• Regulasi Kefarnasian
UU No 36 Tahun 2009 tentang kesehatan
PP No 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian
Terkait standar pelayanan kefarmasian :
Permenkes 74 Tahun 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian di Puskesmas
Shindy Apriliany 2
Sistem online single submission (oss) versi risk based analysis (RBA)
Shindy Apriliany 4
• PP No 5 Tahun 2021 Tentang Perizinan berusaha sektor kesehatan obat dan makanan
• Sub sektor kesehatan :
Pelayanan kesehatan
Kefarmasian, alkes dan PKRT
Pengendalian vector dan binatang pembawa penyakit
• Sub sektor obat dan makanan
LAMPIRAN I Perizinan Berusaha ya ang diatur, meliputi:
Bidang usaha, Risiko, perizinan berusaha, durasi Pemerintah (SLA), masa berlaku, dan
Kewenangan Pemerintah
LAMPIRAN II -> Persyaratan dan Kewajiban, meliputi:
Bidang usaha, Persyar aratan, Durasi Pelaku Usaha (diatur dalam Standar), Kewajiban,
dan Jangka Waktu Pemenuhan Kewajiban
Standar Kegiatan Usaha atau Produk diatur dengan Peraturan MenteriLembaga
• Sanksi
o Peringatan : maksimal 3 kali dalam jangka waktu masing2 14 hari
o Penghentian sementara kegiatan berusaha
o Denda administratif
o Pencabutan izin
o Selain sanski administrative tapi bias kena juga penghentian penayangan iklan,
perintah penarikan produk dan atau perintah pemushanan produk.
• Permenkes 14 tahun 2021 tentang standar usaha dan porudk pada penyelenggaraan
perizinan berusaha berbasis resiko sektor kesehatan. Saranan pelayanan kefarmasian
• Standar usaha apotek dan toko obat
o Apotek : KBLI 47721 perdagangan eceran barang dan obat farmasi untuk
manusia di apotek
o Toko obat : KBLI 47722 perdagangan eceran barang dan obat farmasi untuk
manusia bukan di apotek, KBLI 47842 perdagangan eceran kaki lima dan los
pasar farmasi
• Penetapan tingkat resiko kegiatan berusaha
•
• Penerbitan perizinan berusaha apotek dan toko obat
Shindy Apriliany 6
•
• Pengawasan Perizinan Berusaha oleh kemenkes, gubernur, bupati walikota sesuai
tugas dan fungsi dan kewenangan penerbitan perizinan berusaha.
Jenis pengawasan :
o Pengawasan rutin
Dasar pengawasan berdasarkan laporan rutin pelau usaha
Inspeksi lapangan 1 kali dalam satu tahun bisa fisik atau virtual, hasilnya
dituangan dalam bap dan di ttd oleh inspector dan pelaku usaha
o Pengawasan insidential
Dasar : pengaduan masyarakat
Pelaksanaan dilakukan inspeksi lapangan atau virtuan
Hasil nya diunggah dalam oss oleh pj inspeksi lapangan
• Persyaratan umum dan khusus usaha
1. Izin baru
2. Perubahan izin
3. Perpanjangan izin
Persyaratan khusus : peta lokasi, denah bangunan, daftar SDM. Daftar sarana,
prasarana, peralatan.
• Perubahan izin apotek dan toko obat
1. Dokumen izin apotek dan toko obat yang berlaku
2. Data dokumen yang mengalami perubahan
3. Self assessment penyenggaraan apotek dan toko obat
4. Pelaporan terakhir.
Perubahan PJ, nama apotek dan toko obat, alamat atau lokasi, nama pelaku usaha.
