukum pidana atau perdata yang
diduga dilakukan oleh anggota atau pengurus.
4. Melakukan koordinasi dan advokasi kepada instansi pemerintah dan penegak
hukum terkait proses advokasi dan pembelaan anggota atau pengurus.
5. Memberikan saran dan pendapat kepada Pengurus sesuai tingkatannya dalam
penanganan masalah hukum pidana atau perdata yang dihadapi anggota.
6. Bekerja sama dengan Tim Penasehat Hukum yang ditunjuk pengurus pusat dan atau
sejawat yang menjalani proses advokasi dan pembelaan.
7. Memberikan pendampingan bagi Tim Advokasi dan Pembelaan Anggota secara
berjenjang, bagi yang memerlukannya
8. Menyiapkan saksi ahli
Shindy Apriliany 32

❖ Prosedur advokasi dan pembelaan anggota

Biaya Advokasi Biaya advokasi digunakan untuk : 1. Biaya operasional Tim Advokasi
dan Pembelaan Anggota 2. Biaya jasa Penasehat Hukum
Pengajuan Biaya Advokasi
1. Pengurus Cabang mengajukan biaya operasional Tim Advokasi dan pembelaan
Anggota ke Pengurus Pusat melalui Pengurus Daerah, setiap tiga bulan sekali
selama proses pendampingan berlangsung dengan melampirkan bukti-bukti
penggunaan dana
2. Pengurus Daerah mengajukan biaya operasional Tim Advokasi dan pembelaan
Anggota ke Pengurus Pusat, setiap tiga bulan sekali selama proses pendampingan
berlangsung dengan melampirkan bukti-bukti penggunaan dana.
3. Tim Advokasi dan Pembelaan Anggota Tingkat Pusat mengajukan biaya
operasional ke Bendahara melalui Ketua Umum setiap tiga bulan sekali selama
proses pendampingan berlangsung dengan melampirkan bukti-bukti penggunaan
dana.
Pelaporan Tugas Tim Advokasi dan Pembelaan Anggota
1. Tim Advokasi dan Pembelaan Anggota tingkat Cabang melaporkan secara
berkala perkembangan kasus yang ditangani kepada Pengurus Cabang
2. Pengurus Cabang meneruskan laporan kepada Pengurus Daerah untuk
selanjutnya disampaikan ke Pengurus Pusat
3. Dalam situasi mendesak Pengurus Cabang dapat berkomunikasi secara
langsung dengan Pengurus Daerah dan selanjutnya Pengurus Daerah
menyampaikan ke Pengurus Pusat.
Pelaporan Penggunaan Biaya Advokasi Pengurus Pusat melaporkan penggunaan biaya
advokasi dalam forum Rakernas dan atau Kongres
Shindy Apriliany 33

TANYA JAWAB SESI 2


1. Bagaimana terkait jasa apoteker yang timpang antara pelayanan di apotek dengan
industry?
2. Apakah tindakan yang bisa diambil apoteker ketika melayani resep palsu?

Anda mungkin juga menyukai