• Perpanjangan izin apotek dan toko obat
1. Dokumen izin apotek dan toko obat yang berlaku
2. Seluruh persyaratan umum dan khusus
3. Self assessment penyelenggaran apotek dan toko obat
4. Pelaporan terakhir apotek dan toko obat
• Pelayanan
Toko Obat Apotek
Pengelolaan obat bebas terbatas dan obat Pengelolaan obat
bebas
Shindy Apriliany 7
o
o Apoteker hanya boleh punya 1 SIA (surat izin apotek) dan boleh memiliki 2
sipa lainnya di fasilitas pelayanan kefarmasian lain
o TTK dapat diberikan SIPTTK paling banyak 3 tempat fasilitas kefarmasian
yang diverifikasi oleh pejabat kabupaten kota yang berwenang dan organisasi
profesi terkait pengaturan jam praktek, jarak tempuh dan sarana kefarmasian
untuk menghindari terjadinya double SIPTTK
o Penerbitan SIPA DAN SIPTTK
o
o Hal yang diatur dalam rekom dinkes dan organisasi profesi : Jam praktek, sipa
selanjutnya take record implementasi standar yanfar, pembinaan dan
pengawasan
o Kegiatan pembinaan sarana pelayanan kefarmasian
1. PErizinan sarana pelayanan kefarmasian dan SDM
2. Pengelolaan sediaan farmasi BMHP dan farmasi klinik
3. Komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) melalui pemberdayaan
masyarakat
4. Monitoring dan evaluasi
DIlakukan secara berjenjang, dinkes provinsi dan kabupaten kota dan organisasi
profesi sesuai kewenangan masing2.
Dilakukan secara berkala ataupun sebagai tindak lanjut hasil pengawasan
Dilakukan sebagai langkah awal dalam menindaklanjuti temuan pelanggaran
Shindy Apriliany 9
• Penutup
1. Standar Usaha SARANA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN pada
Permenkes 14/2021 diterbitkan untuk mendukung upaya peningkatan ekosistem
investasi
2. Pengaturan terkait SDM Tenaga kesehatan untuk kebutuhan Hukum dan agar semua
tenaga Kesehatan yang melakukan praktik Wajib memiliki surat izin praktik
3. Diperlukan penguatan koordinasi stake holder terkait dalam pelaksanaan pembinaan
dan pengawasan n mulai dari Perizinan, Iimplementasi Praktek kefarmasian,monitoring
dan evaluasi agar lebih efektif, sederhana, transparan, terstruktur, dan dapat
dipertanggungjawabkan
Shindy Apriliany 10
MATERI 2
Peran Balai POM dalam peredaran obat di sarana praktik kefarmasian
Pemateri : Kepala Balai POM Bandung Dra apt Susan Gracia Arpan, M.Si
Peran Badan POM dalam Pengawasan obat di saranan pelayanan kefarmasian
• Mengawasi alur makanan atau produk sampai ke konsumen
• Profil Badan POM
• 3 Pilar Pengawasan
1. Pemerintah sebagai regulator
2. Produsen atau pelaku usaha
3. Masyarakat
Pemerintah (BPOM dan berbagai sektor terkait sesuai implementasi inpres 3)
melakukan pengawasan keamanan, mutu dan khasiat atau manfaat OM beredar
Pelaku usaha yang bertanggung jawab
Masyarakat yang berdaya untuk melindungi diri
Masyarakat terlindungi dari obat dan makanan yang tidak memenuhi persyaratan.
• Sistem Pengawasan Obat dan Makanan Badan POM
Shindy Apriliany 11
1. Berdasarkan UU No. 36 Tahun 2004 Pasal 85 (1) Setiap Tenaga Kesehatan yang
dengan sengaja menjalankan praktik tanpa memiliki STR sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 44 ayat (1) dipidana dengan pidana denda paling banyak
Rp100.000.000 (seratus juta rupiah)
2. Berdasarkan UU No. 36 Tahun 2004 Pasal 86 (1) Setiap Tenaga Kesehatan yang
menjalankan praktik tanpa memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46
ayat (1) dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus
juta rupiah)
• Industri farmasi : PMK 26 tahun 2018 pasal 5 : Paling sedikit 3 orang apoteker sebagai
penanggung jawab pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu
• Industri obat tradisional : PMK 26 tahun 2018 pasal 9 ayat 3 huruf B : Persyaratan
Untuk memperoleh Sertifikat Produksi IOT/IEBA sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas: memiliki apoteker berkewarganegaraan Indonesia sebagai penanggung
jawab teknis. Pasal 10 ayat 3 huruf B : Untuk UKOT yang memproduksi Kapsul dan
COD, Penanggungjawab wajib seorang Apoteker
• Industri kosmetika : PMK 26 tahun 2018 pasal 13 : untuk Industri Kosmetik Golongan
A wajib memiliki Penanggungjawab seorang apoteker, untuk gol. B penanggung jawab
seorang tenaga teknis kefarmasian
• Apoteker di PBF
1. Setiap Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi berupa obat harus memiliki
seorang Apoteker sebagai penanggung jawab. (Pasal 14 (1))
2. Pekerjaan Kefarmasian dalam Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 harus memenuhi ketentuan Cara Distribusi yang
Baik yang ditetapkan oleh Menteri. (Pasal 15)
3. Wajib membuat SOP, (sesuai ddenga perkembangan reg/IP/Tek, melakukan
pencatatan), dan menyesuaikan dengan perkembangan
• Dasar Hukum
Shindy Apriliany 13
3. produk yang dijual harus memiliki izin edar dari Badan POM yang terjamin mutu,
khasiat, dan keamanannya
Pasal 19 Apotek, Puskesmas, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, dan Instalasi Farmasi
Klinik hanya dapat menyerahkan Narkotika dan/atau Psikotropika kepada pasien
berdasarkan resep dokter
2. Peraturan Badan POM nomor 4 Tahun 2018 tentang Pengawasan Pengelolaan Obat,
Bahan Obat, Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi di Fasilitas Pelayanan
Kefarmasian
Poin 4.2 Penyerahan Obat Golongan Obat Keras_kepada pasien hanya dapat dilakukan
berdasarkan resep dokter
Definisi
- Bab II. Pengelolaan Obat, Bahan Obat, Narkotika, Psikotropika Dan Prekursor
Farmasi (Pasal 3-9)
Persyaratan Produk (memiliki NIE & memenuhi persyaratan keamanan, khasiat dan
mutu) Ruang lingkup Pengelolaan (Pengadaan, Penerimaan, Penyimpanan,
Penyerahan,Pengembalian, Pemusnahan dan Pelaporan) Seluruh kegiatan pengelolaan
di Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik, dan Puskesmas
wajib berada di bawah tanggung jawab seorang Apoteker penanggung jawab Seluruh
kegiatan pengelolaan di Toko Obat wajib berada di bawah tanggung jawab seorang
Tenaga Teknis Kefarmasian penanggung jawab. (Pasal 6) Tenaga Kefarmasian dalam
pengelolaan obat, bahan obat, Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi di
fasilitas pelayanan kefarmasian harus sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian.
Badan POM melakukan pembinaan melalui pemantauan dan pemberian bimbingan
teknis dan pembinaan terhadap pelayanan kefarmasian
1. Memasuki setiap tempat yang diduga digunakan dalam kegiatan Pengelolaan Obat,
Bahan Obat dan NRP untuk memeriksa, meneliti dan mengambil contoh segala sesuatu
yang digunakan dalam kegiatan pengelolaan Obat, Bahan Obat, dan NPP
2. Membuka dan meneliti kemasan obat, bahan Obat Narkotika, Psikotropika dan
Prekursor Farmasi
3. Memeriksa dokumen dan catatan lain dalam kegiatan pengelolaan obat termasuk
menggandakan atau mengutip keterangan tersebut Mengambil gambar dan/atau foto
seluruh atau sebagian fasilitas dan peralatan yang digunakan dalam pengelolaan Obat,
Bahan Obat dan NPP
a. Sarana Pelayanan Kefarmasian yang dibina dan diawasi adalah Apotek, Rumah Sakit
Puskesmas, Pedagang Eceran Obat, dan Klinik
b. Balai Besar POM di Bandung mengawasi sarana di 19 Kabupaten/Kota.
c. Loka POM Kota Tasikmalaya mengawasi sarana di Kota dan Kabupaten Tasikmaiaya,
Kabupaten Ciamis, Kota Banjar dan Kabupaten Pangandaran (5)
d. Loka POM Kabupaten Bogor mengawasi sarana di Kota dan Kabupaten Bogor dan
Kota Depok (3)
a. Sanksi terhadap sarana yang tidak memenuhi ketentuan berupa sanksi administratif
yaitu Peringatan, Peringatan Keras, Penghentian Sementara Kegiatan.
b. Sanksi disampaikan kepada sarana yang diperiksa dengan tembusan Pemda Setempat
(Walikota/Bupati), Direktorat Pengawasan Distribusi dan Pelayanan Obat, Narkotika,
Psikotropika dan Prekursor Badan POM RI serta Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten
setempat.
3. Penindakan
Contoh Pelanggaran
Shindy Apriliany 18
MATERI 3
Strategi Ditreskrimsus Polda Jabar Dalam Penanganan Tindak Pidana Bidang Kefarmasian
Pemateri : Direktur Reskrimsus Polda Jabar Kombes. Pol. Arif Rachman, SIK, MTCP
Dasar Hukum
Untuk mengatur harga obat di pasaran agar tidak merugikan masyarakat, Menteri
Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin menetapkan harga eceran tertinggi
obat terapi COVID-19 melalui Keputusan Menteri Kesehatan nomor
HK.01.07/MENKES/4826/2021 tentang Harga Eceran Tertinggi Obat Dalam Masa
Pandemi COVID-19.
Usaha Farmasi di tengah situasi pandemi covid-19 → demand obat covid meningkat
“kelangkaan” → Harga obat covid melonjak disertai peluang mencari keuntungan
butterfly effect determination atau stokastik – kepmenkes terkait het obat covid-19 →
masih ada obat covid yang tidak sesuai het → perlu penegakan hukum
•
• Modus Operandi Umum (Tindak Pidana Kefarmasian)
1. MEMPRODUKSI / MENGEDARKAN OBAT KERAS TANPA RESEP DOKTER
(UMUMNYAYANG MENGANDUNG ZAT ADIKTIF DAN SEDATIF) :
MELANGGAR PASAL 196 UURI NO. 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN
2. MEMPRODUKSI / MENGEDARKAN SEDIAAN FARMASI TANPA DISERTAI
JIN EDAR : MELANGGAR PASAL 197 UURI NO. 36 TAHUN 2009 TENTANG
KESEHATAN
3. MELAKUKAN PRAKTEK KEFARMASIAN TANPA KEAHLIAN DAN
KEWENANGAN : MELANGGAR PASAL 198 UURI NO. 36 TAHUN 2009
TENTANG KESEHATAN
4. MEMPRODUKSI / MENGEDARKAN SEDIAAN FARMASI YANG SUDAH
KADALUARSA : MELANGGAR PASAL 196 UURI NO. 36 TAHUN 2009
TENTANG KESEHATAN DAN ATAU PASAL 62 AYAT (1) jo PASAL 8 AYAT
(3) UURI NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN (SAAT
INI JUGA SEDANG DITANGANI OLEH DITRESKRIMSUS POLDA JABAR
DIMANA SALAH SATU TERSANGKA ADALAH APOTEKER)
• Strategi Integrasi Hexagonal
Ada pihak2 yang saling mendukung : Media, akademisi, Tenaga professional pelaku
usaha, tokoh2 yang disertai dengan pemerintah yang dibersamai TNI Polri
Bersatu kita teguh bercerai kita runtuh
• Pesan dari bapak :
Shindy Apriliany 21
MATERI 4
Etika dan Disiplin Profesi Apoteker
Pemateri : apt. Drs. Made Pasek Narendra., MM (Ketua MEDAI PD IAI Jawa Barat)
Kode Etik Apoteker dan Disiplin Apoteker Indonesia.
Pedoman Pelaksanaan:
1. Setiap apoteker indonesia harus mengerti, menghayati dan mengamalkan kompetensi
sesuai dengan SKAI
2. Kompetensi yang dimaksud adalah: pengetahuan, keterampilan dan attitude yang
berdasarkan pada limu, Hukum dan Etik
3. Ukuran Kompetensi seorang Apoteker dinilai lewat uji kompetensi.
4. Kepentingan kemanusiaan harus menjadi pertimbangan utama dalam setiap tindakan
dan keputusan seorang Apoteker Indonesia
5. Bilamana suatu saat seorang Apoteker dihadapkan kepadakonflik tanggung jawab
profesional, maka dari berbagai opsi yang ada, seorang Apoteker harus memilih resiko
yang paling kecil dan paling tepat untuk kepentingan pasien serta masyarakat
PASAL 4
Setiap Apoteker harus selalu aktif mengikuti perkembangan di bidang kesehatan pada
umumnya dan bidang farmasi khususnya
Pedoman Pelaksanaan:
1. Seorang Apoteker harus mengembangkan pengetahuan dan keterampilan
profesionalnya secara terus menerus
2. Aktifitas seorang apoteker dalam mengikuti perkembangan di bidang kesehatan, diukur
dari Nilai SKP yang diperoleh dan Hasil Uji Kompetensi
3. Jumlah SKP minimal yang harus diperoleh Apoteker ditetapkan dalam PO
PASAL 5
Di dalam menjalankan tugasnya setiap Apoteker harus menjauhkan diri dari usaha
mencari keuntungan diri semata yang bertentangan dengan martabat dan tradisi luhur
jabatan kefarmasian
Pedoman Pelaksanaan:
1. Seorang apoteker dalam tindakan profesionalnya harus menghindari diri dari perbuatan
yang akan merusak seseorang ataupun merugikan orang lain.
2. Seorang Apoteker dalam menjalankan tugasnya dapat memperoleh imbalan dari pasien
atas jasa yang diberikannya dengan tetap memegang teguh kepada prinsip
mendahulukan kepentingan pasien.
3. Besarnya jasa pelayanan ditetapkan dalam po
PASAL 6
Seorang Apoteker harus berbudi luhur dan menjadi contoh yang baik bagi orang lain
Pedoman Pelaksanaan:
1. Seorang Apoteker harus menjaga kepercayaan masyarakat atas profesi yang
disandangnya dengan jujur dan penuh integritas.
2. Seorang Apoteker tidak akan menyalahgunakan kemampuan profesionalnya kepada
orang lain.
3. Seorang Apoteker harus menjaga perilakunya dihadapan publik
Shindy Apriliany 25
PASAL 7
Seorang Apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya
Pedoman Pelaksanaan:
1. Seorang apoteker dalam memberikan informasi kepada pasien masyarakat harus
dengan cara yang mudah dimengerti dan yakin bahwa informasi tsb sesuai, relevan dan
"up to date"
2. Sebelum memberikan informasi, Apoteker harus menggali informasi yang dibutuhkan
dari pasien ataupun orang yang datang menemui Apoteker mengenai pasien serta
penyakitnya.
3. Seorang Apoteker harus mampu berbagi informasi mengenai pelayanan kepada pasien
dengan tenaga profesi kesehatan yang terlibat.
4. Seorang apoteker harus senantiasa meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap
obat, dalam bentuk penyuluhan, memberikan informasi secara jelas, melakukan
monitoring penggunaan obat dsb.
PASAL 8
Seorang Apoteker harus aktif mengikuti perkembangan per-UU di bidang kesehatan
pada umumnya dan di bidang farmasi pada khususnya
Pedoman Pelaksanaan:
1. Tidak ada alasan bagi Apoteker untuk tidak tahu per UU / peraturan yang terkait dengan
ke farmasian.
- Untuk itu setiap Apoteker harus selalu aktif mengikuti perkembangan peraturan,
sehingga setiap Apoteker dapat menjalankan profesinya dengan tetap berada
dalam koridor UU atau peraturan.
2. Apoteker harus membuat SPO (SOP) sebagai pedoman kerja bagi seluruh personil di
apotik atau tempat praktik profesi lainnya, sesuai kewenangan atas dasar peraturan
perundangan yang ada
PASAL 9
Seorang Apoteker dalam melakukan praktik kefarmasian harus mengutamakan
kepentingan masyarakat menghormati hak azasi pasien dan melindungi makhluk hidup
insani
Pedoman Pelaksanaan:
1. Pelayanan kepada pasien adalah merupakan hal yang paling utama dari seorang
Apoteker.
2. Setiap tindakan dan keputusan profesional dari Apoteker hrs berpihak kepada
kepentingan pasien dan masyarakat.
3. Seorang Apoteker harus mampu mendorong pasien untuk ikut dalam keputusan
pengobatan mereka.
4. Seorang Apoteker harus mengambil langkah2 utk menjaga kesehatan pasien khususnya
anak2 serta orang yang dalam kondisi lemah (Geriatri).
5. Seorang Apoteker harus yakin bahwa obat yang diserahkan kepada pasien adalah obat
yang terjamin kualitas, kuantitas, efikasinya, serta cara pakai obat yang tepat.
Shindy Apriliany 26
6. Seorang Apoteker harus menjaga kerahasiaan data2 pasien (resep dan PMR) dengan
7. Seorang Apoteker harus menghormati keputusan profesi yang telah ditetapkan oleh
dokter dalam bentuk penulisan resep dan sebagainya
8. Dalam hal seorang Apoteker akan mengambil kebijakan yang berbeda dengan
permintaan seorang dokter maka, Apoteker harus melakukan konsultasi / komunikasi
dengan Dokter tersebut, kecuali i UU / peraturan membolehkan Apoteker untuk
mengambil keputusan demi kepentingan pasien baik.
PASAL 10
Seorang Apoteker harus memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri
ingin diperlakukan
Pedoman Pelaksanaan:
1. Setiap Apoteker harus menghargai teman sejawatnya, termasuk rekan kerjanya
2. Bilamana seorang Apoteker dihadapkan kepada suatu situasi yang problematik, baik
secara moral atau peraturan/undang undang yang berlaku, tentang hubungannya dengan
sejawatnya, maka komunikasi antar sejawat harus dilakukan dengan baik dan santun.
3. Apoteker harus berkoordinasi dengan IAl ataupun langsung dengan Majelis Etik dalam
menyelesaikan permasalahan dengan teman sejawat
PASAL 11
Sesama Apoteker harus selalu saling mengingatkan dan saling menasehati untuk
mematuhi ketentuan kode etik apoteker Indonesia
Pedoman Pelaksanaan:
1. Bilamana seorang Apoteker melihat sejawatnya melanggar kode etik, dengan cara yang
santun dia harus melakukan komunikasi dengan sejawatnya tersebut untuk
mengingatkan kekeliruan tsb.
2. Bilamana ternyata ybs sulit untuk menerima maka, dia dapat menyampaikan kepada
IAl atau Majelis Etik Apoteker Daerah (MEDAi) untuk dilakukan pembinaan.
PASAL 12
Seorang Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk meningkatkan
kerjasama yang baik sesame Apoteker di dalam memelihara keluhuran martabat jabatan
kefarmasian, serta mempertebal rasa saling mempercayai di dalam menunaikan
tugasnya
Pedoman Pelaksanaan:
1. Seorang Apoteker harus menjalin dan memelihara kerjasama dengan sejawat Apoteker
lainnya
2. Seorang Apoteker harus membantu teman sejawatnya dalam menjalankan pengabdian
profesinya
3. Seorang Apoteker harus saling mempercayai teman sejawatnyadalam
menjalin/memelihara kerjasamanya
PASAL 13
Seorang Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk membangun dan
meningkatkan hubungan profesi, saling mempercayai, menghargai dan menghormat
sejawat petugas kesehatan lain.
Shindy Apriliany 27
Pedoman Pelaksanaan:
1. Apoteker hrs mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan bermartabat. tenaga
profesi kesehatan lainnya secara seimbang dan bermartabat.
PASAL 14
Seorang Apoteker hendaknya menjauhkan diri dari tindakan atau perbuatan yang dapat
mengakibatkan berkurangnya atau hilangnya kepercayaan masyarakat kepada sejawat
petugas kesehatan lain
Pedoman Pelaksanaan:
1. Bilamana seorang Apoteker menemui hal2 yang kurang tepat dari pelayanan profesi
kesehatan lainnya, maka Apoteker tsb harus mampu mengkomunikasikannya dengan
baik kepada tenaga profesi tersebut, tanpa ybs harus merasa dipermalukan.
PASAL 15
Seorang Apoteker bersungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan Kode Etik
Apoteker Indonesia dalam menjalankan tugas kefarmasiannya sehari-hari
Pedoman Pelaksanaan:
1. Terhadap pelanggaran kode etik apoteker dapat mengakibatkan sanksi bagi apoteker.
- Sanksi dapat berupa peringatan, pencabutan keanggotaan sementara dan
pencabutan keangotaan tetap.
2. Kriteria pelanggaran kode etik diatur dalam PO dan sanksi ditetapkan setelah melalui
kajian yang mendalam dari MEDAI
3. Selanjutnya, MEDAI Daerah menyampaikan hasil telaahnya kepada PC IAI, PD IAI
dan MEDAI Pusat Daerah.
• Bentuk-bentuk pelanggaran : Disiplin Apoteker Indonesia
1. Melakukan praktik kefarmasian dengan tidak kompeten.
Penjelasan: Melakukan praktik kefarmasian tidak sesuai dengan Standar Praktik Profesi
/ sehingga berpotensi menimbuilkan / standar kompetensi yang benar sehingga
berpotensi menimbulkan atau mengkibatkan kerusakan kerugian pasien atau
masyarakat.
2. Membiarkan berlangsungnya praktik kefarmasian yang menjadi tanggung jawabnya,
tanpa kehadirannya.
Penjelasan:
• Praktik Non Pelayanan Kefarmasian:
>Praktik sebagai APJ di Industri Farmasi → SIPA & Izin Produksi
>Praktik sebagai APJ di Sarana Distribusi Farmasi → SIPA & Izin PBF
> Praktik sebagai APJ di Instalasi Farmasi/Apotek → SIPA & SIA
>Praktik pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional -> belum Diatur
• Praktik Pelayanan Kefarmasian:
Praktik memberikan pelayanan resep dan dispensing dengan skrinning, pengkajian,
pemberian informasi / konseling diInstalasi Farmasi/Apotek
3. Mendelegasikan pekerjaan kepada tenaga kesehatan tertentu dan / atau tenaga-tenaga
lainnya yang tidak memiliki kompetensi untuk melaksanakan pekerjaan tersebut.
Penjelasan: Pelimpahan kewenangan pekerjaan kefarmasian oleh Apoteker, hanya
kepada TTK sesuai kompetensinya
Shindy Apriliany 28
MATERI 5
Tata Laksana Advokasi HUKUM DAN KEBIJAKAN IAI di Jawa Barat
Pemateri : apt. Drs. Syarifudin, MARS (Ketua Bidang Advokasi PD IAI Jawa Barat)
❖ Tenaga kesehatan salah satu sumber daya kesehatan yang memiliki tanggung jawab,
etik, moral, keadilan, kewenangan
- Wajib meningkatkan mutunya, melalui Pendidikan dan pelatihan berkelanjutan,
sertifikasi, registrasi, perizinan, pembinaan, pengawasan pemantauan.
- Menyelenggarakan upaya kesehatan dengan memenuhi rasa keadilan dan
perikemanusiaan serta sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi kesehatan.
❖ Alasan adanya regulasi untuk tenaga kesehatan :
1. Masyarakat butuh tenaga kesehatan
2. Masyarakat butuh tenaga kesehatan yang berdaya guna
3. Penggeraan upaya kesehatan yang harus mampu memberikan perlindungan kepada
masyarakat
4. Mutu penyelenggaraan upaya kesehatan harus dipertahankan dan ditingkatkan oleh
tenaga kesehatan
5. Masyarakat dan tenaga kesehatan harus mendapatkan kepastian hokum
❖ Faktor yang dipertimbangkan Menteri dalam menyusun perencanaan tanaga kesehatan
harus memperhatikan factor :
1. Jenis, kualifikasi jumlah, pengadaan dan distribusi tenaga kesehatan
2. Penyelenggaraan upaya kesehatan
3. KEtersediaan fasilitas pelayanan kesehatan
4. Kemampuan pembiayaan
5. Kondisi geografis dan social budaya
6. Kebutuhan masyarakat
❖ Apoteker sebagai tenaga kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga kefarmasian
yang dalam menjalankan praktik wajib memiliki ijazah, stra, sertifikat kompetensi atau
sertifikat profesi, sehat fisik dan mental, surat pernyataan mengucapkan sumpah ,
pernyataan mematuhi dan melaksanakan ketentuan profesi dalam menjalankan praktik
wajib memiliki SIPA yang didapat atas rekomendasi dari organisasi profesi harus
memasang papan nama praktik dan menggunakan jas praktik
❖ PERAN IAI
1. Meningkatkan Motivasi & Kompetensi dalam Praktik Kefarmasian
2. Menjalin & Membina Hubungan, Kerja sama di bidang kesehatan/lainnya
3. Pertemuan IImiah / Pendidikan berkelanjutan/kegiatan lkatan
4. Advokasi Masalah HUKUM Anggota, PERATURAN & KEBIJAKAN terkait
PRAKTIK KEFARMASIAN
5. Memantapkan peran anggota dalam upaya mencegah pencemaran baik profesi,
melindungin masyarakat dari bahaya penyalahgunaan obat, memelihara kesehatan
masyarakat yang bersifat preventif dan promotive, memanfaatkan dan ikut
mengamankan obat, bahan baku obat, kosmetika dan obat tradisional.
❖ Pasal 2 KODE ETIK
Shindy Apriliany 31
Apoteker Harus Berusaha dengan Sungguh Sungguh Menghayati dan Mengamalkan Kode
Etik Apoteker Indonesia
Implementasi nya: MENJAGA NAMA BAIK PROFESI. TERHINDAR dari laporan
MASYARAKAT, SEJAWAT LAIN, TENAGA KESEHATAN LAIN, DINAS
KESEHATAN, BBPOM/BPOM, lainnya
❖ PO.003/PP.IAI/1822/XI/2020 Kriteria Masalah Hukum ANGGOTA atau
PENGURUS yang berhak untuk mendapatkan dukungan advokasi dan pembelaan
adalah :
1. Anggota yang menghadapi masalah hukum pidana atau perdata dalam menjalankan
praktik kefarmasian
2. Pengurus yang menghadapi masalah hukum pidana atau perdata dalam
menjalankan tugas sebagai pengurus Ikatan Apoteker Indonesia Pusat, Daerah dan
Cabang yang sudah sesuai dengan naskah Asasi Organisasi
❖ Tim Advokasi dan pembelaan
Anggota:
1. Pengurus Bidang Advokasi& Pembelaan anggota
2. Tambahan sesuai kebutuhan
3. Diketuai oleh Ketua Bidang Advokasi & Pembelaan Anggota
4. Susunan : Ketua, Sekretaris dan Anggota
Dibentuk maksimal 3 hari setelah ada permohonan advokasi dari anggota/pengurus.
Catatan : Tim bisa dibentuk di Cabang, Daerah dan PP
Tugas dan fungsi tim advokasi dan pembelaan
1. Menindak lanjuti permintaan advokasi dan pembelaan dari anggota atau pengurus
dengan terlebih dahulu melakukan mediasi, paling lama 3 hari setelah permohonan
tersebut diterima.
2. Melakukan pendampingan bagi anggota atau pengurus yang menghadapi masalah
hukum pidana atau perdata.
3. Menggali informasi terkait potensi pelanggaran hukum pidana atau perdata yang
diduga dilakukan oleh anggota atau pengurus.
4. Melakukan koordinasi dan advokasi kepada instansi pemerintah dan penegak
hukum terkait proses advokasi dan pembelaan anggota atau pengurus.
5. Memberikan saran dan pendapat kepada Pengurus sesuai tingkatannya dalam
penanganan masalah hukum pidana atau perdata yang dihadapi anggota.
6. Bekerja sama dengan Tim Penasehat Hukum yang ditunjuk pengurus pusat dan atau
sejawat yang menjalani proses advokasi dan pembelaan.
7. Memberikan pendampingan bagi Tim Advokasi dan Pembelaan Anggota secara
berjenjang, bagi yang memerlukannya
8. Menyiapkan saksi ahli
Shindy Apriliany 32
Biaya Advokasi Biaya advokasi digunakan untuk : 1. Biaya operasional Tim Advokasi
dan Pembelaan Anggota 2. Biaya jasa Penasehat Hukum
Pengajuan Biaya Advokasi
1. Pengurus Cabang mengajukan biaya operasional Tim Advokasi dan pembelaan
Anggota ke Pengurus Pusat melalui Pengurus Daerah, setiap tiga bulan sekali
selama proses pendampingan berlangsung dengan melampirkan bukti-bukti
penggunaan dana
2. Pengurus Daerah mengajukan biaya operasional Tim Advokasi dan pembelaan
Anggota ke Pengurus Pusat, setiap tiga bulan sekali selama proses pendampingan
berlangsung dengan melampirkan bukti-bukti penggunaan dana.
3. Tim Advokasi dan Pembelaan Anggota Tingkat Pusat mengajukan biaya
operasional ke Bendahara melalui Ketua Umum setiap tiga bulan sekali selama
proses pendampingan berlangsung dengan melampirkan bukti-bukti penggunaan
dana.
Pelaporan Tugas Tim Advokasi dan Pembelaan Anggota
1. Tim Advokasi dan Pembelaan Anggota tingkat Cabang melaporkan secara
berkala perkembangan kasus yang ditangani kepada Pengurus Cabang
2. Pengurus Cabang meneruskan laporan kepada Pengurus Daerah untuk
selanjutnya disampaikan ke Pengurus Pusat
3. Dalam situasi mendesak Pengurus Cabang dapat berkomunikasi secara
langsung dengan Pengurus Daerah dan selanjutnya Pengurus Daerah
menyampaikan ke Pengurus Pusat.
Pelaporan Penggunaan Biaya Advokasi Pengurus Pusat melaporkan penggunaan biaya
advokasi dalam forum Rakernas dan atau Kongres
Shindy Apriliany 33